Minggu, 30 April 2017

Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 28): Dibaptis untuk Orang Mati?



Senin, 1 Mei 2017
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 15:28-32
Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal? (1 Kor 15:29)


Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 28): Dibaptis untuk Orang Mati?


Berbicara tentang baptisan dalam Perjanjian Baru, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sejumlah ayat mengenai baptisan yang cukup sulit untuk dimengerti. Salah satu ayat tersebut adalah ayat dalam bagian bacaan Alkitab kita pada hari ini. 

Bacaan Alkitab kita hari ini dimulai dengan penjelasan bahwa Kristus telah menaklukkan segala sesuatu, supaya Allah menjadi yang terutama (ay. 28). Ini menunjukkan keutamaan Kristus yang menjadi Juruselamat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Fakta ini penting sehingga dalam ayat selanjutnya, disebutkan bahwa “apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati?” (ay. 29a). Sekilas jika membaca kalimat tersebut, maka akan muncul pertanyaan: “apa artinya dibaptis bagi orang mati?” atau “apakah ini berarti kita boleh dibaptis untuk orang lain yaitu mereka yang sudah mati?”.

Menjawab pertanyaan ini kita harus melihat konteks pada masa itu yaitu pada masa jemaat mula-mula. Pada masa itu, baptisan awalnya adalah suatu “adat” Yahudi yang kemudian oleh Yohanes Pembaptis dijadikan sebagai lambang pertobatan. Selanjutnya, murid-murid Tuhan Yesus menjadikan baptisan tidak hanya sebagai lambang pertobatan semata, tetapi lebih spesifik lagi yaitu sebagai sebagai tanda seseorang mengaku percaya kepada Yesus Kristus. Pada masa itu, baptisan seringkali berarti maut, karena dianggap sebagai pengakuan resmi bahwa seseorang percaya kepada Yesus Kristus yang dianggap sebagai musuh negara Romawi.

Pada waktu itu juga adalah masa-masa transisi, dimana jemaat Tuhan belum terbentuk organisasinya secara resmi. Banyak orang-orang yang menjadi percaya dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan mereka sebelumnya. Tentu orang-orang yang percaya ini harus memberi diri dibaptis. Namun demikian, kemungkinan besar keluarga mereka (suami/istri atau orang tua mereka) belum sempat mendengar Injil. Oleh karena itu, kemungkinan pertama ayat 29a dapat merujuk kepada beberapa orang yang mau dibaptis bagi orang yang sudah mati (misalnya: orang tua mereka) yang belum sempat mendengar Injil. Bisa juga orang tersebut mau dibaptis bagi orang tua mereka yang telah menjadi percaya namun belum sempat dibaptis karena sudah keburu ditangkap pasukan Romawi dan dibunuh. Mereka berharap akan tetap dapat bertemu dengan orang tua mereka dalam kekekalan di langit yang baru dan bumi yang baru. Ingat bahwa pada waktu itu jemaat mula-mula belum memiliki Alkitab yang telah dikanonkan dengan lengkap, sehingga mereka sangat mengandalkan pemberitaan Firman Tuhan oleh para rasul. Berbeda dengan kita di masa kini yang sudah memiliki Alkitab yang lengkap dan mudah sekali mendapatkan bahan literatur dari berbagai sumber, apalagi dari internet.

Kemungkinan kedua, bisa jadi ayat 29a ini merujuk kepada orang-orang yang dibaptis karena melihat orang Kristen lain yang telah mati. Mereka melihat iman yang benar dari orang-orang Kristen ini sehingga mereka pun mau dibaptis “karena” orang yang sudah mati tersebut. Namun demikian, apapun kemungkinan di ayat 29 tersebut, intinya bukan pada “baptisan bagi orang mati”, karena konteks ayat-ayat ini adalah mengenai kematian dan kebangkitan Kristus. Inilah yang jauh lebih penting yaitu kematian dan kebangkitan Kristus membawa dampak nyata yaitu akan adanya kebangkitan bagi orang-orang mati (ay. 29b). Hal tersebutlah yang diyakini oleh Paulus dengan sungguh-sungguh, sehingga dikatakan bahwa setiap saat ia membawa diri ke dalam bahaya, berhadapan dengan maut, bahkan berjuang melawan binatang buas (ay. 30, 31, 32a).

Memang kalimat “dibaptis bagi orang mati” hanya ditulis 1 kali saja dalam Alkitab Perjanjian Baru, sehingga agak sulit mencari konteks kalimat tersebut khususnya dalam sejarah gereja mula-mula. Ilustrasinya adalah seperti ini: pada akhir tahun 2016 hingga awal 2017, kita sempat mendengar kata “fitsa hats” yang cukup terkenal dan viral di media sosial. Bayangkan jika 2.000 tahun lagi (jika Tuhan belum datang lagi) dan dilakukan penggalian di Indonesia, lalu ada suatu dokumen dengan tulisan “fitsa hats”, tentu para arkeolog pada masa itu akan bingung mengenai makna dari kata “fitsa hats” tersebut. Bayangkan kondisi tersebut 2.000 tahun yang lalu, dimana belum ada internet yang menyimpan jutaan bahkan triliunan data. Tentu akan sulit untuk mengira-ngira apa konteks dari kalimat “dibaptis bagi orang mati” pada masa itu.

Bagi saya, mengingat ayat 29a hanya disebutkan 1 kali dalam Alkitab (dan tidak ada rujukan lain di dalam Alkitab mengenai hal ini), maka cukuplah kita menganggap hal itu sebagai suatu “dinamika” dalam kehidupan jemaat mula-mula khususnya di kota Korintus. Bagi saya secara pribadi, ini masih tetap menjadi suatu “misteri” yang sulit ditelusuri karena keterbatasan data-data. Namun, saya berpendapat bahwa dengan tidak mengetahui hal ini tidak akan mengurangi iman kita, dan kalaupun kita mengetahui hal ini maka itu pun tidak akan menambah iman kita secara signifikan. Oleh karena itu, ayat 29a menurut saya pribadi tidak dapat dijadikan acuan yang pasti bagi baptisan di gereja pada masa kini. Jika ada gereja atau pendeta yang kemudian menggunakan ayat 29a untuk membaptis jemaat bagi mereka yang sudah mati (misal bagi orang tua yang sudah meninggal dunia), maka itu akan menjadi kurang tepat. Jika memang hal itu adalah suatu kewajiban bagi orang Kristen, maka kita tidak perlu dibaptis, karena nanti orang lain akan bisa dibaptis bagi kita. Hal itu tidaklah tepat karena tidak akan membentuk karakter orang Kristen untuk bisa berjuang hidup sempurna di hadapan Tuhan. Ajaran seperti ini dapat dikatakan sebagai suatu “penyesatan yang halus” karena membuat orang tidak bertanggung jawab atas hidupnya dan justru membuat orang lain bertanggung jawab atas keselamatan diri kita. Padahal Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa setiap orang akan memberikan pertanggungjawaban atas dirinya sendiri di hadapan Allah, antara lain juga termasuk dari setiap perkataan yang kita ucapkan (Mat 12:36, Rm 14:12, Ibr 4:13)

Oleh karena itu, hal yang jauh lebih penting lagi adalah inti dari perikop ini yaitu bahwa Kristus telah dibangkitkan. Kebangkitan Kristus tersebut membawa konsekuensi logis yaitu bahwa orang mati akan dibangkitkan. Inilah pengharapan dan sukacita kita, yaitu bahwa semua orang mati termasuk kita akan dibangkitkan. Jika tidak ada kebangkitan, maka sia-sialah iman kita selama ini. Jika tidak ada kebangkitan, maka kita lebih baik makan dan minum karena besok kita akan mati. Namun karena adanya kepastian mengenai kebangkitan, maka apa yang kita lakukan di dunia ini akan terbawa hingga ke kekekalan. Sudahkah kita mempersiapkan diri kita menyambut kekekalan tersebut?



Bacaan Alkitab: 1 Korintus 15:28-32
15:28 Tetapi kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.
15:29 Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?
15:30 Dan kami juga -- mengapakah kami setiap saat membawa diri kami ke dalam bahaya?
15:31 Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar.
15:32 Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati".

Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 27): Dibaptis untuk Menjadi Satu Tubuh


Minggu, 30 April 2017
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 12:12-13
Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. (1 Kor 12:13)


Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 27): Dibaptis untuk Menjadi Satu Tubuh


Jika kita mau mengakui dengan rendah hati, seharusnya baptisan itu adalah sesuatu yang mempersatukan umat percaya. Namun demikian fakta menunjukkan hal yang sebaliknya. Baptisan bisa menjadi sumber perpecahan dan sumber konflik di antara gereja, di antara pendeta, bahkan di antara jemaat. Padahal, logika baptisan adalah setiap orang percaya dibaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Hal apa lagi yang lebih menyatukan jemaat Tuhan jika bukan baptisan itu sendiri? Dalam Baptisan terkandung unsur pertobatan, pengakuan mengenai Allah Tritunggal, serta iman dan pengharapan yang benar kepada Tuhan.

Paulus menuliskan bahwa pada hakekatnya, tubuh itu adalah satu. Kita semua adalah bagian dari tubuh yang satu itu, yaitu tubuh Kristus (ay. 12a). Walaupun demikian, dalam satu tubuh tersebut, terdapat banyak anggota (ay. 12b). Sama seperti tubuh manusia yang membentuk satu pribadi manusia tertentu, namun di dalam tubuh tersebut terkandung anggota-anggota tubuh yang banyak jumlahnya dan saling bekerjasama dalam satu tubuh. Pada seorang manusia yang bernama Budi, tangan Budi adalah bagian dari tubuh Budi. Kaki Budi juga adalah bagian dari tubuh Budi. Tangan Budi tidak dapat berdiri sendiri, tetapi tangan Budi bersama dengan kaki Budi (dan bagian tubuh lainnya) adalah satu kesatuan dari tubuh Budi. Ketika seseorang memanggil Budi, ia memanggil tubuh Budi yang terdiri dari tangan dan kaki. Tidak mungkin ada orang yang memanggil hanya tangan Budi atau kaki Budi saja. Hal ini ditegaskan kembali bahwa segala anggota tubuh, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh (ay. 12c). Hal ini adalah gambaran dari Tubuh yang lebih hebat lagi, yaitu Tubuh Kristus (ay. 12d).

Paulus menulis bahwa semua umat percaya, baik orang Yahudi, orang Yunani (non Yahudi), budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh (ay. 13a). Ini sangat penting bahwa salah satu tujuan baptisan dilakukan dalam Perjanjian Baru adalah untuk menjadikan seseorang menjadi anggota Tubuh Kristus. Hal ini jarang dimengerti oleh sejumlah gereja dan pendeta hari-hari ini. Mereka menganggap bahwa baptisan bertujuan untuk menjadikan seseorang menjadi anggota jemaat gereja tersebut. Mereka lupa bahwa ada sesuatu yang lebih besar lagi dari sekedar jemaat gereja, yaitu anggota Tubuh Kristus.

Tujuan baptisan adalah membuat orang tersebut menjadi bagian dari Tubuh Kristus, yaitu mereka yang nanti dalam kekekalan akan menjadi anggota Keluarga Kerajaan Allah, yaitu mereka yang akan memerintah bersama Tuhan Yesus dalam kekekalan. Oleh karena itu, baptisan harus menjadi langkah awal (pertobatan) seseorang untuk kemudian terus bertumbuh dalam kebenaran sehingga mereka menjadi orang-orang yang memiliki karakter Kristus atau yang memiliki kodrat ilahi. Sayangnya, berapa banyak gereja dan pendeta hari-hari ini yang merasa cukup hanya dengan membaptis orang-orang dan untuk selanjutnya “dibiarkan” saja tanpa dibentuk supaya dapat serupa dan segambar dengan Kristus?

Baptisan adalah tanda bagi mereka yang bersedia hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Paulus menuliskan bahwa kita semua telah dibaptis dalam satu Roh, dan diberi minum dari satu Roh (atau Roh yang sama) (ay. 13b). Artinya adalah kita harus bisa mengerti tuntunan Roh Kudus dalam hidup kita dan bersedia dipimpin oleh Roh Kudus. Setiap langkah hidup kita harus diwarnai oleh nafas Roh Kudus. Setiap langkah hidup kita harus sesuai dengan tuntunan Roh Kudus supaya hidup kita dapat memuliakan Tuhan. Itulah tujuan kita bertobat dan percaya serta dibaptis, yaitu supaya kita semua menjadi satu tubuh, yaitu Tubuh Kristus yang hidup menurut pimpinan Roh Kudus.



Bacaan Alkitab: 1 Korintus 12:12-13
12:12 Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.
12:13 Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.


Kamis, 27 April 2017

Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 26): Baptisan yang Mempersatukan, bukan Memecah Belah



Sabtu, 29 April 2017
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 1:10-17
Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus? (1 Kor 1:13)


Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 26): Baptisan yang Mempersatukan, bukan Memecah Belah


Bagi sebagian orang Kristen, jika mereka bisa dibaptis oleh pendeta terkenal, biasanya ada rasa kebanggaan dalam diri orang tersebut. Apalagi jika dalam akta baptisan tertulis: “Telah dibaptis oleh Pdt ......” (yaitu nama pendeta terkenal tersebut), biasanya akta baptisan tersebut langsung dibingkai dan dipajang di rumah. Ya tidak salah juga dibaptis oleh pendeta terkenal, tetapi ada satu hal yang jauh lebih penting yaitu bahwa kita dapat menjawab pertanyaan “apakah kita telah dibaptis dengan benar?”, dan bukan hanya menjawab pertanyaan “siapa pendeta yang membaptis kita?”.

Saya sendiri tidak dibaptis oleh gembala sidang saya, tetapi justru dibaptis oleh pendeta lain. Tetapi bagi saya itu bukanlah masalah, dan harus tidak menimbulkan kekecewaan apalagi menimbulkan perselisihan. Bagian bacaan kita hari ini berbicara tentang jemaat Korintus yang setelah mereka menjadi percaya, justru kemudian terkotak-kotak karena pemimpin mereka. Ada yang berkata bahwa mereka dari golongan Paulus, ada yang berkata dari golongan Apolos, ada yang berkata dari golongan Kefas (Petrus), ada pula yang berkata dari golongan Kristus (ay. 12). Jadi manakah yang benar? Paulus mengkritik sikap jemaat Korintus yang seperti ini. Paulus berkata bahwa Kristus tidak terbagi-bagi (ay. 13a), karena itu semua sesungguhnya adalah jemaat Kristus. Kristuslah yang telah mati di atas kayu salib, bukan Paulus (ay. 13b). Paulus sedih jika ada orang yang menganggap dirinya adalah jemaat Paulus, karena semuanya seharusnya adalah jemaat Tuhan.

Justru itulah Paulus mengemukakan bahwa tidak ada jemaat yang dibaptis dalam nama Paulus (ay. 13c), tetapi semua dibaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus atau dalam nama Tuhan Yesus. Paulus bersyukur bahwa walaupun ia cukup lama melayani di kota Korintus, ternyata orang yang dibaptisnya di kota itu tidaklah terlalu banyak, tetapi hanya Krispus, Gayus, dan keluarga Stefanus (ay. 14 & 16). Ini menjadi penting karena menunjukkan bahwa jemaat Korintus tidak boleh mengaku sebagai jemaat Paulus karena mereka hanya sedikit yang dibaptis oleh Paulus, dan tidak ada yang dibaptis dalam nama Paulus (ay. 15).

Paulus menyadari benar panggilannya adalah lebih untuk memberitakan Injil dan bukan untuk membaptis orang (ay. 17a). Apa yang diberitakan oleh Paulus adalah salib Kristus, dan itu pun tidak disampaikan dengan hikmat perkataan duniawi tetapi karena pimpinan dan tuntunan Roh Kudus (ay. 17b). Oleh karena itu Paulus pun menasehatkan jemaat di Korintus agar tetap seia sekata dan tidak terpecah, serta supaya mereka tetap erat bersatu dan sehati sepikir (ay. 10).

Baptisan seharusnya mempersatukan orang percaya di seluruh penjuru bumi, karena semua orang percaya haruslah dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Namun demikian, kita melihat sekarang bahwa baptisan menjadi salah satu sumber perpecahan. Gereja mulai terkotak-kotakkan dengan jenis baptisan (percik dan selam), atau dengan definisi baptisan Roh Kudus dimana masing-masing gereja merasa paling benar. Gereja juga mulai terkotak-kotakkan dengan proses “pengkultusan” pendeta tertentu, dimana ada orang Kristen yang merasa kalau tidak didoakan pendeta tertentu maka rasanya kurang afdol. Hal ini berdampak juga ke proses baptisan, pemberkatan nikah, dan lain sebagainya, dimana ada jemaat yang harus “mengantri” untuk dapat dibaptis atau diberkati oleh pendeta tertentu. Ini sudah mulai menyimpang dari kebenaran. Oleh karena itu, sadarlah bahwa baptisan adalah hal yang seharusnya mempersatukan jemaat Tuhan. Belajarlah kebenaran yang sungguh-sungguh benar, supaya kita boleh dibukakan mengenai kebenaran, sehingga jemaat Tuhan boleh semakin bersatu dan tidak terpecah-pecah.



Bacaan Alkitab: 1 Korintus 1:10-17
1:10 Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.
1:11 Sebab, saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloë tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu.
1:12 Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus.
1:13 Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?
1:14 Aku mengucap syukur bahwa tidak ada seorang pun juga di antara kamu yang aku baptis selain Krispus dan Gayus,
1:15 sehingga tidak ada orang yang dapat mengatakan, bahwa kamu dibaptis dalam namaku.
1:16 Juga keluarga Stefanus aku yang membaptisnya. Kecuali mereka aku tidak tahu, entahkah ada lagi orang yang aku baptis.
1:17 Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia.

Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 25): Dibaptis dalam Kematian Kristus



Jumat, 28 April 2017
Bacaan Alkitab: Roma 6:1-4
Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? (Rm 6:3)


Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 25): Dibaptis dalam Kematian Kristus


Mulai hari ini kita akan belajar konteks baptisan dalam kehidupan jemaat atau umat Perjanjian Baru, khususnya dari surat-surat yang terdapat di dalam Perjanjian Baru. Yang pertama adalah dari surat Roma yang ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di kota Roma. Dalam kitab Roma, kita dapat melihat bahwa sangat mungkin terdapat pengajaran yang menyesatkan khususnya terkait dengan kasih karunia, dimana ada pengajaran yang mengatakan bahwa manusia harus semakin berdosa supaya kasih karunia Tuhan semakin melimpah diberikan kepada manusia tersebut (ay. 1).

Pengajaran ini adalah salah, sehingga Paulus dengan tegas mengatakan: “Sekali-kali tidak!” (ay. 2a). Dalam hal ini Paulus menjelaskan mengenai arti baptisan. Tentu sebagai orang Kristen di kota Roma, jemaat Roma sudah terlebih dahulu dibaptis (dalam hal ini adalah baptisan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus). Di sini Paulus menjelaskan ulang mengenai makna baptisan, yaitu semua orang yang telah dibaptis dalam Kristus (atau dalam nama Kristus), telah dibaptis dalam kematian-Nya (ay. 3). Artinya adalah orang tersebut telah dikuburkan bersama-sama dengan Kristus oleh baptisan dalam kematian-Nya (ay. 4a). Dengan demikian, mereka yang telah mati bersama Kristus akan dibangkitkan pula seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati (ay. 4b). Namun demikian perlu dipahami bahwa orang baru bisa dibangkitkan jika ia telah mati terlebih dahulu. Jika seseorang tidak mau mati, maka bagaimana mungkin ia bisa dibangkitkan?

Oleh karena itu, baptisan adalah lambang kematian. Kematian dalam hal ini adalah mati terhadap dosa dan tidak lagi hidup di dalam dosa (ay. 2b). Istilah ini lebih tepat karena frasa “mati bagi dosa” bisa bermakna ganda dalam bahasa Indonesia. Kita tidak boleh lagi hidup di dalam dosa tetapi harus mau mematikan daging kita supaya kita dapat hidup bagi Tuhan. Inilah makna baptisan yang perlu dimengerti oleh orang percaya, yaitu supaya kita mati terhadap hidup yang lama (yaitu ketika kita masih hidup di dalam dosa dan hawa nafsu kita), dan kita memiliki hidup yang baru (yaitu hidup untuk kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya). Di situ baru kita dapat menghayati makna baptisan dengan benar.

Jadi, sangat mungkin bahwa ketika seseorang dibaptis namun masih belum mengerti makna baptisan dengan benar. Walaupun orang tersebut dibaptis ketika sudah dewasa, namun mungkin saja ia belum mengerti bahwa baptisan adalah lambang pertobatan, yaitu pertobatan dari dosa. Mungkin saja orang tersebut baru mengerti sebagian kebenaran, yaitu ketika dibaptis maka ia sudah sah jadi anggota jemaat, dan sudah menjadi warga negara kerajaan surga. Yang ia tahu adalah ketika ia dibaptis maka ia mendapatkan perlindungan Tuhan dan berkat Tuhan, sehingga hidupnya akan enak-enak saja. Ini adalah pemahaman yang salah, yang tanpa sadar sering disuarakan atau dikhotbahkan oleh para pembicara dan pengkhotbah.

Ketika kita dibaptis, memang kita menjadi satu dalam kematian Tuhan.  Namun menjadi satu dalam kematian Tuhan tersebut bukan secara otomatis terjadi tanpa usaha kita. Tuhan menginginkan kita untuk mati terhadap dosa, supaya kita bisa hidup bagi Tuhan. Mati terhadap dosa adalah meninggalkan segala hal dalam hidup kita (pikiran, perkataan, dan perbuatan) yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, dan mengenakan kehendak Tuhan dalam segenap aspek kehidupan kita. Sudahkah kita melakukannya, yaitu mati terhadap dosa supaya kita dapat hidup bagi Tuhan?


Bacaan Alkitab: Roma 6:1-4
6:1 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?
6:2 Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?
6:3 Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?
6:4 Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.