Senin, 25
November 2013
Bacaan Alkitab:
Lukas 15:11-14
“Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa,
berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya
membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.” (Luk 15:12)
Meminta Warisan
Sebelum Waktunya
Beberapa waktu yang lalu, salah seorang teman saya mengajukan cuti yang agak
mendadak, maksudnya di saat orang lain tidak ada yang cuti, justru teman saya
itu mengambil cuti selama seminggu. Saya yang heran mencoba bertanya kepada
teman saya yang lain (yang cukup dekat dengan teman saya yang pertama itu).
Ternyata saya memperoleh informasi bahwa teman saya mengambil cuti karena ia
sedang pindah rumah. Yang cukup membuat saya heran, ia pindah rumah karena
rumahnya yang lama (rumah orang tuanya) dijual. Kata teman saya lagi, kedua
orang tuanya memutuskan untuk menjual rumah tersebut karena ingin membagikan
warisan kepada anak-anaknya sebelum mereka meninggal dunia. Untungnya teman saya
ini adalah anak yang bungsu, dan dari hasil “jatah warisannya” itu ia membeli
rumah (yang lebih kecil dan lebih jauh) dan tetap mengajak kedua orang tuanya
tinggal di rumahnya.
Ketika mendengar
cerita itu, saya langsung teringat akan perumpamaan yang disampaikan Tuhan
Yesus dalam bacaan Alkitab kita hari ini. Tuhan Yesus mengumpamakan ada seorang
bapa yang memiliki 2 orang anak, yang sulung dan yang bungsu (ay. 11). Dan
ketika bapanya belum meninggal, anak bungsu itu meminta warisan yang menjadi
jatahnya (ay. 12a). Pada masa itu (bahkan hingga masa sekarang pun) meminta
jatah warisan sebelum orang tuanya meninggal adalah hal yang dianggap kurang
ajar atau durhaka. Akan tetapi, si bapa tetap membagi-bagikan harta kekayaan
itu kepada kedua anaknya (ay. 12).
Akhirnya apa yang
terjadi? Anak bungsu yang telah mendapat bagian warisannya pun pergi ke negeri
yang jauh dan berfoya-foya memboroskan dan menghabiskan harta miliknya tersebut
(ay.13). Ia berpikir bahwa dengan memiliki harta yang banyak, maka ia bisa melakukan
apa saja dengan hartanya tersebut. Memang mungkin pada awalnya benar demikian.
Si anak bungsu memiliki banyak teman dan banyak sahabat karena kekayaan yang
dimiliki si anak bungsu tersebut. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu,
ketika muncul bencana kelaparan (krisis) di negeri itu, kekayaan yang
dimilikinya, teman-temannya yang dahulu banyak, lambat laun mulai hilang satu
persatu. Ia mulai melarat dan akhirnya menjadi sangat miskin (ay. 14).
Sebenarnya ia menjadi miskin bukan karena krisis yang melanda negeri tersebut,
tetapi karena ia tidak bijaksana mengelola kekayaannya tersebut.
Tanpa kita
sadari, banyak orang (bahkan termasuk kita) yang berpikir atau memiliki pola
sama dengan si bungsu ini. Apa saja kesalahan seperti yang anak bungsu ini
lakukan, yang juga sering kita lakukan dalam hidup kita?
Pertama, kita
suka meminta apa yang bukan/belum menjadi hak kita. Seringkali ketika kita
meminta kepada Tuhan dalam doa, kita meminta sesuatu lebih cepat dari waktunya
Tuhan. Kita meminta agar Tuhan segera menjawab doa-doa kita dengan secepatnya.
Padahal, mungkin ada maksud Tuhan agar kita menunggu beberapa waktu sebelum
Tuhan menjawab doa kita. Atau mungkin saja kita meminta apa yang sebetulnya
tidak layak kita terima karena itu adalah bukan hak kita, melainkan sudah
menjadi milik orang lain. Padahal Firman Tuhan berkata bahwa kita tidak boleh
mengingini apa yang sudah menjadi milik orang lain (Kel 20:17).
Kedua, seringkali
kita lebih melihat harta duniawi sebagai sesuatu yang berharga. Si bungsu lebih
melihat bahwa uang warisan yang akan diterimanya lebih berharga daripada
menikmati indahnya suasana kekeluargaan dengan bapa dan kakaknya. Memang di
dunia ini kita sangat membutuhkan uang dan harta duniawi agar kita dapat hidup.
Akan tetapi, jangan jadikan harta duniawi itu sebagai segala-galanya. Ketika
kita melayani, jangan jadikan uang menjadi motivasi utama, karena jika demikian
maka kita akan menjadi hamba uang dan bukan hamba Tuhan.
Ketiga, kita suka
hidup jauh dari Bapa kita. Si anak bungsu yang mendapatkan harta, langsung
pergi ke negeri yang jauh untuk memboroskannya. Sebenarnya, mengapa si bungsu
tidak menggunakan harta itu untuk membeli tanah dekat bapanya dan memulai usaha
dengan uang hasil warisannya tersebut? Tanpa kita sadari kita pun sering melakukan
hal itu. Kita suka hidup jauh dari jalan Bapa kita di surga. Kita suka menempuh
jalan kita sendiri yang ternyata justru menjerumuskan kita. Ingat, kita akan
jauh lebih kuat apabila kita hidup dekat dengan Bapa kita di surga, tetapi kita
akan menjadi lemah jika kita hidup jauh dari jalan Tuhan.
Keempat, kita
sering berpikir jangka pendek daripada berpikir jangka panjang. Si bungsu tidak
memikirkan bahwa uang yang ia peroleh itu jika dikelola dengan benar maka akan
memberi dampak yang luar biasa. Ia pun dapat menjadi jauh lebih kaya jika
mengelola modal uang warisannya tersebut dengan bijaksana. Akan tetapi, si
bungsu lebih suka melakukan hal yang salah. Ia memboroskan uangnya di negeri
yang jauh. Ia lebih berpikir bagaimana bisa memuaskan hawa nafsunya, memiliki
teman-teman baru (walau mungkin hanya teman “sementara” ketika ia masih kaya),
dan lain sebagainya. Ia tidak pernah menabung dan mengembangkan uang tersebut sehingga
ketika krisis melanda, ia sudah memiliki cadangan. Sama dengan kita, seringkali
kita lebih berpikir jangka pendek daripada jangka panjang. Berapa banyak
kesempatan emas yang kita abaikan begitu saja karena kita lebih memandang ke
jangka pendek daripada melihat ke jangka panjang?
Keempat hal di
atas menunjukkan hal-hal yang dapat kita pelajari dari bagian awal perumpamaan
tentang anak yang hilang. Tuhan Yesus sering menyampaikan prinsip-prinsip
kebenaran Firman Tuhan melalui perumpamaan. Oleh karena itu, tugas kita adalah
belajar dan mendalami perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus
agar kita bisa hidup lebih baik lagi di hadapan Allah. Jangan menjadi orang
bebal yang tidak mau berubah, tetapi jadilah orang-orang yang dengan rendah
hati mau dibentuk oleh Tuhan sehingga hidup kita semakin berkenan kepadaNya.
Bacaan Alkitab:
Lukas 15:11-14
15:11 Yesus
berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.
15:12 Kata yang
bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang
menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara
mereka.
15:13 Beberapa
hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke
negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup
berfoya-foya.
15:14 Setelah
dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia
pun mulai melarat.