Jumat, 18 Januari 2019
Bacaan
Alkitab: Kisah Para Rasul 15:22-29
"Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada
kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu
harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari
darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu
memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat."
(Kis 15:28-29)
Pornos dan Moichos (20): Menyampaikan Keputusan dengan Terbuka
Sekilas, renungan hari ini tidak akan
terlalu banyak membahas mengenai makna kata percabulan (porneia) di ayat 29, karena sebenarnya intinya sudah cukup banyak
dijelaskan di renungan hari sebelumnya. Namun demikian, ada satu hal yang
menarik dari peristiwa sidang di Yerusalam tersebut yaitu tentang bagaimana
para pemimpin gereja mula-mula tersebut mengambil keputusan dan untuk
selanjutnya disampaikan kepada seluruh jemaat yang ada.
Jangan dibayangkan kondisi waktu itu
sama dengan kondisi saat ini, dimana informasi dapat dengan mudah dikirimkan
dan diterima melalui aplikasi chatting dan
media sosial. Pada masa itu, informasi harus dikirim melalui surat atau melalui
orang yang dapat dipercaya. Pada waktu itu, keputusan yang diambil dalam sidang
para rasul dan penatua jemaat di Yerusalem harus disampaikan kepada jemaat
Tuhan, khususnya jemaat di Antiokhia (yang kemungkinan besar adalah jemaat
terbesar pada waktu itu, karena di sanalah orang percaya disebut sebagai
Kristen/Kristiani, yang artinya adalah pengikut Kristus).
Dalam menyampaikan keputusan tersebut,
para rasul mengutus beberapa orang yang terpandang dan dapat dipercaya untuk
menyampaikan keputusan hasil sidang di Yerusalem, yaitu Paulus, Barnabas,
Yudas/Barsabas, dan Silas (ay. 22). Mereka adalah orang-orang yang terpandang
di antara orang percaya. Tentu mereka juga adalah orang-orang yang dapat
dipercayai, yang sudah terbukti dan teruji dalam pelayanan.
Kepada mereka kemudian diserahkan surat
yang memuat hasil keputusan para pemimpin gereja di Yerusalem. Jika kita melihat, surat tersebut
ditujukan kepada saudara-saudara seiman (jemaat) di Antiokhia, Siria, dan Kilkia,
khususnya mereka yang berasal dari bangsa-bangsa lain selain bangsa Yahudi (ay.
23). Jemaat dari bangsa non Yahudi tentu juga gelisah karena ada ajaran yang
menyatakan bahwa orang percaya juga harus disunat seperti orang Yahudi (ay.
24). Untuk mengatasi kebimbangan tersebut, maka pemimpin jemaat bertindak cepat
untuk mengambil keputusan dan menyampaikannya kepada jemaat melalui
utusan-utusan yang dapat dipercaya (ay. 25-27).
Tidak dapat disangkal, bahwa sunat
adalah tradisi turun temurun agama Yahudi yang dilakukan oleh keturunan
Abraham, Ishak, dan Yakub. Bedanya, agama Yahudi mewajibkan sunat bagi setiap
anak laki-laki pada hari kedelapan setelah lahir sama seperti Ishak yang
disunat pada hari kedelapan. Dengan pimpinan Roh Kudus, para pemimpin jemaat
melalui surat ini hendak menunjukkan bahwa agama Kristen tidaklah sama dengan
agama Yahudi. Kekristenan bukan merupakan salah satu “sekte” dalam agama
Yahudi. Kekristenan adalah jalan hidup, artinya tidak terikat dengan
hukum-hukum lahiriah (seperti hukum Taurat), tetapi terikat dengan pribadi
Yesus sebagai contoh dan teladan yang harus kita ikuti jejaknya.
Sejak peristiwa ini, kekristenan tidak
dapat dipandang lagi sama seperti agama-agama lain. Kekristenan memiliki posisi
yang unik karena tidak ada aturan tertulis mengenai syariat seperti yang
dimiliki agama Yahudi. Kekristenan tidak memiliki hukum-hukum yang rumit yang
membebani orang percaya karena hal itu hanya akan membuat seseorang menjalankan
hukum hanya sesuai bunyinya semata (ay. 28). Memang tetap ada suatu anjuran
tetapi lebih bersifat umum dan dalam kaitannya dengan hidup kekristenan di
masa-masa itu, yaitu: “menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada
berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan”
(ay. 29a).
Kita tidak akan membahas banyak hal
mengenai apa yang dianjurkan tersebut karena sudah dibahas dalam renungan
sebelumnya. Akan tetapi saya ingin menekankan satu kalimat penutup dimana “jikalau
kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik” (ay. 29b). Perhatikan
bahwa sebenarnya anjuran dari hasil keputusan sidang di Yerusalem bukanlah
sesuatu yang sangat penting, meskipun bisa dikatakan penting juga. Hal ini penting
karena membawa kita kepada kebaikan, dan melakukan anjuran tersebut adalah
suatu perbuatan baik. Tetapi bagi umat Perjanjian Baru, baik saja tidaklah
cukup. Seseorang harus berjuang untuk tidak sekedar menjadi baik, tetapi sampai
kepada level sempurna (Rm 12:2), sama seperti Tuhan Yesus yang telah mencapai
kesempurnaan-Nya (Ibr 5:9). Namun sekali lagi perlu ditekankan bahwa perbuatan
baik itu pun penting, karena tidak mungkin kita bisa berjuang untuk sempurna
jika kita belum mencapai level kebaikan secara umum.
Terkait dengan level kebaikan secara
umum ini, kita akan sedikit memfokuskan kepada kata percabulan yang ada di ayat
29. Dalam bahasa aslinya, kata percabulan menggunakan kata porneias (πορνείας) dari akar kata porneia (πορνεία). Kita telah banyak membahas dalam
renungan-renungan sebelumnya bahwa kata porneia
ini menunjuk dosa percabulan yang lebih parah dibandingkan dengan kata moicheuó (μοιχεύω). Hal ini memang dapat
menunjuk pada praktik perzinahan/percabulan secara harafiah (hubungan seks yang
merusak hakikat pernikahan), maupun secara metafora (mencintai dunia dan tidak
mencintai Tuhan).
Secara umum, perzinahan baik jasmani
maupun rohani tidaklah dibenarkan dalam hampir semua kebudayaan maupun agama.
Oleh karena itu, anjuran yang merupakan keputusan sidang di Yerusalem harus
disampaikan secara terbuka kepada semua jemaat. Sekitar 2.000 tahun yang lalu,
para pemimpin jemaat sudah menyadari pentingnya suatu standar yang sama yang
harus dimiliki oleh semua orang Kristen. Untuk itulah meskipun banyak
keterbatasan, mereka tetap mengusahakan agar jemaat-jemaat di kota-kota lain
juga dapat mendengar dan memahami anjuran ini, supaya mereka antara lain
menjauhi percabulan dan dapat menjadi teladan dalam hidupnya. Jelas bahwa umat
percaya pada masa itu memiliki suatu standar kehidupan seksual yang dapat
diteladani: yaitu menjauhi percabulan, dan hal ini pasti ditekankan terus dari
waktu ke waktu oleh para pemimpin gereja kepada jemaat mereka.
Bayangkan jika informasi ini hanya
diputuskan di Yerusalem tanpa disebarkan ke jemaat lain, bisa jadi ada sejumlah
jemaat yang masih hidup dalam dosa dan tidak mengetahui bahwa apa yang ia
lakukan salah. Pengumuman keputusan sidang Yerusalem ini juga ingin menunjukkan
bahwa siapa jemaat yang benar dan siapa jemaat yang ikut-ikutan. Jemaat yang
benar adalah mereka yang mau menaati hasil keputusan sidang tersebut sebagai
keputusan tertinggi yang dibuat pada masa gereja mula-mula dalam tuntunan Roh
Kudus. Ini juga akan membedakan antara jemaat asli dengan jemaat palsu/semu.
Jemaat palsu/semu mungkin mengakui akan 4 anjuran tersebut, tetapi mereka
menambahkan aturan-aturan lain seperti sunat, puasa, mempersembahkan korban,
dan adat-adat agama Yahudi lainnya. Tetapi dengan keputusan yang diumumkan
secara terbuka ini, maka jemaat dan orang banyak akan mengerti manakah jemaat
yang benar dan manakah jemaat yang palsu. Mereka akan dapat melihat manakah
pemimpin yang benar dan pemimpin yang palsu. Jika demikian, lalu apa
aplikasinya bagi kita di masa modern ini?
Bagi saya secara pribadi, hal ini
menunjukkan bahwa dinamika permasalahan di dalam suatu organisasi gereja maupun
jemaat sudah terjadi sejak masa gereja mula-mula. Bahkan jika mau jujur, mereka
menghadapi tantangan yang sangat berat, termasuk penganiayaan dari orang Yahudi
dan orang Romawi, serta adanya doktrin-doktrin palsu yang mencoba menyusup.
Namun semua itu dapat diatasi dengan suatu keputusan bersama yang dibuat oleh
para pemimpin gereja di dalam pimpinan Roh Kudus. Tidak hanya bersidang dan
mengambil keputusan dengan bijaksana, mereka pun juga mengumumkannya dengan
terbuka supaya diketahui oleh seluruh jemaat bahkan hingga ke kota-kota lain.
Saya yakin bahwa keputusan ini dijalankan secara konsekuen oleh jemaat
mula-mula tanpa banyak protes. Mereka yang awalnya pro sunat pun juga menerima
keputusan yang sudah diambil. Dan sampai dengan saat ini, kita melihat bahwa
sunat sudah tidak lagi menjadi syarat wajib bagi penganut agama Kristen.
Dalam hal ini kita harus belajar
mengakui kedewasaan para pemimpin jemaat mula-mula pada masa itu. Mereka
mungkin sempat berbeda pandangan mengenai kewajiban sunat bagi umat percaya.
Tetapi setelah diputuskan di dalam sidang, maka semua mengakui hasil keputusan
sidang tersebut. Kita melihat bahwa sesudah peristiwa ini Alkitab tidak
mencatat lagi adanya perbedaan pendapat terkait dengan sunat bagi umat
Perjanjian Baru. Memang masih ada pengajaran Paulus mengenai sunat dalam
surat-suratnya, tetapi tidak terkait dengan perbedaan pendapat sunat ini.
Selain itu, sikap terbuka dari pemimpin
kepada jemaat membuat jemaat tidak perlu bertanya-tanya dan menebak-nebak apa
sebenarnya yang sudah ditetapkan oleh para pemimpin jemaat. Ada keterbukaan
yang luar biasa antara pemimpin dan jemaatnya. Pemimpin menggembalakan jemaat
dengan tulus, dan sebaliknya jemaat percaya kepada pemimpinnya. Hal ini membuat
jemaat dan juga pemimpinnya lebih cepat bertumbuh karena waktu mereka tidak
harus tersita untuk urusan yang tidak penting. Hal ini mungkin yang dapat kita
contoh dan teladani, bahwa pada masa jemaat mula-mula meskipun kondisi begitu
berat dan banyak persoalan, tetapi mereka tetap fokus pada satu tujuan:
berjuang untuk hidup benar dan sempurna di hadapan Bapa, sehingga setiap
masalah dapat diatasi dengan kepala dingin, perbedaan pendapat dapat
diselesaikan dengan tuntunan Roh Kudus, tidak habis waktu mengurusi hal-hal
minor, dan yang terpenting adanya kepercayaan yang tinggi antar jemaat, antar
pemimpin, serta antar pemimpin dan jemaat. Tidak ada yang disembunyikan oleh
pemimpin kepada jemaat, tetapi pemimpin justru terbuka kepada jemata sehingga
jemaat juga lebih cepat bertumbuh. Pemimpin tidak takut akan jemaat yang
cerdas, pemimpin justru mendorong jemaat untuk menjadi cerdas sehingga siap untuk
memimpin jemaat lainnya.
Bacaan
Alkitab: Kisah Para Rasul 15:22-29
15:22 Maka
rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat itu mengambil keputusan
untuk memilih dari antara mereka beberapa orang yang akan diutus ke Antiokhia
bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas, yaitu Yudas yang disebut Barsabas dan
Silas. Keduanya adalah orang terpandang di antara saudara-saudara itu.
15:23
Kepada mereka diserahkan surat yang bunyinya: "Salam dari rasul-rasul dan
penatua-penatua, dari saudara-saudaramu kepada saudara-saudara di Antiokhia,
Siria dan Kilikia yang berasal dari bangsa-bangsa lain.
15:24 Kami
telah mendengar, bahwa ada beberapa orang di antara kami, yang tiada mendapat
pesan dari kami, telah menggelisahkan dan menggoyangkan hatimu dengan ajaran
mereka.
15:25 Sebab
itu dengan bulat hati kami telah memutuskan untuk memilih dan mengutus beberapa
orang kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan Paulus yang kami kasihi,
15:26 yaitu
dua orang yang telah mempertaruhkan nyawanya karena nama Tuhan kita Yesus
Kristus.
15:27 Maka
kami telah mengutus Yudas dan Silas, yang dengan lisan akan menyampaikan pesan
yang tertulis ini juga kepada kamu.
15:28 Sebab
adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan
ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini:
15:29 kamu harus menjauhkan
diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging
binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri
dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.