Sabtu, 31 Maret 2012

Menjadi Pemimpin yang Adil


Minggu, 1 April 2012
Bacaan Alkitab: Yesaya 10:1-4
Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman.” (Yes 10:1)


Menjadi Pemimpin yang Adil


Hari ini, berdasarkan isu yang marak beredar, maka akan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia. Tapi karena saya menulis sebelum tanggal 1 April 2011, saya pun tidak tahu apakah benar-benar terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi di Indonesia pada hari ini. Saya pun tidak dalam kapasitas memberi komentar mengenai apakah kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut sudah benar atau tidak, karena itu adalah urusan para ahli-ahli di bidangnya masing-masing. Tetapi saya ingin mengingatkan pembaca renungan ini, agar kita dapat melakukan apa yang adil di hadapan Tuhan (Mi 6:8). Mungkin ada di antara kita yang berdalih, “Ah, kita kan bukan pemimpin yang punya kekuasaan untuk mengambil keputusan”. Tetapi karena Tuhan sendiri telah berjanji untuk menjadikan kita kepala dan bukan ekor, selama kita mau taat melakukan perintah Tuhan (Ul 28:13), maka kita pun perlu memperhatikan bagaimana agar kita dapat menjadi pemimpin yang adil.

Ketika kita menjadi pemimpin, kita perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Berhati-hati di sini bukan berarti hati-hati dan gamang sehingga kita akhirnya tidak jadi mengambil keputusan, bukan pula berarti berhati-hati dan akhirnya menyia-nyiakan kesempatan bisnis yang ada di depan mata, tetapi lebih ke arah berhati-hati agar keputusan-keputusan yang kita ambil bukan merupakan keputusan yang tidak adil dan lalim (ay. 1). Apa yang dimaksud dengan keputusan yang tidak adil? Bukankah memang setiap keputusan pasti akan mengandung konsekuensi dan pasti ada orang-orang (terutama mereka yang berseberang pendapat dengan kita) yang selalu mengatakan bahwa keputusan kita itu tidak adil?

Alkitab menunjukkan apa yang dimaksud dengan ketidakadilan secara garis besar. Dalam ayat 2 dikatakan bahwa ketidakadilan berarti menghalangi orang yang lemah dan merebut hak-hak orang yang sudah sengsara, meramas milik janda-janda dan menjarah anak-anak yatim. Apa yang Tuhan maksud? Memang kita tidak mungkin dapat membuat keputusan yang 100% adil dan menyenangkan semua pihak. Tetapi kita perlu melihat, apakah setiap keputusan yang kita ambil itu tidak merugikan orang lain, khususnya orang-orang yang lemah. Kita harus ingat Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa orang-orang miskin selalu ada di antara kita (Mat 26:11), dan sudah menjadi tanggung jawab kita untuk memperhatikan dan membela orang-orang lemah.

Ingat, bahwa ketika kita merampas hak-hak orang-orang yang lemah, maka itu pun akan diperhitungkan pada hari penghukuman kita (ay. 3). Kita yang telah diselamatkan oleh karena kasih karunia Allah tidak hanya cukup berdiam diri saja, tetapi juga harus memancarkan kasih Allah tersebut kepada orang-orang di sekitar kita. Percuma saja kita menjadi pendeta hebat yang memiliki jemaat ribuan jiwa, tetapi jika dengan orang-orang terdekat kita yang lebih “lemah”, seperti pembantu rumah tangga kita, supir kita, atau pemulung yang setiap hari mengambil sampah kita, kita justru sering menunjukkan sikap kita yang kasar dan tidak ada kasih Kristus di dalamnya.

Apa yang Yesus tidak sukai dari para imam, orang Farisi, dan ahli Taurat pada zamanNya adalah bahwa mereka menganggap diri mereka sebagai pemimpin bangsa dan pemimpin rohani yang memiliki kehidupan rohani yang luar biasa baik. Mereka mempersembahkan korban dan persembahan kepada Tuhan, mereka menjalankan ibadah mereka dengan rajin, mereka menghafal ayat-ayat Kitab Suci di luar kepala. Akan tetapi itu hanyalah hidup kerohanian saja. Sebagai pemimpin rohani, seharusnya mereka melakukan “sesuatu” yang berguna bagi jemaat mereka. Akan tetapi dengan segala peraturan dan ketetapan yang mereka buat, mereka justru menindas umat Israel, terlebih orang-orang miskin yang akhirnya terbebani dengan kebijakan-kebijakan mereka yang sangat memberatkan orang miskin (Mat 23:1-35). Sebagai hukuman atas pemimpin-pemimpin lalim seperti itu, maka Tuhan akan menunjukkan murkaNya kepada mereka dan tanganNya akan teracung kepada mereka (ay. 4).

Kita harus berhati-hati, ketika kita dalam posisi sebagai pemimpin. Kita harus tetap menjadi pemimpin yang benar, dalam artian melakukan yang benar dan mengambil keputusan atau kebijakan yang benar. Tentunya tidak ada cara yang lebih baik untuk belajar melakukan yang benar selain belajar dari Alkitab mengenai kebenaran itu sendiri. Alkitab sebagai Firman Allah akan menuntun kita dalam kebenaran, karena Firman itu sendiri adalah kebenaran (Yoh 17:17). Oleh karena itu, saya rindu setiap kita yang saat ini telah menjadi pemimpin, entah pemimpin di kantor atau di lingkungan tempat tinggal, pemimpin di gereja atau pelayanan, atau pemimpin di keluarga kita, kita perlu memiliki pemahaman yang sama agar kita dapat menjadi pemimpin yang benar, sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dari Firman Tuhan.


Bacaan Alkitab: Yesaya 10:1-4
10:1 Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman,
10:2 untuk menghalang-halangi orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umat-Ku, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat menjarah anak-anak yatim!
10:3 Apakah yang akan kamu lakukan pada hari penghukuman, dan pada waktu kebinasaan yang datang dari jauh? Kepada siapakah kamu hendak lari minta tolong, dan di manakah hendak kamu tinggalkan kekayaanmu?
10:4 Tak dapat kamu lakukan apa-apa selain dari meringkuk di antara orang-orang yang terkurung, dan tewas di antara orang-orang yang terbunuh! Sekalipun semuanya ini terjadi, murka TUHAN belum surut, dan tangan-Nya masih teracung.

Jumat, 30 Maret 2012

Meminta Bimbingan Tuhan untuk Menjangkau Jiwa


Sabtu, 31 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 8:26-31
Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: "Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza." Jalan itu jalan yang sunyi.” (Kis 8:26)


Meminta Bimbingan Tuhan untuk Menjangkau Jiwa


Salah satu tanggung jawab kiat sebagai orang percaya adalah mengabarkan Injil kepada semua orang hingga ke ujung dunia (Mat 28:18-20). Namun, sering kali kita mengabaikan tanggung jawab kita tersebut dan beralasan kepada Tuhan bahwa melakukan penginjilan di negara ini sangat sulit. Kita juga sering beralasan bahwa walaupun kita sudah melakukan penginjilan, tetapi belum tentu orang yang kita injili tersebut mau menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi. Atau kita juga bisa saja beralasan bahwa kita tidak memiliki “skill” yang memadai untuk menjadi penginjil, berbeda dengan hamba-hamba Tuhan yang telah memiliki “nama besar”, dan mampu memberitakan kabar baik di KKR-KKR yang diadakannya. Namun demikian, hari ini saya tidak akan menulis panjang lebar tentang penginjilan, tetapi lebih fokus ke bagaimana kita melakukan penginjilan yang sederhana namun efektif melalui bacaan Alkitab kita hari ini.

Pertama, kita harus peka terhadap suara Tuhan (ay. 26). Filipus mungkin tidak setenar Petrus atau Yohanes yang memberitakan kabar baik dengan berapi-api yang menghasilkan 3.000 orang menjadi percaya hanya dalam sekali khotbah (Kis 2:41). Tetapi kita dapat melihat bagaimana ada suara dari malaikat Tuhan kepada Filipus untuk pergi ke sebelah selatan, melalui jalan yang turun dari Yerusalem ke arah Gaza. Suara Tuhan mungkin tidak dapat kita dengar secara langsung seperti Filipus, tetapi dengan memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, maka kita akan menjadi peka terhadap suara Tuhan, yang mungkin saja kita rasakan ketika kita membaca suatu ayat tertentu, atau mungkin melalui suara hamba Tuhan yang berkhotbah, atau juga suara orang-orang lain yang Tuhan pakai untuk menyalurkan suaraNya.

Kedua, kita harus taat dan melakukan perintah Tuhan (ay. 27 & 29). Ketika Filipus disuruh untuk pergi ke arah selatan, melewati jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza, Filipus taat dan melakukannya, walaupun Alkitab mengatakan bahwa jalan tersebut adalah jalan yang sunyi (ay. 26b), dan kemungkinan besar hanya sedikit orang yang melaluinya karena jalan tersebut bukanlah jalan utama. Apa yang diharapkan Filipus dari jalan sesepi itu? Pasti Filipus tidak punya bayangan akan menginjil di jalan tersebut. Tetapi apapun yang dipikirkan Filipus, ia mau taat kepada perintah Tuhan dan berangkat ke selatan melalui jalan yang sepi itu. Ia juga melakukan apa yang Roh katakan kepada Filipus, untuk pergi mendekati kereta yang sedang berjalan (ay. 29).

Ketiga, kita melakukan penginjilan dengan hikmat yang diberikan Tuhan (ay. 28, 30-31). Mungkin saja kita tidak bisa melakukan penginjilan melalui KKR, tetapi saya yakin ada banyak metode dan cara yang dapat kita lakukan, dan kita memang membutuhkan hikmat dari Tuhan untuk bisa menyampaikan kabar baik tersebut. Filipus melihat ada seorang Etiopia, pembesar dari negerinya yang sedang menaiki keretanya sambil membaca kitab Yesaya (ay. 28). Filipus memulai percakapan dengan orang Etiopia tersebut dengan kalimat yang memancing yaitu “Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” (ay. 30). Tentu saja Filipus dapat mengatakan demikian karena hikmat yang diberikan Roh Kudus kepadanya, hingga akhirnya orang Etiopia tersebut meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya (ay. 31).

Kita mungkin tidak bisa menjangkau banyak jiwa sekaligus, tetapi dengan melakukan penginjilan yang tepat sasaran dan efektif, maka bisa jadi penginjilan kita dapat berdampak luas. Dalam Alkitab, nama Filipus hanya ditulis beberapa kali, dan mungkin dalam bacaan Alkitab kita kali ini, ia pun hanya melakukan penginjilan kepada satu orang saja (orang Etiopia), namun sejarah dan tradisi Gereja menyatakan bahwa di negara Etiopia (hingga saat ini), terdapat kumpulan orang-orang Kristiani yang kemungkinan dari hasil penginjilan Filipus terhadap orang Etiopia tersebut. Filipus mungkin tidak menyangka bahwa apa yang ia lakukan ternyata berdampak besar dan menghasilkan jemaat di Etiopia, jauh dari Yerusalem. Tetapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil (Luk 1:37), Ia dapat melakukan hal yang jauh lebih besar dari apa yang kita dapat pikirkan dan bayangkan (Ef 3:20).


Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 8:26-31
8:26 Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: "Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza." Jalan itu jalan yang sunyi.
8:27 Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah.
8:28 Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya.
8:29 Lalu kata Roh kepada Filipus: "Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!"
8:30 Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: "Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?"
8:31 Jawabnya: "Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?" Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya.

Kamis, 29 Maret 2012

Belajar dari Sejarah


Jumat, 30 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Mazmur 78:1-4
Kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.” (Mzm 78:4)


Belajar dari Sejarah


Presiden Soekarno bernah mempopulerkan istilah “Jas Merah”, yang merupakan singkatan dari “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Jika dipikir-pikir lagi, memang ada benarnya juga, karena suka atau tidak suka, sejarah itu mencatat apa yang terjadi di masa lalu, entah baik atau buruk. Sayangnya, seorang penguasa yang sedang berkuasa di zamannya lebih suka menjelek-jelekkan apa yang terjadi di masa lalu, dengan harapan bahwa rakyat akan melihat bahwa kondisi di masa kepemimpinannya jauh lebih baik daripada masa lalu.

Tetapi tidak demikian dalam Alkitab. Alkitab tidak hanya menceritakan tentang keberhasilan tokoh-tokoh Alkitab, tetapi juga menceritakan tentang keburukan, dosa, dan kejahatan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Alkitab. Malah Alkitab menceritakan jauh lebih banyak mengenai dosa-dosa yang dilakukan oleh bangsa Israel, padahal mereka adalah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini. Tuhan ingin agar sejarah itu memang ditulis apa adanya, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi orang yang membacanya.

Perhatikan ayat 1, dimana kita diminta untuk memasang telinga untuk mendengar pengajaran tentang sejarah ini. Kita tidak diminta untuk melihat sejarah secara cepat dan sepintas lalu, tetapi kita diminta untuk memasang telinga dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Sejarah adalah salah satu guru yang paling berharga dalam kehidupan kita, terutama sejarah kehidupan kita sendiri. Sampai sejauh manakah kita belajar dari sejarah? Apakah kita cukup belajar dari sejarah orang tua kita atau nenek kita? Tidak, kita seharusnya belajar dari sejarah yang paling awal yang kita mampu pelajari. Jika sejarah Indonesia pada umumnya dimulai dari zaman kerajaan Hindu, lalu ke kerajaan Islam, dan akhirnya zaman penjajahan hingga Indonesia merdeka dan hingga ke masa sekarang, kita dapat belajar dari sejarah yang lebih awal lagi dari Alkitab, yaitu sejak manusia diciptakan di taman Eden, kejatuhan manusia, zaman Abraham, Ishak, dan Yakub, zaman Israel, hingga zaman dimana Tuhan Yesus hidup. Kita pun harus belajar dari sejarah sejak zaman purbakala, karena dalam sejarah kita akan dapat menemukan hikmat dan pengajaran yang penting bagi kita (ay. 2).

Lalu, cukupkah kita belajar sejarah hanya bagi kita saja? Sama seperti kita belajar sejarah dari orang lain, antara lain dari nenek moyang kita (ay. 3), demikianlah kita juga nantinya harus mengajarkan sejarah itu kepada orang lain, terutama anak cucu kita (ay. 4a). Kita harus menceritakan sejarah yang kita tahu kepada generasi setelah kita juga. Dan tidak ada cara belajar sejarah yang lebih baik daripada belajar dari Alkitab. Alkitab adalah Firman Allah yang ditulis bagi kita, yang berguna untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16). Oleh karena itulah kita harus mengajarkan segala yang telah diperbuat Allah kepada anak-anak kita (ay. 4b).

Jika kita lihat, ayat selanjutnya dari Mazmur pasal 78 ini berbicara tentang sejarah bangsa Israel, dan tidak hanya menyajikan hal-hal yang bagus-bagus, tetapi juga tentang kejatuhan bangsa Israel sehingga Tuhan meninggalkan mereka. Kita harus belajar dari masa lalu. Kita harus belajar dari kegagalan dan kesalahan di masa lalu, agar kita tidak mengulanginya kembali di masa yang akan datang. Di sisi lain kita pun perlu belajar dari kesuksesan dan keberhasilan di masa lalu, agar kita dapat mengerti hal-hal apa saja yang dapat membuat kita berhasil. Tetapi jika saya dapat menyimpulkan, ketika kita belajar sejarah dari Alkitab, kita akan dapat menemukan suatu prinsip penting, yaitu orang akan gagal dan kalah ketika mereka tidak taat dan tidak melakukan perintah Tuhan, namun orang akan berhasil dan diberkati ketika mereka taat dan melakukan perintah Tuhan.

Apa yang dapat kita lakukan? Belajarlah dari sejarah, bacalah Alkitab kita dengan rutin setiap harinya. Pelajarilah prinsip-prinsip Alkitabiah yang tertulis dalam Alkitab. Pelajari bagaimana seorang yang dulu diberkati Tuhan tetapi bisa jatuh dalam dosa dan meninggalkan Tuhan. Pelajari juga bagaimana seseorang yang dulu hidup dalam dosa namun bertobat sehingga menjadi orang yang diberkati Tuhan. Pelajari dan perhatikan semuanya sehingga kita akan menjadi orang yang berhikmat dan bijaksana. Dan tidak cukup hanya sampai di situ, tetapi bagikanlah hikmat dan kebijaksanaan tersebut kepada orang lain (terutama kepada generasi di bawah kita), agar orang lain juga dapat menjadi bijaksana sama seperti kita.


Bacaan Alkitab: Mazmur 78:1-4
78:1 Nyanyian pengajaran Asaf. Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan mulutku.
78:2 Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala.
78:3 Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami,
78:4 kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.

Rabu, 28 Maret 2012

Indonesia dalam Alkitab


Kamis, 29 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Yesaya 41:1-5
“Pulau-pulau telah melihatnya dan menjadi takut, ujung-ujung bumi pun menjadi gemetar; mereka datang dan makin mendekat.” (Yes 41:5)


Indonesia dalam Alkitab


Memang jika kita membaca Alkitab, baik dalam terjemahan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, ataupun bahasa manapun di dunia ini, kita tidak akan menemukan kata “Indonesia” di Alkitab. Bagaimanapun juga, kisah Alkitab tentang sejarah leluhur bangsa Israel sudah dimulai sejak sekitar 4.000 tahun sebelum masehi dan diakhiri oleh kitab Wahyu yang ditulis Rasul Yohanes sekitar tahun 100 masehi. Sementara ini, kehidupan sejarah di Indonesia baru dimulai sekitar tahun 400 masehi, belum lagi pemakaian kata “Indonesia” yang baru populer menjelang kemerdekaan sekitar tahuun 1945, sehingga sangat tidak mungkin ada kata-kata Indonesia dalam Alkitab terjemahan manapun.

Walaupun demikian, saya merasa ada sejumlah nubuatan yang juga dapat merujuk ke negara kita tercinta, Indonesia, terutama ayat-ayat yang menggunakan kata “pulau-pulau” (ay. 1 & 5). Seperti kita ketahui bahwa negara kita adalah negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, dengan lebih dari 14 ribu pulau. Dan mengingat bangsa Israel menempati tanah perjanjian yang tidak ada pulaunya, maka kata “pulau-pulau” sebenarnya tidak dapat dikatakan merujuk pada daerah sekitar Israel, kecuali kepulauan sekitar Yunani yang memang ada cukup dekat dengan daerah Israel. Namun, jika merujuk bahwa pulau-pulau tersebut berasal dari timur (ay. 2), dan jika kita melihat bahwa tidak ada negara di sebelah timur Israel yang terdiri dari pulau-pulau, maka menurut saya, memang “pulau-pulau” tersebut dapat merujuk ke Indonesia.

Apa yang dikatakan Alkitab tentang pulau-pulau tersebut? Pertama, Tuhan ingin agar pulau-pulau berdiam diri dan mendengarkan suara Tuhan (ay. 1a). Ini berarti bahwa Tuhan ingin berperkara langsung dengan bangsa-bangsa yang diam di pulau-pulau tersebut (ay. 1c). Sudah sekian lama bangsa yang hidup di pulau-pulau tersebut berjalan jauh dari Tuhan, dan Tuhan ingin agar bangsa di pulau-pulau tersebut datang kepada Tuhan (ay. 1b).

Ketika mereka datang kepada Tuhan, maka Tuhan akan menggerakkan bangsa pulau-pulau tersebut dari arah Timur (karena kitab Yesaya ini ditulis dari Yerusalem, berarti sudut pandang arah timur di sini adalah sama dengan sebelah timur Yerusalem). Tuhan akan memberikan kemenangan di setiap langkahnya dan menaklukkan raja-raja (ay. 2). Saya tidak tahu apa arti tulisan ini, bisa jadi ini hanyalah gambaran simbolis saja atau memang kejadian yang sebenarnya. Tetapi apapun artinya, kita dapat melihat bahwa Tuhan dapat memberikan kemenangan kepada orang-orang yang mau datang kepada Tuhan.

Alkitab berkata bahwa bangsa dari pulau-pulau tersebut akan datang dengan selamat, melalui jalan yang belum pernah mereka tempuh (ay. 3). Ini dapat memiliki makna sebenarnya bahwa bangsa tersebut akan datang ke Yerusalem secara fisik, atau menunjukkan bahwa bangsa tersebut yang sebelumnya belum mengenal Tuhan, akan datang kepada Tuhan yang benar, dengan jalan yang belum pernah mereka pahami sebelumnya.

Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan sendirilah yang akan melakukan hal tersebut (ay. 4). Tuhan sendiri yang akan memanggil bangsa dari pulau-pulau tersebut, walaupun mungkin bangsa itu merupakan bangsa yang terkemudian dan bukan bangsa yang menerima keselamatan lebih awal yaitu bangsa Israel. Tetapi saya percaya bahwa ayat ini merupakan ayat yang berhubungan dengan ucapan Tuhan Yesus di Perjanjian Baru, yaitu “Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir” (Luk 13:30). Dampak dari apa yang dilakukan Tuhan pun adalah pulau-pulau akan melihat dengan mata kepala mereka sendiri dan menjadi takut, serta ujung-ujung bumi pun menjadi gemetar (ay. 5).

Sekali lagi saya mengatakan bahwa ini hanyalah pendapat saya pribadi, yaitu menurut saya, kata-“pulau-pulau” ini dapat merujuk ke Indonesia. Saya bukanlah seorang hamba Tuhan dengan pengetahuan teologi yang bagus, atau seorang hamba Tuhan yang memiliki visi dan penglihatan dari Tuhan tentang Indonesia. Namun, bukan masalah apakah pendapat saya benar atau tidak, tetapi saya ingin kita melihat, bahwa Tuhan ingin berperkara dengan orang-orang yang dulunya belum mengenal Tuhan, dan akan membuat mereka mengenal Tuhan, bahkan menjadikan mereka yang terkemudian menjadi yang terdahulu. Andaikata kegerakan rohani ini benar-benar terjadi dan melanda Indonesia, sudah siapkah kita menyambutnya? Atau justru kita yang telah percaya lebih dulu kepada Tuhan, malah akan ketinggalan dan tidak dapat mengikuti kegerakan rohani yang akan terjadi?


Bacaan Alkitab: Yesaya 41:1-5
41:1 Dengarkanlah Aku dengan berdiam diri, hai pulau-pulau; hendaklah bangsa-bangsa mendapat kekuatan baru! Biarlah mereka datang mendekat, kemudian berbicara; baiklah kita tampil bersama-sama untuk beperkara!
41:2 Siapakah yang menggerakkan dia dari timur, menggerakkan dia yang mendapat kemenangan di setiap langkahnya, yang menaklukkan bangsa-bangsa ke depannya dan menurunkan raja-raja? Pedangnya membuat mereka seperti debu dan panahnya membuat mereka seperti jerami yang tertiup.
41:3 Ia mengejar mereka dan dengan selamat ia melalui jalan yang belum pernah diinjak kakinya.
41:4 Siapakah yang melakukan dan mengerjakan semuanya itu? Dia yang dari dahulu memanggil bangkit keturunan-keturunan, Aku, TUHAN, yang terdahulu, dan bagi mereka yang terkemudian Aku tetap Dia juga.
41:5 Pulau-pulau telah melihatnya dan menjadi takut, ujung-ujung bumi pun menjadi gemetar; mereka datang dan makin mendekat.


Selasa, 27 Maret 2012

Apa yang Dapat Memisahkan Kita dari Kasih Allah?


Rabu, 28 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Roma 8:35-39
“Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39)


Apa yang Dapat Memisahkan Kita dari Kasih Allah?


Beberapa waktu yang lalu saya membaca artikel mengenai Jenderal Sudirman, salah seorang jenderal atau panglima perang terbaik yang dimiliki oleh Indonesia. Jenderal Sudirman mungkin bukanlah lulusan S3 luar negeri, tetapi ia mampu melakukan perang gerilya, melewati banyak daerah di pulau Jawa (kebanyakan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur), memimpin pasukan Republik Indonesia dengan persenjataan seadanya menghadapi pasukan Belanda yang memiliki perisenjataan lengkap. Beliau memimpin perjuangan rakyat Indonesia dengan kondisi sakit-sakitan, terkena TBC dan hanya memiliki satu paru-paru yang berfungsi, dengan menaiki tandu. Karena jasa Jenderal Sudirman lah akhirnya Belanda kerepotan dan “terpaksa” harus melakukan perundingan demi perundingan dengan pihak Republik Indonesia, dan akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949.

Jika saya berada dalam posisi Jenderal Sudirman pada waktu itu, mungkin saya pun akan menyerah dan menyerahkan kendali pasukan kepada wakil saya. Saya mungkin cukup berisitrahat di rumah untuk memulihkan kondisi saya. Tetapi apa yang membuat saya salut kepada beliau adalah bahwa beliau tetap memimpin pasukannya walau beliau sebenarnya sedang sakit dan harus ditandu. Beliau pun tetap memimpin pasukannya untuk bergerilya masuk dan keluar hutan, dengan perlengkapan dan makanan yang mungkin sangat minim, tetapi karena itulah akhirnya pasukan Republik Indonesia dapat melakukan perlawanan kepada pasukan Belanda. Oleh karena jasa-jasa beliau, hampir semua kota di Indonesia memiliki jalan dengan nama beliau, dan percaya atau tidak, jalan yang menggunakan nama beliau pada umumnya merupakan jalan-jalan utama yang penting dan strategis di kota tersebut. Nama beliau selalu harum di sepanjang waktu, walaupun pemimpin negara ini berganti-ganti, baik dalam orde lama, orde baru, dan orde setelah reformasi ini.

Apa yang dapat kita pelajari dari Jenderal Sudirman? Adalah bahwa ia memiliki semangat yang luar biasa dan tetap setia memimpin pasukannya, bergerilya dari hutan ke hutan bersama-sama dengan pasukannya hingga pertempuran selesai. Bukankah seperti itu juga apa yang kita harus lakukan ketika mengiring Tuhan? Pernahkah kita ingat sejak kapan kita percaya kepada Tuhan, dan apakah kita pernah “mundur” atau “kabur” dari Tuhan? Hal-hal apa saja yang membuat kita menjauhkan diri dari kasih Tuhan itu?

Paulus berkata, bahwa seharusnya tidak ada seorang pun atau apapun, yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Paulus memberikan contoh ekstrim, yaitu penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, dan pedang (ay. 35). Menurut saya, hal tersebut menunjukkan bahaya dari risiko penganiayaan yang dialami orang percaya di masa Paulus hidup dulu, yaitu di bahwa kepemimpinan Kaisar Nero. Memang itulah risiko kita mengiring Tuhan, yaitu mungkin saja kita harus menderita dan dianiaya karena Tuhan (ay. 36), kita Tuhan Yesus sendiri pun pernah mengatakan demikian (Yoh 15:20), tetapi Paulus mengatakan bahwa walaupun kita harus mengalami semuanya itu, kita akan dapat melewatinya, dan akan menang, bahkan lebih dari pemenang (ay. 37).

Mengapa Paulus berkata seperti itu? Kita lebih dari pemenang karena walaupun kita dihadapkan pada kondisi sesulit apapun, tetapi Tuhan kita adalah Tuhan yang setia dan Ia akan memberikan kita kekuatan untuk dapat melewati hal-hal tersebut, bahkan Tuhan menjanjikan mahkota kehidupan bagi semua orang yang setia hingga akhir (Why 2:10). Jadi apakah yang harus kita takutkan? Apakah maut apakah hidup? Ataukah malaikat dan pemerintah? Ataukah kuasa-kuasa yang tidak mengerti dan segala makhluk lain sekalipun? Semuanya itu tidak dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (ay. 38-39). Justru ketika kita merasa kita terpisah dan jauh dari Tuhan, sebenarnya bukan Tuhan yang melepaskan tangan kita dari genggamanNya, tetapi kita sendiri yang melepaskan tangan Tuhan dari genggaman kita.



Bacaan Alkitab: Roma 8:35-39
8:35 Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?
8:36 Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan."
8:37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.
8:38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,
8:39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Senin, 26 Maret 2012

Prinsip Melayani


Selasa, 27 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Roma 12:6-8
“Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.” (Rm 12:6)


Prinsip Melayani


Berapa banyak di antara kita yang sudah mengambil bagian dalam pelayanan Tuhan? Mungkin ada di antara kita yang sudah mengambil bagian dalam pelayanan Tuhan di Gereja, entah sebagai pengurus, guru sekolah minggu, atau pelayan pujian dan musik. Berapa banyak di antara kita yang sudah melakukan pelayanan dengan sebaik-baiknya? Apakah kita sudah mempersiapkan diri kita dengan baik sebelum melakukan pelayanan? Atau apakah kita karena sudah merasa “jago” dan “ahli” justru kita menganggap bahwa pelayanan adalah hal yang biasa dan tidak mempersiapkan secara khusus setiap pelayanan yang akan kita lakukan?

Bacaan Alkitab kita hari ini berbicara tentang bagaimana kita seharusnya memandang pelayanan yang akan kita lakukan. Saya tidak menulis tentang apa pelayanan yang seharusnya kita lakukan, tetapi bagaimana kita memandang pelayanan itu sendiri. Jika ada di antara kita yang memang sama sekali belum mengambil pelayanan apapun, maka justru dengan memahami prinsip-prinsip tersebut saya berharap kita dapat lebih termotivasi untuk mengambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.

Pertama, kita seharusnya melayani sesuai dengan karunia yang diberikan Tuhan (ay. 6-8). Tuhan memberikan karunia yang berbeda-beda kepada setiap orang. Bacaan Alkitab kita hari ini berkata tentang beberapa karunia, yaitu karunia untuk bernubuat (ay. 6), karunia untuk melayani dan mengajar (ay. 7), serta karunia untuk menasihati (ay. 8). Empat buah karunia yang disebutkan dalam bacaan Alkitab ini tidak menggambarkan bahwa hanya empat karunia saja yang Tuhan berikan, tetapi lebih kepada contoh karunia, dan bagaimana kita seharusnya menggunakan karunia tersebut untuk melayani Tuhan.

Kedua, kita seharusnya melayani dengan iman (ay. 6b). Bayangkan jika ada seorang anggota band dunia yang memiliki talenta luar biasa di bidang musik tiba-tiba datang ke gereja kita dan ingin melayani, apakah pihak gereja menyetujui begitu saja permintaan orang tersebut? Tentu saja tidak bukan? Bukan hanya karunia saja yang penting, tetapi juga iman yang benar kepada Tuhan. Bagaimana seseorang bisa melayani dengan benar jika ia saja tidak percaya kepada Tuhan? Karena itu sebelum melayani, gereja perlu meyakini bahwa orang tersebut memang telah sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan.

Ketiga, kita seharusnya melayani dengan hati yang ikhlas (ay. 8a). Hati yang ikhlas berarti melayani bukan karena ambisi pribadi, tetapi melayani dengan hati yang tulus dan motivasi yang benar. Kita melayani bukan agar kita dipuji orang, tetapi karena kita ingin nama Tuhan dipermuliakan. Kita melayani bukan agar gadis incaran kita melihat pelayanan kita, atau agar pendeta kita memuji kita. Kita seharusnya melayani karena Tuhan telah terlebih dulu melayani dan memberkati kehidupan kita.

Keempat, kita seharusnya melayani dengan rajin (ay. 8b). Pernahkah kita berpikir, mengapa jika kita datang ke kantor, kita selalu rajin dan mengusahakan tidak pernah terlambat? Atau jika kita bersekolah kita juga selalu berusaha untuk belajar dengan rajin? Mengapa hal yang sama tidak kita terapkan pada pelayanan kita? Berapa banyak kita mempersiapkan diri untuk pelayanan yang akan kita lakukan? Jika untuk hal-hal dunia saja kita mempersiapkan diri begitu rupa, mengapa hal yang sama tidak dapat kita lakukan untuk Tuhan yang kita sembah?

Kelima, kita seharusnya melayani dengan sukacita (ay. 8c). Melayani itu bukan suatu beban, tetapi kita seharusnya bersyukur ketika kita diberikan kepercayaan untuk mengambil bagian dalam pelayanan Tuhan. Pernahkah kita bercermin ketika kita melayani Tuhan? Bagaimana raut wajah kita? Apakah kita melayani Tuhan dengan selalu tersenyum, ataukah dengan wajah yang bersungut-sungut?

Semoga kelima prinsip di atas dapat membantu kita untuk dapat melayani dengan lebih baik lagi. Melayani itu adalah anugerah, karena sudah seharusnya seseorang yang telah diselamatkan oleh kasih karunia Tuhan membalasnya dengan cara melakukan apa yang dapat kita lakukan bagi Tuhan. Mungkin pelayanan kita bukanlah pelayanan yang bersifat “front office” alias pelayanan yang langsung dilihat oleh orang lain, tetapi walaupun pelayanan yang kita lakukan bersifat “back office” alias pelayanan yang tidak pernah dilihat orang lain, seperti berdoa bagi orang lain, justru hal-hal yang tersembunyi itulah yang Tuhan lihat. Inti dari renungan kita hari ini, sudahkah kita melayani dengan benar di hadapan Tuhan?


Bacaan Alkitab: Roma 12:6-8
12:6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.
12:7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar;
12:8 jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.

Kamis, 22 Maret 2012

Menyaksikan Kebaikan Tuhan


Senin, 26 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Mazmur 66:16-20
“Marilah, dengarlah, hai kamu sekalian yang takut akan Allah, aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap diriku.” (Mzm 66:16)


Menyaksikan Kebaikan Tuhan


Saya adalah seseorang yang bertipe introvert, maksudnya adalah saya lebih banyak diam dan tertutup dan bukan seseorang yang selalu periang, banyak bicara, dan mudah bergaul dengan siapa saja. Oleh karena itu saya sadar bahwa saya bukan tipe orang yang terlalu suka bersaksi kepada orang lain, apalagi bersaksi di atas mimbar kepada jemaat yang hadir di gereja. Walaupun demikian, sebenarnya saya sadar bahwa sebagai orang yang telah diselamatkan oleh Allah, dan juga telah merasakan berkat-berkat Tuhan yang begitu melimpah dalam kehidupan saya, sudah seharusnya saya juga menyaksikan tentang apa yang telah Tuhan lakukan dalam kehidupan saya.

Tidak mudah memang, tetapi bacaan Alkitab kita hari ini berbicara tentang pemazmur yang hendak bersaksi dan menceritakan tentang apa yang Tuhan telah perbuat dalam kehidupan pemazmur (ay. 16). Ternyata bersaksi itu pun tidak hanya melulu dilakukan dengan berbicara panjang lebar tentang apa yang kita alami sepanjang minggu yang lalu, tetapi juga bisa dilakukan dengan mempersembahkan pujian, terutama bagi orang-orang yang diberi talenta atau karunia dalam hal menyanyi dan atau memainkan musik (ay. 17).

Tentu saja, ketika kita bersaksi, hal tersebut harus didasarkan pada motivasi yang benar (ay. 18). Kita tidak boleh bersaksi hanya karena kita ingin melihat reaksi dari gadis yang kita incar, atau hanya karena kita ingin eksis, atau karena merasa tidak enak jika kita tidak pernah bersaksi karena kita adalah anak pendeta. Bukan itu, tetapi kita bersaksi karena Tuhan memang benar-benar telah melakukan sesuatu dalam kehidupan kita. Kita tidak boleh bersaksi dengan niat yang tidak tulus, karena jika demikian maka Tuhan tidak akan mendengar kesaksian kita.

Mungkin ada di antara kita yang bingung bagaimana cara bersaksi yang benar. Menurut saya, yang terpenting adalah menyaksikan apa yang benar-benar kita alami, dan bukan bersaksi yang dibuat-buat agar terlihat indah dan menarik bagi orang yang mendengarkan. Contoh paling mudah dalam bersaksi, antara lain kita dapat menyaksikan bagaimana kita berada dalam permasalahan, kemudian kita berdoa kepada Tuhan, dan Tuhan menjawab doa kita (ay. 19). Yang jelas, inti dari kesaksian kita haruslah memuliakan Tuhan, dan bukan meninggikan diri kita sendiri. Apa yang kita katakan dalam kesaksian kita seharusnya adalah memuji Tuhan karena Tuhan tidak menolak doa kita dan tidak menjauhkan diri ketika kita membutuhkanNya (ay. 20).

Seharusnya kita menyaksikan kebaikan dan kemurahan Tuhan selagi masih ada kesempatan. Bersyukurlah jika di gereja kita masih dibuka kesempatan untuk bersaksi, karena di banyak gereja-gereja yang sudah cukup besar, atau di gereja-gereja yang berada di hotel atau pusat perbelanjaan, mereka membatasi kesaksian dari jemaat karena jadwal ibadah yang sudah begitu padat. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan untuk bersaksi, manfaatkanlah itu, karena bisa jadi Tuhan akan memakai kesaksian kita untuk menjadi berkat bagi orang lain.


Bacaan Alkitab: Mazmur 66:16-20
66:16 Marilah, dengarlah, hai kamu sekalian yang takut akan Allah, aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap diriku.
66:17 Kepada-Nya aku telah berseru dengan mulutku, kini dengan lidahku aku menyanyikan pujian.
66:18 Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.
66:19 Sesungguhnya, Allah telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan.
66:20 Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku.

Mengandalkan Tuhan, Bukan Mengandalkan Manusia


Minggu, 25 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Yeremia 17:5-8
“Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! "” (Yer 17:5)


Mengandalkan Tuhan, Bukan Mengandalkan Manusia


Beberapa saat yang lalu, ketika sedang ada libur panjang, saya berencana untuk pergi ke luar kota. Seperti biasa, pada saat libur panjang pastilah sangat susah mencari tiket, karena banyak orang yang juga berencana berlibur pada saat yang sama. Saat itu, saya memang tidak langsung mencari tiket, tetapi saya mengandalkan teman saya yang selama ini bisa menyediakan tiket, walaupun harus membayar lebih mahal. Saya berpikir, “Pastilah semua akan baik-baik saja, toh selama ini teman saya itu tidak pernah mengecewakan”. Akan tetapi apa yang terjadi, saya dibuat deg-degan karena ternyata walau teman saya itu sudah membayar, tetapi jatah karcis yang seharusnya diterima justru tidak didapatkan semua dan saya terancam untuk tidak bisa pulang.

Tetapi syukur kepada Tuhan, bahwa ternyata Ia mendengar doa saya dan setelah saya berusaha, akhirnya saya dapat juga memperoleh tiket tersebut. Apa yang saya tarik dari kejadian ini adalah bahwa ternyata kita tidak dapat hanya mengandalkan manusia tanpa mengandalkan Tuhan. Dan menurut saya, sangat sulit bagi seseorang untuk dapat mengandalkan manusia dan Tuhan dalam satu waktu. Orang tersebut pasti nantinya akan dihadapkan pada suatu kondisi dimana ia harus memilih, lebih mengandalkan Tuhan atau mengandalkan manusia. Mengandalkan manusia di sini bukan hanya berarti mengandalkan orang lain, tetapi juga mengandalkan diri sendiri, mengandalkan koneksi, mengandalkan kepintaran kita, posisi kita, atau mungkin kekayaan kita.

Tuhan sendiri mengatakan bahwa terkutuklah orang yang mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri. Mengapa? Karena kecenderungan orang yang mengandalkan manusia, tidak akan mungkin mengandalkan Tuhan, dan akibatnya ia akan semakin dekat dengan manusia tetapi jauh dari Tuhan (ay. 5). Di sisi yang lain, Tuhan akan memberkati orang-orang yang mengandalkan Tuhan (ay. 7). Mereka ini adalah orang-orang yang menaruh harapan, cita-cita, dan masa depan mereka di dalam tangan Tuhan. Mereka tahu bahwa walaupun mereka pintar, kaya, dan memiliki banyak hal positif dalam diri mereka, semua itu karena Tuhan dan hanya karena Tuhanlah mereka dapat menjadi seperti sekarang ini.

Orang-orang yang mengandalkan Tuhan diibaratkan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, sehingga walaupun musim panas dan musim kering datang, hal tersebut tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. Ia akan tetap hijau dan terus menghasilkan buah sepanjang tahun (ay. 8). Mengapa? Karena ia berada di tepi aliran air. Itulah inti dari mengandalkan Tuhan, yaitu menjadikan Tuhan sebagai sumber kehidupan kita, dan kita tidak dapat hidup jika tidak ada Tuhan. Jika kita memiliki prinsip seperti ini dalam mengandalkan Tuhan di kehidupan kita, maka kehidupan kita akan menjadi kehidupan yang penuh berkat sepanjang masa.

Tapi jika kita mengandalkan manusia dan kekuatan kita sendiri, maka kita sama saja seperti semak di padang belantara. Kita hidup sendiri, mengandalkan apa yang kita miliki, dan Tuhan tidak akan menjadi air yang memberi kehidupan kepada kita. Kita akan tinggal di padang gurun, di negeri tanpa penduduk (ay. 6). Kita akan menjadi terhilang dan semakin terhilang dari Tuhan, hingga akhirnya kita pun mati jauh dari Tuhan.
Pilihan ada di tangan kita. Mau mengandalkan manusia? Mau mengandalkan kekuatan kita sendiri? Atau mau mengandalkan Tuhan? Yang jelas, jika kita masih mau hidup seperti pohon yang selalu hijau sepanjang musim, yang selalu berbuah sepanjang masa, tentu kita harus mau mengandalkan Tuhan. Mengandalkan Tuhan berarti menyerahkan apa yang kita miliki kepada Tuhan, dan membiarkan Tuhan melakukan apa yang Tuhan mau dalam kehidupan kita. Tidak mudah memang, karena hal itu membutuhkan ketaatan, ketundukan, dan komitmen kita yang total dalam mengiring Tuhan. Tetapi, yakinlah bahwa Firman Tuhan adalah Firman yang ya dan amin, dan Tuhan pasti akan memberkati orang-orang yang mengandalkan Tuhan dalam segala hal.


Bacaan Alkitab: Yeremia 17:5-8
17:5 Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!
17:6 Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.
17:7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!
17:8 Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.


Dampak Takut akan Tuhan


Sabtu, 24 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Amsal 14:26-27
Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya.” (Ams 14:26)


Dampak Takut akan Tuhan


Ketika kita bersekolah, entah di SD, SMP, atau SMA, pasti ada minimal satu guru yang terkenal killer dan sangat kita takuti. Mungkin saja guru tersebut terkenal killer karena ia tidak segan-segan memberi nilai jelek bagi murid-muridnya. Mungkin juga hal tersebut dikarenakan karena cara mengajarnya yang tegas dan membuat murid-murid tidak berani berbuat macam-macam saat guru mengajar, atau mungkin juga karena guru tersebut suka menghukum murid-murid yang bandel atau tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan guru tersebut.

Walaupun demikian, rasa takut yang timbul kepada guru killer tersebut tentu berbeda dengan rasa takut akan Tuhan yang dimaksud dalam renungan kita hari ini. Kita mungkin takut kepada guru tersebut karena takut akan hukuman yang diberikan, atau takut karena nanti bisa mendapatkan nilai jelek dari guru tersebut. Takut akan Tuhan bukan berarti kita takut menerima hukuman dari Tuhan, tetapi lebih kepada sikap hormat dan tunduk kepada Tuhan sebagai pemilik hidup kita, bahkan sebagai penguasa langit dan bumi. Rasa takut akan Tuhan mungkin mirip dengan rasa takut dan hormat yang ditampilkan rakyat kepada rajanya. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas di daerah Surakarta atau Yogyakarta, dimana masih ada Sultan yang menjadi “raja” bagi masyarakat di kedua daerah tersebut.

Bacaan Alkitab kita hari ini berkata tentang dampak dari takut akan Tuhan, yaitu:

Pertama, ada ketenteraman yang besar (ay. 26a). Ketenteraman di sini dapat diartikan sebagai sebuah kondisi yang aman, tenang, dan stabil. Hal ini pun dapat berarti bahwa ketika kita takut akan  Tuhan, maka dalam keadaan sekacau apapun, kita akan dapat tenang dan tenteram di dalam Tuhan. Mungkin saja kondisi di sekitar kita mengakibatkan seribu orang rebah di kiri kita dan sepuluh ribu orang rebah di kanan kita, tetapi kita akan tetap tenang menghadapi kondisi tersebut (Mzm 91:7).

Kedua, ada perlindungan bagi anak-anakNya (ay. 26b). Kita yang telah percaya kepada Kristus adalah anak-anak Allah (1 Yoh 3:1), dan ketika kita mau takut akan Tuhan, maka akan ada perlindungan atau proteksi dari Allah kepada kita. Dalam keadaan sulit sekalipun, Tuhan akan tetap melindungi orang-orang yang takut akan Tuhan, Tuhan akan menjadi seperti perisai yang melindungi kita (Mzm 3:4).

Ketiga, menjadi sumber kehidupan kita (ay. 27a). Tentu saja kehidupan yang dimaksud dalam ayat ini bukan hanya berbicara tentang kehidupan jasmani, tetapi juga kehidupan rohani kita. Ketika kita takut akan Tuhan, maka dua sisi kehidupan kita, yaitu jasmani dan rohani pun akan Tuhan berkati.

Keempat, terhindar dari jerat maut (ay. 27b). Ketika kita takut akan Tuhan, maka Tuhan akan memimpin kita dalam kehidupan kita, dan tak ada supir, pilot, atau nahkoda yang terbaik untuk mengarungi kehidupan ini selain Tuhan. Ia akan membawa kita melewati jalan yang benar, dan menghindari jalan-jalan yang berujung maut (Mzm 25:12).

Ketika kita mau takut akan Tuhan, dan ketika kita juga mau membayar harga untuk takut akan Tuhan, maka Tuhan menjanjikan berkat dan penyertaanNya kepada kita (Mzm 128:4). Tuhan tidak pernah meninggalkan orang-orang yang mencari Tuhan dan mau tunduk dan takut kepadaNya. Maukah kita membayar harga untuk takut akan Tuhan?


Bacaan Alkitab: Amsal 14:26-27
14:26 Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya.
14:27 Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut.

Rabu, 21 Maret 2012

Jiwa Gembala yang Dimiliki Rasul Paulus


Jumat, 23 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Roma 16:1-16
Bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” (Rm 16:16)


Jiwa Gembala yang Dimiliki Rasul Paulus


Saya memiliki salah satu sahabat dekat pada saat saya bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Sahabat saya ini adalah seorang wanita, dan sudah cukup sering saya kisahkan di tulisan-tulisan saya. Namun sejak saya pindah bekerja ke pekerjaan saya yang sekarang ini, saya sudah agak lama tidak menghubungi dia. Hingga suatu saat saya teringat bahwa ulang tahunnya itu sama bulannya dengan ulang tahun saya, tetapi saya ragu mengenai tanggalnya, karena sejak saya menikah memang saya mencoba untuk sedikit menjaga jarak dengan teman-teman wanita saya. Dan herannya ketika saya menanyakan ke isteri saya, justru isteri saya yang hafal dengan ulang tahunnya, padahal saya justru lupa dan jika tidak diingatkan mungkin saya tidak akan sempat mengucapkan selamat ulang tahun kepada dirinya.

Isteri saya boleh saya katakan memiliki karunia sebagai “gembala”. Apa maksudnya? Isteri saya sangat mudah mengingat orang, bahkan untuk orang yang baru pertama kali ia temui. Berbeda dengan saya, misal pagi ini saya dikenalkan dengan seseorang, sorenya pasti saya sudah lupa siapa namanya. Memang itu membuat saya dan isteri saya saling melengkapi, dan saya sungguh bersyukur mendapatkan isteri yang benar-benar melengkapi kehidupan saya.

Kembali ke Alkitab, Rasul Paulus pun walaupun menurut saya ia cenderung melayani sebagai pemberita atau pengabar Injil, tetapi ia juga memiliki jiwa gembala yang sangat kuat. Apa saja ciri-ciri seseorang memiliki jiwa sebagai seorang gembala? Walaupun masih dapat diperdebatkan, menurut saya ciri-ciri umum seseorang memiliki jiwa gembala adalah ketika orang tersebut suka memperhatikan orang lain, mudah mengingat dan menghafal nama, suka mendengarkan orang lain, dan tidak melupakan “teman-teman lama” walaupun telah pindah ke tempat yang baru.

Memang definisi jiwa gembala tersebut agak abstrak, tetapi jika kita lihat dalam surat Roma yang ditulis oleh Rasul Paulus ini, kita akan dapat melihat beberapa hal yang menunjukkan bahwa Rasul Paulus merupakan seorang gembala yang sangat memperhatikan jemaat-jemaatnya. Dalam bacaan Alkitab kita hari ini, yaitu Roma 16:1-16, terdapat 27 nama yang disebut Paulus dalam 16 ayat yang kita baca. Luar biasa bukan? Memang kota Roma adalah kota terbesar di dunia pada saat itu, tetapi sungguh hebat Rasul Paulus dapat mengingat 27 nama dalam suratnya tersebut (kebanyakan hanya disebutkan sekali di Alkitab), dengan berbagai hal yang melatarbelakangi penyebutan nama-nama tersebut.

Nama Febe, yang disebutkan Paulus agar jemaat Roma menyambut Febe dan memberi bantuan kepadanya (ay. 2), adalah pelayan jemaat di Kengkrea (ay. 1). Jika kita memperhatikan peta Alkitab di bagian belakang Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, kita akan menyadari bahwa Kengkrea dan Roma dipisahkan jarak yang cukup jauh, dan Paulus tahu bahwa Febe akan datang ke Roma dari Kengkrea, sehingga Paulus meminta jemaat Roma untuk menyambutnya.

Nama Priskila dan Akwila, disebutkan sebagai teman sekerja Paulus dalam Kristus (ay. 3). Paulus bahkan mengatakan bahwa mereka telah mempertaruhkan nyawa mereka bagi hidup Paulus (ay. 4). Mungkin saja bahwa mereka mencoba melindungi Paulus dari orang-orang yang mencoba menangkap Paulus.

Ada juga nama Epenetus, yang merupakan buah pertama pelayanan Paulus di daerah Asia (ay. 5), nama Maria yang telah bekerja keras kepada jemaat Roma (ay. 6), juga nama Trifena, Trifosa, dan Persis yang telah bekerja keras dalam pelayanan (ay. 12). Juga ada nama Andronikus dan Yunias, yang dihormati Paulus sebagai orang-orang yang telah menjadi orang percaya terlebih dahulu sebelum Paulus (ay. 7), nama Apeles, yang disebutkan Paulus sebagai orang yang tahan uji (ay. 10), serta nama Aristobulus dan Narkisus beserta isi rumah mereka (ay. 10 & 11), yang kemungkinan besar merupakan keluarga Kristen yang memiliki peranan cukup besar dalam pekabaran Injil di kota Roma. Belum lagi nama-nama lain yang Paulus kasihi seperti Ampliatus (ay. 8), Urbanus dan Stakhis (ay. 9), Herodion (ay. 11), Rufus dan ibunya (ay. 13), Asinkritus, Flegon, Hermes, Patrobas, Hermas dan saudara-saudaranya (ay. 14), Filologus, dan Yulia, Nereus dan saudaranya perempuan, dan Olimpas (ay. 15), belum termasuk orang-orang kudus lainnya yang namanya tidak disebutkan Paulus secara khusus (ay. 15b). Paulus pun tetap mengingatkan jemaat Roma agar tetap saling bersalam-salam antara jemaat (ay. 16), hal ini menunjukkan bahwa saling memperhatikan itu sangat perlu dalam kehidupan berjemaat.

Tidak banyak memang orang yang memiliki jiwa gembala ini, tetapi jika seseorang yang berjiwa gembala dapat melayani di tempat yang tepat, maka saya sangat yakin bahwa pelayanannya akan berdampak besar dan tepat sasaran. Bukan berarti bahwa seseorang yang tidak berjiwa gembala kemudian tidak boleh melayani sebagai gembala, tetapi alangkah baiknya seseorang melayani berdasarkan karunia dan juga panggilannya, bukan karena disuruh oleh pendeta atau karena ambisi pribadinya. Apakah ada di antara kita yang memiliki jiwa gembala? Jika kita menyadari karunia itu ada dalam diri kita, maka janganlah sia-siakan, tetapi gunakanlah untuk membangun jemaat Tuhan, dimana kita ditempatkan. Mungkin kita tidak menjadi gembala sidang, tetapi kita bisa memulai dari hal-hal yang kecil, seperti mengirimkan SMS berisi ayat-ayat Alkitab, mengucapkan selamat ulang tahun, dan menyapa orang-orang yang mungkin selama ini agak “terabaikan” di gereja kita. Jiwa gembala itu adalah karunia yang sangat luar biasa jika digunakan pada tempat yang tepat. Bagi kita yang memiliki jiwa gembala, maukah kita memakai dan mengembangkan karunia tersebut? Bagi kita yang tidak memiliki jiwa gembala, maukah kita mengingatkan teman-teman kita yang memiliki jiwa gembala untuk mengembangkan karunia mereka?



Bacaan Alkitab: Roma 16:1-16
16:1 Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea,
16:2 supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang-orang kudus, dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri.
16:3 Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus.
16:4 Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.
16:5 Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.
16:6 Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras untuk kamu.
16:7 Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara-saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang yang terpandang di antara para rasul dan yang telah menjadi Kristen sebelum aku.
16:8 Salam kepada Ampliatus yang kukasihi dalam Tuhan.
16:9 Salam kepada Urbanus, teman sekerja kami dalam Kristus, dan salam kepada Stakhis, yang kukasihi.
16:10 Salam kepada Apeles, yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk isi rumah Aristobulus.
16:11 Salam kepada Herodion, temanku sebangsa. Salam kepada mereka yang termasuk isi rumah Narkisus, yang ada dalam Tuhan.
16:12 Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan.
16:13 Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu.
16:14 Salam kepada Asinkritus, Flegon, Hermes, Patrobas, Hermas dan saudara-saudara yang bersama-sama dengan mereka.
16:15 Salam kepada Filologus, dan Yulia, Nereus dan saudaranya perempuan, dan Olimpas, dan juga kepada segala orang kudus yang bersama-sama dengan mereka.
16:16 Bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.

Tanda Kita adalah Murid Tuhan: Kasih


Kamis, 22 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Yohanes 13:34-35
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13:35)


Tanda Kita adalah Murid Tuhan: Kasih


Setiap orang yang bekerja pada suatu instansi ataupun setiap orang yang sekolah atau kuliah di tempat tertentu, pasti ingin memiliki sesuatu tanda yang menunjukkan bahwa ia bekerja di instansi tersebut atau bersekolah dan berkuliah di sekolah atau kampus tersebut. Contohnya saya sendiri, ketika waktu itu saya kuliah, saya langsung mencari stiker-stiker bertemakan kampus saya, fakultas saya, dan juga jurusan saya. Saat itu saya senang menempelkan stiker tersebut di mana-mana sebagai tanda bahwa saya adalah mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut. Tidak lupa saya membeli gantungan kunci yang menandakan saya adalah mahasiswa di kampus saya, dan juga beberapa kaos dan jaket yang menampilkan ciri-ciri khusus dari kampus saya.

Jika orang dunia saja bisa begitu senang memiliki pernak-pernik yang menandakan bahwa mereka berasal dari instansi A, atau mereka bersekolah di sekolah B, atau berkuliah di kampus C, bukankah kita sebagai orang-orang Kristen juga harus memiliki tanda khusus bahwa kita adalah murid-murid Tuhan? Tanda yang saya maksud bukan sekedar kita menempel stiker di kendaraan kita, atau memakai kalung salib, atau membawa Alkitab kemana-mana, tetapi seharusnya lebih kepada tanda di hati dan perilaku kita, yang membedakan kita dengan orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan.

Bacaan Alkitab kita hari ini berbicara tentang kasih sebagai tanda yang harus dimiliki oleh orang-orang percaya. Berbicara tentang kasih, tentu saja bukan sekedar kasih sayang muda-mudi saja, tetapi kasih yang dimaksud di sini tentu jauh lebih dalam daripada sekedar kasih yang dilakukan dua sejoli yang sedang kasmaran. Definisi kasih yang sangat jelas dapat kita lihat pada 1 Korintus 13:1-13. Saya tidak akan terlalu membahas tentang definisi kasih pada hari ini, tetapi lebih kepada mengapa Tuhan meminta murid-muridNya untuk menjadikan kasih sebagai tanda bahwa mereka adalah murid-murid Tuhan.

Pertama, kasih itu berasal dari Tuhan, dan bukan dari dunia. Dalam ayat 34a dikatakan bahwa Tuhan memberikan perintah baru kepada murid-muridNya. Mengapa Tuhan mengatakan bahwa itu adalah perintah yang “baru”? Bukankah dunia juga mengenal kasih? Ya memang dunia mengenal kasih, tetapi kasih dunia berbeda dengan kasih surgawi. Kasih surgawi ditunjukkan melalui mengasihi orang lain tanpa syarat, sama seperti Allah yang sampai rela memberikan AnakNya yang tunggal untuk mati di kayu salib dan menebus dosa dunia, agar manusia dapat selamat (Yoh 3:16).

Kedua, Tuhan Yesus telah memberikan teladan mengasihi (ay. 34b). Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan sesuatu tanpa tidak memberi teladan terlebih dahulu. Ketika Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk saling mengasihi, Yesus terlebih dulu menunjukkan teladan secara simbolis yaitu dengan cara membasuh kaki murid-muridNya (Yoh 13:1-17). Tuhan Yesus juga pernah berkata bahwa Ia sangat mengasihi murid-muridNya, sehingga Ia rela memberikan nyawanya untuk murid-muridNya (Yoh 15:13).

Ketiga, kasih adalah hal yang paling tidak mungkin tak terlihat oleh orang-orang yang belum percaya (ay. 35). Bayangkan jika Tuhan menyuruh kita untuk memakai kalung salib dari emas sebagai tanda bahwa kita adalah murid-muridNya. Bagaimana bisa orang yang belum percaya melihat kalung salib dari emas tersebut di balik pakaian yang kita kenakan? Bagaimana juga bila kita tidak mampu membeli kalung salib dari emas tersebut? Tetapi karena kasih adalah sesuatu yang dapat dilakukan semua orang, dari anak kecil hingga orang yang sudah jompo sekalipun. Pada zaman Romawi, ketika terjadi penganiayaan terhadap jemaat Tuhan, cara paling mudah untuk menyatakan kasih adalah ketika mereka tidak membalas aniaya tersebut dengan aniaya, tetapi justru mendoakan orang yang menganiaya mereka. Itulah perwujudan kasih yang luar biasa oleh jemaat mula-mula, sehingga kekristenan menyebar begitu cepat di antara orang-orang yang belum mengenal Tuhan.

Tuhan tidak minta kita untuk membuat stiker, gantungan kunci, pin, atau apapun sebagai tanda bahwa kita adalah milik Tuhan. Memang sah-sah saja menempel stiker-stiker yang bernuansa Kristiani pada harta benda kita. Tetapi akan menjadi bumerang jika kita hanya menempel stiker tersebut tetapi kelakuan kita justru tidak mencerminkan kasih Kristus. Jika demikian, maka kehidupan rohani kita hanyalah kehidupan slogan saja, tanpa kasih di dalamnya. Rasul Paulus pun mengatakan bahwa jika dirinya melayani begitu hebat tetapi ia tidak memiliki kasih maka semuanya itu akan menjadi sia-sia (1 Kor 13:1-2). Jadi, sudahkah kita menjadikan kasih sebagai tanda bahwa kita adalah murid-murid Tuhan?


Bacaan Alkitab: Yohanes 13:34-35
13:34 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
13:35 Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."

Senin, 19 Maret 2012

Melekat di Mana Hati Kita?


Rabu, 21 Maret 2012
Bacaan Alkitab: Mazmur 62:11-13
... Apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.” (Mzm 62:11b)


Melekat di Mana Hati Kita?


Beberapa waktu yang lalu saya yakin kita pasti mendengar tentang seorang pegawai pajak yang mempunyai harta hingga bermiliar-miliar. Saat ini saya tidak bermaksud menuduh apakah harta orang tersebut berasal dari sumber yang tidak halal, tetapi apa yang saya mau katakan, kira-kira, jika kita memiliki uang bermiliar-miliar seperti orang tersebut, apakah kehidupan kita akan semakin bahagia atau tidak? Saya berpikir, wah, tentunya saya akan sangat senang sekali ketika saya memiliki uang hingga bermiliar-miliar rupiah jumlahnya. Tetapi semakin saya berpikir, ternyata kesenangan tersebut sebetulnya adalah kesenangan yang semu dan sementara. Lambat laun saya akan takut kehilangan harta tersebut, takut dirampok, takut uang tersebut hilang, dan sebagainya. Sukacita itu pun semakin menghilang, apalagi jika ternyata uang tersebut berasal dari hasil korupsi atau hal-hal yan melanggar hukum. Kita akan semakin kuatir memegang uang yang banyak tersebut bukan?

Bacaan Alkitab kita hari ini berkata tentang bagaimana Tuhan berfirman kepada kita agar ketika harta kita semakin bertambah, jangan sampai hati kita melekat kepada harta tersebut (ay. 11b). Memang saya akui sulit, karena Tuhan Yesus sendiri berkata, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat 6:21). Di samping itu Tuhan juga mengingatkan agar kita tidak memeras dan merampas (ay. 11a). Hal ini yang agak susah dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di pemerintahan. Kadang-kadang kita tanpa sadar memeras orang lain dan merampas apa yang bukan menjadi hak kita. Percaya atau tidak, harta yang kita dapatkan dari hasil pemerasan dan perampasan pada umumnya tidak akan bertahan lama. Tuhan tidak akan suka ketika kita mendapatkan rejeki yang tidak halal seperti itu. Tuhan pasti lebih tidak suka ketika kita justru menggunakan “uang haram” tersebut untuk pekerjaan Tuhan. Apa kita berani menyogok Tuhan dengan uang-uang yang tidak benar seperti itu? Misalkan kita adalah pengusaha, apa kita berani memberi persembahan dari uang-uang yang berasal dari mark-up suatu proyek, misalnya?

Kita harus sadar bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Segala kuasa ada di tanganNya dan segala kuasa yang dimiliki manusia juga berasal dari Tuhan (ay. 12). Bagian lain dari Alkitab mengatakan bahwa segala pemerintah dunia ini (yang memiliki kuasa di dunia) juga berasal dari Allah (Rm 13:1). Jadi, jika Tuhan kita adalah Tuhan yang memiliki kuasa terbesar di alam semesta ini, bagaimana mungkin kita bermain-main dengan kuasa Tuhan tersebut? Bagaimana mungkin kita mengandalkan kuasa yang kita miliki (yang mungkin hanya seperjuta bahkan sepermiliar kuasa Tuhan) untuk mendapatkan harta, dan yang lebih parah lagi, menyalahgunakan kuasa yang kita miliki untuk mendapatkan harta dengan cara memeras dan merampas? Ingat, walau Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih setia juga (ay. 13a), tetapi Tuhan juga akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (ay. 13b).


Bacaan Alkitab: Mazmur 62:11-13
62:11 Janganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.
62:12 Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku dengar: bahwa kuasa dari Allah asalnya,
62:13 dan dari pada-Mu juga kasih setia, ya Tuhan; sebab Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya.