Rabu, 26 Juni 2013

Pemimpin yang Lemah Lembut



Selasa, 18 Juni 2013
Bacaan Alkitab: Matius 19:13-15
Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.” (Mat 19:15)


Pemimpin yang Lemah Lembut


Suatu saat ketika saya sedang berkuliah dan dosen saya sedang menjelaskan tentang prinsip-prinsip kepemimpinan (tentu saja kepemimpinan secara duniawi karena saya tidak sedang mengambil kuliah teologi), tiba-tiba dosen saya bertanya kepada saya. Saya yang sedang terkantuk-kantuk (karena kuliah saya kadang-kadang sampai jam 10 malam), langsung “melek” matanya. Pertanyaan dosen saya sederhana saja: “Dari sekian banyak gaya-gaya kepemimpinan, seperti berani, tegas, berwibawa, sabar, visioner, dan lain sebagainya, gaya apa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik?”. Wuih, pertanyaannya luar biasa sulit. Saya yang tadinya mengantuk langsung bingung mencari jawabannya. Karena memang saya tidak begitu mengerti, saya jawab saja asal-asalan, “Menurut saya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menerapkan gaya apapun juga pada saat yang tepat sesuai kebutuhan, sehingga ia bisa bersikap tegas ketika dibutuhkan, tetapi ia juga bisa bersikap lembut ketika dibutuhkan juga”. Tak disangka dosen saya justru membenarkan jawaban saya itu, walaupun saya sebenarnya juga tidak terlalu yakin dengan jawaban saya pada mulanya.

Di dunia ini, kita memiliki banyak pemimpin. Ada pemimpin di kantor kita, ada pemimpin di lingkungan rumah kita, ada pemimpin di keluarga kita, ada pemimpin di gereja kita, dan lain sebagainya. Bahkan mungkin kita sendiri adalah pemimpin. Para pemimpin-pemimpin di kehidupan kita mungkin saja adalah pemimpin-pemimpin yang hebat, tetapi bagi saya, tidak ada pemimpin di dunia ini yang seperti Yesus Kristus.
Menurut saya, Yesus adalah pemimpin terhebat. Mengapa demikian? Bukan dari masalah keilahiannya, tetapi dilihat dari sikap Yesus yang bisa seakan-akan memiliki banyak “wajah”. Yesus bisa marah ketika melihat Bait Allah dijadikan tempat penukaran uang (Yoh 2:14-16). Yesus juga bisa keras dan tegas kepada murid-muridNya, bahkan dengan risiko banyak murid yang meninggalkan Dia (Yoh 6:59-60). Tetapi karakter Yesus yang paling saya kagumi adalah karakterNya yang bisa lemah lembut, seperti yang kita baca dalam bagian Alkitab kita hari ini.

Alkitab menulis bahwa pada saat itu orang-orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus (ay. 13a). Perhatikan baik-baik bahwa anak yang dibawa bukan anak baru gede (ABG) atau anak remaja, tetapi anak-anak yang masih kecil. Definisi anak-anak pada budaya bangsa Yahudi saat itu adalah di bawah 12 tahun, karena setelah seorang anak berusia 12 tahun, ia sudah dianggap sebagai pemuda dewasa dan wajib beribadah di rumah ibadat, bahkan wajib datang ke Bait Allah seperti Yesus ketika berusia 12 tahun (Luk 2:42). Bahkan sangat mungkin anak-anak kecil yang dimaksud ini adalah anak-anak balita yang berusia dibawah 5 tahun, karena mereka harus dibawa oleh orang tua mereka, dan tidak datang sendiri (dengan logika bahwa anak yang berusia 10 tahun pun sudah dapat berjalan sendiri menghampiri Yesus),

Saat itulah murid-murid Yesus justru memarahi orang banyak yang datang membawa anak kecil tersebut (ay. 13b). Tetapi Yesus justru meminta murid-muridNya agar tidak melarang anak-anak itu datang kepadaNya, karena orang-orang seperti merekalah yang empunya kerajaan surga (ay. 14). Yesus pun kemudian meletakkan tanganNya ke atas anak-anak tersebut lalu barulah ia berangkat dari situ (ay. 15).

Jika kita membayangkan anak-anak kecil yang berusia di bawah 5 tahun, apakah mereka dapat merasa nyaman dengan orang yang baru dikenal? Tentu tidak. Saya sendiri saat ini memiliki anak berusia 1 tahun lebih, dan ia tidak mau dipegang (apalagi digendong) orang yang tidak dikenal. Yesus sendiri dapat bersikap keras, tegas, bahkan marah. Tetapi pada peristiwa kali ini, Yesus menunjukkan sisi kelemahlembutanNya. Tidak ada anak kecil yang mau datang kepada orang yang terlihat sebagai orang yang keras dan pemarah, apalagi anak kecil yang mau bermain-main dengan orang tersebut (sekalipun anak kecil tersebut diajak oleh orang tuanya). Tetapi Yesus mampu menjadi pribadi yang dekat dengan anak-anak kecil tersebut. Yesus mampu menunjukkan sikapnya yang luar biasa. Ia bisa menjadi pribadi yang keras dan tegas ketika dibutuhkan, tetapi juga bisa menjadi sosok atau pribadi yang lemah lembut. Sangat jarang melihat seorang pemimpin yang memiliki kelemahlembutan seperti ini.

Apa aplikasinya bagi kita? Kita perlu belajar dari Yesus. Alkitab pun mengatakan agar kita harus semakin serupa seperti Yesus (Rm 8:29). Oleh karena itu, marilah kita rajin membaca Alkitab, rajin beribadah, rajin berdoa dan bersekutu dengan Allah, supaya kita diperbaharui di dalam iman kita, dan kita semakin serupa seperti Yesus. Alangkah indahnya jika setiap anak Tuhan dapat meneladani pribadi Yesus, yang dapat bersikap keras dan tegas terhadap dosa, tetapi juga penuh kelemahlembutan dan penuh hikmat.



Bacaan Alkitab: Matius 19:13-15
19:13 Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.
19:14 Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."
19:15 Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.

Ketika Orang Bertanya kepada Kita



Senin, 17 Juni 2013
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 16:29-32
Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?"” (Kis 16:30)


Ketika Orang Bertanya kepada Kita


Belakangan ini ketika saya berhenti di lampu merah, beberapa kali pengendara motor lain bertanya kepada saya tentang arah tujuan mereka. Mungkin mereka memang kurang familiar dengan daerah tersebut, sehingga mereka pun bertanya kepada pengendara motor lain yang berhenti di lampu merah. Walaupun demikian, mungkin hal tersebut terjadi karena saya memasang stiker yang “berbau rohani” di spatbor belakang motor saya. Stiker tersebut berisi tulisan rohani dimana orang Kristen lain yang membacanya mengerti bahwa saya juga adalah orang Kristen. Tentu saja pengendara motor yang bingung (khususnya yang juga adalah orang Kristen) akan memilih untuk bertanya kepada saya. 

Hal ini adalah hal sederhana, tetapi di balik hal sederhana itu Tuhan mengingatkan satu hal penting kepada saya. Ya, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, suatu saat nanti akan ada banyak orang yang akan bertanya kepada kita dan kita harus siap untuk menjawabnya. Yang saya maksudkan di sini adalah bahwa mereka tidak akan bertanya tentang di mana jalan ke perumahan A atau ke Mall B, tetapi mereka akan bertanya di mana jalan menuju keselamatan. Orang-orang akan mencari keselamatan itu dan mereka akan bingung karena belum mengerti jalan keselamatan, sehingga mereka akan menanyakannya kepada orang lain dan kemungkinan besar mereka akan bertanya kepada kita, yaitu orang-orang Kristen.

Paulus pun pernah mengalami hal ini. Ketika Paulus (dan Silas) sedang dipenjara di kota Filipi, tiba-tiba Tuhan membuat gempa bumi yang dashyat sehingga pintu-pintu penjara terbuka. Saat itulah kepala penjara datang dan nyaris bunuh diri karena melihat bahwa penjara tersebut sudah terbuka. Namun Paulus mencegahnya. Saat itu kepala penjara pun masuk dan tersungkur di depan Paulus dan Silas (ay. 29). Kemudian ketika ia mengantar Paulus dan Silas keluar, ia pun bertanya, “Apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?” (ay. 30).

Ini adalah pertanyaan yang sederhana,  tetapi juga sedikit membingungkan. Mengapa kepala penjara itu bertanya tentang keselamatan, padahal sangat mungkin Paulus dan Silas belum menceritakan tentang keselamatan itu kepada kepala penjara? Penyebabnya adalah karena kepala penjara kagum melihat sikap dan karakter Paulus dan Silas. Mereka tidak memberontak ketika menderita dalam penjara, tetapi mereka justru menaikkan pujian kepada Tuhan dan bersyukur kepadaNya. Mereka juga tidak lari ketika pintu-pintu penjara terbuka. Ini yang membuat kepala penjara yakin bahwa Paulus dan Silas bukan orang biasa, dan ia ingin mendengar kabar keselamatan itu dari Paulus dan Silas.

Untunglah Paulus dan Silas mengerti tentang kebenaran Firman Tuhan sehingga mereka pun menjawab pertanyaan kepala penjara dengan 1 kalimat yang isinya sangat penting: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (ay. 31). Sesudah itu barulah Paulus dan Silas memberitakan Injil kepada kepala penjara dan seisi keluarganya (ay. 32). Mereka pun percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi mereka.

Hal yang sama sangat mungkin terjadi pada kita di masa sekarang ini. Suatu saat nanti akan ada orang-orang yang datang kepada kita dan bertanya tentang jalan keselamatan itu. Ketika saat itu tiba, sudah siapkah kita menjawabnya? Biarlah kita sendiri yang menilai apakah diri kita siap atau tidak. Akan  tetapi alangkah baiknya jika kita mau tetap terus belajar tentang kebenaran Firman Tuhan sehingga kita dapat memberikan jawaban yang benar dan tidak menyesatkan. Percayalah, suatu saat nanti akan ada orang-orang yang datang kepada kita dan bertanya tentang jalan keselamatan. Bagian kita adalah menyiapkan diri kita agar kita dapat memberikan jawaban yang benar kepada mereka. Maukah kita melakukannya?



Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 16:29-32
16:29 Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas.
16:30 Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?"
16:31 Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu."
16:32 Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya.

Kamis, 20 Juni 2013

Nubuat Damai Sejahtera?



Minggu, 16 Juni 2013
Bacaan Alkitab: Yeremia 28:7-9
Tetapi mengenai seorang nabi yang bernubuat tentang damai sejahtera, jika nubuat nabi itu digenapi, maka barulah ketahuan, bahwa nabi itu benar-benar diutus oleh TUHAN.” (Yer 28:9)


Nubuat Damai Sejahtera?


Jika kita mau jujur melihat kondisi bangsa kita sekarang, apakah bangsa kita ini adalah bangsa yang sungguh-sungguh sudah hidup benar sesuai dengan standar Tuhan atau tidak? Jika kita mau jujur, tentu kita bisa melihat bahkan mengalami sendiri bahwa bangsa kita ini sudah sangat-sangat berdosa di hadapan Tuhan. Jika demikian, apa yang akan terjadi terhadap bangsa Indonesia ini untuk beberapa waktu ke depan?

Cukup banyak hamba Tuhan yang mengatakan bahwa Tuhan sangat mengasihi bangsa Indonesia ini dan Tuhan akan tetap memberkati bangsa Indonesia ini. Benarkah demikian? Memang jika kita melihat bagaimana Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih, bisa jadi Tuhan akan tetap memberkati bangsa Indonesia. Tetapi menurut saya pribadi, bagaimanapun yang namanya dosa adalah tetap dosa, dan Tuhan tidak pernah kompromi terhadap dosa.

Bangsa Indonesia adalah tetap bangsa yang penuh dengan dosa. Hanya karena kasih karunia Tuhan sajalah bangsa kita tidak mengalami hukuman Allah yang lebih dashyat lagi. Tentu itu juga karena anak-anak Tuhan di negara ini masih rajin mendoakan bangsa dan negara kita. Tetapi, jika kita mau jujur, kondisi yang sama juga pernah terjadi di bangsa Yehuda. Bangsa Yehuda adalah bangsa pilihan Tuhan. Rajanya adalah keturunan Daud sendiri. Akan tetapi bangsa Yehuda akhirnya semakin hari semakin meninggalkan Tuhan dengan cara berlaku serong di hadapan Tuhan. Akibatnya, Tuhan pun mengizinkan kerajaan Babel untuk mengepung dan menyerang Yehuda.

Di saat-saat terakhir kerajaan Yehuda tersebut, Tuhan pun mengutus nabi-nabiNya (antara lain nabi Yeremia) untuk menyampaikan Firman Tuhan. Isi Firman Tuhan itu cukup keras, yaitu bahwa Tuhan sudah muak dengan bangsa Yehuda dan akan menyerahkan mereka ke tangan raja Babel. Akan tetapi, ada banyak “nabi-nabi” lain yang menyatakan bahwa Yehuda akan diselamatkan. Nabi-nabi palsu itu menyampaikan bahwa Tuhan sangat mengasihi Yehuda dan tidak mungkin membiarkan Yehuda ditawan oleh bangsa Babel. Akibatnya sungguh menyedihkan. Banyak rakyat Yehuda yang percaya dan disesatkan oleh perkataaan nabi-nabi palsu tersebut.

Oleh karena itu nabi Yeremia berseru kepada segenap rakyat Yehuda agar mereka mendengarkan dengan sungguh-sungguh mendengarkan Firman Tuhan ini  (ay. 7). Apa isinya? Nabi Yeremia memperingatkan bahwa ada banyak nabi yang telah menubuatkan malapetaka yang menimpa Yerusalem dan seluruh bangsa Yehuda karena dosa-dosa mereka (ay. 8). Akan tetapi kemudian muncul nabi-nabi palsu yang menyatakan kedamaian. Mereka menyatakan bahwa Tuhan akan tetap mengasihi bangsa Yehuda sekalipun mereka berdosa di hadapan Tuhan.

Akan tetapi nabi Yeremia menyatakan dengan tegas bahwa untuk menunjukkan siapa yang benar adalah dengan cara melihat nubuatan siapa yang digenapi oleh Tuhan (ay. 9). Memang ada masa-masa dimana Tuhan masih menunda untuk menghukum bangsa Yehuda dan masih memberikan damai sejahtera kepada bangsa Yehuda. Tetapi jika kita membaca sejarah dalam Perjanjian Lama, kita akan mengerti bahwa Tuhan bertindak seperti itu pada masa-masa dimana raja Yehuda dan segenap bangsa Yehuda bertobat dan berbalik dari jalan mereka yang jahat. Akan tetapi raja-raja terakhir dari kerajaan Yehuda justru adalah orang-orang yang jahat di mata Tuhan sehingga akhirnya Tuhan pun menghukum bangsa Yehuda dengan membuang ke Babel selama 70 tahun lamanya.

Kembali lagi kepada tulisan saya di awal. Bagaimana dengan bangsa kita, Indonesia tercinta? Jujur saya juga tidak tahu apa yang akan dilakukan Tuhan. Tetapi jika bangsa kita tidak mau  bertobat, dan masih tetap melakukan dosa-dosa di mata Tuhan, bisa saja Tuhan juga akan menghukum bangsa kita. Para hamba-hamba Tuhan yang menyampaikan “Tenang, bangsa kita akan tetap diberkati Tuhan” atau “Tuhan akan tetap mengasihi Indonesia”, atau perkataan lainnya yang bernada positif tanpa menekankan tentang artinya pertobatan, dapat menyesatkan anak-anak Tuhan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Justru dalam masa-masa ini sangat penting ditekankan agar setiap orang bertobat dari dosa-dosanya dan mencari Tuhan. Itu jauh lebih penting untuk disampaikan di atas mimbar gereja daripada hanya menyampaikan berita tentang kedamaian, ketenangan, dan juga berita tentang berkat-berkat Tuhan. Justru kedamaian, ketenangan, berkat-berkat Tuhan dan lain sebagainya pasti akan kita terima ketika kita mau bertobat dan sungguh-sungguh hidup menurut FirmanNya.



Bacaan Alkitab: Yeremia 28:7-9
28:7 Hanya, dengarkanlah hendaknya perkataan yang akan kukatakan ke telingamu dan ke telinga seluruh rakyat ini:
28:8 Nabi-nabi yang ada sebelum aku dan sebelum engkau dari dahulu kala telah bernubuat kepada banyak negeri dan terhadap kerajaan-kerajaan yang besar tentang perang dan malapetaka dan penyakit sampar.
28:9 Tetapi mengenai seorang nabi yang bernubuat tentang damai sejahtera, jika nubuat nabi itu digenapi, maka barulah ketahuan, bahwa nabi itu benar-benar diutus oleh TUHAN."

Rabu, 19 Juni 2013

Menggunakan Waktu dengan Bijaksana



Sabtu, 15 Juni 2013
Bacaan Alkitab: 1 Petrus 4:1-3
Supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.” (1 Ptr 4:2)


Menggunakan Waktu dengan Bijaksana

Gembala sidang saya (di kota tempat isteri saya tinggal) pernah mengatakan suatu hal yang menarik dalam khotbahnya. Beliau berkata, “Mengapa orang-orang Jakarta itu sukses dan maju? Karena mereka sangat menghargai waktu, dan memanfaatkan waktu yang ada sebaik-baiknya”. Saya yang adalah orang Jakarta hanya mengangguk dalam hati. Walaupun ada benarnya, tetapi kadang-kadang ada juga orang Jakarta yang santai-santai dan tidak menggunakan waktu dengan bijaksana.

Alkitab juga menginginkan kita menggunakan waktu kita dengan bijaksana. Arti bijaksana dalam hal ini adalah menggunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya sesuai keinginan Tuhan, bukan keinginan kita (ay. 2). Apa maksudnya hal ini? Saat ini kita sudah memasuki akhir zaman. Waktu yang ada bagi kita di dunia ini pun semakin sedikit. Oleh karena itu kita harus menggunakan waktu dengan bijaksana (Ef 5:16).

Dunia sedang berputar dengan cepatnya. Banyak orang (terutama di kota-kota besar) memanfaatkan waktu yang ada dengan hal-hal yang kurang baik. Mereka mengisi waktu-waktunya dengan melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, antara lain hawa nafsu, segala keinginan yang tidak benar, mabuk, berpesta pora, minum-minum, dan lain sebagainya (ay. 3). Semua itu adalah hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Tetapi bagi kita yang mengenal Tuhan, seharusnya kita menggunakan waktu dengan bijaksana.

Ketika kita mau menggunakan waktu yang ada sesuai dengan kehendak Tuhan, itu berarti kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan dan mempersilahkan Tuhan untuk melakukan apa saja yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita. Dalam hal ini, kita pun perlu melatih dan mempersiapkan diri kita, karena Tuhan bisa saja mengizinkan kita menderita, jika hal itu dapat meningkatkan kualitas iman kita (ay. 1). Yang terpenting adalah ketika kita menderita, kita menderita karena kebenaran dan bukan karena kejahatan atau kesalahan kita sendiri.

Pertanyaannya, sudahkah kita melakukan apa yang benar dalam waktu-waktu yang kita  miliki? Atau justru kita lebih sering membuang-buang waktu, atau malah melakukan hal-hal yang kurang berkenan di mata Tuhan? Jika selama ini kita masih sering membuang-buang waktu yang berharga, mari kita minta ampun kepada Tuhan. Biarlah untuk ke depannya, kita semakin menghargai waktu yang ada, sehingga apapun yang kita lakukan dalam waktu-waktu yang kita miliki, semuanya itu memuliakan nama Tuhan.


Bacaan Alkitab: 1 Petrus 4:1-3
4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, -- karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa --,
4:2 supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.
4:3 Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.