Rabu, 22 Januari 2020

Pornos dan Moichos (50): Memahami si “Pelacur Besar”


Rabu, 22 Januari 2020
Bacaan Alkitab: Wahyu 17:1-2
Lalu datanglah seorang dari ketujuh malaikat, yang membawa ketujuh cawan itu dan berkata kepadaku: "Mari ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu putusan atas pelacur besar, yang duduk di tempat yang banyak airnya." (Why 17:1)


Pornos dan Moichos (50): Memahami si “Pelacur Besar”


Dalam kitab Wahyu setidaknya kita sudah mengenal beberapa istilah yang dijadikan simbol sebagai hal yang buruk, di antaranya “wanita Izebel”, “Babel” dan juga “binatang”. Pada renungan hari ini, kita akan belajar mengenai istilah lain yang tidak kalah jahatnya yaitu “pelacur besar”. Konteks penglihatan Rasul Yohanes ini adalah setelah ketujuh cawan dicurahkan dimana hal itu dapat dikatakan sebagai salah satu hukuman akhir atas manusia sebelum akhirnya di perikop ini Tuhan hendak menunjukkan hukuman akhir atas pelacur besar itu.

Dari ketujuh malaikat yang telah membawa ketujuh cawan murka Allah dan menumpahkannya ke atas bumi, salah satu di antaranya datang kepada Rasul Yohanes dan mengajaknya untuk datang (ay. 1a). Malaikat tersebut hendak menunjukkan kepada Rasul Yohanes mengenai putusan atas pelacur besar (ay. 1b). Supaya kita mengerti mengenai konteks dan maksud tulisan ini, kita akan mencoba untuk membedah ayat ini dengan lebih dalam.

Kata “pelacur besar” dalam bahasa aslinya menggunakan kata pornēs tēs megalēs (πόρνης τῆς μεγάλης). Kata pornēs yang diterjemahkan sebagai “pelacur” berasal dari kata porné (πόρνη) memiliki makna a prostitute, a harlot, a strumpet, a woman who sells her body for sexual uses, any woman indulging in unlawful sexual intercourse, whether for gain or for lust (seorang pelacur, perempuan cabul, kupu-kupu malam, perempuan yang menjual tubuhnya untuk kegunaan seksual, perempuan yang telribat dalam suatu hubungan seksual yang tidak sah, demi keuntungan materi ataupun hanya untuk nafsu semata). Namun kata porné ini juga dapat memiliki makna figuratif yaitu an idolatress (wanita penyembah berhala).

Sementara itu kata “besar” di sini menggunakan kata megalēs dari akar kata megas (μέγας) yang berarti besar, hebat, kuat, penting, berkuasa. Jadi makna pelacur besar di sini adalah pelacur yang sangat besar dan hebat, dengan posisi yang sangat penting, strategis dan penuh kuasa. Perhatikan pula kalimat selanjutnya yang berbunyi “yang duduk di tempat yang banyak airnya” (ay. 1c). Beberapa teolog memaknai kalimat “di tempat yang banyak airnya” secara harafiah, dimana mereka menganggap bahwa bahwa salah satu ciri-ciri “pelacur besar” ini berasal atau berada di daerah yang banyak airnya (banyak danau, dekat laut, atau di tempat dengan hujan yang cukup tinggi.

Namun demikian, kalimat ini tentu tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Jika kita melihat di ayat 15, kita akan menemukan bahwa yang dimaksud dengan air dalam hal ini adalah orang banyak dari segala bangsa-bangsa. Mereka adalah orang-orang yang “ditundukkan” oleh si “pelacur besar“ itu. Jangankan orang biasa, bahkan dikatakan bahwa raja-raja di bumi (para pemimpin-pemimpin bangsa) telah berbuat cabul dengannya (ay. 2a).

Kata “berbuat cabul” di ayat ini menggunakan kata eporneusan (ἐπόρνευσαν) dari akar kata porneuó (πορνεύω). Kata ini bersifat kata kerja dan sejajar dengan kata porné sebagai kata benda yang digunakan di ayat sebelumnya. Dalam konteks pada masa itu, suatu percabulan adalah tindakan antara dua orang atau lebih, dimana pelakunya dapat disebut sebagai pornos (laki-laki) atau porné (perempuan) yang melakukan tindakan/perbuatan cabul (porneuó), dan keseluruhannya dimaknai sebagai percabulan (porneia) yang merupakan kata benda. Sehingga jika diibaratkan bahwa ada seorang wanita yang berbuat cabul dengan banyak pemimpin-pemimpin atau raja-raja di bumi, maka betapa mengerikan sosok yang dimaksud dengan wanita “pelacur besar” ini.

Bahkan, dikatakan pula bahwa penghuni-penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya (ay. 2b). Ada pemilihan kata yang menarik di ayat ini, dimana untuk kata “penghuni-penghuni” digunakan kata katoikeó (κατοικέω), yang bermakna penduduk atau orang-orang yang tinggal dan menetap di suatu daerah. Dalam ayat lain, kita telah diingatkan bahwa kita sebenarnya bukanlah penghuni tetap di bumi ini, melainkan adalah “pendatang dan perantau” (1 Ptr 2:11). Jelas bahwa orang percaya sebenarnya di-setting Tuhan bukan untuk menikmati bumi ini (karena bumi ini akan menjadi lautan api), tetapi untuk menikmati hidup kekal bersama-sama dengan-Nya dalam kerajaan-Nya yang kekal.

Oleh karena itu, jika kita sudah merasa betah dan nyaman di bumi ini, dan menganggap bahwa segala kesenangan dan kebahagiaan di bumi ini adalah sesuatu yang sangat berharga, maka kita bukanlah “pendatang dan perantau”, tetapi sudah menjadi penghuni-penghuni bumi ini, yang sangat mungkin sekali sudah menjadi orang-orang yang sudah dimabukkan dengan anggung percabulannya. Seharusnya, orang Kristen yang benar harus sadar bahwa dunia ini bukanlah hunian tetap, melainkan hanyalah hunian sementara. Hunian tetap kita nanti sedang disiapkan oleh Tuhan Yesus dalam kerajaan-Nya yang kekal (Yoh 14:2).

Kata “anggur percabulan” yang digunakan di ayat 2 ini berasal dari dua kata yaitu oinos (οἶνος) dan porneia (πορνεία). Kata oinos berarti anggur, yang digunakan sebagai minuman yang cukup umum di zaman itu. Kita sebagai orang percaya harus cerdas, bahwa oinos ini tidak pernah merujuk pada anggur yang digunakan dalam perjamuan kudus. Dalam setiap ayat yang merujuk pada perjamuan terakhir yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya, serta pada kegiatan perjamuan kudus yang dilakukan oleh jemaat mula-mula, tidak pernah ada ayat yang merujuk pada kata anggur (oinos), tetapi selalu menggunakan kata cawan.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh “pelacur besar” di sini adalah melakukan sesuatu yang menyesatkan orang percaya. Orang Kristen yang tidak hidup benar dan tidak hati-hati tentu akan mudah tertipu dan terjebak dalam penyesatannya. Bisa saja mereka akan sama dengan para penduduk bumi lainnya yang terjebak dalam anggur percabulan dan kemudian menjadi mabuk. Dalam suratnya kepada jemaat Efesus, Rasul Paulus sudah mengingatkan agar orang percaya tidak mabuk oleh anggur karena dapat menimbulkan hawa nafsu, tetapi harus penuh dengan Roh (Ef 5:18). Kata yang digunakan dalam ayat di kitab Efesus itu sama dengan yang digunakan dalam kitab Wahyu ini yaitu methuskó (μεθύσκω).

Karena kitab Wahyu penuh dengan simbol-simbol (yang tentu saja sudah dimengerti oleh para pembacanya pada waktu itu, karena mereka hidup dalam kondisi zaman dan konteks yang sama), maka percabulan di pasal 17 ini tidak boleh hanya dipandang sebagai percabulan jasmani, melainkan lebih kepada percabulan rohani. Dalam hal ini, “pelacur besar” adalah iblis (atau spirit iblis) yang membuat orang tidak menyembah Allah yang benar. Orang yang tidak menyembah Allah bukan berarti menyembah iblis, tetapi mereka bisa jadi menyembah diri sendiri, atau kekayaan dunia. Sebagai contoh, orang yang mencari kekayaan dengan pergi ke dukun misalnya, dia tidak dapat dikatakan menyembah dukun, tetapi menyembah kekayaan (karena itu menjadi prioritas hidupnya, dan harus dicapai dengan cara apapun, bahkan jika harus ke dukun dan membuat perjanjian dengan kuasa kegelapan).

Jadi jika demikian, sesungguhnya bumi ini sudah dikuasai oleh spirit dari “pelacur besar” tersebut. Sebagian besar penduduk bumi termasuk para pemimpinnya sudah terikat dan mabuk dengan segala keindahan dunia termasuk kekayaan dunia. Prinsip orang hidup pada hari ini adalah bagaimana mereka bisa mendapat uang, kekayaan, kedudukan, kehormatan, dan lain sebagainya. Tentu saja banyak juga jemaat atau gereja yang sudah tercemar oleh spirit ini. Kita dapat melihat bagaimana ada para pelayan gereja berebut jadwal melayani, atau ada di antara para pendeta yang berebut kedudukan dan kekuasaan. Jika mau jujur, maka mereka sebenarnya termasuk di antara penghuni bumi yang sudah mabuk oleh anggur percabulan atau spirit duniawi ini.

Tidak heran bahwa Rasul Yohanes mengingatkan orang percaya untuk tidak mengasihi dunia dan terjebak dalam segala percintaan dunia (keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup), karena dunia ini akan lenyap suatu saat nanti (1 Yoh 2:16-17). Ini harus menjadi perhatian serius bagi gereja dan khususnya bagi para pendeta selaku pemimpin jemaat. Gereja harus berani berperang menyuarakan kebenaran dan melawan spirit kuasa kegelapan yang hendak memabukkan orang-orang dengan percabulan rohani. Dalam renungan selanjutnya kita akan melihat bagaimana kelanjutan dari “pelacur besar” ini.


Bacaan Alkitab: Wahyu 17:1-2
17:1 Lalu datanglah seorang dari ketujuh malaikat, yang membawa ketujuh cawan itu dan berkata kepadaku: "Mari ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu putusan atas pelacur besar, yang duduk di tempat yang banyak airnya.
17:2 Dengan dia raja-raja di bumi telah berbuat cabul, dan penghuni-penghuni bumi telah mabuk oleh anggur percabulannya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.