Selasa, 31 Juli 2012

Melayani untuk Memuliakan Tuhan


Rabu, 1 Agustus 2012
Bacaan Alkitab: 1 Petrus 4:10-11
Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.” (1 Ptr 4:11)


Melayani untuk Memuliakan Tuhan


Banyak tulisan yang saya buat di dalam blog ini berbicara tentang pelayanan. Hal ini saya anggap penting karena saya melihat banyak sekali gereja yang menganggap pelayanan itu sebagai suatu hal yang biasa saja, sehingga mereka menganggap bahwa semakin banyak jemaat yang melayani, maka gereja juga akan semakin baik. Tetapi di sisi lain, mereka juga lupa menjaga standar pelayanan sehingga pelayan di gereja tersebut melayani dengan “asal-asalan”, dan jemaat tidak mendapatkan kualitas pelayanan yang baik dari gereja tersebut.

Di satu sisi, banyak jemaat yang belum juga memahami tentang esensi pelayanan. Mereka menganggap bahwa pelayanan itu adalah milik hamba-hamba Tuhan. Jemaat cukup menjadi orang-orang yang dilayani. Jemaat cukup duduk di gereja dan menikmati pelayanan dari orang lain. Jemaat tidak mau melayani, atau tidak mau tahu tentang pelayanan.

Surat 1 Petrus banyak berbicara tentang pelayanan, walaupun sebenarnya surat tersebut ditujukan kepada jemaat biasa, dan justru orang-orang pendatang (1 Ptr 1:1). Akan tetapi, Firman Tuhan hari ini berkata agar kita saling melayani seorang akan yang lain (ay. 10a). Ketika Petrus menulis hal ini, saya rasa Petrus sedang teringat perintah Tuhan Yesus ketika Ia membasuh kaki murid-muridNya pada waktu perjamuan malam terakhir (Yoh 13:14). Petrus ingin agar orang-orang percaya memiliki sudut pandang yang benar terhadap “pelayanan”. Melayani sudah seharusnya menjadi ciri dan gaya hidup orang percaya di manapun orang percaya berada.

Kita harus melayani, sebagai bukti iman kita kepada Tuhan. Kita harus melayani dengan apa yang kita miliki, dengan tubuh kita, dengan talenta atau karunia yang Tuhan telah berikan kepada kita. Masing-masing kita memiliki talenta atau karunia yang berbeda-beda, dan justru itu bukan menjadi persoalan karena justru kita dapat saling melengkapi satu sama lain. Ketika kita memiliki talenta, itu bukan berarti kita cukup berdiam diri begitu saja, tetapi talenta itu dipercayakan Allah kepada kita, sebagai pengurus-pengurus di hadapan Tuhan (ay. 10b), untuk mengembangkan talenta tersebut.

Oleh karena itu, apapun talenta yang kita miliki, kita harus pergunakan talenta tersebut untuk melayani Tuhan. Alkitab memberi contoh yang baik dalam hal ini. Orang yang memiliki karunia untuk berbicara, baiklah ia berbicara dengan menyampaikan kebenaran Firman Tuhan (ay. 11a). Orang sebaiknya melayani dengan talenta yang ia miliki, bukan melayani dengan apa yang tidak ia miliki. Ketika kita melayani, kita juga melayani di dalam anugerah (ay. 11b), karena tidak mungkin orang dapat melayani tanpa anugerah Allah yang memampukan orang tersebut.

Oleh karena itu, inti dari segala pelayanan kita, dan juga inti dari segala apa yang kita lakukan dalam hidup kita adalah untuk melayani Tuhan, dan memuliakan Tuhan (ay. 11c). Ayat lain berkata bahwa jika kita makan, minum, tidur, atau melakukan apapun, kita harus melakukannya untuk kemuliaan Allah (1 Kor 10:31), karena segala sesuatu adalah dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk  Tuhan (Rm 11:36). Itulah mengapa saya sangat sering menekankan tentang motivasi yang benar dalam melayani, yaitu untuk memuliakan Tuhan, tidak ada yang lain. Jika kita melayani dengan motivasi selain untuk memuliakan Tuhan, berarti kita sudah mencuri kemuliaan Tuhan.


Bacaan Alkitab: 1 Petrus 4:10-11
4:10 Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.
4:11 Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Mengikut Tuhan itu Berani Meninggalkan, Bukan Berani Menerima


Selasa, 31 Juli 2012
Bacaan Alkitab: Lukas 18:28-30
Petrus berkata: "Kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau."” (Luk 18:28)


Mengikut Tuhan itu Berani Meninggalkan, Bukan Berani Menerima


Saat ini banyak orang Kristen berpikiran sempit, mereka merasa bahwa ketika mereka percaya kepada Tuhan dan melayani Tuhan, maka Tuhan akan memberkati mereka dengan limpah. Memang itu tidak salah, Tuhan pasti akan memberkati anak-anakNya, apalagi mereka yang telah susah payah melayani Tuhan. Akan tetapi sangat picik apabila kita melayani hanya untuk mendapatkan berkat jasmani dari Tuhan. Dahulu saya pernah melayani di sebuah gereja sebagai pemusik, dan setiap kali saya melayani, saya mendapatkan amplop berisi sejumlah uang. Jumlah uang itu tidak besar memang, akan tetapi saya justru merasa kurang sreg dengan hal tersebut, karena saya merasa bahwa pelayanan yang saya lakukan bukan untuk mencari uang. Namun memang sudah kebijakan gereja tersebut untuk memberikan uang, sehingga kadang-kadang amplop tersebut saya tinggal begitu saja (tidak saya ambil), atau saya langsung masukkan kembali ke kotak persembahan.

Saya tidak anti uang. Saya butuh uang juga, sama seperti kita semua. Akan tetapi sejak awal, saya menyadari bahwa mengiring Tuhan atau melayani Tuhan. Kecuali bagi hamba Tuhan yang full time melayani Tuhan yang berhak mendapatkan uang dari pelayanannya secara langsung, saya berpendapat bahwa jika saya melayani, saya tidak memiliki hak apapun untuk menerima uang serupiahpun.

Apa yang saya baca dalam bacaan Alkitab kita hari ini, yaitu Petrus, salah seorang murid Yesus yang pertama, yang berasal dari latar belakang seorang nelayan, berkata kepada Tuhan Yesus bahwa Petrus (dan murid-murid yang lain) telah meninggalkan segala kepunyaannya dan mengikut Tuhan (ay. 28). Memang kedua belas murid-murid Tuhan Yesus telah meninggalkan segala pekerjaan mereka, dari menjadi nelayan, pemungut cukai, dan lain-lain hanya untuk mengiring Tuhan. Mereka tidak hanya meninggalkan pekerjaan mereka, tetapi juga keluarga mereka dan segala apa yang mereka miliki. Mereka mempertaruhkan masa depan mereka dengan mengikut Tuhan.

Tuhan Yesus sadar apa yang ada di pikiran murid-muridNya, oleh karena itu Tuhan Yesus menjanjikan kepada murid-muridNya, bahwa ketika mereka meninggalkan segala sesuatu karena Kerajaan Allah, mereka akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini dan menerima hidup yang kekal pada zaman yang akan datang (ay. 29-30). Apa maksudnya ini? Apakah Tuhan Yesus menjanjikan bahwa kita akan menerima berkat jasmani juga pada hidup kita ketika kita meninggalkan sesuatu karena kita mengikut Tuhan? Ya, memang benar, akan tetapi yang lebih penting adalah bahwa orang yang mau mengikut Tuhan harus memiliki pola pikir meninggalkan apa yang dimilikinya terlebih dahulu demi Kerajaan Allah. Orang yang mengiring Tuhan tidak bisa memiliki pola pikir ingin mendapatkan berkat terlebih dahulu.

Ini yang salah dalam pemikiran orang-orang Kristen saat ini. Mereka mengharapkan sesuatu yang instan. Ketika mereka memberi persembahan sekian, maka mereka mengharapkan akan menerima berlipat ganda. Iman kekristenan dianggap sebagai bisnis, dimana ketika mereka memberi sesuatu, mereka mengharapkan imbalan yang lebih besar. Mereka menganggap iman kekristenan sebagai ladang investasi secara jasmani, bukan secara rohani. Padahal ketika Tuhan Yesus berbicara tentang harta dan berkat jasmani, Tuhan Yesus selalu mengaitkannya dengan Kerajaan Surga (Mat 6:20, Mat 6:33). Kekayaan bisa menjadi bumerang bagi kita jika kita menganggap bahwa Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah itu sama dengan bisnis di dunia ini.

Tuhan ingin kita diberkati, Tuhan juga ingin kita menjadi berkat bagi orang lain. Tetapi Tuhan juga ingin agar kita tidak berfokus kepada berkat itu sendiri. Tuhan ingin kita mengiring Tuhan dengan motivasi yang benar. Sepanjang sejarah gereja, hamba-hamba Tuhan yang benar adalah hamba-hamba Tuhan yang lebih fokus kepada memberi dan memberi bagi Tuhan, tanpa melakukan hitung-hitungan dengan Tuhan. Ketika kita tidak hitung-hitungan (secara materi) dengan Tuhan, maka Tuhan pun tidak akan hitung-hitungan juga dengan kita. Sudahkah kita memiliki hati yang siap memberi dan meninggalkan segala sesuatu untuk Tuhan?


Bacaan Alkitab: Lukas 18:28-30
18:28 Petrus berkata: "Kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau."
18:29 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya,
18:30 akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal."

Pekerjaan Tuhan Butuh Doa Kita


Senin, 30 Juli 2012
Bacaan Alkitab: Kolose 4:2-4
Berdoa jugalah untuk kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus, yang karenanya aku dipenjarakan.” (Kol 4:3)


Pekerjaan Tuhan Butuh Doa Kita


Salah seorang hamba Tuhan berkata bahwa semakin banyak orang diampuni, maka semakin orang tersebut akan mengucap syukur, dan demikian pula sebaliknya. Hal ini hampir mirip dengan Firman Tuhan yang menyatakan bahwa orang yang telah banyak diampuni, akan banyak berbuat kasih, tetapi orang yang sedikit diampuni, juga akan sedikit berbuat kasih (Luk 7:47). Di sisi lain, dengan logika yang sama, seorang hamba Tuhan yang telah melakukan banyak hal bagi jemaat yang dilayaninya, maka pasti jemaat tersebut akan banyak berdoa bagi hamba Tuhan tersebut. Ukuran apakah seorang hamba Tuhan adalah hamba Tuhan yang betul-betul melayani dengan baik dapat dilihat dari berapa banyak jemaat berdoa baginya. Bukan doa yang diucapkan di setiap ibadah ketika hamba Tuhan juga hadir, tetapi lebih kepada doa-doa yang diucapkan sehari-hari oleh jemaat.

Paulus merupakan salah satu hamba Tuhan yang luar biasa, jemaat yang dilayaninya meliputi banyak daerah bahkan banyak negara dan banyak suku bangsa. Walaupun ajaran yang disampaikan Paulus adalah ajaran yang kadang-kadang (bahkan sering) keras dan tegas, tetapi jemaat yang dilayaninya sangat mengasihi Paulus. Oleh karena itu, ketika Paulus menulis dalam surat kepada jemaat di kota Kolose untuk berdoa bagi Paulus dan pelayanannya (ay. 3a), hal tersebut bukan berarti bahwa jemaat di Kolose tidak pernah berdoa untuk pelayanan pekerjaan Tuhan, tetapi hal tersebut lebih terkait pada perintah Paulus agar jemaat Kolose senantiasa bertekun dalam doa, dan sekaligus berjaga-jaga sambil mengucap syukur (ay. 2).

Inilah esensi dari doa yang sejati. Doa itu harus dilakukan dengan tekun. Kita tidak bisa dalam hari ini berdoa, kemudian besok dan lusa tidak berdoa, lalu berdoa lagi pada keesokan harinya. Kita tidak bisa merapel doa kita untuk satu hari ke depan. Kita butuh berdoa dengan tekun, setiap waktu, setiap ada kesempatan, karena doa adalah nafas hidup orang percaya. Ketika kita berdoa, kita menjalin hubungan dengan Tuhan, sehingga kita pun senantiasa berjaga-jaga dalam kehidupan kita agar kita tidak jatuh ke dalam dosa. Selain itu doa pun salah satunya adalah mengucap syukur, tidak hanya berisi permintaan semata. Justru tingkatan doa paling tinggi adalah ketika kita bisa berdoa tanpa meminta, tetapi hanya bersyukur dan bersyukur kepada Tuhan.

Dalam konteks doa inilah, Paulus juga menekankan bahwa dalam berdoa juga penting untuk mendoakan orang lain, khususnya pelayanan pekerjaan Tuhan. Paulus tidak menekankan bahwa jemaat harus berdoa bagi Paulus saja, tetapi juga untuk “kami”, yang artinya Paulus dan rekan sekerjanya dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Apa yang Paulus ingin agar jemaat naikkan dalam doa-doa mereka? Paulus tidak meminta jemaat untuk mendoakan Paulus supaya kaya, Paulus hanya ingin mereka berdoa bagi pelayanan pekerjaan Tuhan, agar para pelayan-pelayan pekerjaan Tuhan (termasuk Paulus dan rekan-rekannya) dapat berbicara tentang Kristus, dan agar Tuhan membuka pintu-pintu pekabaran Injil sehingga semakin banyak orang yang mendengar kabar keselamatan tersebut (ay. 3b-4).

Memang tidak salah mendoakan hamba Tuhan, terlebih hamba Tuhan yang melayani kita agar menjadi kaya, kemudian bisa membeli kendaraan, kemudian bisa menjangkau jemaat-jemaat dengan  lebih mudah. Akan tetapi Paulus menekankan bahwa seharusnya doa yang kita panjatkan kepada Tuhan adalah doa-doa yang meminta Tuhan membuka pintu-pintu pekabaran Injil, dan agar Tuhan memakai hamba-hambaNya untuk melayani pekerjaan Tuhan tersebut. Apapun doa bagi hamba Tuhan, apakah agar ia menjadi kaya, ia diberkati, ia sehat, dan lain sebagainya, harus dilihat dari tujuan doa kita, apakah semuanya itu untuk memuliakan Tuhan atau hanya memuliakan hamba Tuhan itu sendiri. Kita perlu menopang pelayanan hamba Tuhan dengan doa, karena tanpa doa, maka hamba Tuhan akan menjadi sasaran si Iblis untuk menjatuhkannya. Percaya atau tidak, seorang hamba Tuhan pasti mengalami masalah jauh lebih banyak daripada jemaat yang dilayaninya. Oleh karena itu, mereka butuh doa-doa kita setiap saat. Sudahkah kita mendoakan hamba Tuhan dan pekerjaan Tuhan?


Bacaan Alkitab: Kolose 4:2-4
4:2 Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur.
4:3 Berdoa jugalah untuk kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus, yang karenanya aku dipenjarakan.
4:4 Dengan demikian aku dapat menyatakannya, sebagaimana seharusnya.

Senin, 30 Juli 2012

Kesembuhan Rohani Plus Bonus Kesembuhan Jasmani


Minggu, 29 Juli 2012
Bacaan Alkitab: Matius 9:1-8
Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" -- lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu --: "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!"” (Mat 9:6)


Kesembuhan Rohani Plus Bonus Kesembuhan Jasmani


Saat ini sedang marak diadakan acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang disertai dengan Kebaktian Kesembuhan Ilahi (KKI). Kadang-kadang memang agak sulit membedakan KKR dengan KKI, karena bisa saja namanya adalah KKR tetapi juga meliputi acara-acara kesembuhan. Padahal sebenarnya esensi KKR dengan KKI itu agak berbeda. Pada awalnya, KKR sebenarnya lebih merupakan acara untuk memotivasi orang percaya untuk tetap mengiring Tuhan dan mau melakukan panggilan Tuhan (biasanya panggilan untuk bermisi), sehingga biasanya ada panggilan ke altar (altar call) bagi orang-orang yang mau untuk diutus melakukan panggilan Tuhan. Akan tetapi saat ini jika orang mengadakan KKR, pada umumnya lebih menekankan pada kesembuhan, bahkan altar call yang diadakan pun cenderung altar call bagi orang sakit agar didoakan dan menjadi sembuh.

Pada umumnya, ini yang dicari banyak orang, terutama orang-orang yang sakit. Banyak orang sakit datang ke acara KKR supaya mereka sembuh. Banyak orang datang ke acara KKR agar mereka bisa mendapatkan berkat dari hamba-hamba Tuhan terkenal. Bahkan bukan tidak mungkin di daerah-daerah desa atau kota-kota kecil, banyak orang datang ke KKR agar bisa melihat hamba Tuhan dari ibukota, atau bisa melihat pelayan-pelayan Tuhan dari ibukota yang ganteng dan cantik, siapa tahu bisa berkenalan. Kembali lagi, motivasi orang datang ke acara-acara semacam itu hanya mencari hal-hal yang duniawi. Kalaupun mereka sakit, mereka datang hanya untuk sembuh dan kemudian pulang melakukan hal yang biasanya mereka lakukan dengan tubuh mereka yang sudah sembuh.

Ternyata hal ini sudah terlihat sejak zaman Yesus hidup. Banyak orang datang kepada Yesus karena ingin disembuhkan, atau karena ingin mendapatkan makanan dari Tuhan Yesus, atau mendapatkan berkat Tuhan. Mereka tidak ingin mencari Yesus tetapi mencari berkat atau kesembuhannya terlebih dahulu. Itulah mengapa dalam bacaan Alkitab kita hari ini, dikatakan bahwa ketika Tuhan Yesus naik perahu dan menyeberang danau lalu sampai di kotaNya sendiri (ay. 1) yaitu Nazaret, kota tempat Tuhan Yesus dibesarkan (Mat 2:23), ada orang lumpuh dibawa kepada Tuhan Yesus, dan Tuhan Yesus tidak langsung menyembuhkan kelumpuhan orang tersebut. Tuhan Yesus justru berkata, “Percayalah, hai anakKu, dosamu sudah diampuni” (ay. 2).

Tentu saja hal ini menimbulkan reaksi keras dari orang lain terutama para ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka menganggap bahwa Yesus menghujat Allah, karena yang bisa mengampuni dosa seseorang adalah Tuhan (ay. 3). Mereka tidak tahu bahwa Yesus sendiri adalah Tuhan yang turun ke dunia dan menjadi manusia sama seperti kita. Oleh karena Yesus adalah Tuhan, Yesus pun tahu apa yang ada di pikiran mereka (ay. 4), sehingga Yesus bertanya, “Mana yang lebih mudah, mengatakan ‘Dosamu sudah diampuni’ atau ‘Bangunlah dan berjalanlah’?”. Jika dalam bahasa Indonesia mungkin saja hampir sama cara mengucapkannya. Tetapi ada yang ingin Tuhan Yesus katakan bahwa sebenarnya orang lebih butuh kesembuhan rohani terlebih dahulu, baru kesembuhan jasmani. Tuhan Yesus tidak memberikan kesembuhan jasmani lalu kemudian berkata, “Jangan lupa ya, setelah ini kamu harus rajin ke gereja, rajin beribadah ya...” Tuhan Yesus justru menyembuhkan secara rohani  terlebih dahulu, mengampuni dosa orang itu, baru menyembuhkan penyakit jasmaninya (ay. 6-8).

Apa maknanya bagi kita? Seringkali kita mengadakan KKR lupa esensi KKR itu sendiri. Kita lupa menceritakan Yesus kepada orang yang hadir dalam acara KKR tersebut. Kita lupa memberitakan Injil dan membereskan kehidupan rohani orang tersebut sebelum membereskan kehidupan jasmaninya. Kita terfokus pada acara kesembuhan ilahinya, sampai lupa bahwa yang dimaksud dengan kesembuhan ilahi itu adalah lebih kepada kesembuhan rohani, baru kemudian kesembuhan jasmani. Itulah mengapa Tuhan Yesus sendiri berkata, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Ketika seseorang sudah mencari Kerajaan Allah, dalam arti memberikan hidupnya kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan masuk dan menjadi Raja dalam hati dan seluruh kehidupannya, maka kehidupan jasmani orang tersebut juga akan dipulihkan oleh Tuhan. Yang terpenting adalah membereskan hal-hal yang rohani, yang tidak kelihatan, maka selanjutnya hal-hal jasmani juga akan dibereskan oleh Tuhan. Jangan sampai terbalik, karena jika demikian, kita adalah hamba-hamba Tuhan yang paling malang, kita bisa saja menyembuhkan orang dan membuat banyak mujizat dalam nama Tuhan (Mat 7:22), tetapi yang kita lakukan justru bertentangan dengan prinsip Tuhan dan kehendak Tuhan sendiri, sehingga Tuhan pun menolak kita (Mat 7:23). Ingat, bahwa kesembuhan jasmani itu adalah bonus, ketika kita sudah menerima kesembuhan secara rohani di dalam Kristus Yesus.


Bacaan Alkitab: Matius 9:1-8
9:1 Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri.
9:2 Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni."
9:3 Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah."
9:4 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?
9:5 Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?
9:6 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" -- lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu --: "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!"
9:7 Dan orang itu pun bangun lalu pulang.
9:8 Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.


Tuhan, Ahli Strategi Paling Hebat


Sabtu, 28 Juli 2012
Bacaan Alkitab: 2 Samuel 5:17-25
Dan Daud berbuat demikian, seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya, maka ia memukul kalah orang Filistin, mulai dari Geba sampai dekat Gezer.” (2 Sam 5:25)


Tuhan, Ahli Strategi Paling Hebat


Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menonton acara di televisi tentang para ahli strategi pada saat perang dunia ke-2, antara pihak Jerman dan pihak sekutu. Dalam tayangan tersebut diceritakan bagaimana para jenderal-jenderal terbaik dari kedua belah pihak melakukan manuver-manuver perang yang luar biasa, sehingga dengan pasukan yang sedikit mereka bahkan dapat mengalahkan pasukan musuh yang berlipat-lipat banyaknya. Ketika saya terkagum-kagum melihat kehebatan para jenderal tersebut, saya diingatkan Tuhan bahwa ada lagi Ahli Strategi yang paling hebat, Dia adalah Jenderal di atas segala Jenderal, yaitu Tuhan kita sendiri.

Apa buktinya? Hari ini kita akan membaca bagian Alkitab yang menceritakan tentang bagaimana Tuhan berperan sebagai ahli strategi yang luar biasa bagi Daud. Saat itu, Daud baru saja diurapi  menjadi raja Israel. Mendengar hal itu, bangsa Filistin tidak suka dengan hal tersebut sehingga memutuskan untuk maju menangkap Daud. Alkitab menggunakan kata-kata “majulah semua orang Filistin” untuk menggambarkan bahwa pada saat itu orang Filistin mengerahkan seluruh tentara dan pasukannya untuk mengepungdan menangkap Daud (ay. 17a). Apa yang Daud lakukan? Daud yang baru diangkat menjadi raja Israel, dengan segala kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya, bisa saja terpancing untuk mengerahkan seluruh rakyat Israel untuk melawan mereka (Secara perhitungan matematis, jumlah rakyat Israel jauh lebih besar daripada jumlah rakyat Filistin). Akan tetapi Alkitab mengatakan bahwa Daud pergi ke kubu pertahanan. Ia mengambil posisi bertahan di kubu pertahanan di Yerusalem (ay. 17b).

Jika mengacu pada strategi perang, hal ini merupakan hal yang bisa dibilang salah. Yerusalem memang berada di bukit, dengan lembah pada sisi-sisinya, sehingga orang yang bertahan di Yerusalem dapat bertahan dengan baik. Akan tetapi orang Filistin mengerahkan seluruh pasukannya dan memencar di lembah Refaim (ay. 18), mencoba untuk mengepung Daud dan mencegah Daud mengumpulkan bala bantuan dari suku-suku Israel lainnya. Saat itu, Daud dalam keadaan terkepung. Ia baru saja diangkat menjadi raja. Ia bisa saja meminta nasehat kepada para penasehat-penasehat yang dimilikinya. Akan tetapi Daud lebih memilih untuk bertanya kepada Penasehat di atas segala Penasehat, yaitu Tuhan yang hidup (ay. 19). Pertanyaan Daud sederhana saja, “Apakah aku harus maju melawan orang Filistin? Apakah Tuhan akan menyerahkan orang Filistin itu ke dalam tanganku?” (ay. 19a). Pertanyaan yang sederhana bukan? Dalam bahasa sehari-hari mungkin pertanyaan Daud berbunyi seperti ini: “Tuhan, aku maju apa enggak nih? Kalau maju, aku akan menang apa enggak nih?”.

Saat itu, walaupun sangat mungkin pasukan Daud tidak sebanding dengan pasukan orang Filistin, Tuhan meminta Daud untuk maju karena Tuhan akan menyerahkan orang Filistin ke dalam tangan Tuhan (ay. 19b). Daud sih taat-taat saja, karena Tuhan sudah memerintahkannya untuk maju, maka Daud maju dan menyerang mereka di daerah yang nanti dinamakan Baal-Perasim, yang dapat berarti “Tuhan telah menerobos musuhku di depanku seperti air menerobos” (ay. 20). Tuhan memberikan kemenangan bagi Daud pada saat itu, dengan strategi yang mungkin tidak pernah diduga oleh orang Filistin sebelumnya (ay. 21).

Akan tetapi orang Filistin tidak mau kalah, mereka kembali berencana untuk menyerang. Mereka maju sekali lagi dan bersiap-siap di lembah Refaim (ay. 22). Orang Filistin tentu sudah mengantisipasi apabila Daud menyerang seperti dulu lagi. Tentunya orang yang sudah pernah menang perang dengan strategi yang luar biasa jitu, biasanya akan melakukan strategi yang sama pada kesempatan kedua. Bisa saja karena terlena akan kemenangan pertamanya, Daud kemudian langsung maju menyerang orang Filistin tanpa bertanya kepada Tuhan terlebih dahulu. Akan tetapi Daud ternyata kembali bertanya kepada Tuhan, apakah ia harus maju menyerang secara frontal atau tidak. Tapi kali ini ternyata Tuhan ingin Daud menggunakan strategi yang berbeda, yaitu membuat gerakan lingkaran dan menyerang dari belakang, dari arah pohon-pohon kertau (ay. 23), dan bagaimana cara Daud mengetahui bahwa sudah saatnya menyerang? Tuhan akan memberikan isyarat berupa bunyi langkah di puncak pohon-pohon kertau tersebut, dan pada saat itulah Daud menyerang dengan cepat untuk menyerang orang Filistin (ay. 24).

Daud pun berbuat demikian sesuai dengan apa yang difirmankan Tuhan kepadanya. Dan apa hasilnya? Dalam dua kondisi yang hampir sama, dengan kekuatan yang hampir sama, dengan waktu yang berselisih tidak terlalu jauh, Tuhan memberikan taktik yang berbeda kepada Daud sehingga Daud dapat menang (ay. 25), padahal posisinya adalah posisi bertahan. Daud bahkan dapat memukul mundur orang Filistin dari Geba (yang merupakan daerah orang Israel) hingga ke dekat Gezer (yang merupakan batas timur daerah orang Filistin). Daud mampu menghalau bangsa Filistin yang selama ini menjajah bangsa Israel, dan memukul mundur hingga ke perbatasan yang seharusnya.

Jika kita melihat, hal ini dapat terjadi karena Daud mengandalkan Tuhan dan bertanya kepada Tuhan sebelum melakukan segala sesuatu. Padahal mungkin sebagai raja, ia memiliki banyak penasehat dan juga banyak panglima perang. Jangan lupa juga bahwa Daud sendiri juga sudah memiliki banyak pengalaman berperang yang tidak kalah hebatnya. Akan tetapi Daud tunduk kepada strategi dari Tuhan, karena ia tahu, bahwa strategi dari Tuhan tidak ada bandingannya, bahkan dibandingkan dengan segala pengalaman Daud sebagai pemimpin pasukan Israel. Hal tersebut juga berlaku bagi kita, sudahkah kita memposisikan Tuhan sebagaimana seharusnya? Ketika kita dalam pergumulan atau permasalahan, sudahkah kita bertanya kepada Tuhan bagaimana jalan keluarnya? Atau kita justru mengandalkan segala pengalaman kita, segala ilmu dan kepintaran kita untuk mencari jalan keluar versi kita sendiri? Memang kadang-kadang ilmu dan segala kepintaran serta pengalaman kita dapat membuat kita mampu menganalisa masalah yang kita hadapi. Tetapi jangan lupa bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang sungguh luar biasa, Ia adalah ahli strategi paling hebat dalam kehidupan kita. Sudah saatnya kita harus senantiasa bertanya kepadaNya tentang apa yang harus lakukan, jika kita ingin kehidupan kita berkemenangan. Firman Tuhan berkata, “Akuilah Dia [Tuhan] dalam segala lakumu, maka Ia [Tuhan] akan meluruskan jalanmu” (Ams 3:6). Sudahkah kita melakukannya?


Bacaan Alkitab: 2 Samuel 5:17-25
5:17 Ketika didengar orang Filistin, bahwa Daud telah diurapi menjadi raja atas Israel, maka majulah semua orang Filistin untuk menangkap Daud. Tetapi Daud mendengar hal itu, lalu ia pergi ke kubu pertahanan.
5:18 Ketika orang Filistin itu datang dan memencar di lembah Refaim,
5:19 bertanyalah Daud kepada TUHAN: "Apakah aku harus maju melawan orang Filistin itu? Akan Kauserahkankah mereka ke dalam tanganku?" TUHAN menjawab Daud: "Majulah, sebab Aku pasti akan menyerahkan orang Filistin itu ke dalam tanganmu."
5:20 Lalu datanglah Daud di Baal-Perasim dan memukul mereka kalah di sana. Berkatalah ia: "TUHAN telah menerobos musuhku di depanku seperti air menerobos." Sebab itu orang menamakan tempat itu Baal-Perasim.
5:21 Orang Filistin itu meninggalkan berhalanya di sana, lalu Daud dan orang-orangnya mengangkatnya.
5:22 Ketika orang Filistin maju sekali lagi dan memencar di lembah Refaim,
5:23 maka bertanyalah Daud kepada TUHAN, dan Ia menjawab: "Janganlah maju, tetapi buatlah gerakan lingkaran sampai ke belakang mereka, sehingga engkau dapat menyerang mereka dari jurusan pohon-pohon kertau.
5:24 Dan bila engkau mendengar bunyi derap langkah di puncak pohon-pohon kertau itu, maka haruslah engkau bertindak cepat, sebab pada waktu itu TUHAN telah keluar berperang di depanmu untuk memukul kalah tentara orang Filistin."
5:25 Dan Daud berbuat demikian, seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya, maka ia memukul kalah orang Filistin, mulai dari Geba sampai dekat Gezer.

Kontradiksi Kisah Ahab


Jumat, 27 Juli 2012
Bacaan Alkitab: 1 Raja-raja 21:25-29
Sesungguhnya tidak pernah ada orang seperti Ahab yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, karena ia telah dibujuk oleh Izebel, isterinya.” (1 Raj 21:25)


Kontradiksi Kisah Ahab


Dalam Alkitab, raja Ahab digambarkan sebagai salah satu raja bangsa Israel yang paling jahat, bahkan mungkin yang terjahat di antara raja-raja bangsa Israel yang pernah hidup. Alkitab kita mengatakan dengan terus terang bahwa “Sesungguhnya tidak pernah ada orang seperti Ahab yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata Tuhan” (ay. 25a). Jika kita mau merenung sedikit, mengapa Ahab bisa seperti itu, jawaban utamanya adalah karena Ahab melakukan kesalahan fatal dengan menikahi Izebel (ay. 25b). Siapa Izebel itu? Izebel adalah anak Etbaal, raja orang Sidon yang menyembah Baal (1 Raj 16:31). Karena cintanya kepada Izebel, Ahab sampai mengikuti berhala-berhala dan meninggalkan Tuhan (ay. 26). Ahab tidak sadar dan tidak belajar dari sejarah bahwa salah satu penyebab raja Salomo jatuh adalah karena isteri-isteri dari bangsa-bangsa asing yang mencondongkan hatinya dari Tuhan (1 Raj 11:4).

Jika kita membaca bagaimana tindakan Ahab yang semena-mena dan benar-benar tidak ingat kepada Tuhan, rasa-rasanya kita cenderung untuk berdoa seperti ini, “Sudahlah Tuhan, hukum saja raja Ahab itu, sampai kapan Tuhan masih mau memberi kesempatan? Kelakuannya sudah sangat jauh dari Tuhan, mbok ya langsung dibunuh saja biar tidak memberi dampak negatif kepada bangsa Israel yang lain”. Bukankah kita juga sering berdoa seperti itu? Mungkin juga Elia yang hidup pada waktu raja Ahab hidup juga sudah gemes dan minta Tuhan membunuh saja raja Ahab itu. Akan tetapi, ketika Elia menyampaikan Firman kepada raja Ahab yang berisi nubuatan tentang kematian Ahab dan keluarganya (1 Raj 21:21-24), raja Ahab kemudian tiba-tiba berbalik dan menyesali perbuatannya. Ia mengoyakkan pakaian, mengenakan kain kabung dan berpuasa (ay. 27). Saya rasa orang yang sudah melihat kejahatan raja Ahab bisa saja berkata, “Ah paling raja Ahab cuma pura-pura saja bertobat, besok juga sudah kembali jahat lagi”, atau kata-kata negatif lainnya.

Akan tetapi Tuhan adalah Tuhan yang mengerti apa isi hati kita, bahkan isi hati raja Ahab yang dikatakan sebagai salah satu orang terjahat dalam Alkitab. Oleh karena itu, Tuhan kemudian berfirman kepada Elia, hambaNya, agar Elia melihat bagaimana Tuhan begitu mengasihi orang-orang yang sungguh-sungguh bertobat kepadaNya. Bahkan karena Ahab melakukan pertobatan tersebut, yang mungkin hanya satu-satunya perbuatan baik yang dilakukan Ahab dibandingkan dengan segala perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukannya, Tuhan memberikan kesempatan lagi kepada Ahab, dengan cara tidak mendatangkan malapetaka dalam masa pemerintahannya (ay. 28-29). Padahal, malapetaka itu telah dirancangkan Allah sebelumnya, akan tetapi karena sepersekian persen pertobatan Ahab, maka Allah pun mengubah rencananya tersebut.

Hal tersebut bukan menunjukkan bahwa Allah itu adalah Allah yang plin plan. Akan tetapi kita melihat bagaimana Allah tetap menghargai pertobatan seseorang, sebanyak apapun dosa yang orang itu pernah lakukan. Kita dapat melihat kemurahan Allah ini sepanjang Alkitab baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Sepanjang Tuhan masih belum datang kembali untuk kedua kalinya, dan sepanjang Tuhan masih memberikan kita kesempatan untuk hidup, itu tandanya Tuhan masih membuka tanganNya lebar-lebar bagi orang-orang yang mau bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Mungkin saat ini tangan Tuhan sedang terbuka bagi kita yang saat ini sedang membaca tulisan ini. Ketika kita mendengar suara Tuhan yang lembut memanggil kita untuk kembali kepadaNya, janganlah kita mengeraskan hati kita (Ibr 3:15). Selagi masih ada kesempatan, mari kita pergunakan untuk bertobat dan kembali kepadaNya. Jangan sampai kita terlambat dan menyesal, karena jika kita sudah mati, sudah tidak ada lagi kesempatan bagi kita untuk bertobat. Sekaranglah saatnya, gunakan waktu yang ada dengan bijaksana untuk menjawab panggilanNya.


Bacaan Alkitab: 1 Raja-raja 21:25-29
21:25 Sesungguhnya tidak pernah ada orang seperti Ahab yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, karena ia telah dibujuk oleh Izebel, isterinya.
21:26 Bahkan ia telah berlaku sangat keji dengan mengikuti berhala-berhala, tepat seperti yang dilakukan oleh orang Amori yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel.
21:27 Segera sesudah Ahab mendengar perkataan itu, ia mengoyakkan pakaiannya, mengenakan kain kabung pada tubuhnya dan berpuasa. Bahkan ia tidur dengan memakai kain kabung, dan berjalan dengan langkah lamban.
21:28 Lalu datanglah firman TUHAN kepada Elia, orang Tisbe itu:
21:29 "Sudahkah kaulihat, bahwa Ahab merendahkan diri di hadapan-Ku? Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya; barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya."


Jumat, 27 Juli 2012

Puasa di Hadapan Tuhan


Kamis, 26 Juli 2012
Bacaan Alkitab: Yoel 2:15-17
Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya.” (Yl 2:15)


Puasa di Hadapan Tuhan


Saat ini, saudara kita yang beragama lain sedang melaksanakan ibadah puasa. Bagi mereka, berpuasa di bulan ini akan mendatangkan berkah atau pahala yang berlipat ganda. Menurut mereka, di bulan ini juga Tuhan sedang membukakan pintu surga selebar-lebarnya, sehingga ketika mereka melakukan kebaikan, maka kebaikan itu akan berlipat ganda, ketika mereka melakukan ibadah, maka nilai ibadah mereka akan berlipat ganda, dan ketika mereka meminta ampun, maka mereka akan diampuni berlipat ganda. Saya tidak bermaksud membahas tentang ajaran agama mereka, akan tetapi saya ingin menulis tentang bagaimana puasa yang seharusnya kita lakukan menurut apa yang Alkitab katakan.

Salah satu ayat yang menyebutkan tentang puasa adalah bacaan Alkitab kita hari ini. Dalam ajaran Kristiani, puasa Kristen berbeda dengan puasa lain. Orang Kristen tidak harus berpuasa pada hari-hari tertentu (Misal puasa Senin-Kamis), atau pada bulan-bulan tertentu. Orang Kristen juga tidak terikat akan waktu, bisa saja puasa setengah hari, satu hari, satu hari satu malam, tiga hari tiga malam, atau apapun waktunya. Orang Kristen bisa berpuasa kapan saja, dimana saja, dan berapa lama waktunya. Dalam ajaran Alkitab, sebenarnya tidak ada ayat khusus yang mengatur tentang bagaimana teknis berpuasa, walaupun ada prinsip-prinsip puasa yang salah satunya kita pelajari pada hari ini.

Pertama, puasa itu adalah puasa yang kudus (ay. 15). Apa artinya kudus? Secara sederhana kudus berarti dipisahkan. Orang yang menguduskan diri adalah orang yang memisahkan diri (sementara) agar dapat berkenan di hadapan Tuhan. Demikian juga ketika kita memutuskan untuk berpuasa. Kita harus memiliki motivasi yang benar, bukan karena keinginan daging kita, bukan karena kita ingin dipuji Tuhan (Mat 6:16-18). Kita berpuasa karena kita ingin lebih lagi memiliki waktu dengan Tuhan, yaitu ketika kita mengurangi waktu makan kita dan menggunakannya untuk bersekutu dengan Tuhan. Itulah mengapa dalam Alkitab, kata puasa pasti berhubungan erat dengan doa (Mat 17:21, Kis 14:23), karena dalam ajaran Kristen, puasa tanpa doa itu sama saja dengan puasa untuk diet menurunkan berat badan.

Kedua, puasa bisa dilakukan oleh siapa saja, baik orang dewasa, orang yang sudah tua, bahkan anak-anak (ay. 16). Ini artinya siapa saja yang sudah mengerti kebenaran Firman Tuhan, boleh berpuasa. Puasa dalam ajaran Kristiani tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, dan apapun. Bahkan secara ekstrim, ayat 16 juga mengatakan bahwa pengantin baru saja juga boleh berpuasa di hadapan Tuhan. Semua orang percaya punya hak dan juga kewajiban untuk berpuasa, sepanjang orang tersebut sudah mengerti esensi puasa yang benar di hadapan Tuhan.

Ketiga, puasa (salah satunya) bertujuan untuk bertobat dan meminta belas kasihan Tuhan (ay. 17). Dalam Alkitab, puasa lebih cenderung terkait dengan pertobatan. Orang yang bertobat umumnya merendahkan diri dengan berpuasa. Ayat 17 juga menyebutkan bahwa penting bagi para imam dan pelayan-pelayan Tuhan menangis antara balai depan (tempat jemaat Tuhan) dan mezbah (lambang kehadiran Tuhan). Artinya adalah imam dan pelayan Tuhan juga harus menjadikan puasa (sebagai lambang merendahkan diri dan meminta pertolongan Tuhan), untuk mendoakan jemaat Tuhan di hadapan Tuhan. Dalam kata lain, para pelayan Tuhan sebenarnya berdiri di antara Tuhan dan jemaat, sehingga mereka pun harus memiliki kerinduan agar Tuhan tidak hanya melawat mereka, tetapi juga melawat jemaat yang mereka layani. Dalam konteks ketika kitab Yoel ditulis, Tuhan ingin agar para hamba-hamba Tuhan juga berdoa bagi keselamatan bangsa Israel, serta berdoa dan berpuasa agar Tuhan tetap menyertai bangsa Israel dan tidak meninggalkan mereka, dan salah satu cara untuk meminta hal tersebut adalah dengan doa dan puasa, karena doa ditambah puasa adalah tingkatan tertinggi dari doa manusia kepada Tuhan.

Jika demikian, apakah kita sudah memiliki dasar yang benar untuk melakukan doa dan puasa di hadapan Tuhan? Mungkin dahulu kita belum mengerti bagaimana cara berpuasa yang benar, atau belum mengerti mengapa kita harus berpuasa. Akan tetapi mari kita mulai saat ini melakukan puasa yang benar, dan menjadikan puasa sebagai gaya hidup kita, bukan karena ikut-ikutan, bukan karena di agama lain juga diwajibkan berpuasa, tetapi karena kita ingin lebih lagi memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan. Sudahkah kita berpuasa hari ini?


Bacaan Alkitab: Yoel 2:15-17
2:15 Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya;
2:16 kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya;
2:17 baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah, dan berkata: "Sayangilah, ya TUHAN, umat-Mu, dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka. Mengapa orang berkata di antara bangsa: Di mana Allah mereka?"