Jumat, 30 November 2012

Perawan bagi Hamba Tuhan



Sabtu, 1 Desember 2012
Bacaan Alkitab: Imamat 21:13-15
Ia [Imam] harus mengambil seorang perempuan yang masih perawan.” (Im 21:13)


Perawan bagi Hamba Tuhan


Saya sendiri sangat jarang melihat ada Pendeta menikah. Mengapa? Karena umumnya seseorang menjadi pendeta setelah sudah menikah atau berkeluarga. Memang ada beberapa orang yang saya kenal sejak belajar di sekolah theologi, dan akhirnya menjadi pendeta dan kemudian menikah, tetapi jumlahnya cukup jarang. Justru ada salah seorang pendeta yang isterinya dipanggil Tuhan kemudian menikah kembali dengan seorang janda yang juga adalah anggota jemaat di gerejanya.

Firman Tuhan hari ini berkata bahwa seorang imam yang kudus di hadapan Tuhan, harus mengambil seorang perempuan yang masih perawan sebagai isterinya (ay. 3). Dijelaskan lagi bahwa ia tidak boleh mengambil seorang janda atau perempuan yang telah diceraikan atau yang sudah rusak kesuciannya atau perempuan sundal (ay. 14). Intinya, seorang imam harus mengambil isteri yang masih perawan.

Saya sih oke-oke saja dengan Firman Tuhan ini, khususnya bagi para imam yang masih muda dan memang baru akan mengambil isteri. Seorang imam akan menjadi pemimpin jemaat, tentu saja ia harus memilih isteri yang terbaik juga, yang bisa mendampinginya sebagai pemimpin jemaat. Tidak mungkin dong seorang imam mengambil perempuan sundal untuk jadi isterinya, sementara masih banyak gadis-gadis lain yang tersedia.

Akan tetapi saya berpikir, bagaimana jika imam tersebut isterinya meninggal kemudian ia ingin menikah kembali? Bagaimana jika imam tersebut katakanlah usianya sudah 50 tahun, apakah ia harus mengambil gadis yang masih muda untuk menjadi isterinya? Apa hal itu jika diterapkan di masa kini nggak akan menimbulkan  gunjingan di jemaat dan juga masyarakat?

Saya sendiri masih belum yakin 100% jawabannya, akan tetapi saya melihat seperti ini: Jika seorang imam (hamba Tuhan/pelayan Tuhan) ingin mengambil isteri, Firman Tuhan berkata dengan tegas: harus mengambil perawan. Menurut pendapat saya secara pribadi, mungkin jalan tengahnya adalah imam harus mencari gadis yang masih perawan yang usianya juga tidak terlalu muda, minimal tidak akan terlalu banyak gunjingan dari jemaat dan masyarakat. Jika tidak mau, maka lebih baik ia mundur dari pelayanannya dan menjadi jemaat awam barulah ia menikah dengan pilihannya yang bukan gadis. Tetapi tentu saja sebaiknya hamba Tuhan tersebut mampu menahan diri, dan tetap hidup selibat (melajang) hingga akhir hidupnya, sehingga ia pun masih tetap melayani Tuhan dan tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Hal ini sebenarnya tidak hanya berlaku bagi imam/hamba Tuhan. Pada zaman Israel, yang menjadi imam hanyalah kaum pria/laki-laki. Akan tetapi saat ini pun banyak wanita yang menjadi hamba Tuhan, dan hal ini juga berlaku bagi mereka, yaitu mencari suami yang masih perjaka. Di sisi lain, orang-orang yang ingin menjadi isteri atau suami dari hamba Tuhan, juga harus menjaga dirinya agar tetap kudus dan suci, hingga hari pernikahan tiba. Mungkin ada orang yang berkata, “Kok rasanya susah dan njelimet banget sih? Lah kalau dulu seseorang sudah terlanjur mengambil isteri yang tidak perawan lalu baru menjadi hamba Tuhan apakah itu salah?”. Menurut pendapat saya pribadi, ayat ini lebih menekankan pada para hamba Tuhan yang ingin menikah (entah dalam konteks baru menikah pertama kali atau menikah lagi karena pasangannya meninggal dunia). Jika seseorang tersebut sudah menikah ketika ia menjadi hamba Tuhan, maka ayat ini pun tidak berlaku lagi.

Hal ini memang sepertinya sederhana, tetapi dalam kenyataannya hal ini bisa menjadi rumit dan kompleks. Hal ini juga sepertinya tidak adil bagi orang yang sudah tidak perawan dan tidak perjaka lagi. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak perawan karena diperkosa misalnya, atau karena  hal lain? Apakah ia tidak boleh menikah dengan imam/hamba Tuhan? Jawaban saya secara pribadi, tetapi sama dengan jawaban di atas, jika ia mau menikah, sebaiknya jangan menikah dengan orang yang menjadi imam/hamba Tuhan. Sebaiknya ia menikah dengan jemaat biasa saja. Imam di sini berarti hamba Tuhan yang diurapi, dengan demikian ia harus menjaga kekudusan (Mungkin dalam konteks saat ini adalah para pendeta, entah itu Pdp., Pdm., atau Pdt) yang dalam pengangkatannya dilakukan pengurapan di hadapan Tuhan. Selain orang-orang tersebut, saya rasa tidak ada masalah mau menikah dengan siapa saja. Ingat, bahwa Tuhan Yesus sendiri juga lahir dari nenek moyang yang bermacam-macam, ada Tamar (yang hamil dari mertuanya), ada Rahab (yang pernah menjadi pelacur), ada Rut (yang berasal dari bangsa Moab/non Israel dan sudah pernah menjadi janda), dan lain sebagianya.

Jika demikian, alangkah sangat baiknya jika kita mau mengerti kebenaran Firman Tuhan dan mau mengaplikasikannya dalam hidup kita. Ini bukan perintah saya, ini adalah perintah Tuhan. Alasan utamanya adalah agar para imam/hamba Tuhan menjaga kekudusan di hadapan orang-orang sebangsanya dan di hadapan Tuhan, karena Tuhan sendiri yang menguduskan orang tersebut (ay. 15). Sekali lagi saya tekankan bahwa ayat ini ditujukan khusus kepada para hamba Tuhan, dan saya harap para hamba Tuhan yang memiliki rencana untuk menikah, alangkah baiknya untuk memperhatikan ayat ini sebagai suatu perintah dari Tuhan. Bagi para jemaat juga, alangkah baiknya juga mendukung para hamba Tuhan dalam doa, sehingga semua Firman Tuhan juga bisa kita terapkan. Jika hamba Tuhan saja tidak mau menuruti Firman Tuhan ini, bagaimana ia bisa mengharapkan jemaat yang dilayaninya juga mau menuruti Firman Tuhan?


Bacaan Alkitab: Imamat 21:13-15
21:13 Ia harus mengambil seorang perempuan yang masih perawan.
21:14 Seorang janda atau perempuan yang telah diceraikan atau yang dirusak kesuciannya atau perempuan sundal, janganlah diambil, melainkan harus seorang perawan dari antara orang-orang sebangsanya,
21:15 supaya jangan ia melanggar kekudusan keturunannya di antara orang-orang sebangsanya, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan dia."

Kamis, 29 November 2012

Di Doa Ibuku Namaku Disebut



Jumat, 30 November 2012
Bacaan Alkitab: Efesus 6:1-4
Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.” (Ef 6:1)


Di Doa Ibuku Namaku Disebut


Mungkin banyak pembaca renungan ini yang sudah pernah mendengar lagu ini, dan saat ini saya mau mengutip syair dari lagu ini:

“Di waktu ku masih kecil, gembira dan senang
Tiada duka kukenal, tak kunjung mengerang
Di sore hari nan sepi, ibuku bertelut
Sujud berdoa ku dengar, namaku disebut
Di doa ibuku, namaku disebut
Di doa ibuku ku dengar, ada namaku disebut”

Lirik lagu di atas adalah lagu yang sangat sederhana. Lagu ini adalah lagu lama, dan bukan berasal dari gereja aliran pantekosta atau karismatik. Seingat saya justru lagu sudah ada di buku nyanyian “Kidung Jemaat” yang biasa digunakan Gereja-Gereja yang beraliran protestan. Saya penasaran dengan pembuat syairnya dan sejarah pembuatan lagu ini sehingga saya mencari informasinya di internet.

Setelah saya  mencari, saya menemukan informasi bahwa syair asli dalam bahasa Inggris dikarang oleh Peter Bilhorn. Dalam alamat website tersebut, diceritakan bahwa Peter sewaktu kecil sudah kehilangan ayahnya, sehingga ia harus bekerja mencari nafkah bagi ibunya dan saudara-saudaranya. Saat remaja, tentu saja Peter juga sering nakal, seperti suka bermain-main dan tidak langsung pulang ke rumah setelah bekerja. Suatu ketika di malam yang dingin, Peter baru saja tiba di rumah. Saat itu sudah larut malam. Ia pun masuk dengan pelan-pelan dengan harapan tidak membangunkan ibunya yang tidur di kamar bawah. Saat ia melewati kamar ibunya, di situlah ia melihat ibunya sedang belutut dan berdoa, dan ada namanya disebut, “Tuhan tolong Peter, sertai Peter di manapun ia berada... Sertai Peter supaya ia boleh pulang dengan selamat... Lindungi Peter... Peter... Peter... dan begitu banyak namanya disebut dalam doa ibunya tersebut”. Saat itulah Peter sadar betapa ibunya sangat mengasihinya bahkan menyebut namanya berulang-ulang dan begitu sering dalam doanya.Akhirnya Peter pun naik ke atas dan menangis di kamarnya. Kejadian itu sangat membekas sehingga di hati Peter ketika ia sudah dewasa ia pun menulis empat bait syair lagu yang menceritakan hal ini (Tipe lagu-lagu hynmal biasanya terdiri dari banyak bait dan bukan hanya satu bait seperti lagu-lagu kontemporer masa kini).

Alkitab memberi perintah kepada kita selaku anak-anak untuk menaati dan menghormat kedua orang tua kita di dalam Tuhan (ay. 1a & 2). Ini adalah suatu perintah yang penting karena memang harus demikian (ay. 1b), dalam artian memang di budaya manapun di dunia ini, kita memang harus menghormati dan menaati orang Tua, apalagi jika kita sudah di dalam  Tuhan. Lagipula, hal ini terkait dengan janji yang Tuhan sudah berikan yaitu agar kita berbahagia dan panjang umur di bumi ini (ay. 3).

Kita harus menghormati orang tua kita karena merekalah (terutama ibu kita) yang melahirkan kita, merekalah yang merawat kita sejak bayi, sejak kita belum  bisa apa-apa, mengajari kita berbicara, berjalan, belajar, menyekolahkan kita hingga kita dewasa dan bahkan menikahkan kita. Berapa banyak usaha dan biaya yang sudah dikeluarkan orang tua kita bagi kita sepanjang hidup kita? Memang tidak semua orang tua itu benar juga. Ada kalanya orang tua salah atau juga bagi kita yang memiliki orang tua yang masih belum percaya, kita harus tetap lebih taat kepada Tuhan daripada kepada orang tua kita, yaitu dalam konteks perintah atau ajaran orang tua kita berbeda dengan Firman Tuhan (Kis 4:19). Akan tetapi dalam keadaan umum, seorang orang  tua akan sangat mengasihi anaknya, dan tidak ada orang tua yang akan memberikan ular ketika anaknya minta ikan (Luk 11:11).

Walaupun demikian, terkait dengan tanggung jawab kita sebagai anak untuk menghormati orang tua kita, Alkitab juga memberikan perintah kepada bapa-bapa (orang tua) untuk tidak membangkitkan amarah dalam hati anak-anaknya, tetapi untuk mendidik dan mengajar di dalam Tuhan (ay. 4). Bayangkan keadaan keluarga seperti ini, orang tua mendidik dan mengajar anak di dalam Tuhan, dan anak-anak menghormati orang tuanya di dalam Tuhan. Bukankah ini adalah sesuatu yang indah dan luar biasa?

Memang mungkin kita baru mengerti akan hal ini ketika kita sudah mempunyai anak, dan barulah kita mengerti bahwa orang tua kita sangat menyayangi dan mengasihi kita. Saya sendiri baru mengerti banyak hal tentang orang tua saya ketika saya sudah menikah dan memiliki anak, barulah saya bisa memahami apa yang orang tua saya rasakan, barulah saya bisa memposisikan diri saya sendiri di posisi orang tua saya, dan mungkin saya pun akan melakukan apa yang orang tua saya dulu lakukan, walaupun saat saya masih menjadi anak, saya tidak setuju dengan apa yang dulu orang tua saya lakukan.

Tidak semua kita mempunyai anak, tetapi kita pasti pernah menjadi anak. Bersyukurlah ketika saat ini, setua apapun kita, yang orang tua kita masih hidup. Itu berarti masih ada kesempatan bagi kita untuk menghormati orang tua kita. Apa yang kita bisa lakukan? Jika memang orang tua kita sudah sepuh, apakah kita mau direpotkan untuk mengajaknya tinggal bersama-sama dengan kita di rumah kita? Memang akan merepotkan, tetapi menurut saya itu jauh lebih baik ketimbang menempatkannya di panti atau rumah jompo. Bayangkan jika suatu saat nanti kita sudah tua dan anak kita tidak mau menerima kita di rumahnya, dan kita akan menjalani kesendirian kita di panti jompo, maukah kita merasakannya? Memang ada ayat Alkitab  yang berbunyi bahwa laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya (Kej 2:24). Dalam konteks pernikahan memang sebaiknya keluarga tersebut tinggal terpisah dengan orang tua agar bisa mandiri. Akan tetapi apa iya ketika orang tua kita sudah sepuh dan membutuhkan kita tetapi kita malah menolaknya dengan alasan ayat tersebut? Alkitab juga mengatakan agar kita merawat anggota keluarga yang sudah janda, yang sudah tua dan membutuhkan bantuan kita (1 Tim 5:16).

Jika kita saat ini masih belum berkeluarga, saatnya kita menghargai dan menyenangkan kedua orang tua kita. Ada salah seorang teman saya yang sampai sata ini belum menikah yang memiliki komitmen untuk menyenangkan ibunya (karena ayahnya sudah meninggal dunia) dengan berjanji mengajak ibunya berjalan-jalan ke luar negeri, Memang dibutuhkan uang yang banyak untuk hal itu, tetapi ketika ia mulai melakukannya, pekerjaannya diberkati luar biasa sehingga hanya dalam waktu 8 tahun ia sudah bisa menjadi manajer (padahal biasanya dibutuhkan waktu 10-12 tahun di perusahaan tersebut).

Menghormati orang tua bukan nanti ketika orang tua kita sudah meninggal kemudian kita datang ke makamnya dan berdoa di sana atau menaburkan bunga di sana. Menghormati orang tua itu adalah sekarang dan saat ini, ketika orang tua kita masih hidup. Jika hari ini kita membaca renungan ini, maukah kita melakukan satu hal sederhana? Lakukan sesuatu yang menyenangkan hati orang tua kita. Mungkin bagi kita yang jauh kita bisa menelepon orang tua kita untuk menanyakan kabarnya. Mungkin bagi kita yang dekat hari ini kita bisa datang mengunjungi orang tua kita sambil membawa makanan kesukaannya. Mungkin bagi kita yang masih tinggal bersama orang tua kita, kita bisa membantu pekerjaan orang tua kita, atau hanya sekedar berbincang-bincang dan mengatakan bahwa kita menyayangi mereka. Atau kita bisa berkomitmen agar hari ini kita mau bersikap baik dan mau taat kepada orang tua mereka dan menyenangkan hati mereka. Maukah kita melakukannya? Saya yakin, bahwa orang tua kita pasti selalu (minimal pernah) menyebut nama kita di dalam doanya (walaupun bagi orang tua yang belum percaya sekalipun). Hari ini giliran kita, sudahkah kita menyebutkan nama orang tua kita di dalam doa-doa kita?


Bacaan Alkitab: Efesus 6:1-4
6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
6:2 Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:
6:3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Dari Samar-Samar Menjadi Sempurna



Kamis, 29 November 2012
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 13:10-12
Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” (1 Kor 13:12)


Dari Samar-Samar Menjadi Sempurna


Beberapa waktu yang lalu saya menderita sakit mata. Sakit mata itu memang tidak enak, mungkin hampir mirip dengan sakit gigi. Akan tetapi sakit mata ini memiliki kekurangan yaitu mudah menular. Sehingga selama beberapa hari, saya harus mengenakan kacamata gelap agar tidak menular kepada orang lain. Obat paling ampuh untuk segala sakit penyakit memang ada dua, yaitu hati yang gembiara (Ams 17:22) dan beristirahat. Sayangnya saya tidak mungkin bisa beristirahat karena pekerjaan saya tidak memungkinkan. Akibatnya walau saya menggunakan obat tetes mata, akan tetapi karena saya kurang mengistirahatkan mata saya (karena saya bekerja dari pagi hingga sore bahkan malam hari di depan laptop secara non stop), sehingga proses kesembuhan dan pemulihan mata saya pun memakan waktu yang lama.

Saat ini, saya sudah lumayan membaik, tetapi ada dampak negatifnya yaitu pandangan saya jadi agak samar-samar. Saya jadi agak kesulitan untuk mengetik atau membaca sesuatu tulisan yang hurufnya kecil, apalagi jika mata saya sudah lelah. Saya merasa segala sesuatunya jadi samar, dan melihat sesuatu yang samar itu tidak mengenakkan, karena kita menjadi ragu dengan apa yang kita lihat, dan juga kita tidak bisa melihat dengan jelas sesuatu yang kita ingin lihat, apalagi jika kita ingin melihat hal-hal yang detail.

Demikian juga dengan apa yang disampaikan Paulus kepada jemaat di Korintus. Saat ini Paulus, jemaat di Korintus, bahkan seluruh jemaat di dunia ini termasuk kita sedang melihat suatu hal yang samar-samar (ay. 12a). Hal apa yang dimaksudkan oleh Paulus dengan hal yang samar ini? Jika kita membaca ayat-ayat sebelumnya, kita akan mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah kekekalan, dimana kasih tidak akan pernah berakhir dalam kekekalan, sedangkan nubuat dan bahasa roh akan berakhir ketika kita sudah berada bersama-sama dengan Tuhan Yesus di surga, karena kita bisa langsung berbicara dengan Tuhan (1 Kor 13:8).

Saat itu adalah saat ketika kita akan bertemu dengan Tuhan yang Maha Sempurna, sehingga segala hal yang tidak sempurna akan lenyap (ay. 10). Saat ini karena kita masih belum sempurna, maka kita pun hanya melihat dengan samar-samar tentang apa yang sempurna itu, tetapi ketika Tuhan datang untuk yang kedua kali, maka kita akan melihat dengan jelas, dengan tidak samar-samar lagi. Bahkan kita akan bertemu muka dengan muka (ay. 12b).

Memang hal ini sulit untuk dimengerti. Akan tetapi seiring dengan pertumbuhan rohani kita maka kita pun akan semakin mengerti akan kebenaran Firman Tuhan ini. Paulus berkata bahwa ketika ia masih kanak-kanak, ia berkata-kata, berpikir, dan bertindak seperti kanak-kanak. Akan tetapi ketika ia menjadi dewasa maka ia meninggalkan sifat kanak-kanak tersebut (ay. 11). Maksudnya adalah ketika kita masih kanak-kanak secara rohani adalah kita masih belum dapat mengerti dengan jelas seluruh hal rohani. Akan tetapi semakin kita dewasa, maka kita akan semakin mengerti seluruhnya. Seorang mempelai pria akan mencari seorang mempelai wanita yang sudah dewasa dan bukan yang masih kanak-kanak apalagi yang masi bayi.

Saat ini, ketika kita membaca Firman Tuhan dan masih belum mengerti, atau ketika kita mendengarkan khotbah di Gereja tapi kita belum paham 100%, maka itu bukan berarti kita harus berhenti untuk membaca dan mendengar Firman Tuhan. Bagian kita adalah tetap membaca Firman dan meminta Roh Kudus untuk menerangi pikiran kita agar kita boleh mengerti kebenaran Firman Tuhan. Ketika kita belum mengerti atau belum sepenuhnya mengerti, seharusnya kita semakin terdorong untuk tetap membaca Firman Tuhan lebih banyak dan lebih sering lagi. Memang kita baru melihat secara jelas ketika yang sempurna itu datangn, jadi kita baru akan melihat secara sempurna dan mengerti secara sempurna ketika Sang Mempelai, yaitu Yesus Kristus itu datang, karena Yesus Kristus adalah Yang Sempurna tersebut. Saat ini bagian kita adalah mempersiapkan diri sehingga ketika Yesus datang, kita pun sudah tidak menjadi kanak-kanak lagi dan siap untuk menjadi mempelaiNya.


Bacaan Alkitab: 1 Korintus 13:10-12
13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.
13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.
13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.