Jumat, 30 September 2016

Berbohong untuk Allah



Minggu, 2 Oktober 2016
Bacaan Alkitab: Ayub 13:7-10
Sudikah kamu berbohong untuk Allah, sudikah kamu mengucapkan dusta untuk Dia? (Ayb 13:7)


Berbohong untuk Allah


Ternyata tanpa kita sadari, kita sering berbohong untuk Allah. Perkataan saya tersebut pasti langsung dibantah oleh kebanyakan pembaca renungan ini. Akan tetapi, sejujurnya kita sering mengucapkan perkataan dusta atau bohong yang seakan-akan kita ucapkan untuk membela Tuhan. Padahal hakekat  Tuhan sendiri adalah benar, sehingga ketika kita mengucapkan perkataan dusta, itu bukanlah berasal dari Tuhan.

Jika mau jujur, justru banyak pelayan Tuhan (yang melayani di gereja atau persekutuan) yang sebenarnya berbohong untuk Allah. Tidak percaya? Berapa banyak worship leader, pengkhotbah, bahkan pendeta yang sering berkata “kami mengasihi-Mu Tuhan” di atas mimbar? Pertanyaan saya cuma satu: “Apakah benar bahwa mereka mengasihi Tuhan?”. Cukup banyak worship leader atau pengkhotbah yang sudah terbiasa mengucapkan perkataan seperti itu seakan-akan mereka sudah mengasihi Tuhan, padahal hidup mereka sama sekali tidak mencerminkan hal tersebut. Perkataan mereka diucapkan supaya jemaat merasa seolah-olah hadirat Tuhan turun dan mereka dipandang sebagai pelayan yang sungguh-sungguh baik di mata manusia, padahal di mata Tuhan, itu adalah nol besar. Di mata Tuhan, sebenarnya mereka berbohong untuk Allah, bahkan mengucapkan perkataan dusta untuk Tuhan (ay. 7).

Padahal sebenarnya, dengan mengucapkan perkataan yang tidak benar itu (perkataan dusta), mereka bukan sedang membela Tuhan tetapi hanya membela lembaga, institusi, organisasi, gereja, agama, atau membela diri mereka sendiri. Ketika saya merenungkan hal ini, ternyata perbedaan antara membela Tuhan dengan membela organisasi bahkan membela gereja, itu sangatlah tipis. Tuhan berkata bahwa seseorang yang benar-benar memihak Allah dan membela Tuhan, tidak mungkin berbuat atau mengatakan sesuatu yang bukan kebenaran (ay. 8).

Permasalahannya, Tuhan seperti sedang diam. Orang-orang seperti ini, yang seakan-akan melayani Tuhan dengan kata-kata yang indah-indah (supaya dipandang sebagai pelayan yang memiliki karunia), justru semakin sering diberi tugas pelayanan oleh otoritas gereja. Padahal jika kita benar-benar hidup dalam kebenaran dan persekutuan dengan Tuhan, maka kita akan dapat membedakan apakah kalimat para worship leader dan penyembahannya itu benar atau tidak. Kita juga akan dapat membedakan apakah khotbah yang disampaikan para pembicara itu benar atau tidak. Kepekaan ini yang harus kita miliki untuk dapat membedakan manakah mereka yang sungguh-sungguh membela Tuhan, atau mereka yang hanya membela organsiasi dan institusi rohani.

Dalam hal ini, betapa berbahayanya jika orang-orang seperti ini tidak sadar bahwa Tuhan itu maha tahu. Tuhan dapat menyelidiki isi hati manusia dan memeriksanya. Satu hal yang harus kita tanamkan dalam hati kita, “kira-kira, berapa nilai rapor kita di hadapan Tuhan?” (ay. 9a). Hal itu harus senantiasa kita pergumulkan dan persoalkan di hadapan Tuhan. Berapa nilai rapor kehidupan kita di hadapan Tuhan saat ini? Apakah kita sudah sungguh-sungguh hidup benar di hadapan-Nya, atau semua perbuatan kita yang terlihat baik, sesungguhnya adalah omong kosong semata? Ingatlah bahwa Tuhan kita tidak dapat ditipu. Kita bisa saja menipu manusia, tetapi kita tidak akan pernah dapat menipu Tuhan (ay. 9b). Hukuman Tuhan akan nyata suatu saat nanti, bahkan hukuman yang sangat keras kepada mereka yang sebenarnya menipu Tuhan (ay. 10). Orang-orang yang menipu Tuhan tidak akan pernah bisa masuk ke langit baru dan bumi baru, tetapi akan dilemparkan ke dalam api kekal di neraka (Mat 7:21-23), yaitu mereka yang mengucapkan dusta, melakukan dusta, dan mencintai dusta (Why 21:8, 27, 22:15).



Bacaan Alkitab: Ayub 13:7-10
13:7 Sudikah kamu berbohong untuk Allah, sudikah kamu mengucapkan dusta untuk Dia?
13:8 Apakah kamu mau memihak Allah, berbantah untuk membela Dia?
13:9 Apakah baik, kalau Ia memeriksa kamu? Dapatkah kamu menipu Dia seperti menipu manusia?
13:10 Kamu akan dihukum-Nya dengan keras, jikalau kamu diam-diam memihak.

Tabib Palsu



Sabtu, 1 Oktober 2016
Bacaan Alkitab: Ayub 13:4-5
Sebaliknya kamulah orang yang menutupi dusta, tabib palsulah kamu sekalian. (Ayb 13:4)


Tabib Palsu


Masih berbicara tentang kepalsuan, hari ini kita akan belajar mengenai tabib palsu. Memang istilah ini hanya muncul satu kali dalam Alkitab baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru. Istilah tabib palsu di sini tidak merujuk kepada tabib atau dokter secara jasmani, yang menyembuhkan penyakit-penyakit orang secara jasmani. Akan tetapi, Ayub menggunakan istilah tabib palsu kepada mereka-mereka yang berkata-kata atau berkoar-koar seakan-akan sebagai orang bijak, bahkan dengan mengutip ayat-ayat Firman Tuhan. Tetapi pada kenyataannya setiap kalimat yang dikeluarkan itu adalah dusta dan bukanlah kebenaran.

Ayub berkata bahwa orang-orang seperti itu, yang mengatakan dusta, bahkan menutupi dusta dengan dusta yang lebih lagi, adalah para tabib palsu (ay 4). Orang-orang seperti ini mungkin pada awalnya berkoar-koar dengan mengutip ayat-ayat Alkitab, sambil berkata bahwa dirinya adalah orang yang benar dan suci. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata semua ucapan yang pernah dikeluarkan dari mulut mereka sebelumnya hanyalah bualan dan omong kosong. Setiap koar-koar yang dikatakan hanyalah kata-kata yang sia-sia dan tidak pernah dilakukan.

Ketika kemudian mereka ditanya mengenai ucapan yang pernah mereka katakan dahulu, maka mereka segera menutupinya dengan dusta juga. Biasanya mereka “ngeles” dengan ucapan “itu kan dulu, sekarang sudah tidak begitu lagi”, atau “sekarang saya sudah mencabut perkataan saya yang dulu”, dan lain sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa orang-orang seperti ini, yaitu tabib-tabib palsu, adalah mereka yang tidak konsisten dalam hal omongannya (di masa lalu dan di masa sekarang). Mereka juga dapat dikatakan sebagai orang yang tidak konsisten dalam hal perkataan dan perbuatan.

Saya rasa, tepat sekali perkataan Ayub kepada para tabib palsu ini: “sekiranya kamu menutup mulut, itu akan dianggap kebijaksanaan dari padamu” (ay. 5). Artinya adalah, daripada berkoar-koar tentang apa yang tidak bisa dilakukan atau apa yang tidak pernah dilakukan, alangkah baiknya seseorang diam saja. Ini tidak melihat apakah orang tersebut berada dalam kondisi yang salah (misal melakukan kesalahan atau dosa) atau kondisi yang benar (misal difitnah karena kebenaran, atau mengomentari “nasib” orang lain yang sedang ditimpa kemalangan). Dalam kondisi tersebut sebaiknya hati-hati mengucapkan perkataan kita supaya perkataan kita justru merugikan orang lain.

Orang yang tidak dapat mengendalikan lidahnya hanya akan menjadi batu sandungan dan mempermalukan nama Tuhan. Sayangnya, hal ini cukup sering terjadi kepada mereka yang sering berbicara, yaitu mereka yang sudah melayani sebagai pengkhotbah di gereja atau persekutuan. Apalagi mereka juga dipandang lebih mengerti kebenaran Firman Tuhan. Jika para pengkhotbah tidak hati-hati, maka mereka tidak menjadi tabib yang benar, tetapi justru menjadi tabib-tabib palsu, dimana mungkin di atas mimbar mereka berkoar-koar dengan mengutip ayat-ayat Alkitab, tetapi ketika masalah datang, segala ucapannya di atas mimbar tidak terbukti. Apa yang diucapkan akan berbeda dengan tindakan yang dilakukan. Tidak jarang mereka akan menutupi rasa malu mereka dengan dusta dan kebohongan untuk mempertahankan posisinya.


Bacaan Alkitab: Ayub 13:4-5
13:4 Sebaliknya kamulah orang yang menutupi dusta, tabib palsulah kamu sekalian.
13:5 Sekiranya kamu menutup mulut, itu akan dianggap kebijaksanaan dari padamu.

Mengajar Rakyat Supaya Cerdas



Jumat, 30 September 2016
Bacaan Alkitab: 2 Tawarikh 17:7-9
Mereka memberikan pelajaran di Yehuda dengan membawa kitab Taurat TUHAN. Mereka mengelilingi semua kota di Yehuda sambil mengajar rakyat. (2 Taw 17:9)


Mengajar Rakyat Supaya Cerdas


Jika kita melihat kehidupan gereja ratusan bahkan hingga sekitar seribu tahun yang lalu, kita akan melihat bahwa gereja pernah terjebak pada suatu kebijakan atau pengambilan keputusan yang salah. Gereja yang seharusnya menjadi pembawa terang, justru telah membawa dunia ini ke masa atau zaman kegelapan. Sejarah pun mencatat hal ini, yaitu ketika hampir seluruh Eropa telah mendengar Injil dan telah memeluk agama Kristen, namun justru kehidupan masyarakat (termasuk jemaat) turun ke salah satu titik terendah sepanjang masa.

Pada masa itu, kehidupan masyarakat begitu bobrok, kejahatan terjadi di mana-mana, penyakit dan kekerasan pun sudah menjadi makanan sehari-hari. Sementara gereja tetap berdiri dan ibadah tetap dilaksanakan walau hanya merupakan formalitas semata. Pada masa itu ada salah satu kesalahan gereja, yaitu ketika gereja memisahkan dengan tegas jabatan imam dengan jemaat awam. Pada masa itu, yang boleh membaca Firman Tuhan (pada masa itu masih berbentuk gulungan perkamen) hanyalah para imam. Jemaat awam tidak boleh membaca bahkan memegang perkamen tersebut. Jemaat awam hanya dapat mendengarkan khotbah ketika para imam membacakan teks perkamen tersebut.

Akibatnya, terjadi kesenjangan yang luar biasa. Jemaat awam yang menjadi jarang mendengar apalagi mengerti Firman Tuhan pada akhirnya hidup tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Pada kondisi seperti itu, seharusnya para imam bisa lebih mengerti Firman Tuhan, tetapi pada kenyataannya para imam pun justru menjadi sombong rohani dan merasa tidak tersentuh. Mereka berpikir bahwa hanya para imam saja yang cukup tahu Firman Tuhan tanpa berusaha membuat jemaat menjadi cerdas. Akibatnya gereja terjebak pada praktik-praktik yang salah, yang mencapai puncaknya ketika gereja menjual surat pengampunan dosa (yang pada akhirnya menimbulkan reformasi gereja).

Sayangnya para imam pada masa itu tidak pernah (atau tidak mau) membaca kisah mengenai Raja Yosafat. Pada tahun ketiga pemerintahannya, Raja Yosafat mengutus beberapa pembesarnya untuk mengajar di kota-kota Yehuda (ay. 7). Tidak hanya mengajar mengenai aturan-aturan negara atau mungkin norma-norma yang belaku di kebudayaan tersebut, Raja Yosafat juga memerintahkan beberapa orang Lewi beserta para imam untuk mengajar rakyat Yehuda mengenai hukum dan perintah Tuhan (ay. 8). Mereka memberikan pelajaran dengan membawa kitab Taurat Tuhan (ay. 9a). Ini menunjukkan bahwa inti pengajaran yang disampaikan adalah mengenai hukum Taurat Tuhan, yaitu agar segenap rakyat Yehuda menjadi cerdas terhadap hukum Tuhan dan hidup menurut hukum Tuhan tersebut.

Alkitab menulis bahwa para utusan raja tersebut pergi mengeliling semua kota Yehuda, dan tidak hanya sebagian kota saja. Mereka menjelajahi seluruh negeri untuk mengajar di semua kota, supaya semua rakyat baik yang di ibu kota maupun hingga yang di pelosok-pelosok negeri mendengar mengenai hukum Tuhan tersebut. Raja Yosafat tidak ingin hanya rakyat di kota-kota tertentu atau di ibukota saja yang mengerti mengenai hukum Tuhan. Raja Yosafat ingin seluruh rakyatnya menjadi cerdas dan mengerti kebenaran hukum Tuhan, tanpa memandang apa profesinya maupun dimana mereka tinggal.

Tentu hal ini hanya akan terjadi jika raja atau pemimpin memiliki pikiran yang cerdas, yaitu juga ingin rakyatnya menjadi cerdas. Tidak ada kebanggaan bagi seorang pemimpin selain bisa melihat orang yang dahulu ia pimpin justru menjadi lebih sukses dan lebih maju dari dirinya. Tetapi jika ada seorang pemimpin yang lalim, ia akan menjadi iri jika rakyatnya menjadi cerdas atau lebih cerdas dari dirinya. Akibatnya, rakyat akan dibuat menjadi bodoh sehingga diharapkan mereka tidak akan mengkritisi kebijakan yang diambilnya.

Betapa berbahayanya jika pemimpin rohani juga memiliki hati yang picik dan sempit. Pemimpin rohani seperti ini tidak akan pernah mau membuat jemaatnya menjadi cerdas, tetapi akan menggunakan berbagai macam cara agar posisinya tetap aman. Pemimpin rohani seperti ini akan menggunakan cara-cara seperti “harus didoakan oleh pemimpin agar sembuh, agar kaya, agar terlepas dari kutuk, dan lain sebagainya”. Dengan demikian, ia membangun pengkultusan dirinya di mata jemaat. Jemaat tidak disarankan untuk langsung berdoa kepada Tuhan, tetapi harus meminta didoakan oleh si pemimpin rohani tersebut supaya doanya didengar oleh Tuhan. Hal ini mengisyaratkan seakan-akan ia adalah “agen tunggal” Tuhan, dan jika berdoa tidak melalui dirinya maka tidak akan didengar oleh Tuhan.

Gereja yang benar harus membuat jemaatnya menjadi cerdas dan bukannya tetap menjadi bodoh dan tidak mengerti kehendak Tuhan. Bukankah Alkitab mengatakan agar kita jangan bodoh tetapi harus mengusahakan untuk mengerti kehendak Tuhan (Ef 5:17)? Oleh karena itu setiap pemimpin rohani harus menjadi “mentor” supaya setiap jemaat bisa belajar langsung dari Sang Guru Agung yaitu Tuhan Yesus Kristus itu sendiri. Jangan sampai pemimpin rohani menjadi semacam “calo” atau “dukun” dimana hanya ialah satu-satunya perantara bagi jemaat untuk dapat sampai atau berhubungan dengan Tuhan. Hanya ada satu perantara yaitu Tuhan Yesus, yang oleh kematian-Nya dan kebangkitan-Nya telah membuat kita boleh langsung berhubungan kepada Allah Bapa. Jika demikian, betapa bahayanya para pemimpin rohani yang bertindak seakan-akan sebagai “perantara” jemaat dengan Tuhan. Mereka dapat dikatakan sebagai mesias palsu, yaitu orang-orang yang mengaku diri sebagai mesias karena mengambil alih posisi Tuhan Yesus yang seharusnya.


Bacaan Alkitab: 2 Tawarikh 17:7-9
17:7 Pada tahun ketiga pemerintahannya ia mengutus beberapa pembesarnya, yakni Benhail, Obaja, Zakharia, Netaneel dan Mikha untuk mengajar di kota-kota Yehuda.
17:8 Bersama-sama mereka turut juga beberapa orang Lewi, yakni Semaya, Netanya, Zebaja, Asael, Semiramot, Yonatan, Adonia, Tobia dan Tob-Adonia disertai imam-imam Elisama dan Yoram.
17:9 Mereka memberikan pelajaran di Yehuda dengan membawa kitab Taurat TUHAN. Mereka mengelilingi semua kota di Yehuda sambil mengajar rakyat.