Minggu, 30 Desember 2012

Akhiri dengan Indah



Senin, 31 Desember 2012
Bacaan Alkitab: 2 Timotius 4:6-8
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2 Tim 4:7)


Akhiri dengan Indah


Tidak terasa, hari ini kita sudah berada di penghujung tahun 2012. Masihkah kita ingat bagaimana kita melalui tahun 2012 ini? Masihkah kita ingat peristiwa tahun baru 2012 setahun yang lalu? Jika kita mau meluangkan waktu sebentar untuk melakukan refleksi tentang apa yang telah kita lakukan di tahun 2012 ini, pasti akan ada beberapa hari spesial dalam hidup kita. Mungkin ada hari spesial dimana kita berpacaran, kita menikah, kita memiliki anak, kita naik jabatan, kita pindah kerja, atau mungkin ketika kita melakukan kesalahan fatal atau ketika salah seorang yang dekat dengan kita meninggal dunia, atau mungkin ketika kita takut tentang ramalan kiamat di tahun 2012 ini. Semua itu sangat wajar untuk diingat karena semua adalah bagian dari kehidupan kita.

Akan tetapi, menurut saya semua itu menjadi berarti karena tahun 2012 ini akan kita akhiri sebentar lagi. Jika satu tahun lamanya 100.000 hari, saya rasa mungkin hal-hal spesial di atas akan menjadi tidak spesial lagi, karena mungkin kita akan lupa tentang kejadian apa yang telah kita alami. Justru karena ada akhir tahun inilah kita pun memiliki kesempatan untuk melihat ke belakang, apa yang telah kita lakukan selama tahun 2012 ini dan juga menatap ke depan, yaitu menyongsong tahun 2013 yang akan datang.

Dalam segala sesuatu, awal dan segala hal yang terjadi setelahnya menjadi berarti karena ada akhirnya. Demikian juga yang terjadi dengan kehidupan  Paulus. Paulus sadar bahwa hidupnya sebentar lagi akan berakhir (ay. 6). Surat 2 Timotius ini adalah suratnya yang terakhir, yang penuh berisi dengan pesan-pesan Paulus yang sangat luar biasa kepada Timotius. Paulus pasti sadar bahwa hidupnya dulu pernah ia gunakan untuk melakukan hal yang sia-sia, bahkan melakukan hal yang jahat di hadapan Tuhan, yaitu dengan menyiksa jemaat Tuhan. Akan  tetapi, ketika Paulus bertobat, Tuhan memakainya sebagai alat Tuhan yang luar biasa untuk memberitakan Injil ke bangsa Yahudi, bahkan ke bangsa-bangsa lain non Yahudi.

Sadar bahwa masa lalunya sangat buruk di hadapan Tuhan, Paulus berjuang mati-matian untuk “menutup” masa lalunya tersebut dengan giat bekerja di ladang Tuhan. Dan memang apa yang ia lakukan berhasil. Kini, kebanyakan orang mengenal Paulus sebagai hamba Tuhan yang luar biasa, yang menyebarkan kabar keselamatan kepada banyak orang dan banyak bangsa, dan hanya sedikit saja yang ingat akan Paulus (dulu bernama Saulus) yang menganiaya jemaat Tuhan. Itulah mengapa Paulus berkata bahwa ia telah mengakhiri pertandingan yang baik, mencapai garis akhir dengan memelihara iman (ay. 7).

Memang dalam pertandingan, seperti pertandingan sepakbola, suatu kesebelasan bisa tertinggal terlebih dahulu. Tetapi selama kesebelasan itu bisa mencetak gol lebih banyak daripada jumlah gol yang dimasukkan lawannya, maka kesebelasan itu akan menang. Menang atau tidaknya suatu pihak dalam suatu pertandingan akan dilihat pada akhir pertandingan. Sehingga, ketika Paulus mengatakan bahwa ia telah mengakhiri pertandingannya dengan baik, berarti memang benar bahwa ia telah “menang” dalam kehidupannya di dunia ini, dan berhak mendapatkan suatu “hadiah” dari Tuhan, yaitu mahkota kebenaran (ay. 8).

Hari ini, di hari terakhir di tahun 2012 ini, kita bisa belajar dari Paulus, bagaimana agar kita juga bisa mengakhiri pertandingan hidup kita dengan indah. Tak peduli seberapa parah dan buruknya masa lalu kita, selama kita mau berubah, kita pasti bisa mengakhiri hidup kita dengan indah. Sama halnya dengan tahun 2012 ini, saya tidak tahu bagaimanakah “rapor” kehidupan kita dari bulan Januari hingga Desember. Puji Tuhan jika di sepanjang tahun 2012 ini, kita hidup benar di hadapan Tuhan. Akan tetapi jika selama ini kita hidup di dalam dosa, jauh dari Tuhan, maka mari di hari terakhir di tahun 2012 ini kita akhiri dengan indah. Habiskan waktu satu hari ini untuk meminta ampun kepada Tuhan dan meminta Tuhan untuk membantu kita hidup lebih benar lagi di tahun 2013 yang akan datang.

Jangan habiskan waktu di akhir tahun ini dengan acara-acara yang sia-sia. Bukankah lebih baik kita menghabiskan waktu di akhir tahun ini di dalam hadirat Tuhan? Memuji dan menyembah Tuhan? Lebih baik kita menghabiskan akhir tahun ini di gereja atau di rumah daripada berkeliling kota dan melakukan aktivitas yang tidak jelas dan tidak ada gunanya. Akhiri tahun 2012 ini dengan indah, dan tidak ada yang lebih indah selain mengakhirinya di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, dan sekaligus mengawali tahun 2013 di dalam nama Tuhan Yesus Kristus juga.


Bacaan Alkitab: 2 Timotius 4:6-8
4:6 Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat.
4:7 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

Doa Musa di Masa Akhir Hidupnya



Minggu, 30 Desember 2012
Bacaan Alkitab: Bilangan 27:12-17
Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.” (Bil 27:16-17)


Doa Musa di Masa Akhir Hidupnya


Pernahkah kita berpikir, jika seorang pemimpin (bisa presiden, gubernur, walikota, bupati, atau jabatan pemimpin lainnya termasuk ketua sinode gereja) yang harus lengser dari jabatannya karena masa jabatannya sudah habis dan ia tidak terpilih kembali, diminta untuk mengucapkan sebuah doa di akhri masa jabatannya? Apalagi jika dalam acara tersebut ternyata juga dihadiri oleh orang yang akan menggantikannya nantinya? Tidak mudah lho untuk mengucapkan doa yang benar-benar “ikhlas” dalam kondisi seperti itu. Mungkin doanya hanya sekedar formalitas belaka alias “lain di bibir  lain di hati”.

Lain halnya dengan apa yang dilakukan Musa. Musa adalah seorang hamba Tuhan dan juga pemimpin yang luar biasa. Ia memang pernah membuat kesalahan sehingga Tuhan pun tidak mengizinkannya masuk ke dalam tanah Kanaan (ay. 14). Oleh karena itu Tuhan pun berfirman kepada Musa agar naik ke gunung dan hanya bisa memandang tanah perjanjian dari jauh (ay. 12). Setelah Musa memandang tanah perjanjian tersebut, lalu Musa pun akan mati (ay. 13). Hal ini kemudian digenapi yaitu Musa akhirnya mati setelah ia memandang tanah yang dijanjikan Tuhan tersebut tanpa bisa masuk ke dalam tanah perjanjian (Ul 34:1-5).

Menarik bahwa dalam kondisi seperti itu, yaitu setelah diberitahu Tuhan bahwa ia akan mati dan tidak masuk ke dalam tanah perjanjian, Musa tetap mengucapkan kata-kata positif dalam doanya. Perhatikan doa Musa yang luar biasa tersebut: “Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala” (ay. 15-17).

Musa meminta kepada Tuhan agar Tuhan mengangkat seseorang yang bisa menjadi kepala bagi bangsa Israel menggantikan dirinya. Musa tidak ingin penggantinya itu adalah seorang yang asal-asalan memimpin sehingga bangsa Israel menjadi bangsa yang tidak terurus, seperti domba-domba yang tidak bergembala. Musa ingin agar Tuhan tetap memimpin bangsa Israel melalui penerusnya dan berharap Tuhan memberikan penerus yang lebih baik daripada dirinya, karena Musa tahu bahwa apa yang akan dihadapi bangsa Israel selanjutnya tidaklah mudah. Mereka harus menghalau bangsa-bangsa di Kanaan sebelum mendudukinya, berbeda dengan tugas Musa yang “hanya” memimpin bangsa Israel untuk keluar dari Mesir dan berada di padang gurun.

Jika kita ada di posisi Musa saat itu, masihkah kita memiliki doa yang tulus seperti doa Musa? Masihkah kita berdoa agar penerus kita lebih baik dari kita dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, atau justru kita berdoa yang sebaliknya? Jika kita memang adalah pemimpin yang sejati, sudah saatnya kita lebih mementingkan kepentingan orang banyak daripada kepentingan kita. Mungkin hati kita kesal karena posisi kita digantikan oleh orang lain. Akan tetapi kita harus tetap legowo dan memikirkan yang terbaik bagi orang lain.

Alkitab penuh dengan prinsip-prinsip regenerasi. Musa mewariskan kepemimpinannya kepada Yosua. Raja Daud mewariskan kepemimpinannya kepada Salomo. Tuhan Yesus mewariskan kepemimpinannya kepada murid-muridNya. Paulus pun mewariskan kepemimpinannya kepada Timotius. Semua orang yang mewariskan kepemimpinannya tidak egois, tetapi justru lebih bahagia dan lebih bangga ketika orang yang meneruskan jejaknya justru lebih sukses daripada pendahulunya. Jika saat ini kita sedang menjadi pemimpin, tetap naikkan doa Musa ini sesuai dengan konteks kepemimpinan kita, yaitu agar Tuhan memberikan pengganti kita yang jauh lebih baik dari kita dan agar orang-orang di bawah kita tidak terhilang. Sudahkah kita melakukannya?


Bacaan Alkitab: Bilangan 27:12-17
27:12 TUHAN berfirman kepada Musa: "Naiklah ke gunung Abarim ini, dan pandanglah negeri yang Kuberikan kepada orang Israel.
27:13 Sesudah engkau memandangnya, maka engkau pun juga akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, sama seperti Harun, abangmu, dahulu.
27:14 Karena pada waktu pembantahan umat itu di padang gurun Zin, kamu berdua telah memberontak terhadap titah-Ku untuk menyatakan kekudusan-Ku di depan mata mereka dengan air itu." Itulah mata air Meriba dekat Kadesh di padang gurun Zin.
27:15 Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN:
27:16 "Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang
27:17 yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala."

Aku TanpaMu [Hanyalah] Butiran Debu



Sabtu, 29 Desember 2012
Bacaan Alkitab: Kejadian 2:4-7
Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kej 2:7)


Aku TanpaMu [Hanyalah] Butiran Debu


Jika kita membaca bagaimana Tuhan menciptakan langit dan bumi ini, mulai dari penciptaan terang hingga penciptaan manusia, kita akan melihat bahwa Tuhan menciptakan hal-hal lain selain manusia hanya dengan FirmanNya. Bacaan Alkitab kita hari ini berbicara singkat tentang riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan oleh Allah (ay. 4). Manusia diciptakan pada kondisi di mana memang belum ada hujan, dan hanya ada kabut naik ke atas dari bumi dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu (ay. 5-6). Itulah mengapa salah satu perintah Tuhan kepada manusia adalah untuk menguasai bumi (Kej 1:28), atau dengan kata lain mengusahakan bumi agar mengeluarkan hasilnya.

Memang peristiwa penciptaan manusia (Adam) lebih banyak ditulis dalam pasal sebelumnya (Kej 1:26-28), tetapi dalam bacaan Alkitab kita hari ini, kita menemukan satu kebenaran yang sangat luar biasa, yaitu Tuhan membentuk manusia dari debu tanah, hanya saja bedanya adalah Tuhan menghembuskan nafas kehidupan kepada debu tanah tersebut, sehingga manusia menjadi makhluk yang hidup (ay. 7). Inilah perbedaan manusia dengan hal-hal lain yang diciptakan Tuhan. Ayat 7 ini mendeskripsikan bahwa Tuhan membuat manusia dari suatu bahan yaitu debu tanah, yang diberi nafas hidup oleh Tuhan. Oleh karena itu manusia sangat berbeda dengan ciptaan Tuhan lainnya, bahkan binatang sekalipun. Walaupun tubuh jasmani manusia berasal dari debu tanah, tetapi manusia memiliki roh (nafas hidup) yang berasal dari Tuhan.

Bukti lain adalah bahwa ketika manusia (Adam dan Hawa) jatuh ke dalam dosa, Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa manusia akan bekerja dengan keras hingga berpeluh, dan sesudah itu manusia akan kembali menjadi tanah, karena manusia diambil dari debu, dan akan kembali menjadi debu (Kej 3:19). Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, manusia kehilangan citra Allah dalam dirinya, dan sesungguhnya mereka hanyalah debu biasa. Hanya Tuhan Yesus yang mampu memulihkan citra Allah di dalam diri manusia yang percaya kepadaNya. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, sesungguhnya di dalam pandangan Tuhan, manusia itu sudah mati. Tuhan tahu bahwa manusia yang telah jatuh ke dalam dosa itu hanyalah debu semata (Mzm 103:14). Oleh karena itu satu-satunya cara untuk mengembalikan manusia kepada kondisi sebelum jatuh dalam dosa hanyalah dengan cara menebus manusia dengan kematian Tuhan Yesus yang datang dari surga, karena apa yang berasal dari surga bukan berasal dari debu (1 Kor 15:48).

Oleh sebab itu, kita pun harus sadar bahwa tanpa Tuhan, hidup kita sesungguhnya adalah butiran debu semata. Ini bukan meniru judul sebuah lagu pop yang cukup populer, tetapi memang kenyataannya adalah demikian. Sayangnya banyak orang yang tidak pernah menyadari, atau tidak mau mengakui bahwa Tuhanlah yang menciptakan mereka. Tanyakan saja kepada orang-orang atheis, apa yang akan terjadi ketika mereka mati? Mereka pasti akan menjawab, “Ya sudah, kalau sudah mati ya mati saja”. Orang-orang seperti ini tidak punya pengharapan. Mereka berpikir bahwa hidup ini ya hanya hidup selama di dunia ini. Padahal ada kekekalan yang menanti setelah kita mati, dan satu-satunya cara untuk menerima kehidupan kekal adalah dengan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi kita. Sudahkah kita memiliki pengharapan kekal di dalam Tuhan Yesus Kristus? Jika belum, terimalah agar kita pun beroleh keselamatan kekal, karena tanpa Tuhan, kita hanyalah butiran debu semata.




Bacaan Alkitab: Kejadian 2:4-7
2:4 Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, --
2:5 belum ada semak apa pun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apa pun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu;
2:6 tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu --
2:7 ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.

Jumat, 28 Desember 2012

Mintalah dan Kita Akan Menerima



Jumat, 28 Desember 2012
Bacaan Alkitab: Yohanes 15:5-8
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yoh 15:7)


Mintalah dan Kita Akan Menerima


Sebagai seorang auditor, saya beberapa kali melakukan pemeriksaan terhadap proses pengadaan barang dan/atau jasa di berbagai instansi pemerintah. Apa yang biasanya saya lihat dari proses pengadaan tersebut adalah kesesuaian keseluruhan proses pengadaan dengan ketentuan yang berlaku, dan apakah ada indikasi penyimpangan di pengadaan tersebut. Salah satu ciri proses pengadaan yang umum terjadi di Indonesia, adalah bahwa pihak rekanan yang sudah selesai melakukan pekerjaan sesuai perjanjian atau kontrak, hanya akan dibayar jika rekanan tersebut mengajukan permintaan pembayaran kepada instansi pemerintah tersebut. Jika rekanan tidak pernah mengajukan permintaan pembayaran, walaupun pekerjaannya telah selesai, tetapi rekanan tersebut tidak akan pernah mendapatkan pembayaran.

Ketika saya teringat tentang hal tersebut, saya merasa bahwa hal tersebut juga menjadi gambaran tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh anak-anak Tuhan. Selama ini saya beprikir bahwa sepanjang kita melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan, maka Tuhan pasti akan memberikan berkatNya kepada kita. Saya merujuk kepada Ulangan 28 yang menyatakan bahwa ketika kita melakukan perintah Tuhan dengan setia, maka semua berkat-berkat Tuhan akan menjadi milik kita (Ul 28:1). Memang prinsip ini tidak salah, tetapi saya diingatkan Tuhan bahwa ada sudut pandang lain yaitu sebenarnya Tuhan rindu kita meminta kepadaNya.

Bacaan Alkitab kita hari ini berbicara tentang Tuhan sebagai pokok anggur dan kita sebagai ranting-rantingnya (ay. 5a). Hanya ada dua pilihan bagi kita sebagai ranting, apakah kita mau menyatu dengan Tuhan atau kita mau hidup sendiri? Jika kita mau menyatu dengan Tuhan, maka kita akan tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan akan tinggal di dalam kita, sehingga kita akan berbuah banyak (ay. 5b & 8). Sementara itu jika kita tidak mau menyatu dengan Tuhan, berarti kita tidak tinggal di dalam Tuhan (ranting itu tidak menyatu dengan pokok anggur) sehingga ranting itu akan menjadi kering, dan dibakar di dalam api (ay. 6).

Lebih lanjut, jika kita sebagai ranting mau menyatu dengan Tuhan sebagai Pokok Anggur, maka Firman Tuhan juga akan tinggal di dalam kita, dan Tuhan memberikan janjiNya, yaitu ketika kita meminta apa saja yang kita kehendaki dan kita akan menerimanya (ay. 7). Ini adalah janji yang luar biasa, yaitu kita meminta apa saja maka kita pasti akan menerimanya? Wah enak dong jadi orang percaya, bisa minta apa saja dan pasti dikasih. Ya memang betul, ini adalah janji Tuhan sendiri,  tetapi kita pun harus ingat bahwa Tuhan pun bukan “jin botol” yang akan mengabulkan segala keinginan kita termasuk keinginan kita yang tidak baik. Ingat syarat sebelumnya yaitu kita harus tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan dan Firman Tuhan harus tinggal di dalam kita. Jika Firman Tuhan sudah tinggal di dalam kita, maka ketika kita meminta kepada Tuhan, kita pun akan meminta sesuai dengan kehendakNya dan bukan kehendak kita sendiri. Ketika kita meminta sesuatu yang adalah kehendak Tuhan, maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk tidak memberikan apa yang kita minta.

Ketika kita meminta, bukan berarti kita tidak percaya bahwa Tuhan itu tidak tahu apa yang kita butuhkan. Tuhan jauh lebih tahu dan Tuhan adalah pihak yang paling tahu apa yang kita butuhkan. Tuhan ingin kita meminta karena itu menunjukkan bagaimana tingkatan hubungan kita dengan Tuhan. Seorang suami dan isteri yang sudah lama menikah tentu saja sudah saling mengenal pasangannya, termasuk apa yang dibutuhkan pasangannya. Akan tetapi ketika salah satu dari mereka meminta kepada pasangannya, apakah itu menunjukkan bahwa pihak yang meminta tidak percaya kepada pasangannya? Bukan demikian, akan tetapi permintaan tersebut menunjukkan suatu hubungan yang penuh kasih. Seorang suami akan meminta sesuatu kepada isterinya dengan penuh kasih, demikian juga sebaliknya. Hal yang sama terjadi dalam hubungan kita dengan Tuhan. Kita (yang sudah dewasa secara rohani) akan meminta kepada Tuhan di dalam kasih dan sesuai dengan kehendakNya. Sedangkan orang-orang yang masih belum dewasa seringkali meminta hal-hal yang kekanak-kanakan dan cenderung untuk memuaskan hawa nafsu mereka sendiri (Yak 4:3).

Meminta kepada Tuhan tidaklah salah. Tetapi meminta kepada Tuhan untuk memuaskan hawa nafsu kita sendiri (diluar kehendak Tuhan) itu kurang tepat. Ketika kita sudah melakukan bagian kita yaitu melakukan segala perintah Tuhan dan kemudian meminta (mengklaim) janji-janji Tuhan tersebut di dalam kebenaran Firman Tuhan, maka kita tahu bawa permintaan kita pasti dijawab oleh Tuhan dan kita pasti menerima apa yang kita minta. Saat ini, mari kita nyatakan permintaan kita kepada Tuhan. Apapun yang kita minta, sepanjang sesuai dengan Firman Tuhan, maka Tuhan akan memberikannya kepada kita.


Bacaan Alkitab: Yohanes 15:5-8
15:5 Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
15:6 Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
15:7 Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
15:8 Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."