Rabu, 7 April 2021
Bacaan Alkitab: Lukas
15:9-10
“Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita
pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk 15:10)
Makna Keterhilangan (6): Sukacita Surgawi
Sebenarnya kedua ayat yang
menjadi ayat tema renungan kita hari ini merupakan pengulangan dari ayat-ayat
di dalam perumpamaan sebelumnya, yaitu mengenai domba yang hilang (bandingkan
dengan Luk 15:5-7). Di dalam dua perumpamaan tersebut, kita melihat adanya
kesamaan, yaitu ada frasa “Dan kalau ia telah menemukannya” (ay. 5 & 9a), “memanggil
sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya” (ay. 6a & 9b), “mengajak orang
lain bersukacita bersama-sama dengan dirinya karena domba/dirhamnya yang hilang
telah ditemukan” (ay. 6b & 9c), serta adanya “sukacita di surga karena satu
orang yang bertobat” (ay. 7 & 10).
Tentu kita telah belajar dari renungan-renungan sebelumnya bahwa tetap ada kemungkinan domba atau dirham yang hilang itu tidak dapat ditemukan (jika melewati batas-batas tertentu). Namun, jika ternyata dirhamnya dapat ditemukan, maka tentu ada sukacita yang besar, dan sukacita itu akan membuat orang tersebut mampu membagikannya kepada orang lain, bahkan mengajak orang lain masuk ke dalam sukacitanya tersebut. Tentu di sini harus ditekankan bahwa yang paling bersukacita adalah Kerajaan Surga.
Seringkali orang Kristen, khususnya para pelayan gereja atau pendeta, sudah merasa bersukacita ketika ada orang baru yang datang ke gereja. Di sejumlah gereja, mereka yang baru pertama kali datang ke dalam gereja akan diminta untuk berdiri, kemudian orang disebelahnya akan menyalami, lalu ada majelis yang mendatangi dan memberikan semacam brosur dan bahkan formulir untuk menjadi anggota gereja tersebut. Dikesankan (dan selama ini juga diajarkan), bahwa jemaat dan bahkan surga bersukacita ketika ada orang baru datang ke gereja. Apalagi jika yang datang adalah seorang public figure misalnya aktor atau aktris terkenal. Namun apakah benar demikian?
Sukacita yang benar adalah ketika kita bersukacita dan kita tahu bahwa Allah Bapa di surga (beserta Tuhan Yesus dan para malaikat di surga) juga bersukacita. Oleh karena itu, pertobatan adalah suatu hal yang sangat misteri. Orang yang sungguh-sungguh bertobat justru biasanya sangat jarang berkoar-koar di tempat umum bahwa ia telah bertobat. Orang yang sungguh-sungguh bertobat biasanya akan semakin rendah hati, semakin menyadari bahwa pertobatannya itu masih merupakan suatu “jalan panjang" yang harus ditapaki selangkah demi selangkah. Pertobatan memang dimulai dari suatu titik, yaitu titik dimana kita menyatakan pertobatan kita di hadapan Allah. Tetapi titik itu barulah awal dari suatu garis panjang yang harus kita jalani selama kita hidup di dunia ini.
Orang yang sungguh-sungguh bertobat akan terus menerus menanyakan dalam dirinya, “Apakah aku sudah berkenan di hadapan Allah? Apakah Allah bersukacita melihat hidupku setiap hari, dari hal besar sampai hal terkecil sekalipun?”. Itulah sebabnya, gereja harus menekankan sukacita yang benar, yaitu sukacita yang sampai membuat malaikat di surga bersukacita pula (ay. 10). Gereja juga harus menekankan pertobatan yang terus menerus, dan tidak berhenti pada suatu titik saja. Memang benar, pertobatan pastilah diawali dari pertobatan atas dosa-dosa yang kelihatan. Misalnya, yang dahulu mencuri sekarang tidak mencuri lagi, yang dahulu berzinah sekarang tidak berzinah lagi, yang dahulu korupsi sekarang tidak korupsi lagi. Akan tetapi, mengingat pertobatan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus sampai akhir hidup seseorang, mestinya gereja juga mulai mengajarkan pertobatan di level yang lebih tinggi lagi, yaitu pertobatan yang membuat Allah dan para malaikat di surga bersukacita. Dan sukacita Allah ini tidak mungkin bisa dicapai jika seseorang tidak serius untuk berubah dan bertobat di dalam pimpinan Roh Kudus.
Roh Kudus akan menuntun kita hingga kita dapat mengerti kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna (Rm 12:2). Tentu tidak salah jika orang Kristen menjadi orang yang baik, dalam hal ini baik secara norma umum, baik dalam menjalankan “hukum”, dan lain sebagainya. Tetapi jika kita membidik level yang lebih tinggi lagi, yaitu berkenan kepada Allah bahkan hingga level sempurna, maka hidup kita hanya akan memiliki satu target, yaitu bagaimana membuat Allah bersukacita karena kita, dan tidak sampai berdukacita karena hidup kita. Kita akan memaksa untuk hidup sekudus-kudusnya dan sesuci-sucinya. Kita akan mulai peka terhadap hal-hal yang dapat mendukakan hati Allah, bahkan sekalipun hal itu tidak melanggar hukum (misal: tayangan apa yang kita tonton, lagu apa yang kita dengar, dan lain sebagainya). Di tingkat inilah maka pertobatan kita akan menghasilkan sukacita yang benar, yaitu sukacita surgawi yang kekal.
Bacaan Alkitab: Lukas
15:9-10
15:9 Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan
tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku,
sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan.