Kamis, 21 Agustus 2014

Selalu Berusaha Berbuat Baik



Jumat, 22 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Galatia 6:9-10
Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. (Gal 6:10)


Selalu Berusaha Berbuat Baik


Suatu saat, saya hendak mengisi bensin untuk motor saya di sebuah pompa bensin. Waktu itu cukup banyak antrian di jalur pengisian khusus untuk motor. Tiba-tiba petugas SPBU tersebut terlihat berdebat dengan pengendara motor (seorang pria, wanita, dan anak kecil) di depan saya. Kelihatannya petugas tersebut (seorang wanita) kesal dengan pengendara motor tersebut walau si pengendara motor akhirnya meninggalkan SPBU tersebut. Ketika giliran saya, saya bertanya kepada petugas SPBU, “Ada apa mbak?”. Ia menjawab, “Itu lho, motor yang tadi saya tanya mau isi berapa, dia ngomong nggak jelas. Terus saya tanya ‘Rp15.000?’, dia jawab ‘iya’. Ternyata pas mau bayar si cowoknya Cuma bawa uang Rp7.000 dan katanya ga bawa uang lagi. Terus dia mau pergi, katanya dia tadi bilang ‘Rp7.000’ gitu”. Saya hanya mengangguk tetapi saat itu tidak terpikir untuk melakukan sesuatu hingga saya selesai mengisi bensin dan meninggalkan SPBU tersebut.

Di jalan, saya merenung, kasihan juga petugas SPBU tersebut. Saya yang saat itu membawa uang lebih, seharusnya membayarkan saja selisih uang Rp8.000 tersebut, toh saya juga nggak rugi-rugi banget. Tetapi sayangnya saat itu saya tidak terpikir dan akhirnya cukup menyesal juga mengapa waktu itu saya tidak bilang bahwa saya akan membayar kerugian yang disebabkan si pengendara motor yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Jujur saja, hal itu kadang-kadang membayangi saya dan membuat saya merasa bersalah. Memang kadang-kadang kita ingin berbuat baik, tetapi kita merasa tidak ada kesempatan untuk berbuat baik. Di sisi lain, ketika kesempatan itu datang, kita malah tidak melakukan kebaikan yang seharusnya kita lakukan. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Galatia, menulis agar jemaat Tuhan tidak jemu-jemu berbuat baik (ay. 9a). Artinya dalam segala hal, dalam segala kesempatan yang ada, anak-anak Tuhan harus mampu melakukan kebaikan dalam hidupnya. Paulus mengingatkan bahwa perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Perbuatan baik tersebut ibarat kita sedang menabur benih, dan suatu saat kita akan menuainya, dengan catatan kita tetap setia hingga akhir dan tidak menjadi lemah (ay. 9b).

Tentu saja kita tidak berbuat baik untuk mendapat keselamatan atau agar kita masuk surga (Tit 3:5). Justru kita harus membalik pola pikir kita selama ini, yaitu kita diselamatkan karena kasih karunia Allah (Ef 2:8-9), sehingga kita harus berbuat baik kepada semua orang (ay. 10a), terutama kepada rekan seiman kita (ay. 10b). Memang betul bahwa kita harus berbuat baik kepada semua orang, tetapi alangkah baiknya kita juga mendahulukan untuk berbuat baik kepada rekan-rekan seiman kita. Jangan sampai kita terlalu banyak berbuat  baik kepada orang lain, tetapi kita lupa bahwa orang-orang di gereja kita juga membutuhkan kebaikan kita. Bahkan mungkin keluarga kita sendiri juga membutuhkan kebaikan kita.

Berbuat baik harus menjadi suatu gaya hidup (lifestyle) dari orang Kristen. Walaupun demikian, kita juga jangan menjadi eksklusif dengan cara hanya berbuat baik kepada sesama orang Kristen saja. Jika demikian, bagaimana orang di luar Kristen dapat percaya kepada Tuhan jika kita yang adalah umat Tuhan tidak pernah menunjukkan kebaikan kita kepada mereka? Kita harus berbuat baik, karena Tuhan juga lebih dahulu berbuat baik kepada kita,  bahkan sangat baik karena menganugerahkan keselamatan kepada jiwa kita ketika kita percaya kepadaNya. Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, selagi kita masih hidup di dunia ini, perbuatlah kebaikan bagi kemuliaan nama Tuhan.


Bacaan Alkitab: Galatia 6:9-10
6:9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
6:10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

Rabu, 13 Agustus 2014

Bukan Hanya Sekedar Membangun Tugu Peringatan Sejarah



Minggu, 17 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Matius 23:29-32
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh (Mat 23:29)


Bukan Hanya Sekedar Membangun Tugu Peringatan Sejarah


Dimanapun kita tinggal, pasti kota kita memiliki suatu monumen yang didirikan untuk memperingati suatu peristiwa bersejarah yang terjadi di kota kita. Surabaya memiliki Tugu Pahlawan untuk memperingati peristiwa pertempuran 10 November 1945 di kota Surabaya. Jakarta memiliki lebih banyak monumen, museum ataupun tugu yang didirikan untuk memperingati peristiwa bersejarah tertentu. Salah satunya adalah Tugu Proklamasi yang didirikan tepat di tempat Soekarno dan Hatta mengumandangkan proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945. Bahkan nama jalan yang semula Jalan Pegangsaan Timur diubah menjadi Jalan Proklamasi.

Memang hal tersebut bukanlah suatu hal yang salah. Tetapi akan menjadi beda maknanya apabila pembangunan tugu atau monumen tersebut didasarkan pada motivasi yang kurang tepat. Saya pernah membaca suatu artikel bahwa pembangunan tugu proklamasi tersebut dilakukan Presiden rezim Orde Baru agar rakyat Indonesia tidak “mengkultuskan” rumah tempat proklamasi, sehingga dibuatlah tugu dan patung sang proklamator. Saya tidak tahu kebenarannya, tetapi mungkin menjadi masuk akal karena nama Soekarno-Hatta tidak pernah dijadikan nama jalan di Jakarta pada zaman Orde Baru.

Tetapi lepas dari itu semua, Yesus sendiri pernah mengkritik apa yang dilakukan oleh orang Yahudi pada umumnya dan para ahli Taurat dan orang Farisi pada khususnya. Yesus menyebut para ahli Taurat dan orang Farisi sebagai orang-orang yang munafik (ay. 29a). Apa yang membuat Yesus menyebut mereka sebagai orang-orang munafik? Salah satunya adalah karena perbuatan mereka yang membangun makam nabi-nabi dan membuat serta memperindah tugu untuk memperingati orang-orang saleh mereka (ay. 29b). Sebenarnya tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan, tetapi permasalahannya adalah tindakan mereka itu bertujuan hanya untuk pencitraan mereka sendiri.

Para ahli Taurat dan orang Farisi bahkan berkata “Kalau kami dulu hidup di zaman nenek moyang kita dulu, pasti kami tidak ikut membunuh para nabi-nabi yang menyampaikan suara Tuhan” (ay. 30). Tetapi Yesus tidak suka dengan sikap mereka karena dengan membangun makam dan tugu-tugu tersebut, mereka justru bersaksi bahwa mereka adalah keturunan pembunuh nabi-nabi tersebut (ay. 31). Mereka dengan sendirinya mengakui bahwa orang Yahudi di masa lalu adalah pembunuh nabi-nabi yang menyampaikan suara Tuhan (yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi keinginan mereka). Tidak heran ketika Yesus tampil dan menyuarakan kebenaran Firman Tuhan, dan banyak orang Yahudi maupun non Yahudi yang percaya, justru para ahli Taurat dan orang Farisi yang paling tidak percaya. Mereka tidak mau menerima ajaran Tuhan Yesus karena ajaran tersebut menurut mereka bertentangan dengan apa yang selama ini mereka ketahui. Mereka menolak dan bahkan menyalibkan Yesus karena takut jabatan mereka akan hilang karena tampilnya Yesus. Oleh sebab itu Yesus sangat marah dengan ahli Taurat dan orang Farisi karena mereka bersikap munafik. Mereka memposisikan diri mereka berbeda dengan para nenek moyang mereka, padahal sebenarnya mereka juga sama seperti nenek moyang mereka. Seharusnya ahli Taurat dan orang Farisi juga berkaca dahulu kepada nenek moyang mereka dan menggunakan standar yang sama dengan nenek moyang mereka (ay. 32).

Kita pun juga harus belajar dari nenek moyang kita. Tidak salah jika para pendahulu kita membangun monumen atau tugu yang megah untuk memperingati suatu peristiwa tertentu. Tetapi seharusnya kita memiliki sikap untuk dapat melihat peristiwa yang terjadi di masa lalu dengan bijak. Kita harus belajar dari setiap kesalahan para pendahulu kita, dan jangan melakukannya. Di sisi lain, kita juga harus belajar dari setiap keberhasilan para pendahulu kita, dan harus meneruskan bahkan meningkatkannya lagi di masa yang akan datang. Jangan jadi orang munafik yang hanya suka menyalahkan orang lain, menyalahkan generasi sebelum kita dengan menjadikan mereka “penyebab” permasalahan yang terjadi saat ini. Jangan pernah tiru dan lakukan apa yang dilakukan ahli Taurat dan orang Farisi, jika tidak ingin dianggap Tuhan sebagai orang yang munafik.


Bacaan Alkitab: Matius 23:29-32
23:29 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh
23:30 dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu.
23:31 Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu.
23:32 Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu!

Yang Lebih Baik daripada Mutiara



Sabtu, 16 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Ayub 28:12-19
... Memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara. (Ayb 28:18b)


Yang Lebih Baik daripada Mutiara


Mutiara adalah salah satu benda yang cukup berharga yang sering dijadikan perhiasan. Jika dibandingkan dengan benda berharga lainnya seperti emas, perak, intan, atau berlian, tetap saja mutiara berbeda dengan barang berharga lainnya. Mutiara adalah barang berharga yang berasal dari makhluk hidup. Mutiara terjadi karena adanya debu, pasir, atau “gangguan” yang masuk ke dalam kerang penghasil mutiara, sehingga kerang tersebut kemudian melapisi debu atau pasir tersebut dengan lendirnya yang kemudian setelah berlapis-lapis akan mengeras dan terbentuklah mutiara. Hal tersebut jelas berbeda dengan intan atau emas yang memang terbentuk secara alami (karena proses geologi) tanpa campur tangan makhluk hidup.

Tentu hal tersebut menjadikan mutiara sebagai salah satu benda yang cukup berharga. Namun demikian, Ternyata ada hal yang lebih berharga dan lebih baik daripada memiliki mutiara dan bahkan jika dibandingkan dengan emas ataupun permata. Apakah hal itu? Ya, benar, hal itu adalah hikmat. Alkitab mengatakan bahwa memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada [memiliki] mutiara (ay. 18b). Bahkan tidak hanya lebih baik dibandingkan mutiara, Alkitab juga menulis bahwa hikmat tidak dapat digantikan dengan emas, perak, maupun permata dan perhiasan yang banyak jumlahnya (ay. 15-18a, 19). Mengapa demmikian?

Hikmat adalah sesuatu yang membuat kita untuk dapat bertindak dengan bijaksana dalam kehidupan kita. Tentu saja hikmat tidak akan mudah untuk diperoleh (ay. 12). Walaupun seseorang sudah bersekolah sejak SD, SMP, SMA, bahkan mengambil kuliah D3, S1, S2, S3, bahkan hingga bergelar Profesor sekalipun, belum tentu hal tersebut dapat  membuat seseorang menjadi berhikmat. Hikmat yang benar adalah hikmat yang berasal dari Tuhan Allah sendiri, bukan sekedar hikmat manusia. Oleh karena itu, jalan ke sana tidak akan diketahui oleh manusia jika ia berusaha dengan cara manusia (ay. 13). Hikmat tidak akan ditemukan di dasar laut atau di puncak gunung (ay. 14). Hikmat sejati hanya dapat diperoleh ketika manusia mendekatkan diri kepada Tuhan dan mau melakukan sesuai dengan cara dan metode Tuhan. 

Bacaan Alkitab kita di atas bukan ditulis oleh Salomo, sebagai seseorang yang paling berhikmat (karena ketika Tuhan memberi kesempatan kepada Salomo untuk meminta sesuatu kepadaNya, Salomo meminta hikmat), atau ditulis oleh Daud sebagai seseorang yang sudah memiliki asam garam dalam kehidupan, mulai dari menjadi gembala, buronan, hingga menjadi raja Israel, atau ditulis oleh Musa sebagai seseorang yang berkali-kali berhadapan muka dengan Tuhan Allah, atau dengan Abraham yang memiliki iman yang tinggi. Ternyata bukan mereka semua yang menulis ayat-ayat ini, melainkan ini adalah perkataan yang diucapkan Ayub, pada saat titik terendah kehidupannya. Ayub yang dulunya sangat kaya, dengan seijin Tuhan kehilangan segala harta bendanya, anak-anak yang harus meninggal, bahkan sakit penyakit yang sangat parah, isteri yang nyaris meninggalkannya dan juga teman-temannya yang men-judge dirinya. Dalam posisi yang seperti itu pun, Ayub tetap mampu mengucapkan sesuatu yang luar biasa, yaitu hikmat dari Tuhan itu jauh lebih berharga dibandingkan emas, permata, bahkan mutiara. Bahkan memiliki Tuhan itulah hal yang sangat berharga melebihi apapun, termasuk kekayaan dan kesehatan. 

Masalahnya, sering kali kita sibuk mencari hal-hal yang bersifat fana, tetapi melupakan hal-hal yang bersifat kekal. Kita sibuk mencari uang hingga larut malam, tetapi kita melalaikan persekutuan dengan Tuhan bahkan melupakan dan meninggalkan Tuhan, sang pemberi berkat dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, jangan kita berjerih payah hanya untuk mendapatkan mutiara. Jangan kita berlelah-lelah hanya untuk mencari uang ataupun emas. Tetapi mari kita berjerih payah bagi Tuhan kita, untuk sesuatu hal yang kekal, karena di dalam Tuhan, jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia (1 Kor 15:58)


Bacaan Alkitab: Ayub 28:12-19
28:12 Tetapi di mana hikmat dapat diperoleh, di mana tempat akal budi?
28:13 Jalan ke sana tidak diketahui manusia, dan tidak didapati di negeri orang hidup.
28:14 Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku.
28:15 Untuk gantinya tidak dapat diberikan emas murni, dan harganya tidak dapat ditimbang dengan perak.
28:16 Ia tidak dapat dinilai dengan emas Ofir, ataupun dengan permata krisopras yang mahal atau dengan permata lazurit;
28:17 tidak dapat diimbangi oleh emas, atau kaca, ataupun ditukar dengan permata dari emas tua.
28:18 Baik gewang, baik hablur, tidak terhitung lagi; memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara.
28:19 Permata krisolit Etiopia tidak dapat mengimbanginya, ia tidak dapat dinilai dengan emas murni.

Selasa, 12 Agustus 2014

Bolehkah Mengutuki Bangsa Israel?



Jumat, 15 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Kejadian 27:27-29
Bangsa-bangsa akan takluk kepadamu [Yakub], dan suku-suku bangsa akan sujud kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia. (Kej 27:29)


Bolehkah Mengutuki Bangsa Israel?


Saat tulisan ini saya buat, konflik antara Israel dan Palestina kembali meletus dan menimbulkan banyak korban jiwa dan luka-luka. Tidak terhitung berapa banyak kerugian yang diderita (khususnya dari pihak Palestina). Indonesia sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, bereaksi keras dengan mengecam serangan Israel ke Palestina (Jalur Gaza). Bahkan sejumlah individu maupun kelompok Muslim sampai mengutuk Israel yang menyerang Palestina. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan orang Kristen terkait konflik ini?

Memang banyak pendapat yang berbeda-beda dari orang-orang, termasuk dari para hamba Tuhan. Tetapi saya ingin menekankan bahwa orang Kristen seharusnya tidak boleh mengutuki bangsa Israel. Lho, kok bisa begitu? Bukankah Israel sudah menindas bangsa Palestina dan juga bangsa-bangsa lain? Memang benar. Saya sendiri tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina. Tetapi jangan hal tersebut dijadikan alasan bagi kita orang Kristen untuk mengutuki bangsa Israel.

Bacaan Alkitab hari ini berkata bahwa Yakub (yang kemudian disebut Israel), mendapatkan berkat dari Ishak, ayahnya, walaupun dilakukan dengan cara yang tidak benar, yaitu menipu ayahnya sendiri (ay. 27). Walaupun demikian, Ishak tetap memberkati dengan penuh kelimpahan kepada Yakub (ay. 28-29a), dan bahkan ditambahkan sebuah kalimat “sakti”, yaitu “Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia” (ay. 29a).

Ayat ini masih menjadi ayat yang kontroversial. Sebagian hamba Tuhan berpendapat bahwa ayat tersebut seharusnya sudah tidak berlaku lagi, karena jika Israel tetap melakukan pelanggaran dan bertindak sewenang-wenang, maka kita sebagai umat Tuhan harus tetap mengecam bahkan mengutuk. Di sisi lain, sebagian hamba Tuhan (termasuk saya) percaya bahwa ayat dalam Alkitab (meskipun di Perjanjian Lama) tetap berlaku juga, bahkan hingga saat ini.

Saya sendiri melihat minimal ada dua alasan mengapa kita tidak boleh mengutuk bangsa Israel. Pertama karena ayat 29a tersebut, kita tidak boleh mengutuk agar kita juga tidak mendapatkan kutuk. Dan yang kedua adalah karena memang seharusnya orang Kristen tidak boleh mengutuk orang lain. Ingat bahwa lidah kita seharusnya kita gunakan untuk memberkati orang lain, untuk memuji dan memuliakan Tuhan, dan bukan untuk mengucapkan kutuk (Yak 3:9-10).

Sebenarnya, orang Kristen seharusnya menjadi orang yang paling membenci apa yang dilakukan oleh bangsa Israel atau bangsa Yahudi. Mengapa demikian? Karena yang menyalibkan Yesus adalah para imam-imam kepala, ahli Taurat dan orang Farisi yang jelas-jelas adalah orang Yahudi juga. Bahkan di masa-masa jemaat mula-mula, orang Yahudi sangat gencar menganiaya orang Kristen. Walaupun demikian, ingat perintah Yesus untuk tetap mengasihi musuh kita (Mat 5:44), sehingga ditambah dengan alasan sebelumnya, kita tetap tidak boleh mengutuki bangsa Israel. Jangankan bangsa Israel, orang lain yang tidak seiman pun atau orang lain yang menganiaya kita pun tidak boleh kita kutuki, tetapi justru kita harus tetap mendoakan bahkan memberkati mereka.

Memang hal ini akan menyebabkan orang Kristen seakan-akan tidak memiliki prinsip. Atau gereja Tuhan seperti diam dan  tidak berani menyatakan pendapat atau tidak menyampaikan suara keprihatinan terhadap krisis Israel dan Palestina. Akan tetapi, saya melihat bahwa gereja harus lebih berhati-hati, bahkan jemaat Tuhan juga harus lebih berhati-hati agar jangan sampai “tergoda” untuk ikut-ikutan mengutuk Israel. Kita boleh ikut dalam aksi keprihatinan yang diadakan teman-teman kita, tetapi dalam aksi tersebut, jangan sampai kita mengucapkan kata kutuk kepada bangsa Israel. Lebih baik kita membantu melalui aksi sosial atau aksi kemanusiaan dalam  bentuk bantuan kepada pengungsi Palestina (ingat bahwa di Palestina pun tidak hanya ada orang Muslim tetapi juga ada orang Kristen, dan mereka juga menderita akibat agresi Israel), atau yang paling penting adalah kita mendoakan pihak-pihak yang bertikai. Doa adalah salah satu “senjata” terhebat di dunia ini. Dengan doa, kita dapat meminta kedamaian dan berdoa agar pihak-pihak yang bertikai juga dapat mengenal kasih Tuhan. Sekali lagi, mohon diingat agar kita jangan sampai mengutuki atau terpancing untuk mengutuki bangsa Israel. Bukanlah mendoakan atau memberkati jauh lebih baik daripada mengutuki?


Bacaan Alkitab: Kejadian 27:27-29
27:27 Lalu datanglah Yakub dekat-dekat dan diciumnyalah ayahnya. Ketika Ishak mencium bau pakaian Yakub, diberkatinyalah dia, katanya: "Sesungguhnya bau anakku adalah sebagai bau padang yang diberkati TUHAN.
27:28 Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah.
27:29 Bangsa-bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia."