Rabu, 03 Agustus 2022
Bacaan Alkitab: Lukas 15:25-28
Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. (Luk 15:28)
Makna Keterhilangan (16): Respon yang Mengejutkan
Secara logika, ketika ada sesuatu yang hilang, maka seharusnya akan ada sukacita ketika sesuatu yang hilang tersebut dapat ditemukan kembali. Mari kita ambil contoh ketika kita kehilangan kunci. Walaupun pada awalnya kita kesal, tetapi ketika kunci tersebut ditemukan (mungkin terselip di tas atau tempat lainnya), pastilah kita merasa lega. Hal ini juga ditunjukkan dalam perkataan Tuhan Yesus pada perumpamaan domba yang hilang dan dirham yang hilang, yaitu ketika sang pemilik berhasil menemukan apa yang terhilang (Luk 15:5-6 & 9). Hal tersebut juga ditekankan dalam perumpamaan anak yang hilang, yang digambarkan dengan ayah yang penuh dengan sukacita menyambut kembalinya anak yang hilang (Luk 15:24).
Namun demikian, kita melupakan ada seorang pribadi lagi yang ada di dalam rumah sang ayah, yaitu si anak sulung yang merupakan kakak dari si anak bungsu tersebut. Sebagai kakak tertua, tentu sangat wajar jika kita menyangka bahwa hubungan antara kakak (anak sulung) dan adik (anak bungsu) dalam keluarga tersebut sangat harmonis. Apalagi dengan hadirnya sosok sang ayah yang bijaksana. Namun demikian, kita dapat melihat bahwa ada semacam “persaingan” antara sang kakak dengan sang adik.
Sebenarnya, pada awalnya tidak tersirat bahwa si anak sulung bersaing dengan adiknya. Akan tetapi ketika si adik meminta jatah yang menjadi bagiannya dan pergi meninggalkan ayahnya, di situ mulai nampak watak asli si kakak. Di pandangannya, tentu anak sulung merasa lebih baik daripada adiknya karena ia tetap berada di rumah ayahnya, apalagi setelah ia mungkin mendengar desas-desus bahwa adiknya menghabiskan uang bagiannya untuk bersenang-senang di negeri yang jauh dan akhirnya uangnya habis.
Sangat mungkin apa yang ada di pikiran si kakak adalah bahwa jatah warisan adiknya sudah habis, dan saat ini harta milik ayahnya pasti akan jatuh semuanya ke tangan si kakak. Sangat mungkin di pandangannya, urusan uang dan harta lebih penting daripada hubungan kekeluargaan. Dalam hal ini si kakak tidak sepenuhnya salah, karena adiknya jelas telah membuat keputusan yang salah dan fatal. Ia telah kehilangan haknya dan hal itu yang hanya menjadi perhatian si kakak. Mungkin menurut si kakak, seharusnya, jikalau adiknya kembali, ia tidak berhak lagi menyandang status keluarga. Mungkin saja si adik dapat diterima, tapi hanya sebagai orang upahan dan tidak sebagai anggota keluarga lagi.
Hal ini yang menyebabkan si anak sulung bekerja keras di ladang. Ketika ia pulang dan sudah dekat dengan rumah, ia mendengar suara pesta dan nyanyian serta tarian (ay. 25). Saya yakin pada saat itu ia belum tahu bahwa adiknya pulang. Kalau pun ia mengharap adiknya pulang, ia tidak menyangka bahwa adiknya tersebut akan disambut sebagai anggota keluarga. Oleh karena itu ia lalu bertanya kepada salah seorang hamba (ay. 26), dan hamba tersebut menjawab bahwa adiknya telah kembali, ayahnya telah menyembelih anak lembu tambun dan mengadakan pesta karena adiknya telah pulang dengan selamat (ay. 27).
Si anak sulung tidak dapat menerima hal ini. Ia kecewa karena adiknya telah kembali dan disambut sebagai anak. Andaikata adiknya kembali dan hanya menjadi hamba, mungkin ia tidak semarah ini. Karena begitu marahnya, ia tidak mau masuk ke rumah dan menghadiri pesta yang disediakan. Dengan kata lain, ia tidak mau berjumpa dengan ayahnya, terlebih dengan adiknya yang dipandangnya lebih “buruk” daripada dirinya (ay. 28a). Di sini kemudian ayahnya akhirnya keluar (meninggalkan tempat pesta) dan berbicara dengan si anak sulung (ay. 28b).
DI sini kita dapat melihat bahwa si anak sulung memiliki respon yang berbeda dengan ayahnya. Mereka berdua tentu sama-sama pernah kecewa ketika si anak bungsu memutuskan untuk meninggalkan ayah dan kakaknya dengan membawa uang warisan yang menjadi bagiannya. Namun demikian sang ayah dengan penuh kebesaran hati menyambut kembalinya si anak bungsu dengan tangan terbuka dan hati yang lapang, sementara si kakak (anak sulung) masih menyimpan kekecewaan kepada adiknya. Meskipun si anak sulung dan sang ayah ada di rumah yang sama, tetapi ternyata respon mereka begitu berbeda. Respon anak sulung mengejutkan karena bertolak belakang dengan respon ayahnya, di satu sisi, respon sang ayah sebenarnya juga mengejutkan karena ia tetap mau menerima anaknya yang hilang sebagai anak, bukan hanya sebagai orang upahan.
Bacaan Alkitab: Lukas 15:25-28
15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.
15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.
15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.
15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.