Selasa, 22 November 2016

Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 9)



Selasa, 22 November 2016
Bacaan Alkitab: Roma 9:6-8
Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar. (Rm 9:8)


Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 9)


Dalam membaca bagian Alkitab kita hari ini, kita harus membaca dengan teliti supaya tidak memiliki pengertian yang salah. Inti dari bacaan kita hari ini adalah tetap mengenai anak-anak Allah dalam Perjanjian Baru. Dalam hal ini, benarlah bahwa tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel (ay. 6). Demikian pula tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham (ay. 7a). Dalam bahasa aslinya, bisa dikatakan sebagai berikut: “tidak semua yang berasal dari benih (sperma) Abraham adalah keturunan Abraham”. Kalimat tersebut memang terkesan vulgar, tetapi juga memiliki kebenaran yang sejati.

Dalam hal ini, Allah berfirman bahwa “yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunan Abraham” (ay. 7b). Tentu kita tahu bahwa Abraham juga memiliki keturunan dari Hagar (yaitu Ismael) dan juga keturunan dari gundik-gundiknya. Namun demikian, Firman Allah tetap mengatakan bahwa yang berasal dari Ishaklah yang akan mewarisi nama Abraham. Dalam hal ini Tuhan bukan tidak bersikap tidak adil karena memilih Ishak dan bukan Ismael. Namun demikian, pemilihan Tuhan tersebut jangan dipandang sebagai suatu pilihan yang absolut, artinya Ishak tanpa berusaha pun akan tetap mendapatkan janji-janji Tuhan.

Dalam Alkitab kita bisa melihat bahwa Ishak pun juga bekerja keras untuk memperoleh janji Tuhan tersebut. Ia menggali sumur-sumur demi mendapatkan air dan juga menabur benih. Sebaliknya, Ismael pun juga berusaha keras untuk dapat bertahan hidup walaupun ia tidak mendapat janji berkat seperti Ishak. Nyatanya, Ismael dan keturunannya pun juga menjadi bangsa yang besar hingga saat ini. Dalam hal ini kita juga harus mengerti bahwa kita yang saat ini telah mendengar Injil dan mungkin sudah menjadi orang Kristen, juga harus tetap melakukan perjuangan dalam hidup kita. Kita harus dapat membuktikan bahwa status kita adalah anak-anak perjanjian, yaitu keturunan yang benar-benar berasal dari atas.

Pilihan Tuhan kepada kita juga harus dapat dilihat seperti pilihan Tuhan kepada Ishak. Tuhan tidak memilih kita dengan semena-mena supaya kita masuk langit baru dan bumi baru sedangkan orang lain tidak bisa masuk ke sana karena mereka bukan orang Kristen. Pilihan Tuhan di sini harus dipandang bahwa Tuhan memberikan kesempatan yang “lebih” kepada orang-orang yang mendapatkan “kesempatan” mendengar Injil yang benar. Kesempatan ini jangan dipandang sebagai “tiket gratis” masuk Surga, tetapi kesempatan untuk dikembalikan kepada rancangan semula, yaitu memerintah bersama-sama dengan Allah di dalam pemerintahan-Nya yang kekal. Kesempatan ini harus kita perjuangkan dengan semaksimal mungkin, karena jika tidak, maka kita pun dapat dipandang tidak layak untuk masuk langit baru dan bumi baru. Tidak heran jika di Matius 7:21-23, Tuhan Yesus mengatakan bahwa pada hari terakhir, akan banyak hamba Tuhan yang tidak diijinkan untuk masuk ke langit baru dan bumi baru.

Sebaliknya, kita juga tidak boleh memandang orang-orang non Kristen sebagai orang-orang yang akan binasa dan masuk neraka. Mereka masih dimungkinkan untuk masuk dunia yang akan datang, sebagai anggota masyarakat di langit baru dan bumi baru, dengan catatan mereka harus memiliki karakter yang baik sebagai manusia, mengasihi Allah dan manusia lain (seperti tidak membunuh, tidak mencuri), dan yang terpenting adalah tidak menolak Tuhan Yesus. Mereka mungkin beragama lain, tetapi bisa jadi mereka justru lebih mempraktekkan kasih Kristus dibandingkan dengan orang Kristen di dalam gereja.

Dalam hal ini, kita harus memandang dengan benar status sebagai “umat pilihan Tuhan”. Umat pilihan bukanlah umat yang secara otomatis akan terpilih untuk masuk surga tanpa perlu melakukan perbuatan baik sekalipun (hanya percaya saja sudah cukup), namun umat pilihan adalah umat yang terpilih untuk mendapatkan kesempatan disempurnakan secara total, yaitu untuk memiliki karakter Kristus dengan sempurna. Dalam hal ini umat pilihan adalah orang-orang yang telah mendengar Injil, termasuk kita. Oleh karena itu kita dituntut untuk memiliki karakter Kristus dan menjadi anak-anak Allah sama seperti Kristus juga telah menjadi Anak Allah yang taat sampai mati. Dalam hal ini berlaku Firman Tuhan bahwa “yang diberi banyak, dituntut banyak”. Kehidupan kita harus mencerminkan kesempurnaan Tuhan agar kita benar-benar menjadi anak-anak Allah.

Sebaliknya mereka yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mendengar Injil, tidak mungkin menjadi umat pilihan. Namun jika mereka hidup menurut standar kasih Allah, maka mereka dimungkinkan untuk diterima sebagai “warga masyarakat” di langit baru dan bumi baru. Orang-orang ini tidak mengenal Allah dengan benar. Merekalah yang dimaksud dalam Matius 25:31-46. Orang-orang dalam perikop tersebut tidak mengenal Allah, bahkan mereka pun tidak tahu bahwa perbuatan baik mereka ternyata adalah pelayanan juga bagi Tuhan. Orang-orang dalam perikop tersebut bukanlah orang Kristen, karena jika demikian sangat memalkukan jika orang Kristen tidak mengenal Tuhannya.

Menjadi anak-anak Allah yang benar sangatlah sulit dan membutuhkan totalitas perjuangan sepanjang hidup kita. Tidak heran jika Tuhan Yesus pun berkata bahwa kita harus berjuang untuk masuk melalui pintu yang sesak itu. Banyak orang akan berusaha masuk tetapi tidak dapat (Luk 13:24). Ini menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat masuk ke dalam jalan hidup yang Tuhan Yesus telah tetapkan. Mereka yang merupakan “umat pilihan” pun belum tentu dapat masuk dengan mudah, karena pintu itu adalah pintu yang sesak, yang membutuhkan perjuangan untuk masuk ke dalamnya. Oleh karena itu, jangan bangga karena kita sudah menjadi orang Kristen, karena orang Kristen belum tentu merupakan anak-anak Allah. Anak-anak Allah adalah anak-anak perjanjian, yaitu keturunan yang benar, dan bukannya anak-anak menurut daging (ay. 8). Itu berarti bahwa jika kita mau menjadi anak-anak Allah, kita harus siap meninggalkan segala kedagingan kita. Anak-anak Allah harus memiliki karakter seperti Bapa di Surga. Sama seperti Tuhan Yesus telah mempresentasikan gaya hidup surgawi selama hidup di dunia ini, demikian juga kita harus mengenakan gaya hidup seperti Tuhan Yesus hidup. Sudahkah kita melakukannya?


Bacaan Alkitab: Roma 9:6-9
9:6 Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel,
9:7 dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: "Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu."
9:8 Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.

Senin, 21 November 2016

Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 8)



Senin, 21 November 2016
Bacaan Alkitab: Roma 8:19-21
Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. (Rm 8:19)


Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 8)


Jika kita benar-benar membuktikan status kita sebagai anak-anak Allah, maka kita akan menerima janji Tuhan yaitu bahwa suatu saat nanti Tuhan akan menyatakan anak-anak-Nya di dalam kemuliaan. Hal ini bukanlah omong kosong atau isapan jempol semata, tetapi Alkitab mengatakan bahwa seluruh makhluk sangat rindu menantikan hari penyataan anak-anak Allah tersebut (ay. 19). Kata “makhluk” dalam bahasa aslinya adalah ktisis (κτίσις) yang juga dapat diartikan sebagai “ciptaan”. Hal ini dapat diartikan sebagai manusia dari seluruh ras dan bangsa, yang sangat rindu melihat bagaimana orang-orang yang pantas disebut anak-anak Allah suatu saat nanti akan memerintah mereka dalam kekekalan. Tentu saja manusia di sini harus dipandang sebagai manusia yang memilih untuk hidup benar (walaupun mereka mungkin bukan orang Kristen atau belum mengenal Injil yang benar).

Perlu disadari bahwa kita harus memiliki pandangan yang luas dan berjiwa besar dalam hal ini. Kita dapat melihat bahwa di luar jemaat gereja, kita melihat bahwa masih ada orang-orang beragama lain yang justru memiiki karakter yang baik bahkan tidak ingin merugikan atau melukai sesama. Mungkin kita pernah membaca kisah bagaimana ketika ada bom yang akan diledakkan di salah satu gereja di Indonesia, ada seorang muslim yang ditugaskan untuk menjaga gereja, lalu membawa keluar bom tersebut supaya tidak meledak di gereja, walaupun pada akhirnya bom itu meledak dan membuat orang muslim tersebut meninggal dunia. Apakah orang seperti itu (yang walaupun bukan orang Kristen, tapi rela mati demi jemaat Tuhan) tidak diperkenankan masuk dunia yang akan datang? Tentu tanpa bermaksud lebih tahu daripada Tuhan, saya rasa orang seperti ini dimungkinkan untuk masuk ke dunia yang akan datang di langit baru dan bumi baru.

Orang-orang seperti itulah yang sungguh rindu menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. Hal ini merujuk kepada peristiwa dimana Tuhan Yesus akan datang kembali dan mendirikan pemerintahan-Nya yang kekal. Pada masa itulah, mereka yang sungguh-sungguh berjuang untuk menjadi anak-anak Allah yang benar, akan memerintah dalam Kerajaan Allah yang akan dipimpin oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri sebagai Rajanya. Dalam ayat selanjutnya, dikatakan bahwa seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya kepada suatu pengharapan (ay. 20-21a). Artinya dalam hal ini ada suatu tatanan yang telah diatur oleh Allah, bahwa peristiwa kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, adalah suatu momen dimana segala sesuatu telah ditundukkan di bawah kaki Tuhan Yesus Kristus. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, maka Tuhan Yesus memiliki hak penuh untuk menghakimi manusia menurut perbuatannya, karena kehidupan Tuhan Yesus selama di dunia ini telah menjadi suatu standar dan acuan tentang bagaimana seseorang harus hidup.

Oleh karena itu, jika kita membaca dengan teliti di dalam Alkitab khususnya di Perjanjian Baru, tidak pernah dikatakan bahwa manusia akan dihakimi menurut imannya, tetapi manusia akan dihakimi menurut perbuatannya. Tentu dalam hal ini kehidupan Tuhan Yesus di dunia ini yang mau taat melakukan kehendak Allah sampai mati di kayu salib, menjadi standar tentang bagaimana manusia harus hidup di dunia ini. Dalam hal ini, mereka yang mengaku sebagai anak-anak Allah juga harus mampu hidup seperti Yesus hidup. Oleh karena itu, standar hidup orang yang menyebut dirinya sebagai orang Kristen tentu jauh lebih berat, karena mereka dituntut untuk boleh memperagakan cara hidup Tuhan Yesus dalam hidupnya.

Namun demikian, percayalah bahwa bagi mereka yang sungguh-sungguh mau berjuang untuk menjadi anak-anak Allah yang sah, akan ada kemuliaan yang menanti di dunia yang akan datang. Kita yang telah “menang” dalam perjuangan hidup di dunia ini, akan mendapatkan mahkota kemuliaan, yaitu hak untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Pada saat itu, kita akan mendapatkan posisi dalam pemerintahan Allah, dan orang-orang yang semasa hidupnya belum mengenal Tuhan (karena mungkin tidak mendapat kesempatan mengenal Injil), akan merasakan pemerintahan Allah yang kekal, bukan sebagai mereka yang memerintah, tetapi sebagai anggota masyarakat di langit baru dan bumi yang baru. Mereka akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan, dan mengalami pemerintahan Allah yang adil.

Dalam hal ini, tugas kita sebagai orang Kristen tentu jauh lebih berat. Kita harus melatih diri kita di dunia ini untuk dapat menajdi anak-anak Allah yang benar. Kita harus melatih diri kita di dunia ini untuk mengerti kehendak Allah dengan sempurna. Kita juga harus melatih diri kita di dunia ini untuk siap memerintah bersama-sama dengan Allah dalam Kerajaan-Nya yang kekal. Coba kita pikirkan, apakah kita sudah pantas memerintah bersama-sama dengan Dia, namun hidup kita masih belum dapat mengerti kehendak-Nya dengan sempurna? Dalam hal ini, kita patut menguji diri kita dengan sungguh-sungguh. Jika orang-orang non Kristen yang berkarakter baik (yang “hanya” akan menjadi anggota masyarakat saja) menantikan pemerintahan Tuhan yang kekal, bukankah kita (yang disetting Tuhan untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Tuhan) juga harus menantikan hari penyataan Tuhan Yesus Kristus tersebut?


Bacaan Alkitab: Roma 8:19-21
8:19 Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.
8:20 Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,
8:21 tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.