Jumat, 25 Agustus 2017

Persepuluhan di dalam Alkitab (14): Bisa Menjadi Suatu Perbuatan yang Jahat



Jumat, 25 Agustus 2017
Bacaan Alkitab: Amos 4:4-5
Datanglah ke Betel dan lakukanlah perbuatan jahat, ke Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat! Bawalah korban sembelihanmu pada waktu pagi, dan persembahan persepuluhanmu pada hari yang ketiga! (Am 4:4)


Persepuluhan di dalam Alkitab (14): Bisa Menjadi Suatu Perbuatan yang Jahat


Sampai dengan saat ini, kita telah belajar bagaimana suatu persembahan persepuluhan dipandang sebagai sesuatu yang baik untuk dilakukan oleh bangsa Israel (10 suku di kerajaan Israel Utara) maupun bangsa Yehuda (2 suku yaitu Yehuda dan Benyamin di kerajaan selatan). Sebagaimana yang tertulis dalam hukum Taurat, persembahan persepuluhan adalah salah satu bentuk ibadah yang dilakukan oleh bangsa Israel dan bangsa Yehuda kepada Tuhan. Namun demikian, dalam kitab Amos, kita melihat bahwa ada semacam kontradiksi, dimana persembahan persepuluhan yang dilakukan oleh bangsa Israel dipandang sebagai suatu perbuatan yang jahat.

Perlu dipahami bahwa kitab Amos ditulis pada masa sebelum kejatuhan kerajaan Israel dan Yehuda. Kitab Amos seringkali menyoroti kejahatan dan ketidakadilan yang terjadi di kedua bangsa tersebut. Kitab Amos sendiri ditulis pada masa raja Uzia (raja Yehuda) dan juuga raja Yerobeam anak Yoas (raja Israel). Pada masa itu kehidupan bangsa Israel dan Yehuda bisa dikatakan cukup tenang, dalam artian tidak ada perang besar pada masa itu. Namun demikian, dalam ketenangan tersebut justru terjadi banyak sekali dosa dan kejahatan di dalam masyarakat pada waktu itu.

Untuk membaca kitab Amos, kita perlu mengerti bahwa Amos menulis sejumlah tulisan untuk bangsa-bangsa tertentu. Ada tulisan yang ditujukan kepada bangsa Israel, kepada bangsa Yehuda, bahkan kepada bangsa-bangsa lain di sekeliling Kanaan. Terkait dengan hal tersebut, bagian bacaan Alkitab kita jelas ditujukan kepada bangsa Israel (bukan kepada bangsa Yehuda). Hal ini terlihat jelas dari judul perikop yang diberikan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yaitu: “Ibadah orang Israel adalah ibadah jahat”, atau dari ayat-ayat sebelumnya yang menyebutkan Samaria yaitu ibukota kerajaan Israel (kerajaan utara) (Am 4:1).

Apakah ibadah orang Israel yang dipandang sebagai perbuatan jahat? Kita dapat melihat bahwa Amos mengucapkan perkataan di ayat 4 dan ayat 5 dengan nada setengah menyindir. Amos menulis agar bangsa Israel datang ke Betel dan melakukan perbuatan jahat, ke Gilgal dan memperhebat perbuatan jahat (ay. 4a). Mengapa beribadah ke Betel dan Gilgal adalah jahat? Kita perlu mencermati bahwa Betel adalah salah satu kota di kerajaan Israel Utara, dimana raja pertama Israel yaitu Yerobeam (Yerobeam yang ini bukanlah Yerobeam yang hidup di masa Amos hidup) membuat patung lembu jantan dan membuat mezbah di situ (1 Raj 12:28-33). Yerobeam menyebabkan bangsa Israel menjadi berpaling dari Tuhan yang benar dan menyembah lembu jantan tersebut bahkan mempersembahkan korban bagi patung lembu jantan tersebut. Sementara Gilgal sendiri tidak banyak disebut dalam Alkitab Perjanjian Lama sehingga agak sulit menentukan kejahatan apa saja yang terjadi di sana. Namun demikian, dari kitab Hosea kita menemukan bahwa kemungkinan bangsa Israel juga melakukan kejahatan di Gilgal yang hampir sama dengan yang di Betel (yaitu menyembah patung atau dewa lain) (Hos 9:15, 12:12).

Menariknya, Betel dan Gilgal adalah kota atau daerah dengan masa lalu yang luar biasa dalam sejarah bangsa Israel. Betel merupakan tempat dimana Yakub tidur dan bermimpi melihat malaikat naik turun ke surga, sehingga ia menamai tempat itu sebagai Betel, yang artinya “rumah Allah” (Kej 28:11-19). Sementara Gilgal merupakan tempat dimana Yosua mendirikan mezbah bagi Tuhan setelah membawa bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan dengan ajaib (Yos 4:1-20). Gilgal juga merupakan tempat dimana Samuel mengurapi Saul sebagai raja pertama Israel (1 Sam 11:15). Betel dan Gilgal juga termasuk dua kota yang sering dikunjungi Samuel untuk memerintah bangsa Israel (1 Sam 7:16).

Namun demikian, Betel dan Gilgal pada zaman Amos sangatlah mungkin berbeda karena menjadi dua tempat dimana bangsa Israel melakukan kejahatan yaitu berpaling kepada allah atau dewa yang lain. Mereka membawa korban sembelihan dan bahkan persembahan persepuluhan ke kota-kota tersebut dimana mereka mempersembahkannya bukan kepada Tuhan tetapi justru kepada patung atau allah lain (ay. 4b). Padahal jika kita melihat peta Alkitab (di bagian belakang Alkitab Terjemahan Baru terbitan LAI), kita akan menemukan bahwa jarak dari Betel dan Gilgal ke Yerusalem sangatlah dekat. Betel dan Gilgal terletak di daerah paling selatan kerajaan Israel Utara, sehingga hanya sedikit lagi pergi ke selatan, maka mereka akan tiba di Yerusalem.

Ingat bahwa pada waktu itu, Yerusalem adalah kota yang dipilih Tuhan untuk mendirikan Bait Suci, dimana mereka harus membawa korban-korban dan persembahan mereka (termasuk persembahan persepuluhan mereka). Jadi, kita bisa semakin mengerti bahwa pada masa Amos, bangsa Israel sungguh-sungguh berbuat yang jahat karena mereka bukan saja tidak membawa persembahan persepuluhan mereka ke rumah Tuhan (yaitu ke Yerusalem di daerah kerajaan Yehuda), tetapi justru menyembah dewa lain dan membawa persembahan persepuluhan mereka kepada dewa tersebut (antara lain di Betel dan di Gilgal). Yang lebih parah lagi, hal tersebut dipandang sebagai suatu hal yang pantas dibanggakan oleh bangsa Israel (ay. 5). Mereka bangga dan suka melakukan hal itu meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan hukum Taurat. Dalam hal ini bangsa Israel telah berdosa karena mencampuradukkan ajaran dalam hukum Taurat (yaitu membawa korban dan persembahan) dengan penyembahan kepada dewa-dewa lain selain Tuhan.

Padahal terkait dengan hal ini, Tuhan juga berfirman kepada bangsa Israel supaya mereka mencari Tuhan supaya mereka hidup. Tuhan bahkan mengingatkan supaya mereka tidak mencari Betel dan Gilgal, tetapi mencari Tuhan (Am 5:4-6). Mencari Tuhan di sini juga berarti supaya mereka datang ke Yerusalem dan tidak hanya berhenti sampai di Betel atau Gilgal saja. Bangsa Israel seharusnya meneruskan perjalanan mereka sampai ke Yerusalem supaya dapat membawa persembahan mereka ke rumah Tuhan, yaitu ke tempat yang dipilih Tuhan. Saya yakin bangsa Israel juga mengerti mengenai hukum Taurat yang mengatur mengenai cara beribadah kepada Tuhan dengan benar, tetapi nyatanya mereka memilih untuk melakukan apa yang mereka sukai dan bukan apa yang Tuhan sukai. Mereka lebih mementingkan untuk menyenangkan diri sendiri daripada menyenangkan orang lain. 

Jadi persembahan persepuluhan yang pada awalnya merupakan suatu hal yang baik, suatu perbuatan yang baik bahkan berkenan di hadapan Tuhan, ternyata bisa menjadi suatu hal yang dipandang jahat oleh Tuhan. Jelaslah bahwa persembahan persepuluhan itu memang penting, tetapi kepada siapa bangsa Israel dan Yehuda membawa persembahan tersebut, serta sikap hati mereka dalam membawa persembahan persepuluhan itu juga jauh lebih penting. Percuma seseorang membawa persembahan persepuluhan tetapi mereka ternyata tidak membawanya ke tempat yang benar atau tidak memberikannya kepada Tuhan dengan benar. Percuma juga mereka membawa persembahan persepuluhan tetapi hati mereka masih serong (hal ini akan kita lihat lebih lanjut dalam praktik persembahan persepuluhan di Perjanjian Baru).

Oleh karena itu kita harus belajar dari praktik persembahan persepuluhan yang dilakukan oleh bangsa Israel dan bangsa Yehuda di dalam Alkitab. Persembahan persepuluhan itu tidaklah salah (walaupun kita harus melihat bahwa hal tersebut adalah aturan dalam Perjanjian Lama). Namun demikian persembahan persepuluhan menjadi sesuatu yang salah jika dilakukan tanpa pemahaman yang benar dan tanpa sikap hati yang benar. Amos sendiri sudah mengingatkan bahwa persembahan persepuluhan bangsa Israel adalah jahat di mata Tuhan karena mereka melakukannya bukan bagi Tuhan tetapi bagi diri mereka sendiri (yang ditunjukkan dengan mempersembahkan persembahan tersebut kepada allah lain demi menyukakan diri mereka sendiri). Namun demikian bangsa Israel tidak mau bertobat dari kesalahannya sehingga pada akhirnya mereka diserang dan dihancurkan oleh bangsa Asyur.

Di sini menjadi pelajaran bagi kita supaya ibadah kita jangan sampai menjadi ibadah yang dipandang jahat oleh Tuhan. Mungkin kita berkata: “Lho kan kita juga beribadah di gereja, membawa persembahan ke gereja, bahkan memberikan persembahan persepuluhan di gereja. Mana mungkin itu adalah ibadah yang jahat di mata Tuhan?”. Jawabannya sederhana: apakah kita melakukannya supaya Tuhan disenangkan atau supaya diri kita disenangkan? Apakah kita pernah bertanya kepada Tuhan: Apa yang Tuhan ingin aku lakukan supaya bisa menyenangkan hati Tuhan? Membawa persembahan ke gereja tidaklah salah, tetapi jika kita membawa persembahan dengan sikap hati yang salah, bahkan tidak sesuai dengan hati Tuhan, maka itu adalah perbuatan yang jahat. Sama seperti bangsa Israel yang berbuat jahat dan semakin jahat hingga akhirnya menerima hukuman dari Tuhan. Janganlah kita mengeraskan hati hingga Tuhan menghukum kita. Bertobatlah selagi ada waktu. Bereskan segala dosa, kesalahan, bahkan kemelesetan kita supaya semakin hari kita semakin berjuang untuk bisa sempurna di hadapan-Nya.




Bacaan Alkitab: Amos 4:4-5
4:4 "Datanglah ke Betel dan lakukanlah perbuatan jahat, ke Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat! Bawalah korban sembelihanmu pada waktu pagi, dan persembahan persepuluhanmu pada hari yang ketiga!
4:5 Bakarlah korban syukur dari roti yang beragi dan maklumkanlah persembahan-persembahan sukarela; siarkanlah itu! Sebab bukankah yang demikian kamu sukai, hai orang Israel?" demikianlah firman Tuhan ALLAH.

Senin, 21 Agustus 2017

Persepuluhan di dalam Alkitab (13): Pentingnya Kesetiaan



Kamis, 24 Agustus 2017
Bacaan Alkitab: Nehemia 13:10-13
Maka seluruh orang Yehuda membawa lagi persembahan persepuluhan dari pada gandum, anggur dan minyak ke perbendaharaan. (Neh 13:12)


Persepuluhan di dalam Alkitab (13): Pentingnya Kesetiaan


Jika kita memperhatikan ayat-ayat mengenai persepuluhan di dalam Perjanjian Lama mulai kitab Kejadian hingga kitab Nehemia ini, sebenarnya ada 2 pola yang berlaku, yaitu sebelum adanya hukum Taurat, dan setelah adanya hukum Taurat. Sebelum hukum Taurat, persepuluhan belum diatur oleh suatu hukum, sehingga Abraham dan Yakub memberikan persepuluhan bukan atas dasar suatu hukum tertentu, tetapi atas suatu dorongan dalam hatinya untuk memberikan persepuluhan tersebut (walaupun Yakub ternyata juga hanya mengucapkan janji persepuluhan dan tidak dicatat dalam Alkitab apakah ia sudah melakukannya atau belum).

Namun setelah hukum Taurat diberikan kepada bangsa Israel yang waktu itu dipimpin oleh Musa, maka hukum itu pun menjadi mengikat bagi orang Israel. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa hukum Taurat hanya mengikat bagi orang Israel dan tidak boleh dijadikan suatu hukum yang mengikat juga bagi orang Kristen. Jika ada pendeta yang berpendapat: “Kan persepuluhan diatur di dalam hukum Taurat di Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama itu kan juga bagian dari Alkitab, makanya tetap kita harus lakukan”, maka ia harus konsisten mengajarkan hukum Taurat lainnya seperti melakukan hari Sabat, memberikan korban-korban bakaran, makan domba Paskah, dan lain sebagainya. Jangan kita hanya mengambil satu bagian dari hukum Taurat dan menjadikannya sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang hidup di Perjanjian Baru, sementara bagian hukum Taurat yang lain tidak dilakukan. Jika demikian, maka kita akan dipandang bersalah terhadap hukum Taurat (Yak 2:10).

Jadi, sebenarnya bagi orang Israel, persembahan persepuluhan itu memang mengikat. Kita juga harus ingat betul konteks persembahan persepuluhan bagi orang Israel adalah dari hasil tanah dan hasil ternak. Jadi selama bangsa Israel memiliki tanah dan ternak, maka mereka pun wajib memberikan persembahan persepuluhan itu, yang akan mereka serahkan kepada orang Lewi supaya memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga mereka dapat melayani Tuhan dengan maksimal.

Namun demikian, Alkitab mencatat salah satu kelemahan bangsa Israel yang sering terjadi dan berulang kembali, yaitu mereka hanya “panas” di awal dan kemudian semangat mereka mulai memudar. Mereka hanya setia ketika diingatkan dan ditegur Tuhan (bisa oleh suara nabi, perintah raja, atau karena musuh yang datang mendekat). Namun setelah keadaan menjadi aman, maka mereka mulai tidak setia melakukan ibadah mereka. Baru saja Nehemia mengajak bangsa Yehuda untuk kembali kepada Tuhan dan kembali mempersembahan persembahan persepuluhan kepada Tuhan di Nehemia pasal 10, maka hanya berselang 3 pasal, yaitu di Nehemia pasal 13, ditemukan fakta di lapangan bahwa sumbangan-sumbangan bagi orang-orang Lewi tidak pernah diberikan oleh rakyat (ay. 10a). Akibatnya, orang-orang Lewi yang seharusnya bertugas melayani pekerjaan Tuhan, pada akhirnya kembali bahkan lari ke ladangnya (ay. 10b).

Salah satu penyebabnya adalah karena tidak ada penguasa yang berani tegas mengingatkan rakyat. Nehemia sebenarnya bukanlah penguasa rakyat Yehuda atau Yerusalem pada waktu itu. Ia juga masih harus menjalankan kewajibannya sebagai pembawa minuman raja Persia sehingga ia tidak bisa berlama-lama berada di Yerusalem. Oleh karena itu ketika Nehemia kembali lagi ke Yerusalem dan melihat kondisi bahwa orang Lewi ditelantarkan, maka ia sangat menyesali para penguasa di Yerusalem, dan berkata kepada mereka: “Mengapa rumah Allah dibiarkan begitu saja?” (ay. 11a).

Jelas bahwa para penguasa Yerusalem pada waktu itu bukanlah penguasa yang baik. Mungkin saja mereka sibuk mengurus hal-hal lain sehingga rumah Allah menjadi terabaikan. Padahal sebenarnya Nehemia sudah meletakkan dasar yang baik dan para penguasa tersebut tinggal meneruskan apa yang sudah dimulai oleh Nehemia. Namun demikian, harus diakui bahwa para penguasa Yerusalem telah lalai dalam melakukan hukum Taurat khususnya dalam hal persembahan persepuluhan ini. Akibatnya, Nehemia terpaksa harus turun tangan lagi dengan cara mengumpulkan orang-orang Lewi tersebut dan mengembalikan pada tempatnya (yaitu tempat pelayanan mereka yang seharusnya) (ay. 11b).

Maka, orang Yehuda kemudian datang lagi dan membawa kembali persembahan persepuluhan mereka yang terdiri dari gandum, anggur, dan minyak ke dalam perbendaharaan (yaitu disimpan di bilik-bilik rumah Tuhan) (ay. 12). Jadi ayat 12 ini lebih tepat dikatakan sebagai ayat yang menunjukkan bahwa bangsa Yehuda memang cenderung tidak setia melakukan perintah Tuhan. Sejarah membuktikan bahwa bangsa Israel dan Yehuda memang cenderung sering meninggalkan Tuhan seiring berjalannya waktu. Itulah sebabnya Tuhan sering mengutus nabi-nabi-Nya untuk mengingatkan orang Israel dan Yehuda. Ketika nabi tersebut masih hidup, orang Israel dan Yehuda bisa bertobat. Namun jika nabi tersebut sudah tidak ada, mereka biasanya akan kembali ke dosa-dosa mereka.

Oleh karena itu, Nehemia sadar bahwa ia harus membangun suatu sistem supaya persembahan-persembahan yang menjadi hak orang-orang Lewi harus tetap berjalan meskipun ia tidak ada. Hal ini penting supaya orang Lewi tidak kembali ke rumahnya untuk mencari nafkah, tetapi supaya mereka bisa fokus dalam melayani Tuhan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Kita dapat melihat hal tersebut dari apa yang dilakukan Nehemia, yaitu menunjuk sejumlah orang untuk mengelola persembahan bagi orang Lewi tersebut.

Alkitab menulis bahwa Nehemia mengangkat imam Selemya dan Zadok yang merupakan ahli kitab sebagai pengawas perbendaharaan (ay. 13a). Nehemia tidak percaya lagi kepada imam Elyasib yang tidak mengelola persembahan persepuluhan dengan benar sehingga membiarkan Tobia orang Amon bisa sampai memiliki bilik di rumah Tuhan. Nehemia menunjuk imam yang baru yaitu imam Selemya beserta Zadok yang merupakan ahli kitab, supaya mereka berdua bisa mengawasi perbendaharaan rumah Tuhan dengan bijaksana.

Nehemia juga menambahkan seorang lagi yaitu Hanan bin Zakur bin Matanya untuk membantu mereka berdua, karena orang-orang tersebut dianggap setia (ay. 13b). Tentu kesetiaan ini tidak bisa dilihat hanya dari waktu yang singkat. Orang-orang tersebut pastilah telah teruji dalam waktu yang cukup lama, dan terbukti telah setia dari hal-hal yang kecil hingga dapat dipercaya untuk hal-hal yang besar. Ketika rakyat Yehuda banyak yang tidak setia, justru orang-orang ini tetap setia melakukan apa yang benar sehingga pada akhirnya dipercaya untuk memegang jabatan yang penting dalam pelayanan di rumah Tuhan, yaitu untuk mengurus pembagian kepada saudara-saudara mereka sesuai dengan persembahan yang diterima dari rakyat Yehuda (ay. 13c).

Singkatnya, mereka bertiga menjadi bendahara dari persembahan rakyat Yehuda. Menjadi bendahara tidaklah mudah. Mereka harus dapat mengelola persembahan dan membagi-bagikan kepada seluruh orang Lewi dengan adil dan bijaksana. Mereka harus dapat mengelola dengan benar supaya pekerjaan Tuhan di Bait Allah tidak terabaikan. Mereka harus bisa mengatur supaya ibadah di rumah Tuhan tetap berlangsung dengan baik sesuai dengan aturan dalam hukum Taurat. Mereka tidak hanya dituntut untuk mengumpulkan persembahan saja, tetapi juga harus mengelolanya sesuai dengan tuntutan hukum Taurat. Tidak heran Nehemia menambahkan seorang ahli kitab dalam tim tersebut supaya tidak ada hukum Taurat yang dilanggar.

Memang harus kita akui bahwa uang adalah hal yang sangat sensitif, tidak hanya di lingkungan gereja, tetapi juga di manapun juga. Oleh karena itu pentingnya hikmat dalam mengelola keuangan gereja supaya tetap dapat mendukung pekerjaan Tuhan dengan semaksimal mungkin. Di sini pentingnya hikmat dan sikap kepemipinan dari seorang pemimpin akan banyak berperan. Memilih orang untuk menjadi bendahara gereja tidaklah cukup hanya karena alasan: “Dia dulu pernah membantu saya” atau “Dia dekat dengan saya”. Bahkan dalam salah satu pedoman kependetaan di sinode gereja saya, disebutkan bahwa seorang pendeta diharapkan harus segera menunjuk orang lain untuk mengelola keuangan gereja jika jumlah jemaat telah memadai. Hal ini tentu disebabkan adanya “kerawanan” apabila keuangan gereja masih dipegang oleh pendeta atau anggota keluarga pendeta.

Nehemia bisa saja pada saat itu menunjuk anggota keluarganya untuk mengelola dana persembahan yang diserahkan oleh rakyat Yehuda. Namun demikian Nehemia sadar bahwa ia harus mengedepankan profesionalisme dan kesetiaan lebih daripada semangat nepotisme semata. Itulah sebabnya, Nehemia menjadi salah satu tokoh Alkitab yang nyaris tidak ditemukan salahnya. Ia tidak memikirkan kepentingannya sendiri tetapi kepentingan rakyatnya, yang sebenarnya juga adalah kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya. Di situlah kesetiaan menjadi hal yang penting, karena sangatlah sulit mencari kesetiaan di antara orang-orang yang tidak setia, sama halnya dengan mencari orang benar di antara angkatan yang sesat. Berjuanglah untuk setia dalam hal-hal yang kecil, karena suatu saat nanti, Tuhan akan memakai kita dalam hal-hal atau perkara-perkara yang lebih besar lagi. Tuhan melihat hati yang setia, dan bukannya kepandaian atau kecakapan seseorang semata.



Bacaan Alkitab: Nehemia 13:10-13
13:10 Juga kudapati bahwa sumbangan-sumbangan bagi orang-orang Lewi tidak pernah diberikan, sehingga orang-orang Lewi dan para penyanyi yang bertugas masing-masing lari ke ladangnya.
13:11 Aku menyesali para penguasa, kataku: "Mengapa rumah Allah dibiarkan begitu saja?" Lalu kukumpulkan orang-orang Lewi itu dan kukembalikan pada tempatnya.
13:12 Maka seluruh orang Yehuda membawa lagi persembahan persepuluhan dari pada gandum, anggur dan minyak ke perbendaharaan.
13:13 Sebagai pengawas-pengawas perbendaharaan kuangkat imam Selemya dan Zadok, seorang ahli kitab, dan Pedaya, seorang Lewi, sedang Hanan bin Zakur bin Matanya diperbantukan kepada mereka, karena orang-orang itu dianggap setia. Mereka diserahi tugas untuk mengurus pembagian kepada saudara-saudara mereka.

Persepuluhan di dalam Alkitab (12): Tidak Boleh Dinikmati oleh Orang yang Tidak Berhak



Rabu, 23 Agustus 2017
Bacaan Alkitab: Nehemia 13:1-9
Tetapi sebelum masa itu imam Elyasib yang diangkat untuk mengawasi bilik-bilik rumah Allah kami, dan yang mempunyai hubungan erat dengan Tobia, menyediakan sebuah bilik besar bagi Tobia itu. Sebelumnya orang membawa ke bilik itu korban sajian, kemenyan, perkakas-perkakas dan persembahan persepuluhan dari pada gandum, anggur dan minyak yang menjadi hak orang-orang Lewi, para penyanyi dan para penunggu pintu gerbang, dan persembahan khusus bagi para imam. (Neh 13:4-5)


Persepuluhan di dalam Alkitab (12): Tidak Boleh Dinikmati oleh Orang yang Tidak Berhak


Kita telah belajar mengenai sejumlah prinsip mengenai persembahan persepuluhan dalam Perjanjian Lama. Bagi saya secara pribadi, semakin saya menggali prinsip persembahan persepuluhan ini sesuai dengan konteks dan latar belakangnya, semakin saya mengerti bahwa sudah terjadi banyak hal yang tidak sesuai dalam penerapan prinsip persembahan persepuluhan ini di sejumlah gereja. Sebenarnya prinsip persepuluhan ini tidaklah salah, namun jika penerapan tersebut “dimodifikasi” untuk kepentingan segelintir orang maka itu adalah suatu “pemerkosaan ayat Alkitab” dan dapat menyesatkan jemaat apalagi jika jemaat tidak diajar untuk belajar Firman Tuhan dengan benar.

Kita bisa melihat hal ini dalam kehidupan bangsa Yehuda, khususnya setelah mereka kembali dari pembuangan. Sebenarnya prinsip hukum Taurat mengenai persembahan persepuluhan sudah cukup jelas untuk mereka lakukan dengan setia. Namun ternyata terkait dengan persembahan ini ada saja orang-orang yang berusaha mengambil keuntungan dengan ikut menikmati persembahan yang sebenarnya bukan haknya.

Setelah segenap bangsa Yehuda berjanji kepada Tuhan untuk menjalankan hukum Taurat dengan setia, termasuk di dalamnya terkait persembahan persepuluhan, maka ketika kepada bangsa Yehuda tersebut dibacakan bagian demi bagian dari hukum Taurat, didapati tertulis dalam kitab itu bahwa orang Amon dan orang Moab tidak boleh masuk jemaah Allah (artinya terhitung sebagai bangsa Yehuda) untuk selama-lamanya (ay. 1). Hal ini disebabkan perbuatan mereka ratusan tahun sebelumnya, yaitu karena mereka tidak menyongsong orang Israel dengan roti dan air ketika keluar dari tanah Mesir menuju Kanaan, dan malah mengupah Bileam untuk melawan dan mengutuk orang Israel (ay. 2).

Perlu dipahami bahwa kondisi psikologis bangsa Yehuda tersebut sedang memiliki semangat untuk menjalankan hukum Taurat dengan sesempurna mungkin. Kondisi mereka yang baru kembali dari pembuangan membuat semangat mereka menyala-nyala untuk hidup sesuai hukum Taurat yang diberikan Tuhan kepada mereka. Mereka tidak ingin mengulangi kesalahan nenek moyang mereka yang mengabaikan bahkan menentang hukum Taurat. Itulah sebabnya, Alkitab mencatat bahwa demi didengar hukum tersebut oleh orang Yehuda, maka mereka langsung memisahkan semua peranakan (yaitu peranakan orang Amon dan orang Moab) dari mereka (ay. 3).

Namun demikian, ternyata sebelum masa itu, ada seorang imam (keturunan Harun) yaitu imam Elyasib yang diangkat untuk mengawasi bilik-bilik rumah Allah (atau Bait Allah) namun memiliki hubungan erat dengan Tobia (ay. 4). Jika kita perhatikan pasal-pasal sebelumnya dari kitab Nehemia, kita akan mengerti bahwa Tobia adalah orang Amon. Bahkan dalam pasal-pasal sebelumnya kita menemukan bagaimana Tobia ini membawa pengaruh negatif bagi orang Yehuda yang kembali dari pembuangan ke Yerusalem. Dosa-dosa Tobia yang tercatat di Alkitab antara lain:
  • Merasa kesal ketika ada orang yang mengusahakan kesejahteraan Israel (Neh 2:10)
  • Mengucapkan perkataan yang mengolok-olok dan menghina (Neh 2:19, 4:3)
  • Marah ketika tembok Yerusalem mulai dibangun (Neh 4:7)
  • Menyuap orang untuk mengucapkan nubuat palsu (Neh 6:12)
Dari ayat-ayat di atas saja kita sudah tahu bahwa Tobia adalah orang yang tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu cukup aneh juga apabila pada masa sebelum Nehemia tiba di Yerusalem, ada imam yang bertugas mengawasi bilik-bilik rumah Allah (atau Bait Allah) dan menyediakan sebuah bilik besar bagi Tobia (ay. 5a). Menyediakan bilik bagi orang selain orang Lewi dan para imam saja sudah merupakan suatu kesalahan, apalagi menyediakan bilik yang dengan ukuran yang besar bagi orang Amon. Ini adalah suatu keteledoran bahkan kesengajaan ketika seorang imam bisa salah berteman dan justru berteman dengan orang fasik. Akibatnya imam tersebut menjadi tidak netral dan justru memberi banyak fasilitas kepada orang fasik dan bukannya membela pekerjaan Tuhan dengan benar.

Alkitab menulis bahwa sebelumnya, orang Yehuda membawa ke bilik tersebut korban sajian, kemenyan, perkakas-perkakas dan persembahan persepuluhan (ay. 5b). Terkait dengan persembahan persepuluhan, kembali ditulis bahwa persembahan persepuluhan yang dibawa ke bilik tersebut berupa gandum, anggur, dan minyak yang menjadi hak-hak orang Lewi (yaitu para pelayan Tuhan) dan juga persembahan khusus (antara lain 10% dari persembahan persepuluhan yang diterima orang Lewi) yang merupakan hak para imam (ay. 5c). Namun demikian, ternyata selain bilik-bilik untuk menyimpan persembahan bangsa Yehuda, ada “oknum” imam yang menyediakan bilik spesial atau bilik VIP bagi Tobia. Besar kemungkinan bilik tersebut menunjukkan bahwa Tobia ikut menikmati persembahan dari bangsa Yehuda, bahkan mungkin persembahan persepuluhan dari mereka. Persembahan persepuluhan yang seharusnya menjadi hak orang Lewi justru dinikmati oleh Tobia, orang Amon. Bahkan sangat mungkin Tobia memperoleh bagian yang cukup besar dibandingkan bagian orang Lewi karena Alkitab mengatakan bahwa biliknya juga berukuran besar.

Peristiwa tersebut terjadi sebelum Nehemia tiba di Yerusalem, karena Nehemia masih harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembawa minuman raja (ay. 6). Ketika Nehemia kembali ke Yerusalem dan menemukan hal ini, tentu saja Nehemia sangat marah. Nehemia bahkan menyebut tindakan imam Elyasib ini adalah tindakan yang tidak dilakukan bagi Tuhan tetapi bagi kepentingan Tobia (dan tentu saja pasti ada imbalan juga bagi keuntungan imam Elyasib ini). Bait Allah yang seharusnya kudus justru dihina dengan adanya bilik bagi orang Amon di pelataran Bait Allah (ay. 7). Lebih parah lagi Tobia adalah orang Amon yang tidak dapat dipercaya karena sikap dan sifatnya sudah menunjukkan rendahnya kualitas dirinya.

Dalam kemarahannya, Nehemia melemparkan keluar semua perabot Tobia yang ada di biliknya tersebut (ay. 8). Dan sebagai pemimpin bangsa Yehuda pada saat itu, ia kemudian menahirkan bilik tersebut dan menjadikan bilik tersebut sesuai dengan kegunaannya yang semula, yaitu untuk menyimpan perkakas, korban/persembahan dan barang untuk ibadah seperti kemenyan (ay. 9). Sejak saat itu nama Tobia sudah tidak tercatat lagi dalam Alkitab.

Hal ini menjadi suatu pelajaran yang serius khususnya bagi mereka yang terlibat dalam kepengurusan jemaat, apalagi yang terkait dengan pengelolaan persembahan (dan juga persembahan persepuluhan). Kita harus berhati-hati supaya uang gereja benar-benar digunakan untuk kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya. Artinya, jangan sampai ada orang-orang yang tidak berhak sampai bisa menikmati uang tersebut sedangkan orang yang sebenarnya lebih berhak justru tidak mendapat bagian. Jika di masa Perjanjian Lama saja bisa ada orang Amon yang menyusup ke dalam Bait Allah karena “kedekatannya” dengan imam hingga ia bisa menikmati fasilitas yang seharusnya ditujukan bagi orang Lewi, orang asing, yatim piatu dan janda, maka itu adalah suatu kejahatan yang sangat besar di mata Tuhan. Kita bersyukur hari ini kita diingatkan Tuhan supaya kita belajar dari kisah Tobia pernah mendapat fasilitas dari persembahan persepuluhan bangsa Yehuda.

Jagalah diri kita dan jemaat kita supaya gereja kita bisa dikelola oleh orang-orang yang kompeten, yaitu orang-orang yang tidak gampang dipengaruhi oleh orang lain karena faktor kedekatannya. Gereja akan rusak jika ada pemimpinnya adalah orang-orang lemah yang lebih mementingkan kedekatan dengan orang-orang tertentu daripada kedekatan dengan Tuhan. Gereja akan semakin rusak jika pemimpinnya tidak peka melihat orang-orang tertentu yang hatinya tidak tulus (bahkan memiliki niat jahat atau maksud yang terselubung), namun justru didudukkan di posisi-posisi yang penting dalam gereja. Belajarlah untuk peka terhadap suara Tuhan, supaya kita dapat menempatkan orang-orang yang tepat dalam posisi yang tepat. Tuhan tentu ingin gereja-Nya dikelola oleh orang-orang yang kompeten, terlebih yang memiliki hati yang mengasihi-Nya. Namun, terkadang ambisi dan kesombongan manusialah yang membuat suara Tuhan diabaikan demi menyenangkan diri sendiri dan orang-orang tertentu, yang pada akhirnya berdampak pada kehancuran gereja.

Mari kita minta sungguh-sungguh supaya ada orang-orang seperti Nehemia yang bisa menemukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Doakan orang-orang seperti ini agar terus konsisten menyuarakan kebenaran, mengungkap ketidakadilan, menelanjangi kejahatan dan berani membela Tuhan dalam kebenaran. Terkadang kita memerlukan orang luar untuk dapat mengerti kesalahan yang kita lakukan, karena sudut pandang orang luar dapat lebih obyektif daripada sudut pandang kita yang selama ini hanya dari dalam melihat apa yang terjadi.




Bacaan Alkitab: Nehemia 13:1-9
13:1 Pada masa itu bagian-bagian dari pada kitab Musa dibacakan dengan didengar oleh rakyat. Didapati tertulis dalam kitab itu, bahwa orang Amon dan orang Moab tidak boleh masuk jemaah Allah untuk selamanya.
13:2 Karena mereka tidak menyongsong orang Israel dengan roti dan air, malah mengupah Bileam melawan orang Israel supaya dikutukinya. Tetapi Allah kami mengubah kutuk itu menjadi berkat.
13:3 Ketika mereka mendengar pembacaan Taurat itu mereka memisahkan semua peranakan dari orang Israel.
13:4 Tetapi sebelum masa itu imam Elyasib yang diangkat untuk mengawasi bilik-bilik rumah Allah kami, dan yang mempunyai hubungan erat dengan Tobia,
13:5 menyediakan sebuah bilik besar bagi Tobia itu. Sebelumnya orang membawa ke bilik itu korban sajian, kemenyan, perkakas-perkakas dan persembahan persepuluhan dari pada gandum, anggur dan minyak yang menjadi hak orang-orang Lewi, para penyanyi dan para penunggu pintu gerbang, dan persembahan khusus bagi para imam.
13:6 Ketika peristiwa itu terjadi aku tidak ada di Yerusalem, karena pada tahun ketiga puluh dua pemerintahan Artahsasta, raja Babel, aku pergi menghadap raja. Tetapi sesudah beberapa waktu aku minta izin dari raja untuk pergi.
13:7 Lalu aku tiba di Yerusalem dan melihat kejahatan yang dibuat Elyasib untuk keuntungan Tobia, sebab bagi Tobia ini telah disediakannya sebuah bilik di pelataran rumah Allah.
13:8 Aku menjadi sangat kesal, lalu kulempar semua perabot rumah Tobia ke luar bilik itu.
13:9 Kemudian kusuruh tahirkan bilik itu, sesudah itu kubawa kembali ke sana perkakas-perkakas rumah Allah, korban sajian dan kemenyan.