Selasa, 02 Agustus 2022
Bacaan Alkitab: Lukas 15:22-24
Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. (Luk 15:24)
Makna Keterhilangan (15): Sukacita yang Benar Akibat Pertobatan yang Benar
Salah satu dampak dari pertobatan yang benar adalah sukacita yang benar pula. Sukacita yang benar ini tentu tidak hanya dirasakan dari sudut pandang pihak yang bertobat (dalam hal ini si anak bungsu), tetapi juga seharusnya juga dirasakan oleh pihak yang menerima pertobatan (dalam hal ini diwakili oleh sang ayah). Dan dalam renungan kita hari ini, kita akan belajar bagaimana pertobatan yang benar akan menghasilkan sukacita yang benar pula.
Ketika melihat anak bungsunya datang kembali dari keterhilangannya, tentu sang ayah dapat melihat pertobatan sungguh-sungguh dari si anak bungsu. Ia tidak “ngelunjak” ketika melihat reaksi ayahnya yang datang memeluknya. Oleh karena itu, sang ayah kemudian memberikan respon yang positif dan memerintahkan hamba-hambanya untuk membawa jubah, cincin, dan sepatu untuk mengenakannya kepada si anak bungsu yang baru saja datang.
Dalam tradisi Yahudi, jubah dapat dianggap sebagai suatu cara untuk menunjukkan status seseorang, khususnya dalam hubungan keluarga, seperti Yusuf, anak kesayangan Yakub yang diberikan jubah indah oleh ayahnya (Kej 37:3). Sementara itu, cincin menunjukkan hak yang dimiliki seseorang, khususnya dalam hal kekuasaan, dimana seringkali seorang raja memberikan perintah yang kemudian dimeteraikan oleh cincinnya (Kej 41:42, Est 3:10). Di sisi lain, sepatu (atau dalam hal ini dapat berarti kasut/alas kaki) mungkin adalah sesuatu yang umum bagi kita saat ini. Tetapi perlu diingat bahwa di masa tersebut, adalah umum bagi seorang budak untuk melepaskan kasut dari seseorang yang datang ke rumah tuannya dan membasuh kakinya (Luk 7:44). Bahkan Yohanes Pembaptis pernah berkata bahwa ia tidak layak melepaskan kaki Tuhan Yesus karena begitu terhormatnya Tuhan Yesus di pemandangan Yohanes Pembaptis (Yoh 1:27).
Jelas bahwa penggunaan jubah, cincin, dan sepatu/kasut dalam ayat 22 ini menunjukkan suatu upaya dari sang ayah untuk mengembalikan status anaknya dari seseorang yang terhilang menjadi anak yang sah. Bisa saja karena si anak bungsu sebelumnya sudah meminta warisan yang menjadi bagiannya dan pergi meninggalkan ayahnya, ia dicap sebagai seseorang yang kurang ajar, atau sudah tidak lagi dianggap sebagai anak (karena anak yang meminta warisan sebelum waktunya juga dapat dianggap sebagai anak yang mengharapkan kematian ayahnya). Namun demikian, kita dapat melihat penerimaan sang ayah yang tulus atas pertobatan anaknya yang sempat terhilang tersebut.
Bahkan sang ayah juga memerintahkan hamba-hambanya untuk mengadakan sebuah pesta penyambutan kembali anak bungsunya dengan menyembelih seekor lembu yang tambun (ay. 23a). Ia sangat bersukacita karena anaknya yang dianggap telah hilang dan mati kini telah didapati dan hidup kembali (ay. 24a). Ia sangat bersukacita karena hal ini. Bahkan karena sukacitanya, sang ayah juga mengajak hamba-hambanya untuk turut serta bersukacita bersama-sama dengannya (ay. 23b & 24b).
Dalam ayat sebelumnya, kita dapat melihat bagaimana ada sukacita di surga karena adanya pertobatan yang benar (Luk 15:7 & Luk 15:10). Sukacita di sini adalah sukacita yang benar karena adanya pertobatan yang benar. Pertobatan yang benar ditunjukkan dengan keputusan sang anak bungsu untuk kembali dari negeri yang jauh, dan diterima oleh ayahnya dengan penuh sukacita. Namun sayangnya, ayat “sukacita di surga karena pertobatan” ini sering dimaknai secara dangkal oleh orang Kristen dan para pembicara di atas mimbar. Sering kali, ketika ibadah atau KKR, ada orang yang maju ke depan dan biasanya si pembicara langsung berkata, “saat ini ada sukacita di surga karena ada pertobatan”. Padahal, belum tentu orang yang maju itu benar-benar bertobat. Memang maju ke depan adalah salah satu ciri orang yang mulai bertobat. Tetapi semestinya, orang seperti ini harus dibimbing dalam kebenaran dengan intensif, supaya pertobatannya menjadi pertobatan yang benar.
Saya rasa, malaikat di surga adalah makhluk surgawi yang cerdas, yang dapat membedakan manakah pertobatan yang benar dan manakah pertobatan yang pura-pura. Mereka pasti tidak akan bersukacita jika pertobatan yang dilakukan adalah pertobatan yang pura-pura. Sukacita yang benar harus didasarkan pada pertobatan yang benar. Pertobatan yang benar harus didasarkan pada kesadaran bahwa kita adalah orang-orang yang masih terhilang, sehingga menghasilkan komitmen untuk berbalik dan bertobat dengan sungguh-sungguh.
Bacaan Alkitab: Lukas 15:22-24
15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.