Selasa, 30 Juli 2019

Pornos dan Moichos (30): Belajarlah dari Kegagalan Bangsa Israel


Selasa, 30 Juli 2019
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 10:1-11
Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang. (1 Kor 10:8)


Pornos dan Moichos (30): Belajarlah dari Kegagalan Bangsa Israel


Harus dipahami bahwa sebagian besar jemaat mula-mula termasuk jemaat di kota Korintus, berasal atau diawali dari bangsa Yahudi. Memang ada sebagian jemaat yang bukan merupakan orang Yahudi, tetapi pada waktu itu, mayoritas jemaat tetap adalah orang Yahudi. Oleh karena itu, sangat wajar jika di banyak surat di dalam Perjanjian Baru, ada disinggung mengenai contoh bangsa Yahudi/Israel di dalam Perjanjian Lama. Bahkan bagi orang-orang non-Yahudi, mereka pada umumnya pernah mendengar kisah mengenai kehidupan bangsa Israel secara umum atau secara garis besar.

Dalam hal ini, Paulus di dalam perikop ini memulai tulisannya dengan kisah nenek moyang (yaitu bangsa Israel) yang telah dilindungi oleh Allah bahkan dengan cara yang ajaib yaitu melintasi laut yaitu Laut Merah atau Laut Kolsom (ay. 1). Peristiwa ini mungkin menjadi salah satu kisah yang sering dibanggakan oleh orang Yahudi, mengenai bagaimana Allah menolong mereka dari musuh mereka yaitu bangsa yang lalim dan kafir (bangsa Mesir). Terlebih dalam konteks Perjanjian Baru, dimana pada saat itu bangsa Yahudi yang merupakan keturunan langsung dari bangsa Israel di Perjanjian Lama sedang dijajah oleh bangsa Romawi. Mereka tentu sering membahas mengenai bagaimana cara Allah menyelamatkan umat pilihan-Nya di Perjanjian Lama dengan cara yang ajaib, dan tentu saja mereka juga berharap agar Allah juga dapat mengalahkan “musuh” mereka yaitu bangsa Romawi itu, sehingga bangsa Yahudi menjadi bangsa yang besar kembali.

Namun Paulus tidak meneruskan kisah keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir itu dengan sudut pandang yang biasa. Paulus menunjukkan bahwa walaupun bangsa Israel sudah ditolong Tuhan dengan cara yang ajaib, yaitu dengan membuat laut terbelah sehingga mereka dapat berjalan menyeberang di dasar laut, bahkan juga menerima makanan dan minuman dengan cara yang ajaib (manna dan air dari batu karang),  tetapi mereka semua (hampir semua kecuali Yosua dan Kaleb) pada akhirnya mati di padang gurun (ay. 2-5).

Ada apa dengan bangsa Israel waktu itu? Tidakkah Tuhan berkenan kepada mereka karena sudah membuat begitu banyak mujizat kepada mereka? Ya tentu saja Tuhan sudah merencanakan untuk menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir dan membawa mereka masuk ke dalam Tanah Perjanjian. Namun bukan karena tangan Tuhan yang kurang berkuasa membawa mereka untuk masuk ke dalam Tanah Perjanjian, melainkan karena kesalahan merekalah pada akhirnya hampir semua orang yang keluar dari Mesir harus mati di padang gurun.

Apakah kesalahan bangsa Israel hingga Tuhan begitu murka kepada mereka? Jika kita mengacu kepada tulisan Paulus dalam perikop ini, setidaknya ada 4 kesalahan utama yang dilakukan oleh bangsa Israel, yaitu:

Pertama, mereka menjadi penyembah berhala (ay. 7a). Perlu dipahami bahwa hampir semua ayat di dalam perikop ini memiliki referensi ayat di dalam Perjanjian Lama. Oleh karena itu, jika kita melihat Alkitab versi cetak yang kita miliki, kita akan menemukan bahwa ayat 7 ini memiliki referensi dalam Perjanjian Lama yaitu Kel 32:6 yang secara umum tertulis demikian: “Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.” (ay. 7b).

Jika kita membaca konteks ayat di dalam Keluaran pasal 32 tersebut, kita akan mengerti bahwa pada waktu itu bangsa Israel makan dan minum serta bersukaria bukan karena mereka bersuka atas penyertaan Allah. Pada waktu itu mereka berpesta karena mereka baru saja membuat patung lembu tuangan dan menjadikan patung itu sebagai “allah” mereka (Kel 32:1-5). Jelas bahwa hal ini adalah suatu sikap yang jahat di mata Tuhan, apalagi bangsa Israel juga telah menerima 10 Hukum yang di dalamnya termuat perintah untuk tidak membuat patung apapun dan menyembah kepadanya (Kel 20:1-5).

Kedua, mereka melakukan percabulan (ay. 8a). Kata “percabulan” yang digunakan di ayat ini adalah porneuōmen (πορνεύωμεν) dari akar kata porneuó (πορνεύω). Ingat bahwa kata ini (termasuk kata dasar dan kata turunannya) sudah sangat sering digunakan oleh Rasul Paulus di dalam kitab 1 Korintus. Sekilas kita mungkin berpikir, “Oh, mungkin waktu itu ada orang Israel yang melakukan percabulan atau perzinahan”. Namun demikian, kita melihat  bahwa bagian kedua ayat ini berbicara tentang hukuman Allah atas kesalahan mereka, sehingga pada satu hari, ada sebanyak 23.000 orang Israel yang tewas (ay. 8b).

Ayat 8 ini sebenarnya memiliki referensi di Perjanjian Lama yaitu Bil 25:1-18. Perikop tersebut berbicara mengenai dosa bangsa Israel yang menyebabkan matinya 24.000 orang (Bil 25:9). Hendaknya kita tidak mempermasalahkan selisih 1.000 orang yang disebutkan, namun marilah kita melihat esensinya, yaitu dosa atau kesalahan apakah yang dilakukan oleh bangsa Israel pada waktu itu.

Jelas bahwa dosa bangsa Israel dalam konteks ini adalah karena mereka menyembah Baal-Peor, yaitu allah yang disembah oleh orang-orang Moab. Karena perbuatan bangsa Israel (sebenarnya lebih tepatnya, sebagian bangsa Israel) inilah maka Allah menghukum mereka dengan tulah. Allah memerintahkan agar orang Israel yang masih setia kepada-Nya untuk membunuh orang Israel yang telah menyembah Baal-Peor.

Sekilas, kesalahan bangsa Israel hampir mirip dengan poin pertama, yaitu menyembah berhala atau menyembah allah lain. Namun demikian, perhatikan ayat 1 dari perikop Bilangan pasal 25 ini. Awal mula bangsa Israel mulai tergoda untuk menyembah allah lain adalah karena ketika bangsa Israel tinggal di daerah Sitim, mulailah bangsa Israel berzinah dengan perempuan-perempuan Moab (Bil 25:1). Akibat dari hal tersebut, mereka mulai terpengaruh dengan perempuan-perempuan Moab itu dan mulai mempersembahkan korban kepada Baal-Peor (Bil 25:2).

Saya tergelitik untuk mencari tahu bahasa asli dari kata “perzinahan” yang digunakan di dalam Bil 25:1 tersebut. Dalam bahasa aslinya (bahasa Ibrani), digunakan kata לִזְנ֖וֹת (liz·nō·wṯ) dari akar kata zanah (זָנָה). Saya berpendapat bahwa kata zanah dalam bahasa Ibrani ini menjadi asal mula kata zinah yang kita kenal di dalam bahasa Indonesia. Kata zanah ini dapat diterjemahkan sebagai “to commit fornication, be a harlot” (melakukan perbuatan zinah, persundalan, menjadi pelacur). Ada terjemahan bahasa Inggrisyang menggunakan kalimat “the people began to play the harlot” (mulailah bangsa itu bermain dengan para pelacur).

Saya yakin wanita-wanita dari bangsa Israel tidaklah kalah cantik dengan bangsa-bangsa lain. Saya pun tidak habis pikir bagaimana sejumlah laki-laki dari bangsa Israel bisa tergoda oleh perempuan-perempuan Moab hingga mereka sampai berbuat perzinahan. Tindakan tersebut tidak ada untungnya sama sekali, karena ternyata tindakan yang mungkin dimulai dengan sikap main-main tersebut, pada akhirnya mendatangkan konsekuensi yang tragis. Orang-orang Israel ini pada awalnya mungkin hanya menggoda perempuan-perempuan Moab, tetapi pada akhirnya mereka terperangkap dalam lubang yang mereka gali sendiri. Mereka akhirnya berpaling dari Allah (Elohim Yahweh) dan kemudian menyembah Baal-Peor. Sangat disayangkan, tindakan percabulan ini membuat mereka binasa sebelum dapat masuk ke dalam Tanah Perjanjian. Memang tidak dijelaskan apakah laki-laki yang melakukan perzinahan dengan bangsa Moab ini sudah memiliki istri (dari bangsa Israel) atau tidak. Namun yang jelas perbuatan itu jelas salah di mata Tuhan, baik bagi mereka yang belum menikah, apalagi yang sudah menikah namun justru bersundal dengan perempuan-perempuan dari bangsa asing.

Ketiga, mereka mencobai Tuhan (ay. 9a). Referensi dari ayat ini adalah ketika sebagian bangsa Israel harus mati karena dipagut ular (ay. 9b). Hal ini merujuk kepada tindakan bangsa Israel yang berkata-kata melawan Musa dan juga Allah (Bil 21:5-6). Menarik mengapa Paulus dalam Perjanijan Baru menggunakan kata “mencobai Tuhan” sementara di dalam Perjanjian Lama, lebih ditekankan mengenai ucapan bangsa Israel yang “melawan Allah”.

Untuk lebih memahami akan hal ini, kita akan mencoba melihat bahasa asli dari kata “mencobai Tuhan” ini yaitu kata ekpeirazó (ἐκπειράζω) yang merupakan gabungan dari 2 kata yaitu ek dan peirazó. Kata ekpeirazó ini juga digunakan dalam ayat lainnya seperti Mat 4:7 & Luk 4:12 (yang diucapkan Tuhan Yesus kepada iblis ketika Ia dicobai di padang gurun) serta Luk 10:25 (yang dilakukan oleh seorang ahli Taurat yang ingin mencobai Tuhan Yesus). Sementara itu kata peirazó sendiri pada dasarnya memiliki makna “to try, tempt, test” (mencoba/mencobai, menggoda, menguji). Namun demikian kata peirazó juga dapat memiliki makna tambahan antara lain “to inflict evils upon one in order to prove his character and the steadfastness of his faith” yaitu untuk menimbulkan/memunculkan kejahatan pada seseorang untuk membuktikan karakter dan keteguhan/kekuatan imannya (jika digunakan oleh Tuhan sebagai subyeknya kepada manusia sebagai obyeknya). Namun kata ini juga dapat digunakan oleh manusia (sebagai subyek) kepada Tuhan (sebagai obyek). Jika demikian, maka manusia mencobai Tuhan dengan menunjukkan ketidakpercayaannya, sebagaimana mereka mencoba untuk membuktikan apakah Tuhan memang tidak dapat dipercaya. Manusia juga dapat mencobai Tuhan dengan tindakan-tindakan yang jahat untuk menguji keadilan dan kesabaran Tuhan. Bahkan manusia dapat menantang Tuhan untuk memberi bukti dari kesempurnaan-Nya.

Tindakan mencobai Tuhan ini adalah tindakan yang sangat parah dan sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan oleh mereka yang mengaku beragama dan beriman. Dalam konteks tindakan manusia yang mencobai Tuhan, kata peirazó ini juga digunakan di ayat-ayat lain seperti Kis 5:9 (kisah Ananias dan Safira yang terkenal), Kis 15:10, dan juga Ibr 3:9. Jelas bahwa kata peirazó ini jika digunakan oleh manusia kepada Tuhan, merupakan suatu tindakan yang sangat jahat di mata Tuhan.

Jika kita melihat referensi di dalam Perjanjian Lama, maka kita menemukan bahwa ayat 9 ini terkait dengan Bil 21:5-6 yang berbunyi demikian: Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: "Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak." Lalu TUHAN menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati (Bil 21:5-6). Sekilas jika kita hanya membaca ayat 5-6 di atas, kita akan heran: Bukankah mereka hanya sekedar berkata-kata melawan Allah dan Musa karena mereka sudah muak dengan manna yang diberikan Allah? Apa hubungannya dengan mencobai Tuhan?

Mari kita mundur sedikit dan membaca ayat sebelumnya yaitu ayat 4. Dalam Bil 21:4 dituliskan demikian: Setelah mereka berangkat dari gunung Hor, berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu tidak dapat lagi menahan hati di tengah jalan (Bil 21:4). Perhatikan bahwa bangsa Israel setelah berangkat dari gunung Hor, kemudian kembali lagi ke arah Laut Teberau/Laut Merah/Laut Kolsom yang mereka lewati ketika keluar dari Mesir. Hal ini lebih jelas lagi dalam ayat parallel yang berbunyi demikian: Kemudian kita balik dan berangkat ke padang gurun, ke arah Laut Teberau, seperti yang difirmankan TUHAN kepadaku. Lama kita berjalan keliling pegunungan Seir (Ul 2:1). Jika kita memperhatikan perjalanan bangsa Israel, ada masa dimana Allah menyuruh bangsa Israel untuk kembali ke padang gurun padahal sedikit lagi mereka sudah masuk ke dalam Tanah Perjanjian. Hal itu adalah hukuman bagi bangsa Israel karena tidak percaya Allah akan memimpin bangsa Israel melawan para penduduk Kanaan yang bertubuh besar (hal ini dapat dibaca di keseluruhan pasal dalam Ul 1:1-46).

Jadi jelaslah bahwa pada waktu itu bangsa Israel disuruh untuk masuk ke Kanaan, dengan terlebih dahulu mengutus 12 mata-mata (seorang mata-mata dari setiap suku). Setelah mata-mata tersebut kembali, mereka justru memperoleh kabar yang menakutkan mengenai kekuatan bangsa-bangsa di Kanaan, sehingga hampir semua bangsa Israel ingin kembali lagi ke Mesir. Musa, Yosua dan Kaleb mencoba menenangkan bangsa Israel namun gagal. Akhirnya Allah murka dan berkata bahwa semua orang yang keluar dari Mesir kecuali Yosua dan Kaleb akan mati di padang gurun. Anehnya mendengar firman demikian, bangsa Israel justru malah ingin maju menyerang Kanaan meskipun saat itu Allah sudah tidak memerintahkan mereka untuk maju, dan justru memerintahkan bangsa Israel untuk kembali ke arah padang gurun/Laut Teberau (yang merupakan langkah mundur bagi mereka). Bangsa Israel kemudian dikalahkan oleh bangsa Kanaan karena mereka maju dengan kekuatan sendiri (bukan atas perintah Allah), dan kemudian berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun lamanya sebagai hukuman atas kesalahan mereka.

Hal tersebut yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa di Bil 21:5-6 itu. Bangsa Israel saat itu sedang menjalani hukuman Tuhan yang sangat membosankan. Mereka mungkin lambat laun menjadi marah atas kebodohan dan kesalahan mereka sendiri, namun justru mencoba menyalahkan Tuhan dan Musa. Mereka tahu bahwa mereka salah dan sedang menjalani hukuman mereka (sambal menunggu kematian mereka di padang gurun). Namun mereka justru menjadi lebih berani menantang Tuhan dengan kalimat: “Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak” (Bil 21:5). Oleh karena itu, dalam hal ini kesalahan bangsa Israel bukan hanya saja bersungut-sungut, tetapi jika dilihat dari konteks dan latar belakang kejadian tersebut, mereka lebih kepada mencobai Tuhan. Mereka sudah tahu akan kesalahan mereka, dan sudah menjalani sebagian hukuman mereka, tetapi di tengah-tengah hukuman tersebut mereka masih menantang Tuhan. Tidak heran pada waktu itu Tuhan begitu murka dan menghukum mereka lagi dengan hukuman tambahan, yaitu ular-ular tedung yang memagut mereka sehingga banyak di antara mereka yang mati (Bil 21:6).

Keempat, mereka bersungut-sungut (ay. 10a). Referensi ayat 10 ini dalam Perjanjian Lama adalah Bil 16:41-49 yang menceritakan mengenai peristiwa pemberontakan Korah, Datan, dan Abiram kepada Musa dan Harun. Saat itu, Tuhan begitu murka terhadap pemberontakan tersebut sehingga tanah terbuka dan orang-orang yang memberontak turun hidup-hidup ditelan bumi (Bil 16:1-40). Anehnya, keesokan hari setelah peristiwa itu, justru orang-orang Israel datang kepada Musa dan Harun di depan kemah pertemuan lalu bersungut-sungut kepada Musa dan Harun serta berkata: “Kamu telah membunuh umat Tuhan”.

Hal ini menarik dan menimbulkan pertanyaan, karena sebenarnya bukan Musa dan Harun yang membunuh Koran, Datan, Abiram, dan para pengikutnya, tetapi adalah Tuhan sendiri yang menghukum orang-orang tersebut. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa sungut-sungut orang Israel sebenarnya salah alamat dan tidak tepat. Kata bersungut-sungut dalam ayat 10 ini menggunakan kata gogguzó (γογγύζω) yang dapat berarti “to mutter, murmur, whisper, grumble (generally of smoldering discontent)” (menggerutu, bersungut-sungut, berdesus-desus, mengeluh, umumnya karena adanya ketidakpuasan yang menyala/meluap/membara).

Jadi semakin jelas bahwa pada saat itu, bangsa Israel mungkin sudah sangat merasa muak dengan cara Musa memimpin mereka yang sepertinya tidak jelas arahnya. Terkadang mereka maju, terkadang berputar, dan justru yang terakhir malah berputar-putar tidak jelas selama hampir 40 tahun (meskipun itu adalah konsekuensi dari kesalahan bangsa Israel sendiri). Dalam kondisi ketidakpuasan tersebut, peristiwa Korah, Datan, dan Abiram membuat rasa kesal dari sebagian bangsa Israel menjadi memuncak dan akhirnya mereka bersungut-sungut dan malah menyalahkan Musa. Harusnya mereka bersyukur bahwa mereka masih bisa selamat, tidak bernasib seperti Korah, Datan, dan Abiram. Namun karena tipikal bangsa Israel yang keras kepala, mereka justru melakukan tindakan yang lebih bodoh lagi.

Saat itu, Tuhan pun begitu murka, sehingga tiba-tiba saja terjadi tulah di antara bangsa Israel dimana orang Israel tiba-tiba mati begitu saja (Alkitab tidak menuliskan bahwa mereka mati karena tebasan pedang, gigitan ular, atau bahkan karena jatuh tanah yang terbuka dan menelan mereka hidup-hidup) (Bil 16:45-50). Musa kemudian memerintahkan Harun untuk membawa perbaraan dari kemah pertemuan untuk meredakan murka Tuhan. Meskipun pada akhirnya tulah tersebut berhenti, namun telah ada sekitar 14.700 orang Israel yang mati karena tulah Tuhan yang tiba-tiba tersebut.

Jadi, pelajaran apa yang harus kita ambil dari contoh bangsa Israel yang telah diberikan oleh Rasul Paulus dalam tulisannya itu? Semua hukuman tersebut telah menimpa bangsa Israel sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba (ay. 11). Singkatnya, mari berjuang mendandani manusia batiniah kita supaya hidup kita berkenan di hadapan-Nya. Jangan ulangi kesalahan yang pernah dilakukan oleh bangsa Israel yang mendatangkan hukuman Tuhan. Secara praktis, dalam konteks perikop ini, jemaat Korintus setidaknya harus menghindari 4 kesalahan sebagaimana yang telah dituliskan di atas: jangan menjadi penyembah berhala, jangan melakukan percabulan, jangan mencobai Tuhan, dan jangan bersungut-sungut.

Apakah kita yang hidup di masa ini harus mengingat keempat larangan tersebut? Jawabannya bisa saja adalah “Ya” dan bisa juga adalah “Tidak”. Jawaban “Tidak” dalam artian “tidak cukup” jika hanya menghindari 4 kesalahan tersebut, tetapi bahkan dalam hal-hal yang kecil kita juga sudah harus memperkarakan kehidupan kita. Jangan sampai ada kedapatan hal-hal jahat yang kita lakukan yang menyakiti hati Bapa. Ingat, kita tidak perlu jatuh dari motor untuk sadar bahwa memakai helm itu penting. Kita tidak perlu masuk rumah sakit untuk mengerti bahwa hidup sehat dan menjaga pola makan itu penting. Belajarlah dari contoh yang sudah ada, sehingga kita semakin menjadi pribadi yang lebih baik lagi (ay. 6).



Bacaan Alkitab: 1 Korintus 10:1-11
10:1 Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut.
10:2 Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.
10:3 Mereka semua makan makanan rohani yang sama
10:4 dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.
10:5 Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.
10:6 Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,
10:7 dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: "Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria."
10:8 Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang.
10:9 Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular.
10:10 Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.
10:11 Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.