Selasa, 30 September 2014

Ketika Allah Bertamu



Jumat, 3 Oktober 2014
Bacaan Alkitab: Wahyu 3:20-22
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Why 3:20)


Ketika Allah Bertamu


Pada saat saya menulis renungan ini, sedang marak istilah “tamu Allah” yang digunakan bagi orang-orang yang datang ke tanah suci mereka. Saya tidak tahu apakah ketika kita melakukan perjalanan ke tanah Israel atau ke Yerusalem, kita juga dianggap sebagai tamu Allah? Jika memang ya, sebenarnya dimanakah rumah Allah tersebut? Memang jika kita membaca di dalam Alkitab, khususnya di Perjanjian Lama, sesungguhnya Bait Allah di Yerusalem adalah tempat kediaman Allah. Namun itu adalah masa di Perjanjian Lama. Bagaimana dengan masa Perjanjian Baru?

Dalam Bacaan Alkitab kita hari ini, kita membaca bagaimana Tuhan berdiri di muka pintu dan mengetok (ay. 20a). Pintu siapa yang dimaksud dalam ayat ini? Tentu ayat ini berbicara tentang pintu hati kita masing-masing. Meskipun Tuhan sudah mengetok pintu hati kita, tetapi Tuhan tidak dapat memaksa kita untuk mendengar suara Tuhan dan membukakan pintu hati kita (ay. 20b).  Mengapa? Bukankah Tuhan Maha Kuasa dan dapat melakukan apapun? Ya benar Tuhan itu adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Akan tetapi, Tuhan sudah memberi kehendak bebas kepada manusia, kehendak bebas untuk memilih apa yang mereka ingin lakukan. Oleh karena itu, karena Tuhan sudah memberi kehendak bebas kepada manusia, Tuhan tidak dapat mengambil kembali kehendak bebas manusia tersebut karena hal itu justru akan bertentangan dengan kodrat Tuhan.

Bagi orang-orang yang mau mendengar suara Tuhan dan membukakan pintu bagi Tuhan, maka Tuhan akan masuk ke dalam, dan makan bersama-sama dengan “sang pemilik pintu” (ay. 20c). Mungkin hal tersebut terlihat sederhana, tetapi sebenarnya mengandung makna yang dalam, yaitu sebenarnya Tuhan sangat ingin bertamu. Ya, Tuhan sangat ingin bertamu di dalam diri kita, yaitu di dalam hati dan pikiran kita. Ingat bahwa dalam Perjanjian Baru, sesungguhnya tubuh kita adalah Bait Roh Kudus yaitu tempat dimana Roh Kudus diam di dalamnya (1 Kor 6:19)?

Oleh karena itu, Tuhan sesungguhnya rindu ingin berdiam di dalam hati manusia, termasuk di dalam hati kita. Tuhan ingin menjadi tamu di hati kita, tetapi bukan tamu yang hanya datang lalu pergi, tetapi datang dan tinggal untuk seterusnya bahkan selama-lamanya. Ingat bahwa Tuhan selalu berpikir jangka panjang, yaitu kekekalan. Oleh karena itu, jika kita mau membukakan pintu dan mempersilahkan Tuhan masuk ke dalam hati kita, dan kita mau berusaha menjaga Tuhan untuk tetap tinggal di dalam hati kita, maka Tuhan menjanjikan suatu “berkat” khusus bagi kita. Bagi kita yang menang (yang mampu bertahan hingga akhir), maka Tuhan akan mendudukkan kita bersama di atas tahta Tuhan (ay. 21). Tuhan tidak ingin hanya bersama-sama kita dan makan bersama di dalam hati kita, tetapi Tuhan ingin tetap bersama-sama dengan kita di dalam kekekalan nantinya, di dalam Kerajaan Surga yang mulia, bahkan duduk bersama-sama di dalam tahta Tuhan.

Hal ini merupakan hal yang sangat luar biasa, oleh karena itu jangan pernah mengeraskan hati kita jika hari ini Tuhan sedang mengetuk pintu hati kita. Jangan pura-pura tidak mendengar ketukan Tuhan dan membiarkan Tuhan berdiri di luar pintu hati kita. Akan ada saatnya nanti Tuhan akan pergi dari depan pintu hati kita jika kita terus-terusan tidak mau membukakan pintu bagi Tuhan. Oleh karena itu, kita harus benar-benar dengar-dengaran akan suara Tuhan, akan suara ketukan Tuhan di depan pintu hati kita. Biasakan untuk peka dengan suara Tuhan, karena jika tidak, maka kita tidak akan pernah mendengar ketukan Tuhan yang sangat lembut di pintu hati kita. Dan jika hari ini Tuhan sedang mengetuk pintu hati kita, maka bukalah, dan mari kita menerima Tuhan Allah yang mau bertamu di dalam hati kita, bahkan tinggal selamanya di dalam hati kita.


Bacaan Alkitab: Wahyu 3:20-22
3:20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
3:21 Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.
3:22 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat."

Pemerintah Ditetapkan oleh Allah



Kamis, 2 Oktober 2014
Bacaan Alkitab: Roma 13:1-4
“Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.” (Rm 13:1)


Pemerintah Ditetapkan oleh Allah


Di tahun 2014 ini, kita mengalami suatu proses demokrasi yang sangat luar biasa. Tahun ini adalah tahun dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan juta pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden kita secara langsung. Begitu luar biasanya proses demokrasi di tahun ini, sehingga para pendukung kedua calon presiden saling berlomba-lomba berusaha menjadikan calon mereka menjadi presiden, walau pada akhirnya hanya ada satu orang presiden yang terpilih. Saat itu Indonesia sempat seakan-akan “terpecah” menjadi dua golongan utama. Lalu bagaimana posisi orang Kristen di masa-masa transisi demokrasi ini di Indonesia?

Bagaimanapun juga, presiden terpilih kita, anggota DPR, DPD kita yang terpilih pada tahun 2014 ini, adalah hasil dari proses demokrasi rakyat Indonesia, termasuk orang Kristen yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, dengan terpilihnya pemerintah yang ada di tahun 2014 ini, kita wajib tunduk kepada pemerintah kita, walaupun mungkin sebelumnya kita mendukung calon presiden yang berbeda dengan presiden terpilih Indonesia (ay. 1a). Ingat bahwa Firman Tuhan mengatakan semua pemerintah berasal dari Allah, dan pemerintah-pemerintah yang ada (termasuk di Indonesia pun), sudah ditetapkan oleh Allah (ay. 1b).

Tuhan tidak ingin kita memberontak atau melawan kepada pemerintah kita. Sepanjang kebijakan pemerintah kita tidak bertentangan dengan perintah Tuhan, kita harus tetap menjadi warga negara yang baik. Menjadi warga negara yang baik bukan menjadi waga negara yang pasif, yang bersikap “ah terserah saja deh”. Tetapi juga menjadi warga negara yang aktif menyuarakan pendapat, sepanjang pendapat itu memang bertujuan untuk menjadikan negara kita menjadi lebih baik lagi. Kita tidak perlu menyuarakan pendapat dengan cara melawan pemerintah, misal dengan cara demonstrasi yang merusak (ay. 2). Ada mekanisme yang dapat kita lakukan untuk memberikan saran kepada pemerintah. Bahkan sebenarnya menggunakan hak suara kita di pemilihan umum pun adalah salah satu cara kita menjadi warga negara yang baik. Jangan baru sekarang teriak-teriak karena pemerintah/DPR tidak bertindak seperti yang kita inginkan, padahal waktu pemilihan umum kita tidak pernah menggunakan hak suara kita atau memilih dengan asal-asalan saja.

Alkitab menginginkan kita untuk tidak perlu takut kepada pemerintah, tetapi kita harus tetap berbuat baik. Jika kita berbuat baik dan benar, maka kita tidak perlu takut kepada pemerintah (ay. 3). Kita hanya perlu takut kepada pemerintah jika kita berbuat jahat (misal jadi bandar narkoba, pembunuh berantai, dan lain sebagainya). Jika kita memang profesinya adalah berbuat jahat, tentu saja siapapun pemerintannya, kita akan takut dan akan mencoba melakukan segala cara agar pemerintah tidak mengganggu kita. Padahal Alkitab berkata asesungguhnya bahwa Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat (ay. 4). Oleh karena itu, sudah sepantasnya dan seharusnya tetap mendukung pemerintahan kita. Minimal jika kita tidak setuju dengan kebijakan pemerintah/DPR kita, yang dapat kita lakukan adalah mendoakan mereka senantiasa, meminta Tuhan campur tangan atas negara kita, dan menyuarakan hak kita dengan bijaksana dan sopan (artinya tidak dengan anarkis). 

Tuhan ingin agar kita tidak menjadi warga negara yang pasif. Tuhan ingin kita menjadi warga negara yang aktif, aktif untuk mengusahakan kesejahteraan negara kita. Bagaimana caranya? Jika pemerintah memiliki  peraturan, maka bagian kita adalah menaati peraturan itu dengan sukacita. Saya rasa banyak peraturan yang memang dibuat dengan maksud positif (seperti: dilarang berjualan di trotoar, dilarang merokok di tempat umum/publik, dsb). Lagipula, dengan sistem demokrasi seperti sekarang ini, pemerintah kita sekarang adalah dampak dari suara yang kita berikan pada saat pemilihan umum masa lalu. Jadi, jangan menyalahkan pemerintah kita jika ada yang tidak sesuai dengan kehendak kita, tetapi instropeksilah diri kita terlebih dahulu sebelum kita menyalahkan pihak lain. Lagipula, karena Tuhan yang telah menetapkan pemerintah kita, berarti jika kita menyalahkan pemerintah, bukankah itu sama saja dengan menyalahkan Allah?



Bacaan Alkitab: Roma 13:1-4
13:1 Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.
13:2 Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
13:3 Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya.
13:4 Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.

Senin, 29 September 2014

Membuktikan Kemurnian



Rabu, 1 Oktober 2014
Bacaan Alkitab: 1 Petrus 1:6-7
Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.(1 Ptr 1:7)


Membuktikan Kemurnian


Masih berkaitan dengan peristiwa di tanggal 30 September, kita saat ini memperingati tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Sejak masa Orde Baru, tanggal 1 Oktober dianggap sebagai hari dimana Pancasila tetap sakti walaupun dicoba untuk dijatuhkan oleh paham komunis. Setidaknya, itu yang saya selama ini pelajari pada masa sekolah dahulu. Walaupun sejarah tersebut hingga saat ini masih mengundang perdebatan, saya yakin sampai dengan saat ini Pancasila masih terus menjadi dasar negara kita, dan semoga akan terus menjadi dasar negara kita.

Jika Pancasila pernah “diuji kesaktiannya”, maka ada hal yang lebih penting lagi bagi kita sebagai orang percaya, yaitu kita pun perlu “diuji” atau “dibuktikan kemurnian iman kita” (ay. 7a). Saya yakin bahwa setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Kristen, pasti memiliki iman dalam diri kita kepada Yesus Kristus. Tidak ada orang yang dapat mengaku Yesus adalah Tuhan jika ia tidak memiliki iman. Oleh karena itu, iman yang kita miliki ini harus diuji untuk menentukan tingkat kemurnian iman kita. Salah satu cara yang dipakai Tuhan adalah melalui pencobaan-pencobaan yang kita alami (ay. 6).

Tuhan memiliki maksud yang penting atas setiap pencobaan yang diijinkan Tuhan terjadi dalam diri kita. Mungkin pencobaan itu sempat membuat kita tergoncang, sedih, bahkan  berdukacita. Tetapi itu semua ada dalam rencana Allah untuk membuat kita menjadi lebih baik lagi, dengan menguji iman kita.

Tujuan Tuhan menguji iman kita adalah untuk membuktikan tingkat kemurnian iman kita. Jika kita sungguh-sungguh hidup berkenan di hadapan Tuhan, menjauhi laranganNya dan melakukan apa yang menjadi perintah dan kehendak Tuhan, saya rasa kita tidak perlu takut terhadap ujian yang akan kita hadapi. Justru ujian-ujian tersebut akan membuat kita semakin cemerlang. Sama seperti emas yang semakin lama akan terlihat semakin cemerlang ketika diproses (dibakar dan dimurnikan) dalam api panas yang menyala-nyala (ay. 7). Emas berbeda dengan kayu. Semakin dibakar, emas justru akan semakin murni, sementara kayu akan terbakar dan hanya akan menjadi abu.

Oleh sebab itu, kita pun harus mengevaluasi diri kita. Sudahkah iman yang kita miliki adalah iman yang benar dan murni? Apakah iman yang kita miliki sudah benar-benar iman yang teguh kepada Tuhan Yesus Kristus? Jika kita sudah memiliki iman yang teguh, tentu kita tidak perlu kuatir. Ujian dan pencobaan yang kita hadapi justru akan membuat kita lebih kuat bukan?

Namun iblis juga tidak bodoh. Jika ujian dan pencobaan tidak dapat menghancurkan iman kita, ia akan mencoba mencari cara lain. Banyak orang tidak akan jatuh karena batu-batu besar. Orang justru sangat mungkin jatuh karena kerikil atau pasir kecil. Oleh karena itu, sekalipun iman kita adalah iman yang besar, kita tetap perlu berhati-hati, karena iblis tentu tidak akan tinggal diam. Ia akan berusaha dengan cara apapun untuk menjatuhkan iman kita.

Oleh karena itu, kita pun harus tetap berjaga-jaga senantiasa. Jangan lengah dan jangan memberi kesempatan sekecil apapun kepada Iblis (Ef 4:27). Setialah hingga akhir, sehingga kita akan memperoleh pujian dan kemuliaan dan kehormatan dari Tuhan pada hari akhir, yaitu hari ketika Yesus datang kembali untuk yang kedua kalinya, dan kita masuk ke dalam kerajaan surga yang mulia.


Bacaan Alkitab: 1 Petrus 1:6-7
1:6 Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
1:7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.

Pengkhianatan Terbesar



Selasa, 30 September 2014
Bacaan Alkitab: Yohanes 18:1-15
“Jawab mereka: "Yesus dari Nazaret." Kata-Nya kepada mereka: "Akulah Dia." Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka.” (Yoh 18:5)


Pengkhianatan Terbesar


Setiap tanggal 30 September, di Indonesia kita memperingati peristiwa G 30 S PKI, dimana pada tanggal 30 September 1965, terjadi pembunuhan sejumlah perwira tinggi angkatan bersenjata Republik Indonesia. Banyak orang menyebut hal ini dengan pengkhianatan G 30 S PKI, walaupun sampai dengan saat ini, masih terdapat banyak perdebatan tentang apakah yang melakukan pembunuhan tersebut adalah kelompok PKI atau bukan, ataukah nama pengkhianatan atau kudeta dapat digunakan untuk peristiwa tersebut.

Tanpa memperpanjang debat mengenai hal tersebut di atas, Alkitab juga menceritakan sebuah pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang. Pengkhianatan tersebut dapat saya katakan sebagai suatu “pengkhianatan terbesar”, yaitu ketika Yudas Iskariot mengkhianati Yesus Kristus.

Kita tahu bahwa Yudas adalah satu-satunya murid dari ke-12 murid Yesus yang tidak ikut dalam perjamuan terakhir (Yoh 13:27-30). Saat itu Yudas tidak pergi untuk membeli sesuatu, tetapi untuk mengkhianati Yesus, antara lain dengan cara memberitahu para imam kepala dimana Yesus biasa berada dan bagaimana cara menangkap Yesus. Alkitab menulis bahwa ketika Yesus sedang membawa murid-muridNya (selain Yudas Iskariot) ke sebuah taman di seberang sungai Kidron (ay. 1). Dalam ayat paralel di kitab lain, kita mengetahui bahwa taman tersebut adalah taman Getsemani (Mat 26:36, Mrk 14:32).

Yudas sebagai salah seorang murid Yesus, juga tahu bahwa Yesus sering berkumpul di sana dengan murid-muridNya (ay. 2). Oleh karena ini, informasi tersebut ia jual kepada para imam kepala sehingga mereka dapat menangkap Yesus. Para imam tidak berani menangkap Yesus pada saat ia sedang bersama-sama dengan rakyat di siang hari, karena mereka tahu bahwa rakyat sangat kagum kepada Yesus. Oleh karena itu mereka ingin melakukannya di malam hari. Dengan satu rombongan yang cukup  besar, yang terdiri dari sepasukan prajurit dan para penjaga  Bait Allah, dan juga Yudas, mereka datang ke taman itu dengan persenjataan lengkap (ay. 3).

Yesus tahu bahwa sudah saatnya Ia akan ditangkap dan akan menderita hingga mati di atas kayu salib. Oleh karena itu, Yesus tampil ke depan dan bertanya siapa yang para pasukan itu cari di taman Getsemani pada malam hari seperti itu (ay. 4). Saat itu mereka menjawab “Yesus dari Nazaret”, dan Yesus menjawab “Akulah Dia”. Saat itu Yudas pun juga ada di situ untuk memastikan Gurunya (atau lebih tepat disebut “mantan Gurunya”) ditangkap (ay. 5).

Mengapa saya katakan bahwa apa yang dilakukan Yudas adalah pengkhianatan terbesar? Karena jika seseorang berkhianat kepada orang lain, katakanlah kepada gurunya atau atasannya, biasanya orang tersebut hanya mau berkhianat dari jarak jauh. Biasanya orang akan mengkhianati orang lain dari jarak jauh dan tidak terlibat dalam “pengkhianatan jarak dekat” seperti Yudas. Yudas selain menjual Yesus dengan harga “hanya” 30 uang perak (Mat 26:15), ia juga memastikan sendiri bahwa Yesus ditangkap oleh prajurit-prajurit suruhan imam Bait Allah. Di ayat paralel lain, bahkan disebutkan bahwa Yudas memberikan tanda melalui cara mencium Yesus (Mat 26:48-49, Mrk 14:44-45, Luk 22:47-48). Tradisi saat itu, seperti yang umum dilakukan oleh orang-orang Timur Tengah saat ini, adalah saling mencium dengan menempelkan pipi untuk memberi salam. Dan itu yang Yudas lakukan kepada Yesus. Ucapan salam yang seharusnya tulus, digunakan Yudas untuk memberi tanda agar para prajurit menangkap Yesus.

Tentu saja pengkhianatan ini harus dibayar dengan mahal. Yudas mungkin pada awalnya tidak mengira bahwa Yesus akan dihukum mati. Mungkin ia menginginkan uang yang lebih untuk membeli sesuatu. Akan tetapi, setelah ia tahu bahwa Yesus dijatuhi hukuman mati, Yudas baru menyesal dan akhirnya mati (Mat 27:3-5). Penyesalan memang selalu datang terlambat. Terlebih penyesalan karena mengkhianati Yesus. Pengkhianatan Yudas dapat dikatakan sebagai pengkhianatan terbsesa, bukan hanya karena ia mengkhianati gurunya dengan imbalan sejumlah uang, tetapi juga karena yang ia khianati adalah Yesus, yang tidak pernah melakukan kesalahan sebagai manusia.

Contoh Yudas merupakan salah satu contoh yang kita harus hindari. Jangan ada di antara kita yang ingin menjadi pengkhianat, atau yang memiliki karakter sebagai pengkhianat. Jagalah diri kita agar kita tetap setia mengiring Yesus hingga akhir. Karena jika kita mengkhianati Yesus, maka apa artinya kita menjadi orang Kristen selama ini? Jangan khianati Yesus hanya karena harta dan materi, tahta dan kedudukan, serta pasangan hidup yang tidak seiman.


Bacaan Alkitab: Yohanes 18:1-15
18:1 Setelah Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron. Di situ ada suatu taman dan Ia masuk ke taman itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya.
18:2 Yudas, yang mengkhianati Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya.
18:3 Maka datanglah Yudas juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata.
18:4 Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: "Siapakah yang kamu cari?"
18:5 Jawab mereka: "Yesus dari Nazaret." Kata-Nya kepada mereka: "Akulah Dia." Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka.