Senin, 27 Januari 2020

Pornos dan Moichos (52): Akhir dari si “Pelacur Besar”


Senin, 27 Januari 2020
Bacaan Alkitab: Wahyu 17:15-18
Dan kesepuluh tanduk yang telah kaulihat itu serta binatang itu akan membenci pelacur itu dan mereka akan membuat dia menjadi sunyi dan telanjang, dan mereka akan memakan dagingnya dan membakarnya dengan api. (Why 17:16)


Pornos dan Moichos (52): Akhir dari si “Pelacur Besar”


Dalam renungan hari ini kita akan belajar bagaimana akhir dari si “pelacur besar” yang telah kita bahas beberapa hari ini. Setelah Yohanes melihat penglihatan tentang “pelacur besar” atau “perempuan” tersebut, malaikat kemudian datang dan memberi penjelasan atas penglihatan tersebut. Dikatakan bahwa wanita pelacur itu (pornē/πόρνη) duduk di tempat yang banyak airnya (Why 17:1), dan air itu adalah bangsa-bangsa dan rakyat banyak dan kaum dan Bahasa (ay. 15).

Kemudian sepuluh tanduk (yaitu sepuluh raja) dan binatang itu akan membenci pelacur itu, bahkan akan membuatnya menjadi sunyi dan telanjang, serta akan memakan dagingnya dan membakarnya dengan api (ay. 16). Ayat ini adalah ayat yang sulit, mengapa wanita pelacur itu kemudian dibenci oleh binatang tersebut? Bukankah selama ini pelacur itu sudah membuat banyak penyesatan atas penduduk bumi, sesuai dengan keinginan binatang?

Untuk memahaminya, kita harus melihat bahwa ayat 15 dan seterusnya terjadi setelah kejadian di ayat 13 dan 14, dimana sepuluh tanduk (yaitu sepuluh raja) itu berperang melawan Anak Domba dan akhirnya kalah (Why 17:13-14). Karena kekalahan itulah mereka pada akhirnya sadar bahwa “pelacur” itu sudah tidak berguna lagi ketika Anak Domba datang. Kita telah membahas bahwa “pelacur besar” itu adalah gambaran dari spirit kuasa kegelapan berupa segala kekayaan dan kenikmatan dunia ini.

Dikatakan bahwa aka nada masanya dimana binatang itu akan membenci pelacur itu dan membuatnya menjadi sunyi dan telanjang (ay. 16b). Kata menjadi sunyi dalam bahasa aslinya adalah erémoó (ἐρημόω) yang berarti to “make desolate, to bring to desolation, to destroy, to waste, to strip, to rob” (membuat sunyi, membawa kepada kehancuran, menghancurkan/membinasakan/memusnahkan, merusakkan/menyia-nyiakan, melucuti/menelanjangi, merampas). Jadi akan nada waktunya dimana segala tipu daya kekayaan dunia itu akan tersingkap dan tertelanjangi, yaitu bahwa semua itu tidak akan berguna lagi ketika Anak Domba Allah datang kembali untuk yang kedua kalinya.

Digambarkan si “pelacur besar” itu akan dimakan dan dibakar dengan api (ay. 16c). Walaupun ayat ini memang sulit untuk dimengerti, berdasarkan apa yang saya pahami ini menggambarkan semacam hukuman dari Allah untuk bumi ini yang pada akhirnya akan dibakar dengan api (2 Ptr 3:10, Why 20:9-15). Api dari Allah akan membakar unsur-unsur dunia ini sehingga bumi akan menjadi lautan api, yaitu tempat dimana orang-orang yang jahat dan fasik akan menderita selama-lamanya. Oleh karena itu, setelah kedatangan kembali dan kemenangan Anak Domba, segala kekayaan dan kenikmatan dunia menjadi tidak berarti lagi. Semua akan sadar tentang betapa fananya segala harta dunia yang selama ini banyak dicari oleh manusia.

Selanjutnya, dikatakan bahwa Allah telah menerangi hati mereka untuk melakukan kehendak-Nya dengan seia sekata dan untuk memberikan pemerintahan mereka kepada binatang itu, sampai segala Firman Allah telah digenapi (ay. 17). Ayat ini cukup sulit untuk dimengerti. Jika tidak hati-hati, maka orang yang membaca dapat memaknai ayat ini sebagai bukti bahwa Allah telah sengaja untuk membuat orang-orang jahat (yaitu sepuluh raja yang dilambangkan dengan sepuluh tanduk) untuk menyerahkan pemerintahan mereka kepada binatang tersebut. Sebenarnya adalah raja-raja itu memang memberikan pemerintahan mereka kepada binatang itu dengan sadar, karena mereka tahu bahwa binatang itu memiliki kekuasaan yang besar. Tentu kebesaran dan kekuasaan adalah suatu impian bagi seorang raja atau pemimpin bangsa. Mereka akan bangga jika memiliki bangsa atau kerajaan yang dipimpinnya memiliki kekuasaan yang besar.

Kata “seia sekata” dalam ayat 17 juga digunakan dalam ayat 13, dengan kata yang sama. Dalam bahasa aslinya digunakan kata mian gnōmēn (μίαν γνώμην) yang dapat berarti satu pemikiran, satu tujuan, atau sepakat, yaitu memiliki pemikiran dan tujuan yang sama. Jadi memang dari awal, hati para raja ini sudah sepakat untuk menyerahkan pemerintahan mereka kepada binatang tersebut, karena mereka adalah orang-orang yang tidak mau tunduk pada pemerintahan Allah.

Allah tidak dengan sengaja menentukan bahwa para raja itu akan melawan Allah. Mereka sendiri memang sudah memiliki hati yang jahat. Kata “menerangi” di sini lebih tepat diterjemahkan sebagai “menaruh atau meletakkan”, karena sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, memang Allah merencanakan bahwa dunia ini harus dimusnahkan, dengan janji adanya suatu langit yang baru dan bumi yang baru (Why 20-22). Namun soal orang-orang yang mau tunduk kepada “binatang” dan bukan kepada Allah tentu itu tidak dapat dipandang sebagai suatu penentuan Tuhan bahwa mereka adalah orang-orang yang ditentukan untuk binasa. Perlu disadari bahwa dunia ini menuju kepada arah yang semakin jahat. Banyak raja-raja di zaman dulu yang sangat jahat. Sebagaimana tertulis di Alkitab, kita mengenal raja yang jahat seperti Raja Ahab atau Raja Herodes). Dan bukan tidak mungkin bahwa di akhir zaman ini, dengan kekuasaan binatang yang semakin nyata dan pengaruh dari “pelacur besar” itu tentu membuat banyak orang menjadi semakin jahat.

Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, tentu Allah tahu bahwa akan ada orang-orang yang hatinya jahat. Kepada beberapa orang, Allah dapat mengingatkan orang tersebut secara langsung untuk bertobat (contoh: Kain), mengingatkan melalui orang lain (contoh: penduduk kota Sodom dan Gomora yang diingatkan oleh Lot, penduduk kota Niniwe yang diingatkan oleh Yunus, Firaun yang diingatkan oleh Musa, bahkan Raja Ahab yang diingatkan oleh nabi-nabi Tuhan). Akan tetapi, jika orang itu memang sudah terlalu jahat, maka mau diingatkan bagaimanapun memang orang itu akan sangat sulit untuk bertobat. Dalam hal ini, siapakah yang harus mengingatkan raja-raja itu? Tentu itu seharusnya menjadi bagian gereja untuk menyuarakan kebenaran. Akan tetapi bisa jadi memang mereka sudah terlalu jahat dan tetap tunduk kepada binatang itu dan tetap tidak mau tunduk kepada Allah. Yang jelas bahwa firman Allah akan selalu digenapi, dalam hal ini bukan siapa-siapa orang yang akan melakukan kejahatan, tetapi bahwa akan ada masa dimana orang-orang akan cenderung berbuat jahat sebelum hukuman Tuhan dilaksanakan atas bumi ini. Ini juga terjadi di zaman Nuh dan zaman Lot, dimana penduduk bumi serta kota Sodom dan Gomora pada waktu itu sudah sangat jahat, sehingga Tuhan harus memusnahkan mereka, namun ada sebagian kecil yang diselamatkan, yaitu mereka yang hidup benar (Nuh dan keluarganya serta Lot dan keluarganya).

Jadi jelas bahwa raja-raja di bumi sebenarnya juga memiliki kehendak bebas untuk memilih mau tunduk kepada binatang (dan mengenakan spirit perempuan itu) atau tunduk kepada kerajaan Allah. Nyatanya mereka memilih untuk tunduk kepada binatang. Bahkan “perempuan” atau “pelacur besar” itu dikatakan sebagai suatu kota besar yang memerintah atas raja-raja di bumi (ay. 18). Spirit kekayaan dan kenikmatan dunia itu memang dapat memerintah atas raja-raja di bumi, dan dapat membuat manusia menjadi jauh dari Allah. Namun akan ada masanya dimana pelacur besar itu harus dikalahkan dan pemerintahan Allah akan nyata suatu hari nanti. Oleh karena itu, berjaga-jagalah supaya kita tidak disesatkan oleh “pelacur besar” itu, tetapi supaya kita memiliki hidup yang benar di bawah pemerintahan Allah.





Bacaan Alkitab: Wahyu 17:15-18
17:15 Lalu ia berkata kepadaku: "Semua air yang telah kaulihat, di mana wanita pelacur itu duduk, adalah bangsa-bangsa dan rakyat banyak dan kaum dan bahasa.
17:16 Dan kesepuluh tanduk yang telah kaulihat itu serta binatang itu akan membenci pelacur itu dan mereka akan membuat dia menjadi sunyi dan telanjang, dan mereka akan memakan dagingnya dan membakarnya dengan api.
17:17 Sebab Allah telah menerangi hati mereka untuk melakukan kehendak-Nya dengan seia sekata dan untuk memberikan pemerintahan mereka kepada binatang itu, sampai segala firman Allah telah digenapi.
17:18 Dan perempuan yang telah kaulihat itu, adalah kota besar yang memerintah atas raja-raja di bumi."

Kamis, 23 Januari 2020

Pornos dan Moichos (51): Gambaran si “Pelacur Besar”


Kamis, 23 Januari 2020
Bacaan Alkitab: Wahyu 17:3-5
Dan perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya. Dan pada dahinya tertulis suatu nama, suatu rahasia: "Babel besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi." (Why 17:4-5)


Pornos dan Moichos (51): Gambaran si “Pelacur Besar”


Setelah dalam ayat sebelumnya kita sudah mulai memahami siapa yang dimaksud dengan si “pelacur besar” tersebut, maka kita akan masuk lebih dalam pada gambaran yang diberikan Yohanes kepada jemaat mengenai “pelacur besar” ini. Dalam konteks ini, Rasul Yohanes kemudian dibawa dalam roh oleh malaikat ke padang gurun, supaya Yohanes dapat melihat sendiri gambaran si “pelacur besar tersebut” (ay. 3a). Perlu kita pahami bahwa dalam Alkitab, padang gurun selalu berbicara mengenai tempat yang tidak nyaman, khususnya bagi umat Tuhan atau orang percaya. Hal ini juga dapat memberikan gambaran bagaimana si “pelacur besar” ini menguasai bumi ini dan membuat orang percaya seharusnya tidak lagi merasa nyaman di bumi ini.

Dalam penglihatannya, Rasul Yohanes melihat seorang perempuan (yaitu si pelacur besar ini) duduk di atas seekor binatang yang berwarna merah ungu, yang penuh dengan tulisan nama-nama hujat (ay. 3b). Dalam bahasa aslinya, sebenarnya perempuan itu bertahta (kathémai/κάθημαι) di atas seekor binatang yang berwarna merah ungu (atau merah kirmizi). Jadi “pelacur besar” ini sebenarnya memiliki spirit yang sama dengan binatang, dimana kata binatang dalam kitab Wahyu menggambarkan suatu kekuatan yang melawan kekuatan ilahi yang dimiliki oleh Allah Bapa. Jika dalam ayat 1-2 digunakan kata “pelacur besar” karena merupakan ucapan malaikat kepada Yohanes, maka di ayat 3 dan seterusnya lebih banyak digunakan kata “perempuan” karena ditulis dari sudut pandang Rasul Yohanes sendiri. Kedua kata itu dalam konteks pasal 17 ini merujuk pada hal yang sama.

Salah satu ciri dari “pelacur besar” ini adalah semangatnya untuk selalu melawan jalan kebenaran dan kerajaan surga. Penggunaan warna merah ungu atau merah kirmizi (Bahasa Inggris: scarlet; Bahasa Yunani: kokkinos/κόκκινος) dalam ayat ini juga memiliki makna yang cukup penting. Kemungkinan besar pada zaman itu, ada warna-warna tertentu yang merujuk pada maksud tertentu saat digunakan. Sebagai contoh, warna ungu atau kain warna ungu merujuk pada kekayaan karena harga kain warna ungu pada waktu itu cukup mahal mengingat cara pembuatannya yang cukup sulit (bandingkan Luk 16:19, Kis 16:14). Sementara warna merah kirmizi atau scarlet ini merujuk pada tindakan amoral seperti percabulan.

Jika kita melihat makna percabulan dalam ayat-ayat sebelumnya, kita akan tahu bahwa percabulan dapat bersifat rohani dan tidak hanya jasmani. Hal ini sejalan juga dengan binatang itu yang memiliki nama-nama hujat, yang dapat berarti merendahkan, melawan atau menentang Allah. Jadi jelas bahwa binatang ini tidak akan pernah mau tunduk di bawah kekuasaan dan pemerintahan Allah. Mereka akan selalu mencoba melawan Allah dan menyeret manusia untuk ikut melawan Allah.

Dalam ayat selanjutnya juga dikatakan bahwa binatang itu memiliki tujuh kepala dan sepuluh tanduk (ay. 3c). Sangat mungkin ini juga bermakna simbolis, karena cukup aneh jika dipikir ada tujuh kepala dan sepuluh tanduk. Bagaimana membagi sepuluh tanduk pada tujuh kepala? Apakah ada kepala yang mendapat empat tanduk dan lainnya hanya satu? Ataukah ada tiga kepala yang mendapatkan dua tanduk dan yang lain hanya satu?

Pertanyaan ini akan membingungkan jika dipandang secara harafiah. Namun jika melihatnya sebagai suatu simbol yang hendak disampaikan oleh Rasul Yohanes kepada jemaat pada waktu itu, kita akan lebih mudah mengerti. Alkitab jelas menulis bahwa ketujuh kepala melambangkan tujuh kerajaan, sudah ada lima yang sudah ada dan sudah jatuh, yang satu ada (kemungkinan kerajaan Romawi), dan satu lagi belum ada (Why 17:9-10). Kesepuluh tanduk melambangkan sepuluh raja yang akan memerintah (dalam sudut pandang Rasul Yohanes pada masa itu) (Why 17:12-13). Tentu banyak orang yang menebak-nebak apakah kerajaan ketujuh itu, dan siapa sepuluh raja yang dimaksud. Tetapi alangkah bijaknya jika kita cukup mengerti inti maksud penyampaian tersebut supaya orang percaya berhati-hati karena kuasa kegelapan tidak akan tinggal diam menyerang umat pilihan Tuhan.

Dikatakan bahwa perempuan itu memakain kain ungu (gambaran kemewahan) dan kain kirmizi (kata yang sama digunakan dalam ayat 3 dan 4 yaitu kokkinos yang merujuk pada tindakan amoral atau percabulan), yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara (yang menggambarkan kekayaan, kekuasaan dan kehormatan dalam dunia) (ay. 4a). Jadi “pelacur besar” ini memiliki spirit yang selalu mengagung-agungkan tiga hal di atas: kemewahan, percabulan, dan kekayaan/kekuasaan. Inilah yang ditawarkan oleh “pelacur besar” ini kepada para penduduk bumi termasuk orang percaya. Dan jika kita mau jujur, di masa sekarang ini, sudah banyak manusia yang memandang ketiga hal itu sebagai tujuan hidup. Mereka sibuk mengejar harta, kekayaan, kemewahan, bahkan percabulan dan tidak peduli lagi mengenai kebenaran.

Dikatakan pula bahwa perempuan ini memegang suatu cawan emas yang penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya (ay. 4b). Kata “cawan” dalam ayat ini menggunakan kata potérion (ποτήριον) yang berarti cawan, gelas, cawan anggur. Kata ini juga digunakan dalam Alkitab Perjanjian Baru, misalnya: secangkir air sejuk (Mat 10:42), atau cawan yang digunakan dalam adat Yahudi (Mat 23:25-26). Namun kata potérion ini paling banyak digunakan dalam merujuk pada cawan yang digunakan dalam perjamuan terakhir oleh Yesus dan murid-murid-Nya serta dalam perjamuan kudus yang dilakukan oleh jemaat mula-mula.

Oleh karena itu, penggunaan kata “cawan emas” dalam kitab Wahyu ini menggambarkan bagaimana si perempuan atau “pelacur besar” tersebut mencoba meniru apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Jika Tuhan Yesus menggunakan cawan dalam perjamuan dan mengajarkan kepada para murid-Nya untuk mengingat kematian-Nya, maka perempuan pelacur besar ini menggunakan cawan juga, tetapi cawan emas. Tuhan Yesus tidak pernah menyebutkan spesifikasi cawannya, dan menurut saya pastilah yang digunakan bukan cawan emas tetapi cawan biasa.

Cawan emas menggambarkan suatu kemewahan yang mungkin terlihat indah dari luar. Sementara itu konsep cawan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus merujuk kepada penderitaan (Mat 20:22-23). Tuhan Yesus juga berkata bahwa setiap kali kita memakan roti dan meminum dari cawan (melambangkan perjamuan kudus), maka kita memberitakan kematian Tuhan (1 Kor 11:26). Itulah sebabnya perjamuan kudus harus dimaknai sebagai komitmen untuk ikut mengambil bagian dalam penderitaan Tuhan Yesus, bukan hanya sekedar suatu “liturgi” untuk mengklaim janji Tuhan akan berkat dan kesembuhan, mengingat Tuhan Yesus sendiri tidak pernah mengajarkan hal demikian.

Justru kekayaan, kelimpahan, kehormatan, serta segala kenikmatan dunia itulah yang ditawarkan oleh si perempuan atau pelacur besar tersebut. Ia menawarkannya dalam cawan emas (yang terlihat menarik dan mewah dari luar), tetapi di dalamnya penuh dengan segala kekejian dan kenajisan dalam percabulannya. Ini mungkin sejajar dengan apa yang dilakukan oleh orang Farisi yang lebih suka membersihkan bagian luar cawan tetapi bagian dalamnya penuh dengan hal-hal yang buruk (Mat 23:25-26).

Kata “percabulan” dalam ayat 26 ini menggunakan kata porneia (πορνεία) sama seperti yang digunakan dalam ayat 2 pada pasal 17 ini. Kita tentu dapat mengerti bahwa spirit percabulan rohani ini disembunyikan begitu rupa dalam cawan emas yang terlihat menarik dari luar. Orang yang tidak mengenal Allah dengan benar tentu merasa mereka sudah hidup dengan benar karena sudah melakukan segala macam liturgi atau syariat agama yang mereka yakini. Padahal mungkin saja itu adalah cawan emas yang hanya terlihat indah dari luar, tetapi dalamnya penuh dengan kebusukan dan kenajisan. Orang percaya yang tidak hidup dalam kebenaran mungkin saja bisa tertipu dengan segala macam kegiatan-kegiatan di gereja yang nampak baik dan indah dari luar, tetapi di dalamnya hampa. Ingat bahwa “pelacur besar” ini selalu melawan Allah, dan akan menggunakan segala macam cara untuk menyesatkan manusia, termasuk dengan meniru kebenaran dengan penuh tipu daya.

Dalam ayat selanjutnya kita melihat bagaimana pada dahi perempuan itu tertulis suatu nama, yaitu suatu rahasia: “Babel besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi(ay. 5). Kata “dahi” dalam ayat ini menggunakan kata metópon (μέτωπον) yang hanya digunakan sebanyak 8 kali, semuanya dalam kitab Wahyu. Kata ini digunakan untuk hal merujuk kepada tanda binatang yang ditulis di dahi orang-orang yang menyembah binatang tersebut (Why 13:16, 14:9, 17:5, 20:4) dan juga merujuk kepada meterai Allah yang ditaruh di dahi orang-orang kudus yang menyembah Allah (Why 7:3, 9:4, 14:1, 22:4).

Hal ini menunjukkan bahwa kuasa kegelapan selalu mencoba untuk meniru kebenaran supaya banyak orang terperdaya dan tersesat mengikuti jalan yang salah. Meskipun banyak orang (termasuk saya dahulu) menyangka tanda di dahi ini adalah semacam barcode, chip, implant, dan teknologi lainnya yang akan digunakan oleh antikristus, tapi saat ini saya percaya bahwa ini lebih merujuk kepada siapa pihak yang disembah oleh manusia. Apakah antikristus (dengan segala kekayaan, kehormatan, dan kenikmatan dunia yang ditawarkan) ataukah Tuhan Yesus (dengan standar hidup kesucian yang tinggi, kekudusan, dan kesempurnaan dalam melakukan kehendak Bapa).

Itulah sebabnya, Rasul Yohanes mencoba mengungkap bahwa perempuan atau pelacur besar (yang menggambarkan spirit kuasa kegelapan untuk mempengaruhi orang dengan segala kenikmatan dunia) memiliki nama yang tertulis di dahinya. Hal ini mungkin adalah sebuah rahasia yang masih tersembunyi bagi Rasul Yohanes dan orang-orang yang hidup di zaman itu. Tentu pada masa itu sudah ada orang-orang jahat. Namun pengaruh kekayaan dan kenikmatan dunia belum mencapai puncaknya seperti yang terjadi di masa sekarang ini, dimana hampir semua orang mengejar segala kekayaan dan kenikmatan dunia, yaitu percintaan dengan dunia ini (1 Yoh 2:16-17). Dalam hal ini mungkin saja berlaku bahwa di masa-masa akhir, akan banyak rahasia yang disingkapkan, karena orang jahat akan semakin bertambah jahat, sementara orang benar akan semakin disucikan dan dimurnikan (Dan 12:8-10, Why 22:10-12).

Dalam nama yang disingkapkan oleh Rasul Yohanes itu digunakan kalimat “Babel besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi” (ay. 5b). Kata “besar” di sini menggunakan kata yang sama dengan di ayat 1, yang merujuk pada kekuasaan yang besar. Kata “Babel” sendiri sering digunakan untuk merujuk suatu pemerintahan yang melawan pemerintahan Allah, sama seperti bangsa Babel yang memerangi bangsa Yehuda yang merupakan bangsa pilihan Allah di dalam Perjanjian Lama.

Sementara itu, digunakan pula kata “ibu dari wanita-wanita pelacur”. Kata pelacur dalam ayat ini menggunakan kata porné (πόρνη), yang berarti “pelacur wanita, perempuan cabul” yang juga digunakan dalam ayat 1. Jelas bahwa dalam ayat 5 ini Rasul Yohanes hendak menekankan bahwa apa yang ia lihat di padang gurun ini adalah benar sebagaimana gambaran yang disampaikan oleh malaikat di ayat 1. Jika dikatakan bahwa ia adalah ibu dari wanita-wanita pelacur, maka ini menggambarkan betapa segala tindakan percabulan bersumber atau diawali dari perempuan itu. Tentu jika percabulan dipandang juga sebagai percabulan rohani, maka ini pastilah merujuk kepada spirit kuasa kegelapan atau spirit iblis yang mencoba menyesatkan manusia dari jalan yang benar.

Kalimat terakhir yaitu “kekejian bumi” merujuk pada kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di bumi, atau kejahatan yang hendak diperkenalkan kepada para penduduk bumi. Kata ini juga digunakan di ayat 4 yang menunjukkan isi dari cawan emas yang dipegang perempuan ini. Jelas bahwa ini adalah dosa dan kesalahan manusia yang mengikuti jalan si perempuan pelacur besar ini. Jadi sosok perempuan atau pelacur besar ini adalah ibu dari wanita-wanita pelacur dan juga ibu dari segala kekejian di bumi ini. Begitu besar spirit kuasa kegelapan ini yang hendak menyeret manusia ke dalam hawa nafsu yang membinasakan. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu hati-hati dan berjaga-jaga akan spirit ini.



Bacaan Alkitab: Wahyu 17:3-5
17:3 Dalam roh aku dibawanya ke padang gurun. Dan aku melihat seorang perempuan duduk di atas seekor binatang yang merah ungu, yang penuh tertulis dengan nama-nama hujat. Binatang itu mempunyai tujuh kepala dan sepuluh tanduk.
17:4 Dan perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.
17:5 Dan pada dahinya tertulis suatu nama, suatu rahasia: "Babel besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi."

Rabu, 22 Januari 2020

Pornos dan Moichos (50): Memahami si “Pelacur Besar”


Rabu, 22 Januari 2020
Bacaan Alkitab: Wahyu 17:1-2
Lalu datanglah seorang dari ketujuh malaikat, yang membawa ketujuh cawan itu dan berkata kepadaku: "Mari ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu putusan atas pelacur besar, yang duduk di tempat yang banyak airnya." (Why 17:1)


Pornos dan Moichos (50): Memahami si “Pelacur Besar”


Dalam kitab Wahyu setidaknya kita sudah mengenal beberapa istilah yang dijadikan simbol sebagai hal yang buruk, di antaranya “wanita Izebel”, “Babel” dan juga “binatang”. Pada renungan hari ini, kita akan belajar mengenai istilah lain yang tidak kalah jahatnya yaitu “pelacur besar”. Konteks penglihatan Rasul Yohanes ini adalah setelah ketujuh cawan dicurahkan dimana hal itu dapat dikatakan sebagai salah satu hukuman akhir atas manusia sebelum akhirnya di perikop ini Tuhan hendak menunjukkan hukuman akhir atas pelacur besar itu.

Dari ketujuh malaikat yang telah membawa ketujuh cawan murka Allah dan menumpahkannya ke atas bumi, salah satu di antaranya datang kepada Rasul Yohanes dan mengajaknya untuk datang (ay. 1a). Malaikat tersebut hendak menunjukkan kepada Rasul Yohanes mengenai putusan atas pelacur besar (ay. 1b). Supaya kita mengerti mengenai konteks dan maksud tulisan ini, kita akan mencoba untuk membedah ayat ini dengan lebih dalam.

Kata “pelacur besar” dalam bahasa aslinya menggunakan kata pornēs tēs megalēs (πόρνης τῆς μεγάλης). Kata pornēs yang diterjemahkan sebagai “pelacur” berasal dari kata porné (πόρνη) memiliki makna a prostitute, a harlot, a strumpet, a woman who sells her body for sexual uses, any woman indulging in unlawful sexual intercourse, whether for gain or for lust (seorang pelacur, perempuan cabul, kupu-kupu malam, perempuan yang menjual tubuhnya untuk kegunaan seksual, perempuan yang telribat dalam suatu hubungan seksual yang tidak sah, demi keuntungan materi ataupun hanya untuk nafsu semata). Namun kata porné ini juga dapat memiliki makna figuratif yaitu an idolatress (wanita penyembah berhala).

Sementara itu kata “besar” di sini menggunakan kata megalēs dari akar kata megas (μέγας) yang berarti besar, hebat, kuat, penting, berkuasa. Jadi makna pelacur besar di sini adalah pelacur yang sangat besar dan hebat, dengan posisi yang sangat penting, strategis dan penuh kuasa. Perhatikan pula kalimat selanjutnya yang berbunyi “yang duduk di tempat yang banyak airnya” (ay. 1c). Beberapa teolog memaknai kalimat “di tempat yang banyak airnya” secara harafiah, dimana mereka menganggap bahwa bahwa salah satu ciri-ciri “pelacur besar” ini berasal atau berada di daerah yang banyak airnya (banyak danau, dekat laut, atau di tempat dengan hujan yang cukup tinggi.

Namun demikian, kalimat ini tentu tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Jika kita melihat di ayat 15, kita akan menemukan bahwa yang dimaksud dengan air dalam hal ini adalah orang banyak dari segala bangsa-bangsa. Mereka adalah orang-orang yang “ditundukkan” oleh si “pelacur besar“ itu. Jangankan orang biasa, bahkan dikatakan bahwa raja-raja di bumi (para pemimpin-pemimpin bangsa) telah berbuat cabul dengannya (ay. 2a).

Kata “berbuat cabul” di ayat ini menggunakan kata eporneusan (ἐπόρνευσαν) dari akar kata porneuó (πορνεύω). Kata ini bersifat kata kerja dan sejajar dengan kata porné sebagai kata benda yang digunakan di ayat sebelumnya. Dalam konteks pada masa itu, suatu percabulan adalah tindakan antara dua orang atau lebih, dimana pelakunya dapat disebut sebagai pornos (laki-laki) atau porné (perempuan) yang melakukan tindakan/perbuatan cabul (porneuó), dan keseluruhannya dimaknai sebagai percabulan (porneia) yang merupakan kata benda. Sehingga jika diibaratkan bahwa ada seorang wanita yang berbuat cabul dengan banyak pemimpin-pemimpin atau raja-raja di bumi, maka betapa mengerikan sosok yang dimaksud dengan wanita “pelacur besar” ini.

Bahkan, dikatakan pula bahwa penghuni-penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya (ay. 2b). Ada pemilihan kata yang menarik di ayat ini, dimana untuk kata “penghuni-penghuni” digunakan kata katoikeó (κατοικέω), yang bermakna penduduk atau orang-orang yang tinggal dan menetap di suatu daerah. Dalam ayat lain, kita telah diingatkan bahwa kita sebenarnya bukanlah penghuni tetap di bumi ini, melainkan adalah “pendatang dan perantau” (1 Ptr 2:11). Jelas bahwa orang percaya sebenarnya di-setting Tuhan bukan untuk menikmati bumi ini (karena bumi ini akan menjadi lautan api), tetapi untuk menikmati hidup kekal bersama-sama dengan-Nya dalam kerajaan-Nya yang kekal.

Oleh karena itu, jika kita sudah merasa betah dan nyaman di bumi ini, dan menganggap bahwa segala kesenangan dan kebahagiaan di bumi ini adalah sesuatu yang sangat berharga, maka kita bukanlah “pendatang dan perantau”, tetapi sudah menjadi penghuni-penghuni bumi ini, yang sangat mungkin sekali sudah menjadi orang-orang yang sudah dimabukkan dengan anggung percabulannya. Seharusnya, orang Kristen yang benar harus sadar bahwa dunia ini bukanlah hunian tetap, melainkan hanyalah hunian sementara. Hunian tetap kita nanti sedang disiapkan oleh Tuhan Yesus dalam kerajaan-Nya yang kekal (Yoh 14:2).

Kata “anggur percabulan” yang digunakan di ayat 2 ini berasal dari dua kata yaitu oinos (οἶνος) dan porneia (πορνεία). Kata oinos berarti anggur, yang digunakan sebagai minuman yang cukup umum di zaman itu. Kita sebagai orang percaya harus cerdas, bahwa oinos ini tidak pernah merujuk pada anggur yang digunakan dalam perjamuan kudus. Dalam setiap ayat yang merujuk pada perjamuan terakhir yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya, serta pada kegiatan perjamuan kudus yang dilakukan oleh jemaat mula-mula, tidak pernah ada ayat yang merujuk pada kata anggur (oinos), tetapi selalu menggunakan kata cawan.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh “pelacur besar” di sini adalah melakukan sesuatu yang menyesatkan orang percaya. Orang Kristen yang tidak hidup benar dan tidak hati-hati tentu akan mudah tertipu dan terjebak dalam penyesatannya. Bisa saja mereka akan sama dengan para penduduk bumi lainnya yang terjebak dalam anggur percabulan dan kemudian menjadi mabuk. Dalam suratnya kepada jemaat Efesus, Rasul Paulus sudah mengingatkan agar orang percaya tidak mabuk oleh anggur karena dapat menimbulkan hawa nafsu, tetapi harus penuh dengan Roh (Ef 5:18). Kata yang digunakan dalam ayat di kitab Efesus itu sama dengan yang digunakan dalam kitab Wahyu ini yaitu methuskó (μεθύσκω).

Karena kitab Wahyu penuh dengan simbol-simbol (yang tentu saja sudah dimengerti oleh para pembacanya pada waktu itu, karena mereka hidup dalam kondisi zaman dan konteks yang sama), maka percabulan di pasal 17 ini tidak boleh hanya dipandang sebagai percabulan jasmani, melainkan lebih kepada percabulan rohani. Dalam hal ini, “pelacur besar” adalah iblis (atau spirit iblis) yang membuat orang tidak menyembah Allah yang benar. Orang yang tidak menyembah Allah bukan berarti menyembah iblis, tetapi mereka bisa jadi menyembah diri sendiri, atau kekayaan dunia. Sebagai contoh, orang yang mencari kekayaan dengan pergi ke dukun misalnya, dia tidak dapat dikatakan menyembah dukun, tetapi menyembah kekayaan (karena itu menjadi prioritas hidupnya, dan harus dicapai dengan cara apapun, bahkan jika harus ke dukun dan membuat perjanjian dengan kuasa kegelapan).

Jadi jika demikian, sesungguhnya bumi ini sudah dikuasai oleh spirit dari “pelacur besar” tersebut. Sebagian besar penduduk bumi termasuk para pemimpinnya sudah terikat dan mabuk dengan segala keindahan dunia termasuk kekayaan dunia. Prinsip orang hidup pada hari ini adalah bagaimana mereka bisa mendapat uang, kekayaan, kedudukan, kehormatan, dan lain sebagainya. Tentu saja banyak juga jemaat atau gereja yang sudah tercemar oleh spirit ini. Kita dapat melihat bagaimana ada para pelayan gereja berebut jadwal melayani, atau ada di antara para pendeta yang berebut kedudukan dan kekuasaan. Jika mau jujur, maka mereka sebenarnya termasuk di antara penghuni bumi yang sudah mabuk oleh anggur percabulan atau spirit duniawi ini.

Tidak heran bahwa Rasul Yohanes mengingatkan orang percaya untuk tidak mengasihi dunia dan terjebak dalam segala percintaan dunia (keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup), karena dunia ini akan lenyap suatu saat nanti (1 Yoh 2:16-17). Ini harus menjadi perhatian serius bagi gereja dan khususnya bagi para pendeta selaku pemimpin jemaat. Gereja harus berani berperang menyuarakan kebenaran dan melawan spirit kuasa kegelapan yang hendak memabukkan orang-orang dengan percabulan rohani. Dalam renungan selanjutnya kita akan melihat bagaimana kelanjutan dari “pelacur besar” ini.


Bacaan Alkitab: Wahyu 17:1-2
17:1 Lalu datanglah seorang dari ketujuh malaikat, yang membawa ketujuh cawan itu dan berkata kepadaku: "Mari ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu putusan atas pelacur besar, yang duduk di tempat yang banyak airnya.
17:2 Dengan dia raja-raja di bumi telah berbuat cabul, dan penghuni-penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya."