Senin, 23 April 2012

Seperti Anak Kecil


Selasa, 24 April 2012
Bacaan Alkitab: Lukas 18:15-17
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” (Luk 18:17)


Seperti Anak Kecil


Ketika anak pertama saya lahir, saya baru mengerti apa yang dimaksud Tuhan Yesus ketika ia mengatakan bahwa kita harus menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil (ay. 17). Menyambut seperti anak kecil dalam ayat tersebut berbeda maknanya dengan memiliki pemikiran seperti anak-anak (1 Kor 14:20). Memiliki pemikiran seperti anak-anak berarti secara rohani kita tidak bertumbuh dan tidak menjadi dewasa secara rohani. Sedangkan menyambut seperti anak kecil berarti kita memiliki sikap seperti anak kecil yang ingin datang kepada Yesus. Berdasarkan ayat Alkitab yang kita baca hari ini, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari anak kecil tersebut.

Pertama, anak kecil masih tergantung kepada kedua orangtuanya. Dalam ayat 15 dikatakan bahwa orang-orang yang datang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus. Anak kecil masih belum dapat mandiri, sehingga ia sangat bergantung kepada kedua orang tuanya mengenai apa yang ia makan, apa yang ia minum, dan lain sebagainya. Demikian juga Tuhan Yesus ingin agar kita menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil yang sangat tergantung kepada Tuhan. Semakin kita tergantung kepada Tuhan, maka semakin Tuhan akan memberkati kita, sementara semakin kita mengandalkan diri kita sendiri, maka semakin Tuhan akan membiarkan kita dan jauh dari kita.

Kedua, anak kecil memiliki motivasi yang tulus. Dalam ayat 15 juga dikatakan, tujuan orang-orang membawa anak kecil tersebut adalah agar Tuhan menjamah anak-anak mereka. Anak-anak tidak datang kepada Tuhan Yesus untuk meminta berkat jasmani, meminta uang yang banyak, dan lain sebagainya. Bagi seorang anak kecil, jika ia datang kepada seseorang seseorang tersebut mau menyapa dan mengusap-usap kepalanya, atau bermain dengan mereka, itu sudah lebih dari cukup. Anak-anak mungkin hanya ingin bertemu Yesus dan menghabiskan waktu dengan Yesus, dan ternyata hal itu yang tidak dapat dipahami oleh orang dewasa. Alkitab mengatakan bahwa murid-murid Yesus justru memarahi orang-orang yang membawa anak-anak tersebut (ay. 15b).

Tuhan Yesus justru bertindak sebaliknya terhadap anak-anak. Tuhan Yesus justru membiarkan anak-anak tersebut datang kepadaNya, karena orang-orang seperti anak kecil itulah yang empunya Kerajaan Allah (ay. 16). Seringkali kita yang sudah dewasa justru tidak menyambut Tuhan melainkan justru menghalang-halangi anak kecil yang hendak datang kepada Tuhan. Kita sebagai orang dewasa justru tidak bijaksana dan seringkali melupakan esensi dari anak kecil yang dimaksudkan Tuhan Yesus tersebut. Sudahkah kita menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil? Bukan seperti anak-anak secara rohani melainkan memiliki hati yang tulus seperti anak kecil itulah yang diinginkan Yesus.


Bacaan Alkitab: Lukas 18:15-17
18:15 Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.
18:16 Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
18:17 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."


Memilih Jalan yang Sempit


Senin, 23 April 2012
Bacaan Alkitab: Matius 7:13-14
Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Mat 7:14)


Memilih Jalan yang Sempit


Saya memperhatikan bahwa akhir-akhir ini manusia cenderung memilih jalan yang mudah ketimbang jalan yang sulit. Contohnya saja, untuk mendapatkan sebuah gelar akademis, seseorang seharusnya benar-benar belajar dengan sungguh-sungguh sehingga gelar tersebut merupakan cerminan dari kemampuan akademis yang dimilikinya. Akan tetapi, cukup banyak orang yang menempuh jalan pintas dengan cara membeli ijazah, entah itu palsu atau asli tetapi palsu (aspal).

Demikian juga dengan dokter-dokter di masa sekarang ini, terutama dokter kandungan. Di kota-kota besar (bahkan saat ini pun sudah merambah ke kota-kota kecil), cukup banyak dokter kandungan yang tidak mau ambil risiko dengan cara meminta sang ibu untuk melakukan operasi caesar, karena operasi tersebut membutuhkan waktu yang singkat, nyaris tanpa risiko bagi si dokter, dan mendatangkan lebih banyak uang bagi dokter tersebut. Di sisi lain, banyak orang tua yang juga mau jalan pintas, daripada bersusah payah melahirkan secara normal, banyak orang tua yang memilih operasi caesar bagi bayinya. Memang operasi caesar pun tidak salah jika dari sisi medis memang terjadi masalah sehingga tidak mungkin melahirkan secara normal. Tetapi jika kita tanya para orang tua atau dokter yang melakukan operasi caesar, saya yakin lebih dari 50% pasti melakukan operasi caesar karena alasan lebih mudah, tanpa risiko, hemat waktu, dan yang lebih parah lagi adalah karena ingin si bayi lahir tepat pada hari tertentu sesuai keinginan mereka.

Hal ini sebenarnya merupakan sifat dasar manusia. Tuhan Yesus sudah mengingatkan tentang hal tersebut sekitar 2.000 tahun yang lalu. Banyak orang mau masuk ke dalam Kerajaan Surga, namun mereka ingin masuk secara mudah, secara instan. Banyak orang mau menerima keselamatan tetapi dengan cara yang mudah dan tidak sulit. Memang jika kita perhatikan ucapan Tuhan Yesus dalam bacaan Alkitab kita kali ini, kita akan menemukan bagaimana Kerajaan Surga diibaratkan sebagai suatu pintu yang sesak (ay. 13a). Di ayat lain, Tuhan Yesus sendiri pun mengatakan bahwa Tuhan Yesus sendiri adalah pintu itu sendiri, yaitu pintu yang membawa kepada keselamatan (Yoh 10:9). Mengapa Tuhan Yesus menggambarkan Kerajaan Surga sebagai pintu yang sesak?

Pintu yang sesak tidak menunjukkan bahwa pintu itu tidak cukup lebar untuk bisa menampung semua orang. Pintu yang sesak menunjukkan usaha yang harus kita keluarkan agar bisa masuk melalui pintu tersebut. Pintu yang sesak terbuka bagi siapa saja yang mau mengantri, namun tidak seperti antrian tiket pada umumnya, pintu yang sesak tersebut tidak memiliki batasan jumlah orang yang dapat masuk. Surga terbuka bagi siapa saja yang mau percaya kepada Tuhan Yesus. Sayangnya, banyak orang tergoda untuk tidak mau mengantri di pintu yang sesak karena melihat ada pintu lain yang lebih lebar dan tidak sesak, yaitu pintu kepada kebinasaan  (ay. 13b).

Jika ada dua pintu, yang satu sesak, dan yang satu lagi lega atau luas, dan dua-duanya sama-sama menuju ke tujuan yang sama, maka tidak salah jika kita memilih pintu yang lega. Akan tetapi jika pintu yang sesak menuju kepada kehidupan kekal, sementara pintu yang luas menujuk kepada kebinasaan kekal, masakan kita lebih memilih untuk masuk melalui pintu yang sesak tersebut? Bukankah lebih baik kita sedikit berkorban dan berusaha untuk melalui pintu yang sempit dan sesak tersebut, karena kita tahu bahwa pintu tersebut akan membawa kita kepada kehidupan kekal dan kebahagiaan yang kekal? Hanya di dalam Yesus saja maka kita akan mendapatkan keselamatan itu. Pertanyaannya, sudahkah saat ini kita mengantri di pintu yang tepat? Lebih baik bersusah-susah sekarang karena kita mengiring Yesus karena ada upah yang besar bagi kita di surga kelak (Mat 5:12)


Bacaan Alkitab: Matius 7:13-14
7:13 Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;
7:14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."

Jumat, 20 April 2012

Dipilih Sejak dalam Kandungan


Minggu, 22 April 2012
Bacaan Alkitab: Hakim-hakim 13:1-5
Sebab engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki; kepalanya takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibunya anak itu akan menjadi seorang nazir Allah dan dengan dia akan mulai penyelamatan orang Israel dari tangan orang Filistin.” (Hak 13:5)


Dipilih Sejak dalam Kandungan


Saya menulis renungan ini ketika saya berada di bandara, mengambil penerbangan yang paling pagi, karena isteri saya sudah berada di rumah sakit untuk melahirkan anak pertama saya. Saya berharap saya masih dapat menemani isteri saya pada saat melahirkan buah hati kami, tetapi jikalaupun tidak, saya tetap akan bersyukur yang penting anak saya dapat lahir dengan selamat, sehat, dan sempurna, dan demikian juga ibunya. Jujur saja, ketika isteri saya mengandung, saya menjadi lebih memaknai dan menghargai pengorbanan seorang ibu dalam mengasihi anaknya.

Saya bersyukur bahwa Tuhan mengaruniakan anak yang sehat, pintar, dan sempurna kepada saya dan isteri saya. Sejak di dalam kandungan kami memang terbiasa mengajak bicara anak saya tersebut, bahkan ketika ia masih janin berusia beberapa bulan yang secara teoritis belum dapat mendengar suara. Kami juga membiasakan diri mendoakan anak di dalam kandungan tersebut dan membacakan cerita-cerita Alkitab baginya. Dan ketika anak kami di dalam kandungan berusia sekitar enam bulan ke atas, kami merasakan bahwa anak kami itu sangat aktif dan bersukacita ketika didoakan, ketika mendengar lagu-lagu pujian, dan ketika berada di dalam gereja. Kami bersyukur atas semuanya, dan kami berharap bahwa anak kami akan menjadi anak yang memuliakan nama Tuhan.

Demikian juga dengan Simson, ia lahir di tengah-tengah kondisi bangsa Israel yang sedang ditindas orang Filistin (ay. 1). Walaupun orang Israel ditindas karena dosa-dosa dan kesalahan mereka sendiri, tetapi Tuhan berkehendak untuk memunculkan Simson sebagai hakim dan pahlawan untuk melawan orang Filistin. Tuhan tidak memilih pahlawan dari keluarga bangsawan, melainkan Tuhan memilih seorang biasa, dari suku Dan, yang isterinya mandul dan tidak beranak (ay. 2). Saya juga masih bingung mengapa Tuhan memilih Manoah dan bukan orang-orang lain?

Itu memang adalah hak prerogatif dari Tuhan sendiri. Tuhan bahkan mengutus malaikatNya untuk memberitahukan kabar tersebut kepada isteri Manoah (ay. 3), dan nantinya kepada mereka berdua (Hak 13:9-11). Tetapi ada hal menarik yang dapat kita lihat dari proses pemilihan Simson sebagai hakim bangsa Israel. Tuhan sudah menetapkan bahwa isteri Manoah akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (ay. 3), dan anak tersebut akan menjadi seorang nazir Allah dan menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Filistin (ay. 5).

Walaupun demikian, ada harga yang harus dibayar oleh Manoah dan isterinya. Tuhan menginginkan anak tersebut kudus sejak dari kandungan, sehingga Tuhan memerintahkan agar mereka tidak minum anggur atau minuman yang memabukkan dan tidak memakan sesuatu yang haram (ay. 4). Ini adalah bagian yang harus dilakukan mereka sebagai orang tua sejak dari kandungan, dan selanjutnya setelah anak tersebut lahir, mereka harus menjaga agar anak tersebut tidak kena pisau cukur seumur hidupnya (ay. 5a).

Memiliki seorang anak bukan hanya masalah membuatnya saja, melainkan ada persiapan dan tanggung jawab bahkan sejak dari kandungan. Saya menyarankan agar kita yang sedang hamil atau sedang menginginkan anak untuk mempersiapkan diri sejak sekarang. Mulai mendidik anak agar takut akan Tuhan sejak dalam kandungan, membacakan Alkitab kepadanya sejak dalam kandungan, dan mulai mendoakannya bahkan sebelum anak tersebut ada. Saya percaya segala sesuatu yang dipersiapkan dengan baik akan menghasilkan buah yang baik juga. Sudah siapkah kita mempersiapkan generasi penerus kita sejak dalam kandungan?


Bacaan Alkitab: Hakim-hakim 13:1-5
13:1 Orang Israel melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin empat puluh tahun lamanya.
13:2 Pada waktu itu ada seorang dari Zora, dari keturunan orang Dan, namanya Manoah; isterinya mandul, tidak beranak.
13:3 Dan Malaikat TUHAN menampakkan diri kepada perempuan itu dan berfirman kepadanya, demikian: "Memang engkau mandul, tidak beranak, tetapi engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki.
13:4 Oleh sebab itu, peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman yang memabukkan dan jangan makan sesuatu yang haram.
13:5 Sebab engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki; kepalanya takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibunya anak itu akan menjadi seorang nazir Allah dan dengan dia akan mulai penyelamatan orang Israel dari tangan orang Filistin."

Kamis, 19 April 2012

Menguduskan Hari Sabat


Sabtu, 21 April 2012
Bacaan Alkitab: Keluaran 20:8-11
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat” (Kel 20:8)


Menguduskan Hari Sabat


Ketika Yesus mulai melayani, pertentangan utama antara Yesus dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah mengenai hari Sabat. Jika kita membaca di keempat Injil, kita akan menemukan bahwa pada awalnya, orang Farisi dan ahli Taurat juga selalu mengikut Yesus dan sangat jarang bertentangan dengan Yesus. Namun ada satu kejadian dimana sejak itu mereka mulai mencoba untuk membunuh Yesus, yaitu karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat (Mat 12:14,  Mrk 3:6, Luk 6:11, Yoh 5:16). Bagi orang Yahudi, Sabat adalah hari yang kudus, hari perhentian, sehingga mereka dilarang melakukan pekerjaan pada hari Sabat.

Alkitab memang memerintahkan orang Israel untuk mengingat dan menguduskan hari Sabat (ay. 8). Hari Sabat merupakan hari ketujuh, dimana selama enam hari sebelumnya bangsa Israel melakukan segala pekerjaan mereka (ay. 9), dan pada Hari Sabat atau hari ketujuh maka bangsa Israel tidak boleh melakukan segala pekerjaan. Hal ini berlaku untuk seluruh bangsa Israel, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, hamba-hamba atau budak-budak, orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, bahkan hingga ke hewan yang mereka miliki, semuanya harus berhenti dari pekerjaan mereka. Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa dasar ajaran tentang hari Sabat adalah karena Tuhan bekerja menciptakan langit dan bumi selama enam hari lamanya, dan pada hari yang ketujuh Tuhan berhenti (Kej 2:1-3). Itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya (ay. 11)

Lalu apakah kita yang hidup di masa kini masih harus memegang teguh prinsip hari Sabat? Bukankah Tuhan sendiri juga seakan-akan melanggar hari Sabat itu sendiri dengan menyembuhkan orang pada hari Sabat?
Saya sendiri bukan seseorang yang ahli dalam pengetahuan Firman Tuhan. Tetapi jika kita perhatikan, maksud dari perintah Tuhan kepada bangsa Israel mengenai hari Sabat adalah agar mereka menguduskan hari Sabat. Hal ini berarti setelah enam hari lamanya kita bekerja mencari nafkah, maka hari ketujuh kita harus berhenti bekerja. Hal ini sering menjadi salah paham termasuk dari orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka menganggap bahwa pada hari Sabat, mereka tidak boleh melakukan pekerjaan, termasuk menyembuhkan orang sakit. Padahal maksud Tuhan dari pemberian hari Sabat adalah agar kita menguduskan hari ketujuh, karena hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan (ay. 10a). Seharusnya, hari Sabat kita gunakan sebagai hari khusus bagi Tuhan, sesuai dengan arti menguduskan yaitu “memisahkan dari dunia bagi Allah”.

Jadi apa yang seharusnya kita lakukan pada hari Sabat? Walaupun tidak ada aturan pasti di dalam Alkitab, menurut saya pada hari Sabat (yang bagi kebanyakan orang-orang Kristen diartikan sebagai hari Minggu), kita harusnya melakukan segala hal bagi Tuhan. Beribadah ke gereja adalah salah satunya. Lebih bagus lagi jika kita juga mengambil bagian dalam pelayanan kita pada hari Sabat. Oleh karena itu penting bagi kita untuk memahami prinsip bahwa walaupun setiap hari memang seharusnya adalah hari bagi Tuhan, tetapi hari Sabat harus kita khususkan sehingga merupakan hari yang benar-benar kita gunakan bagi Tuhan. Artinya dalam pada hari Sabat, kita harus berusaha agar kita benar-benar melakukan segala sesuatu bagi Tuhan.

Dalam hal praktis, bagaimana jika kita karena tuntutan pekerjaan kita memang harus bekerja pada hari Minggu? Saya katakan, bahwa jikalau kita memang harus masuk pada hari Minggu, usahakan terdapat satu hari kosong selama tujuh hari dalam seminggu, dan pada hari tersebut (entah hari apapun dari Senin hingga Sabtu), gunakanlah itu sebagai hari Sabat bagi kita, ketika kita berhenti dari segala rutinitas pekerjaan kita. Saya sendiri pun juga masih dalam proses belajar untuk menguduskan hari Sabat ini, karena walaupun pekerjaan saya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun instansi tempat saya bekerja kadang-kadang menggunakan hari minggu sebagai hari kerja terutama ketika sedang menyelesaikan laporan menjelang tenggat waktu. Saya pun bukan orang yang sempurna dalam hal melaksanakan hukum Sabat ini, tetapi alangkah baiknya jika kita terus menerus berusaha untuk hidup sesuai dengan Firman Tuhan, karena Tuhan sendiri mengatakan bahwa Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya. Jika Tuhan saja memberkati hari Sabat tersebut, bayangkan betapa besar berkat yang akan diterima oleh anak-anak Tuhan yang juga menguduskan hari Sabat hanya bagi Tuhan. Tangan Tuhan tidak pernah kurang panjang untuk memberkati anak-anakNya yang taat melakukan perintahNya. Tuhan juga tidak akan pernah kekurangan cara untuk memberkati anak-anakNya yang memberikan satu hari khusus bagi Tuhan dan tidak bekerja di hari Sabat. Ingatlah ketika bangsa Israel sedang berada di padang gurun, ketika mereka diperintahkan Tuhan untuk tidak memungut Manna pada hari ketujuh (hari Sabat), Tuhan memberikan manna yang lebih banyak pada hari keenam dan manna tersebut tidak busuk walau disimpan selama dua hari (Kel 16:22-26). Sudahkah kita benar-benar menguduskan dan memberikan hari Sabat kita kepada Tuhan?


Bacaan Alkitab: Keluaran 20:8-11
20:8 Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:
20:9 enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
20:10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
20:11 Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

Selasa, 17 April 2012

Meneladani Ester


Jumat, 20 April 2012
Bacaan Alkitab: Ester 2:8-18
Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan lain, dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti.” (Est 2:17)


Meneladani Ester


Jika kita melihat kisah hidup Ester, maka kita akan melihat bahwa kisah hidup Ester ini mengalahkan kisah sinetron manapun di Indonesia. Dari seorang gadis yatim piatu bangsa Yahudi (yang merupakan bangsa buangan), kemudian terpilih menjadi permaisuri, lalu mendapatkan ancaman pemusnahan massal bangsanya, dan kemudian bertindak untuk menyelamatkan bangsanya dan akhirnya menjadi pahlawan bagi bangsa Yahudi. Ester merupakan gambaran dari jemaat Tuhan, bagaimana Ester akhirnya mampu menyadi permaisuri (mempelai) raja Ahasyweros, sama seperti jemaat Tuhan pun nantinya akan menjadi mempelai Anak Domba. Ada beberapa prinsip yang dapat kita pelajari dari Ester terkait bagaimana proses Ester mempersiapkan diri dari seorang anak yatim piatu sehingga akhirnya menjadi seorang permaisuri.

Pertama, Ester memiliki hati dan kepribadian yang baik. Ketika Ester mendaftar untuk seleksi menjadi permaisuri, Ester pun dibawa masuk ke dalam istana raja untuk mengikuti proses seleksi (ay. 8). Alkitab mengatakan bahwa di mata Hegai, penjaga para perempuan, Ester terlihat sangat baik pada pemandangannya dan menimbulkan kasih sayangnya (ay. 9). Tidak mungkin bila Ester merupakan orang yang arogan dan egois lalu dapat menjadi kesayangan dari orang lain. Hal ini juga berlaku sama bagi kita, yaitu kita pun perlu memiliki hati dan karakter yang baik, sehingga Tuhan pun dapat berkenan kepada kita.

Kedua, Ester mau melakukan proses mempersiapkan diri secara serius. Ketika Ester sudah terpilih menjadi salah satu kandidat permaisuri, ia dirawat selama 12 bulan, hanya untuk memakai wangi-wangian (ay. 12). Saya membayangkan bagaimana wanginya seorang calon permaisuri yang telah menjalani proses persiapan selama 12 bulan tersebut. Hal tersebut juga menjadi gambaran apa yang seharusnya jemaat Tuhan lakukan, yaitu mempersiapkan diri untuk menjadi mempelai Tuhan. Ingatlah akan perumpamaan lima gadis bijaksana dan lima gadis yang bodoh, dimana gadis-gadis yang bijaksana memiliki persiapan minyak cadangan sehingga mereka dapat menyambut mempelai pria yang datang (Mat 25:1-13).

Ketiga, Ester memiliki penguasaan diri. Ketika seorang gadis akan dibawa masuk untuk menghadap raja, maka ia dapat meminta apapun dan semua yang diminta akan diberikan kepadanya (ay. 13). Dengan kata lain, Ester dapat saja meminta apa saja termasuk harta, kekayaan, kedudukan, dan lain sebagainya, mengingat masa kecilnya mungkin sangat berat sebagai seorang yatim piatu. Akan tetapi Alkitab mengatakan bahwa Ester tidak menghendaki sesuatu apa pun selain dari pada yang dianjurkan oleh Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan dan hal tersebut dapat menimbulkan kasih sayang pada semua orang yang melihat dia (ay. 15). Demikian juga kita sebagai jemaat Tuhan harus mampu memiliki penguasaan diri (Rm 12:3).

Keempat, Ester menyelesaikan pekerjaannya hingga pada akhirnya. Ester tidak hanya berhenti sampai di seleksi selama 12 bulan tersebut, tetapi Ester melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, ketika ia masuk menghadap raja, ia melakukan tugasnya dengan baik, sehingga raja Ahasyweros pun berkenan kepada Ester dan mengaruniakan mahkota permaisuri kepada Ester (ay. 17). Demikian juga hidup kita sebagai orang percaya harus hidup dan melakukan hal-hal yang berkenan kepada Tuhan (Kol 1:10).

Kelima, Ester memiliki dampak positif bagi orang lain. Ketika Ester terpilih menjadi permaisuri, hal tersebut tidak hanya memiliki pengaruh positif bagi dirinya dan juga Mordekhai, atau bangsa Yahudi, tetapi karena terpilihnya Ester menjadi permaisuri, raja Ahasyweros jadi bermurah hati dengan menitahkan kebebasan pajak bagi daerah-daerah serta mengaruniakan anugerah kepada rakyatnya (ay. 18). Demikian juga, kehidupan kita sebagai orang-orang percaya juga tidak boleh hanya berdampak pada lingkungan jemaat saja, tetapi kita harus keluar dan menjadi garam serta terang dunia (Mat 5:13-14).

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menjadi seperti Ester? Sudahkah kita mempersiapkan diri kita sebagai mempelai Kristus, dan juga menjadi saksi-saksi Kristus dan berdampak besar bagi lingkungan sekitar kita?


Bacaan Alkitab: Ester 2:8-18
2:8 Setelah titah dan undang-undang raja tersiar dan banyak gadis dikumpulkan di dalam benteng Susan, di bawah pengawasan Hegai, maka Ester pun dibawa masuk ke dalam istana raja, di bawah pengawasan Hegai, penjaga para perempuan.
2:9 Maka gadis itu sangat baik pada pemandangannya dan menimbulkan kasih sayangnya, sehingga Hegai segera memberikan wangi-wangian dan pelabur kepadanya, dan juga tujuh orang dayang-dayang yang terpilih dari isi istana raja, kemudian memindahkan dia dengan dayang-dayangnya ke bagian yang terbaik di dalam balai perempuan.
2:10 Ester tidak memberitahukan kebangsaan dan asal usulnya, karena dilarang oleh Mordekhai.
2:11 Tiap-tiap hari berjalan-jalanlah Mordekhai di depan pelataran balai perempuan itu untuk mengetahui bagaimana keadaan Ester dan apa yang akan berlaku atasnya.
2:12 Tiap-tiap kali seorang gadis mendapat giliran untuk masuk menghadap raja Ahasyweros, dan sebelumnya ia dirawat menurut peraturan bagi para perempuan selama dua belas bulan, sebab seluruh waktu itu digunakan untuk pemakaian wangi-wangian: enam bulan untuk memakai minyak mur dan enam bulan lagi untuk memakai minyak kasai serta lain-lain wangi-wangian perempuan.
2:13 Lalu gadis itu masuk menghadap raja, dan segala apa yang dimintanya harus diberikan kepadanya untuk dibawa masuk dari balai perempuan ke dalam istana raja.
2:14 Pada waktu petang ia masuk dan pada waktu pagi ia kembali, tetapi sekali ini ke dalam balai perempuan yang kedua, di bawah pengawasan Saasgas, sida-sida raja, penjaga para gundik. Ia tidak diperkenankan masuk lagi menghadap raja, kecuali jikalau raja berkenan kepadanya dan ia dipanggil dengan disebutkan namanya.
2:15 Ketika Ester -- anak Abihail, yakni saudara ayah Mordekhai yang mengangkat Ester sebagai anak -- mendapat giliran untuk masuk menghadap raja, maka ia tidak menghendaki sesuatu apa pun selain dari pada yang dianjurkan oleh Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan. Maka Ester dapat menimbulkan kasih sayang pada semua orang yang melihat dia.
2:16 Demikianlah Ester dibawa masuk menghadap raja Ahasyweros ke dalam istananya pada bulan yang kesepuluh -- yakni bulan Tebet -- pada tahun yang ketujuh dalam pemerintahan baginda.
2:17 Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan lain, dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti.
2:18 Kemudian diadakanlah oleh baginda suatu perjamuan bagi semua pembesar dan pegawainya, yakni perjamuan karena Ester, dan baginda menitahkan kebebasan pajak bagi daerah-daerah serta mengaruniakan anugerah, sebagaimana layak bagi raja.

Menegor dengan Kasih


Kamis, 19 April 2012
Bacaan Alkitab: Matius 18:15-17
Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” (Mat 18:15)


Menegor dengan Kasih


Salah seorang sahabat saya pernah sharing mengenai teman gerejanya yang belakangan ini agak malas-malasan untuk pergi ke gereja. Orang ini sebetulnya rumahnya sangat dekat dengan gereja, hanya lima menit berjalan kaki jauhnya. Jika orang ini hanya jemaat biasa sih tidak apa-apa, tetapi masalahnya orang ini sebenarnya sudah dipercayakan pelayanan sebagai singer minimal sebulan sekali, dan permasalahannya adalah ia sering datang terlambat pada jadwal ia harus melayani di gereja. Tidak hanya itu juga, beberapa kali juga ia tidak ikut latihan dan tidak mau datang pada kebaktian pemuda di gereja tersebut.

Saya sendiri juga bingung bagaimana memberikan saran kepada orang tersebut. Jika dibiarkan saja, tentu saja ini akan berdampak negatif ke orang tersebut dan juga mungkin berdampak ke teman-temannya yang lain. Mereka akan melihat, “Kok orang ini udah malas-malasan tapi kok tetap pelayanan ya? Kok nggak ada teguran buat orang itu ya?”. Di sisi lain, jika orang tersebut ditegur, mungkin saja orang itu justru tersinggung dan akhirnya memutuskan untuk tidak datang lagi ke gereja.

Memang kadang-kadang kondisi seperti itu membuat kita sulit untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, bacaan Alkitab kita hari ini menunjukkan beberapa prinsip dalam menghadapi hal seperti ini.

Pertama, Kita menegor orang tersebut secara empat mata (ay. 15). Hal ini tentu saja bukan berarti jika di gereja ada 100 orang jemaat, keseratus jemaat tersebut menegor secara empat mata. Bisa-bisa orang yang ditegor langsung pindah gereja, atau lebih parahnya mungkin pindah agama. Akan tetapi alangkah baiknya orang yang menegor secara empat mata ini adalah orang yang memang memiliki posisi yang baik serta kedewasaan yang baik. Menurut saya, sebaiknya yang menegur adalah ketua komisi pemuda, atau majelis, atau bisa juga langsung gembala sidang. Jangan membiarkan jemaat biasa menegur secara empat mata, karena bisa jadi hal tersebut justru membuat permasalahan menjadi semakin rumit.

Kedua, jika langkah pertama di atas tidak berhasil, kita membawa satu atau dua orang lagi untuk memberikan keterangan sehingga apa yang disampaikan menjadi lebih obyektif (ay. 16). Tentunya kita harus mengingat, bahwa tujuan utama membawa satu atau dua orang tambahan tersebut adalah untuk memberikan keterangan tambahan, bukan untuk memojokkan orang yang akan ditegur tersebut. Seringkali gereja dan jemaat terjebak pada pemikiran bahwa semakin banyak orang yang menegur akan semakin baik. Alkitab tidak mengatakan seperti itu, tetapi hanya menyarankan jika pada langkah pertama di atas tidak berhasil, maka cukup ditambah satu atau dua orang saja.

Ketiga, jika langkah kedua tidak berhasil, maka kita memiliki hak untuk menyampaikan persoalan tersebut kepada jemaat (ay. 17a). Saya sendiri tidak tahu apa yang dimaksud dengan jemaat, apakah memang harus diceritakan secara langsung dari atas mimbar atau cukup disampaikan ke perwakilan jemaat (misal dalam rapat-rapat gereja). Walaupun demikian, menurut pendapat saya, tujuan menyampaikan permasalahan ini kepada jemaat adalah hanya untuk menyampaikan saja, dan bukan untuk membentuk opini tertentu atas orang tersebut. Jemaat yang sudah dewasa tentu akan mampu menghadapi permasalahan seperti ini dengan dewasa, tidak menghakimi orang tersebut melainkan mendoakan dan membantu mencari jalan keluar.

Keempat, jika ketiga langkah di atas juga tidak menyelesaikan masalah, berarti kita harus menyerahkan persoalan tersebut kepada Allah, dan membiarkan Allah sendiri yang menyelesaikanNya (ay. 17b). Saya rasa seorang jemaat yang dewasa, walaupun ia telah berbuat salah, akan mengaku kesalahannya dan segera bertobat. Jika memang kita sudah menegurnya berkali-kali namun ternyata orang tersebut tidak bertobat, berarti memang hal tersebut sudah di luar kemampuan kita. Walaupun demikian, hal tersebut bukan berarti kita membiarkan orang yang memang sudah bebal, tetapi kita minimal harus tetap mendoakan orang tersebut agar suatu hari nanti hatinya dijamah oleh Tuhan sendiri.


Bacaan Alkitab: Matius 18:15-17
18:15 "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.
18:16 Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.
18:17 Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.


Senin, 16 April 2012

Membalas Kejahatan dengan Kebaikan


Rabu, 18 April 2012
Bacaan Alkitab: Roma 12:17-21
Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rm 12:21)


Membalas Kejahatan dengan Kebaikan


Saya rasa, salah satu ayat Alkitab yang paling sulit untuk kita lakukan adalah ayat-ayat yang terdapat dalam bacaan Alkitab kita hari ini. Isteri saya misalnya, pernah mengalami kondisi dimana ia telah menerima perlakuan yang jahat dari orang lain, dan menurut pendapat saya, ia sangat memiliki hak untuk membalas perlakuan jahat tersebut dengan perlakuan yang setara. Tetapi apa yang membuat saya salut dengan isteri saya adalah ia tidak membalas kejahatan tersebut dengan kejahatan, tetapi justru menabur kebaikan kepada orang tersebut. Padahal, menurut saya, apa yang isteri saya lakukan ini tidaklah mudah. Saya tahu pergumulan di dalam hatinya yang begitu berat untuk melepaskan pengampunan kepada orang tersebut.

Firman Tuhan berkata agar kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (ay. 17a). Mengapa demikian? Bukankah kita juga punya hak untuk membalas kejahatan dengan kejahatan? Memang benar, tetapi Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan, bahwa Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, karena jika Ia membalas kejahatan dengan kejahatan, maka Ia tidak akan mati di kayu salib, dan tidak akan ada penebusan dosa bagi manusia, tidak ada keselamatan di dalam namaNya. Tuhan ingin agar sedapat mungkin kita hidup dalam perdamaian dengan semua orang (ay. 18), dan melakukan apa yang baik bagi semua orang (ay. 17b). Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9). Kita sendiri sering mengaku bahwa kita adalah anak-anak Allah, tetapi apakah kita sudah benar-benar membawa damai?

Walaupun demikian, sebesar apapun usaha kita untuk hidup damai dengan semua orang, pasti ada saja orang-orang yang memang tidak ingin hidup damai dengan orang lain, termasuk kita. Mereka memang adalah orang-orang yang jahat, yang memuaskan hawa nafsu mereka dengan melakukan kejahatan, terutama kepada orang-orang percaya. Menghadapai orang-orang seperti ini, apakah yang harus kita lakukan? Firman Tuhan memerintahkan kita untuk tetap tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Mengapa demikian? Kata kuncinya terletak pada kata “Membalas”. Pembalasan adalah hak Tuhan (ay. 19), dan ketika kita melakukan pembalasan, maka sebenarnya kita sedang menduduki posisi Allah, kita sedang menggeser posisi Allah dari posisiNya yang seharusnya.

Oleh karena itu, justru kita harus membalas kejahatan dengan kebaikan. Salah satu contoh praktisnya adalah memberi musuh kita makanan ketika ia lapar, dan memberi musuh kita minuman ketika ia haus (ay. 20). Dengan berbuat demikian, kita menumpukkan bara api di atas kepalanya. Apa maksud dari kalimat ini? Menurut pendapat saya, kita menumpuk kasih di atas musuh kita tersebut. Kita tentu berharap bahwa ia dapat melihat kasih kita dan akhirnya mengenal juga tentang kasih Kristus yang luar biasa. Tetapi andaikata ia tidak dapat melihat kasih tersebut, maka adalah hak Tuhan untuk melakukan pembalasan kepada musuh kita tersebut.

Kita tidak boleh kompromi terhadap kejahatan, tetapi kita juga tidak boleh kalah terhadap kejahatan. Jika orang dunia berprinsip bahwa kita harus mengalahkan kejahatan dengan kejahatan juga, maka kita harus bertindak sebaliknya, yaitu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Dan hanya Tuhan saja yang mampu membuat kita melakukan hal tersebut. Adakah kita saat ini sedang menerima kejahatan dari orang lain? Serahkanlah segala sesuatunya kepada Tuhan, sementara kita tetap berbuat kebaikan. Pada saatnya nanti Tuhan pasti akan membalas kepada orang itu dan kepada kita, menurut apa yang kita lakukan.


Bacaan Alkitab: Roma 12:17-21
12:17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
12:19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
12:20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
12:21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Minggu, 15 April 2012

Perlindungan dan Berkat Tuhan


Selasa, 17 April 2012
Bacaan Alkitab: Ayub 1:6-12
Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.” (Ayb 1:10)


Perlindungan dan Berkat Tuhan


Siapa yang tidak kenal dengan Ayub? Saya rasa sejak zaman sekolah minggu pun kita pasti telah membaca, atau minimal, diceritakan tentang Ayub, salah satu tokoh yang sangat luar biasa dalam Alkitab. Allah sendiri yang mengatakan bahwa Ayub adalah seorang yang saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (ay. 8). Sosok seperti Ayub adalah sosok yang jarang kita temui, bahkan di zaman modern seperti saat ini. Apa yang membuat Ayub bisa seperti itu?

Kita mungkin menduga bahwa Ayub bisa menjadi saleh dan jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan karena Allah telah memberkati Ayub dengan luar biasa. Bahkan Iblis pun mengatakan hal yang sama (ay. 9). Iblis adalah sosok yang selalu berkeliling dan menjelajah bumi, melihat segala hal yang ada di dunia ini, dan berusaha menjauhkan manusia dari Tuhan (ay. 7). Di Perjanjian Baru pun Iblis digambarkan sebagai singa yang mengaum-aum mencari mangsa untuk ditelannya (1 Ptr 5:8). Iblis bahkan memiliki keberanian untuk datang menghadap kepada Tuhan (ay. 6).

Saya yakin bahwa Iblis adalah oknum yang sangat berkuasa, dari dulu hingga saat ini. Bayangkan, bagaimana mungkin iblis bisa berada di taman Eden (dalam bentuk ular) dan menyebabkan Adam dan Hawa makan buah dari pohon terlarang? Tetapi apa yang dapat kita pelajari di sini adalah bagaimana Iblis tidak dapat menjamah Ayub. Mengapa demikian? Alkitab mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang membuat pagar di sekeliling Ayub. Allah tidak hanya memberikan perlindungan kepada diri Ayub, tetapi juga perlindungan atas rumah dang segala yang dimilikinya (ay. 10a). Tidak hanya memberikan perlindungan, tetapi Allah juga memberkati apapun yang Ayub kerjakan dan membuat segala apa yang dimilikinya menjadi bertambah-tambah (ay. 10b).

Bahkan jika kita membaca ayat-ayat selanjutnya, Iblis hanya dapat untuk mengambil hartanya dan juga membuat Ayub menderita sakit hanya atas ijin dan kehendak Tuhan (ay. 11-12). Saya dapat membayangkan bagaimana perlindungan yang diberikan Tuhan atas Ayub. Hal tersebut juga berlaku atas setiap anak-anak Tuhan yang sungguh-sungguh hidup takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan, dan juga hidup saleh dan jujur.

Pernahkah kita instropeksi diri kita sendiri, mengapa kehidupan kita sepertinya banyak masalah, atau semua harta yang kita kumpulkan cepat habis tanpa bersisa? Saya menduga kuat bahwa masalahnya bukan berada di pihak Allah, melainkan berada di sisi kita sendiri. Sudahkah kita hidup saleh di hadapan Tuhan? Sudahkah kita jujur, bahkan dalam hal-hal terkecil sekalipun? Sudahkah kita takut akan Tuhan, walaupun kita tidak dapat melihat Tuhan secara langsung? Serta sudahkah kita menjauhi kejahatan dalam hidup kita? Jika semua itu sudah kita lakukan, percayalah bahwa Allah akan melindungi dan memberkati kita. Dan kalaupun kita mengalami keadaan yang tak seperti biasa walaupun kita sudah hidup seperti Ayub, barangkali memang ada maksud Tuhan yang lain untuk mendewasakan kita.


Bacaan Alkitab: Ayub 1:6-12
1:6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.
1:7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
1:8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."
1:9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?
1:10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.
1:11 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
1:12 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.

Kematian Kedua


Senin, 16 April 2012
Bacaan Alkitab: Wahyu 20:11-15
Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu.” (Why 20:14-15)


Kematian Kedua


Semua orang yang “normal” pasti takut mati. Apakah kita yang merupakan orang percaya harus tidak takut akan kematian? Menurut saya tidak juga, kita yang merupakan orang-orang percaya juga harus tetap takut akan kematian, dalam artian positif, yaitu mempersiapkan diri menyambut kematian kita. Perbedaannya adalah kita sebagai orang percaya tidak hanya mempersiapkan diri akan kematian jasmani saja (kematian pertama), tetapi juga harus mempersiapkan diri akan kematian kedua. Apa itu kematian kedua?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita baca ayat Alkitab kita pada hari ini. Kitab Wahyu ini merupakan kitab nubuatan, dimana Tuhan sendiri yang menunjukkan kepada Yohanes bagaimana akhir dari langit dan bumi yang kita kenal. Pasal 20 dari kitab Wahyu tersebut menunjukkan akhir dunia ini, yaitu bagaimana Tuhan datang dengan duduk di atas takhta putih yang besar. Ketika Tuhan turun beserta dengan takhtaNya, langit dan bumi yang kita kenal ini lenyap (, dan tidak ditemukan lagi tempatnya. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan lenyapnya langit dan bumi ini dengan hukum fisika, tetapi saya percaya bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan tidak terbatas akan hukum fisika yang kita kenal, sehingga dengan cara yang tidak kita ketahui, pokoknya langit dan bumi lenyap begitu saja.

Tetapi apakah hanya begitu saja akhir dari langit dan bumi? Lenyap dan tidak ditemukan lagi? Ternyata tidak berhenti sampai di situ, walaupun langit dan bumi lenyap, tetapi orang-orang mati (Menurut penafsiran saya sendiri, hal tersebut menunjuk kepada roh dari semua orang yang telah mati), tidak lenyap. Semua orang yang telah mati, besar atau kecil, berdiri di depan tahkta tersebut. Apa yang dilakukan oleh roh orang mati tersebut? Mereka mengantri dan dihakimi menurut perbuatan mereka (ay. 12). Dikatakan bahwa dalam proses tersebut, terdapat semua kitab yang berisi tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang. Selain kitab-kitab tersebut, juga terdapat sebuah kitab yang bernama kitab kehidupan. Semua orang, tidak terkecuali orang yang mati di laut dan juga orang yang telah berada di kerajaan maut, semua dihakimi masing-masing menurut perbuatannya (ay. 13).

Hal ini tidak menunjukkan bahwa kita diselamatkan berdasarkan perbuatan kita. Mengapa demikian? Karena ada kitab lain yaitu kitab kehidupan, dan semua orang yang tidak ditemukan namanya dalam kitab kehidupan tersebut akan dilemparkan ke dalam lautan api (ay. 15). Lautan api tersebut menggambarkan neraka abadi dimana apinya tidak akan padam (Mrk 9:44 & 46). Alkitab mengatakan bahwa lautan api itu adalah kematian yang kedua (ay. 14). Kematian pertama kita adalah kematian tubuh jasmani kita di dunia ini, tetapi kematian kedua adalah ketika roh kita tidak masuk ke dalam surga, melainkan masuk ke dalam lautan api. Hanya ada dua pilihan bagi kita, apakah kita mau masuk surga, atau masuk neraka. Tidak ada tempat lain yang kekal selain surga dan neraka.

Apakah kita sudah meyakini bahwa nama kita sudah tertulis di kitab kehidupan? Apakah kita juga sudah meyakini bahwa kita tidak akan merasakan kematian kedua? Kitab kehidupan berisi nama orang-orang yang sudah dilahirkan kembali, menerima hidup yang baru ketika percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat secara pribadi. Memang keselamatan itu anugerah, tetapi keselamatan itu pun bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang dinamis, dan ketika kita mampu menang, dalam artian menjaga keselamatan itu hingga akhir, maka nama kita yang telah tertulis dalam kitab kehidupan itu tidak akan dihapus oleh Allah (Why 3:5) dan tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua (Why 2:11). Sudah siapkah kita untuk menang dan menjaga kemenangan itu hingga garis akhir?


Bacaan Alkitab: Wahyu 20:11-15
20:11 Lalu aku melihat suatu takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya.
20:12 Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.
20:13 Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya.
20:14 Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api.
20:15 Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu.

Sabtu, 14 April 2012

Meneladani Ahli Taurat dan Orang Farisi


Minggu, 15 April 2012
Bacaan Alkitab: Matius 5:17-20
Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. " (Mat 5:20)


Meneladani Ahli Taurat dan Orang Farisi


Beberapa hari yang lalu, saya sedang berada dalam perjalanan dengan menggunakan bus antar kota dalam propinsi. Saat itu bus yang saya naiki menempuh trayek antara dua kota dengan jarak tempuh sekitar tiga jam jauhnya. Pada saat saya berada di atas bus, naiklah seorang wanita dengan menggendong bayinya yang berusia kira-kira tiga bulan. Setelah wanita itu naik, selang beberapa saat kemudian bayinya menangis. Saya menduga kuat bahwa bayinya tersebut lapar dan ingin meminum ASI. Namun sepertinya wanita tersebut enggan menyusui bayinya di tempat umum, karena dari pakaian yang ia gunakan, ia menganut prinsip bahwa tidak boleh menunjukkan anggota badan kepada orang lain. Sehingga sepanjang perjalanan hingga saya turun (saya turun kurang lebih setelah sepertiga perjalanan), bayinya terus menerus menangis. Ketika saya turun, saya kemudian membayangkan, bagaimana bayi tersebut akan menangis terus hingga wanita tersebut turun.

Memang mungkin wanita tersebut sangat memegang teguh ajaran agamanya untuk tidak menunjukkan anggota badannya kepada orang lain, akan tetapi menurut saya apa iya ia harus membiarkan bayinya kelaparan selama tiga jam perjalanan? Saya tidak tahu mana yang benar menurut ajaran agamanya. Tetapi sebenarnya hal tersebut juga menjadi perhatian Tuhan Yesus di masanya, terutama kepada ahli Taurat dan orang Farisi.

Ahli Taurat dan orang Farisi berkembang dengan cepat setelah masa pembuangan bangsa Yehuda dari Persia setelah dulu mereka ditawan oleh Babel dan kerajaan Babel kemudian dikalahkan oleh kerajaan Persia. Salah satu alasannya adalah mereka pulang kembali ke Yerusalem salah satunya dipimpin oleh Ezra. Ezra adalah seorang ahli kitab, yang mahir dalam mempelajari Taurat Tuhan (Ezr 7:6). Memang tidak salah mempelajari kitab Suci dan Taurat Tuhan, tetapi sebenarnya ada hal yang lebih penting lagi yang Yesus ingin sampaikan kepada bangsa Yahudi pada saat itu.

Yesus datang ke dunia ini bukan untuk meniadakan atau mengurangi ajaran hukum Taurat dan ajaran para nabi-nabi sebelum Yesus lahir, yang dalam konteks ini adalah nabi-nabi yang menyuarakan kehendak Tuhan kepada bangsa Israel (ay. 17a). Hal tersebut tentunya berkaitan dengan hukum Taurat yang diberikan oleh Allah sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan Yesus meniadakan hukum Taurat yang diajarkan Allah kemudian Ia menyampaikan ajaran baru yang berbeda dengan ajaran di Perjanjian Lama. Tuhan Yesus tidak meniadakan hukum Taurat, bahkan Ia pun tidak mengurangi satu titik pun dalam hukum Taurat (ay. 18), melainkan Tuhan Yesus menggenapi hukum Taurat (ay. 17b).

Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, maka ia akan menduduki tempat yang tinggi dalam Kerajaan Surga (ay. 19). Lalu, apakah kita memang harus melakukan hukum Taurat secara “kaku dan mutlak” sebagaimana apa yang dilakukan oleh para ahli Taurat dan orang Farisi? Yesus sendiri memiliki standar yang tinggi dalam hidup keagamaan, yaitu hidup kita harus lebih daripada hidup keagamaan ahli Taurat dan orang Farisi (ay. 20). Hal ini menunjukkan bahwa memang kita pun harus rajin menyelidiki kitab Suci, harus memahami dan berusaha mengingat sebanyak mungkin ayat dalam Alkitab. Akan tetapi ada satu hal yang menurut saya tidak dimiliki oleh ahli Taurat dan orang Farisi, yaitu kasih.

Ahli Taurat dan orang Farisi memang seakan-akan mengasih Allah dengan cara melakukan hukum Taurat secara ketat. Tetapi mereka melupakan unsur kasih tersebut. Mereka menerapkan hukum Taurat secara kaku, yaitu mata ganti mata, gigi ganti gigi (Mat 5:38). Mereka pun melaksankan peraturan Sabat dengan sangat kaku sehingga membenci Yesus yang menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat (Mat 12:9-15). Dan saya rasa, hal tersebut sama dengan apa yang dilakukan oleh wanita dalam cerita saya di atas. Wanita itu berusaha untuk melakukan ajaran agama tentang menutup tubuhnya, tetapi di satu sisi ia pun tidak memiliki kasih terhadap bayinya. Kira-kira, jika nanti bayinya meninggal karena kelaparan (tidak disusui) selama tiga jam atau lebih, apakah yang akan dikatakan Tuhan ketika wanita tersebut nanti menjalani penghakiman di hadapan Tuhan?

Yang saya ingin katakaan di sini adalah bahwa memang kita pun dapat meneladani apa yang dilakukan oleh ahli Taurat dan orang Farisi, yaitu menyelidiki Kitab Suci dengan seksama. Bagaimanapun Firman Tuhan dalam Alkitab adalam makanan rohani bagi jiwa kita, sehingga kita pun perlu melatih diri kita untuk “menyiapkan” makanan rohani kita. Kita tentu tidak akan makan makanan tanpa dimasak terlebih dahulu setiap hari bukan? Jika untuk makanan jasmani saja kita harus memasak dan menyiapkannya terlebih dahulu, tentu untuk makanan rohani kita juga perlu melakukan hal yang sama, dengan cara mendalami kitab Suci seperti apa yang dilakukan oleh ahli Taurat dan orang Farisi. Walaupun demikian, kita pun juga tidak boleh meneladani kesalahan yang dilakukan mereka, yaitu melakukan Firman Tuhan tanpa kasih. Kasih adalah hal yang membedakan antara orang Kristen dengan ahli Taurat dan orang Farisi. Ketika kita melakukan Firman Tuhan dalam kehidupan kita, itu bagus. Tetapi ketika kita melakuakn Firman Tuhan karena kasih kita kepada Tuhan dan sesama kita, itu jauh lebih bagus lagi.


Bacaan Alkitab: Matius 5:17-20
5:17 "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
5:18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
5:19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
5:20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Dukacita menjadi Sukacita


Sabtu, 14 April 2012
Bacaan Alkitab: Yohanes 16:16-24
Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.” (Yoh 16:21)


Dukacita menjadi Sukacita


Pernahkah kita melihat video tentang bagaimana perjuangan seorang ibu dalam melahirkan anaknya, terutama ibu yang melahirkan dengan cara normal (bukan dengan operasi caesar)? Ketika melihat perjuangan dan rasa sakit yang dialami oleh ibu tersebut, saya saja sempat menitikkan air mata, karena memang perjuangan yang dilakukan oleh ibu yang sedang melahirkan itu adalah perjuangan antara hidup dan mati. Tapi, jika kita perhatikan, sesakit apapun penderitaan yang dialami oleh seorang ibu pada saat ia sedang melahirkan, ketika bayinya telah lahir maka segala rasa sakit tersebut seakan-akan lenyap, karena digantikan oleh sukacita dan kegembiraan karena sang anak telah lahir ke dunia ini dengan selamat.

Hal tersebut juga menjadi salah satu kiasan yang disampaikan Yesus kepada murid-muridNya (ay. 21). Hal ini terkait dengan apa inti dari pengajaran tentang apa yang hendak disampaikan Yesus, yaitu ketika Ia tinggal sesaat saja berada bersama dengan murid-muridNya (ay. 16). Pada saat Yesus menyampaikan hal ini, murid-muridNya pun menjadi bingung karena tidak mengerti maksud dari perkataan Tuhan Yesus tersebut (ay. 17-18). Yesus pun tahu bahwa murid-muridNya sedang bingung dengan perkataanNya tersebut, oleh karena itu Tuhan Yesus menegaskan kembali, bahwa Tuhan Yesus akan segera berpisah dengan murid-muridNya (ay. 19). Tuhan Yesus pun mengatakan bahwa mereka akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira (ay. 20a). Hal ini merujuk kepada penderitaan dan kematian Yesus, dimana murid-muridNya akan menangis melihat kematian Yesus, tetapi justru orang-orang dunia (Ahli Taurat, orang Farisi, dan Imam-Imam Kepala) akan bergembira karena mereka merasa telah berhasil “menyingkirkan” Yesus. Murid-murid Yesus akan berdukacita karena kematian Yesus, tetapi selanjutnya dukacita mereka akan berubah menjadi sukacita dengan kebangkitanNya dan kenaikanNya ke surga (ay. 20b).

Yesus mengatakan bahwa murid-muridNya akan berdukacita beberapa saat lagi karena kematianNya, tetapi ketika Yesus bangkit dan murid-muridNya dapat melihat Yesus yang telah bangkit tersebut, maka mereka akan bersukacita dan bergembira, dan tidak ada lagi yang dapat merampas kebahagiaan tersebut dari mereka (ay. 22). Mengapa Yesus berkata bahwa mereka akan berbahagia? Salah satunya adalah karena Tuhan akan memberikan kepada mereka apapun yang mereka minta kepadaNya di dalam nama Yesus (ay. 23). Hal ini menjadi penting, karena kita sebagai anak-anak Allah tentu akan mendapatkan fasilitas kelas satu, ketika kita meminta sesuatu kepada Allah Bapa maka tentu saja permintaan kita akan dikabulkan, sepanjang hal tersebut kita minta di dalam nama Yesus dan sesuai dengan kehendak Allah Bapa. Bahkan Tuhan Yesus sendiri sampai “menantang” kita untuk meminta sesuatu dalam namaNya, dan berkata bahwa ketika kita meminta dalam nama Yesus, maka kita akan menerimanya, supaya sukacita kita menjadi penuh (ay. 24).

Demikian juga dengan kita pada saat ini, apakah ada di antara kita yang sedang mengalami dukacita? Tentu dukacita yang dimaksud di sini adalah dukacita karena kita mengiring Tuhan. Mungkin saja ada di antara kita yang “dihambat” sehingga tidak mendapatkan promosi di pekerjaan kita karena kita mengiring Tuhan. Mungkin saja ada di antara kita yang sedang bergumul mendapatkan pasangan hidup yang seiman, atau sedang bergumul untuk menjadi hamba Tuhan full time dan melepaskan pekerjaan kita saat ini. Apapun itu, ingatlah perkataan Yesus bahwa ia akan memberikan sukacita ganti dukacita kita. Memang Tuhan sendiri tidak pernah mengatakan bahwa ketika kita mengiring Tuhan, maka tidak ada lagi dukacita yang kita alami. Selama kita di dunia ini, pasti kita akan merasakan dukacita, tetapi pada akhirnya nanti, ketika kita sudah berada di surga bersama Yesus, maka tidak akan ada lagi dukacita di sana, karena surga adalah tempat yang penuh dengan sukacita (Why 21:4). Apapun kondisi kita di dunia ini, seberapa sulit pun hidup yang kita jalani, mari selalu memandang jauh ke depan, percaya dengan iman bahwa ketika kita sudah berada di surga, maka kita tidak akan lagi merasakan dukacita.


Bacaan Alkitab: Yohanes 16:16-24
16:16 "Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku."
16:17 Mendengar itu beberapa dari murid-Nya berkata seorang kepada yang lain: "Apakah artinya Ia berkata kepada kita: Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku? Dan: Aku pergi kepada Bapa?"
16:18 Maka kata mereka: "Apakah artinya Ia berkata: Tinggal sesaat saja? Kita tidak tahu apa maksud-Nya."
16:19 Yesus tahu, bahwa mereka hendak menanyakan sesuatu kepada-Nya, lalu Ia berkata kepada mereka: "Adakah kamu membicarakan seorang dengan yang lain apa yang Kukatakan tadi, yaitu: Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku?
16:20 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.
16:21 Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.
16:22 Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.
16:23 Dan pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku.
16:24 Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatu pun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.

Kamis, 12 April 2012

Menggembalakan dengan Setia


Jumat, 13 April 2012
Bacaan Alkitab: 1 Petrus 5:1-4
“Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.” (1 Ptr 5:2)


Menggembalakan dengan Setia


Beberapa waktu yang lalu saya pernah menulis renungan yang berisi tentang prinsip melayani Tuhan. Sebelumnya, saya juga pernah menulis renungan yang berisi tentang jiwa gembala yang dimiliki seseorang.  Saya kemudian berpikir, apakah memang hanya orang-orang tertentu yang diberikan karunia untuk menggembalakan? salah satu jabatan rohani yang dalam Alkitab adalah jabatan gembala (Ef 4:11). Tentunya jika Tuhan membuat suatu jabatan rohani tertentu, maka Tuhan juga akan memperlengkapi orang yang menduduki jabatan rohani tersebut. Tetapi bisa jadi Tuhan memberikan karunia untuk menggembalakan kepada orang-orang yang tidak menjadi gembala.

Saya pikir, walaupun kita merasa bahwa ada beberapa karunia yang cukup menonjol dalam diri kita (semisal saya sendiri, karunia yang paling saya rasakan adalah karunia dalam bidang musik dan menulis), tetapi disadari atau tidak, Tuhan pun menaruh karunia-karunia yang lain dalam diri kita walaupun mungkin porsinya tidak besar. Saya sangat yakin bahwa di antara kita pun juga diberikan karunia untuk menggembalakan. Hal ini tentunya karena Tuhan sendiri adalah Gembala kita dan kita pun harus meneladani peran Yesus tersebut.
Petrus sendiri mendapatkan mandat langsung dari Tuhan Yesus untuk menggembalakan domba-domba (jemaat-jemaat)Nya (Yoh 21:15-17). Oleh karena itu Petrus pun juga sangat kuat membagikan ajaran tentang penggembalaan ini kepada jemaat secara umum dan kepada para pelayan Tuhan secara khusus, terlebih para penatua yang memang memiliki peran sebagai gembala jemaat (ay. 1). Inti dari prinsip penggembalaan menurut Petrus adalah sebagai berikut:

Pertama, kita seharusnya menggembalakan dengan sukarela, tidak dengan paksa (ay. 2a). Pelayanan penggembalaan harus dilakukan dengan sukarela, karena mengerti akan kehendak Allah. Semua pelayanan memang seharusnya tidak dilakukan dengan rasa terpaksa, tetapi khusus terhadap pelayanan penggembalaan, dimana kita nantinya akan dipercayakan “domba-domba” untuk kita gembalakan, maka hal tersebut butuh kesadaran bahwa pelayanan tersebut tidak dapat dipaksakan. Ketika kita menggembalakan dengan rasa terpaksa, maka domba-domba kita akan merasakan dampaknya. Hal ini berbeda dengan pelayanan doa misalnya, dimana andaikan kita berdoa dengan terpaksa sekalipun, maka tidak akan ada dampak langsung terhadap orang lain.

Kedua, kita seharusnya menggembalakan dengan pengabdian diri, tidak dengan motivasi mencari keuntungan. Seorang gembala adalah seorang pemimpin, namun berbeda dengan pemimpin dalam hal sekuler, seorang gembala adalah pemimpin rohani, yang justru harus banyak berkorban dan melayani domba-dombanya ketimbang dilayani oleh domba-dombanya. Itulah mengapa seorang gembala yang baik, justru akan banyak berkorban bagi domba-dombanya, misalnya dalam hal memberi perhatian, memberi pertolongan, memberi pinjaman, dan memberi waktu bagi domba-domba yang membutuhkannya. Berbeda dengan pemimpin dunia yang ketika menjadi pemimpin justru banyak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, seorang gembala justru harus siap berkorban dan harus mencari keuntungan bagi domba-dombanya.

Ketiga, kita seharusnya menggembalakan dengan memberi teladan, bukan dengan memerintah (ay. 3). Gembala bukan jabatan politik seperti pemerintah. Gembala memang harus memimpin domba-dombanya, tetapi mandat untuk memimpin itu bukan diberikan dari domba-dombanya, melainkan diberikan dari Tuhan sendiri. Itulah sebabnya kita tidak dapat menerapkan secara mutlak seluruh prinsip-prinsip kepemimpinan dunia (entah di bidang pemerintahan maupun di swasta) ke dalam gereja, karena prinsip kepemimpinan dunia tidak 100% dapat diterapkan dalam prinsip penggembalaan. Kita seharusnya menggembalakan dengan menunjukkan teladan atau contoh, bukan memerintah dengan tangan besi (Mat 20:25-27).

Ketika kita mau taat melakukan pelayanan penggembalaan tersebut, maka Tuhan pun yang adalah Gembala Agung kita, akan mengaruniakan upah dari pelayanan tersebut, yaitu mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu (ay. 4). Mahkota ini merupakan gambaran kekuasaan, dan karena Tuhan kita adalah Tuhan yang berkuasa atas seluruh alam semesta ini, maka ketika nanti Tuhan Yesus datang kembali untuk kedua kali, kita akan duduk bersama-sama dengan Tuhan Yesus dan memerintah bersamaNya (Why 20:6). Jadi, ketika saat ini Tuhan sedang mempercayakan pelayanan penggembalaan kepada kita, entah berapa pun banyaknya domba yang dipercayakan kepada kita, lakukanlah itu dengan setia, dengan senantiasa memandang kepada Tuhan, dan mahkota kemuliaan yang akan diberikanNya kepada kita, ketika kita setia mengerjakan pelayanan kita sampai pada kesudahannya (Why 2:10).


Bacaan Alkitab: 1 Petrus 5:1-4
5:1 Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak.
5:2 Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.
5:3 Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.
5:4 Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.