Rabu, 14
Oktober 2020
Bacaan Alkitab: Lukas 15:7
Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena
satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan
puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan. (Luk 15:7)
Makna Keterhilangan (4): Pertobatan yang Benar
Ayat
bacaan kita pada renungan hari ini cukup sering dikutip oleh para pendeta, para
penginjil maupun oleh para pengajar di lingkungan orang Kristen. Ayat ini
sering dibaca dan dimaknai di luar konteks aslinya. Sebagai contoh, ketika ada
peristiwa kebaktian kebangunan rohani (KKR) dimana orang yang datang kemudian mengangkat
tangan atau maju ke depan (altar
call), maka hal itu sudah dianggap sebagai suatu
pertobatan. Tidak jarang pendeta/pengkhotbah/pembicara di KKR tersebut langsung
berkata dan menyimpulkan bahwa surga bersukacita karena sudah ada satu (atau
lebih) orang yang bertobat di KKR tersebut.
Nyatanya,
sering kali seepulang dari acara KKR itu, tidak jelas apa yang dimaksud dengan
pertobatan. Hidup orang-orang itu sepertinya sama saja sebelum dan sesudah
datang ke KKR. Mereka bisa jadi masih tetap hidup dalam dosa, dan tidak
menunjukkan buah-buah pertobatan yang nyata. Jika demikian, apakah benar surga
bersukacita ketika orang maju ke depan dalam altar call di ibadah gereja ataupun
KKR? Padahal orang yang maju belum tentu benar-benar bertobat tetapi mungkin
hanya ikut-ikutan saja?
Kenyataannya,
jika kita membaca konteks ayat ini di dalam perikopnya, maka kita akan mengetahui
bahwa sang pemilik domba telah menemukan dombanya yang hilang, dan telah
menggendongnya pulang, serta telah tiba di rumahnya (ay. 5-6). Ia tidak
bersukacita ketika dombanya baru ditemukan. Ia baru bersukacita ketika dombanya
telah dipastikan tiba di rumah dengan selamat. Hal ini yang seringkali luput
dari penekanan para pembicara atau pengkhotbah di atas mimbar. Seakan-akan
dikesankan bahwa ketika orang maju pada saat KKR, maka orang itu sudah selamat
dan surga bersukacita.
Sebenarnya,
jika kita mau jujur, surga akan bersukacita ketika seseorang telah menyelesaikan
pertobatannya dan telah setia sampai akhir. Pertobatan tidak boleh dipandang
sudah selesai ketika seseorang maju di
KKR atau mengangkat tangan pada saat ibadah. Hal itu barulah suatu “titik awal”
dari pertobatan yang sesungguhnya. Pertobatan yang benar dimulai sejak
seseorang mengenal Tuhan Yesus Kristus dan percaya kepada-Nya, dan kemudian diwujudkan
dalam kehidupan keseharian setiap harinya.
Ucapan Tuhan
Yesus itu sangatlah benar, bahwa akan ada sukacita di surga karena satu orang
berdosa yang bertobat, daripada 99 orang benar yang tidak memerlukan pertobatan
(ay. 7). Ayat ini tidak boleh dipandang bahwa kita adalah 99 orang tersebut
yang tidak perlu bertobat, dan justru memandang bahwa orang lain adalah satu
orang yang perlu bertobat. Seharusnya, sudut pandang kita diubah. Kita harus
senantiasa berpikir bahwa kita adalah satu orang yang perlu bertobat itu.
Dengan demikian, kita tidak akan terjebak melihat kehidupan orang lain dan
sibuk mengurusi apakah orang itu sudah bertobat atau belum, melainkan akan
lebih mempersoalkan dirinya sendiri, jangan-jangan saya adalah orang berdosa
yang perlu bertobat.
Jadi
jelas bahwa pertobatan yang benar itu bukanlah sesuatu yang mudah dan
sederhana. Pertobatan adalah sesuatu yang kompleks, membutuhkan waktu panjang (yaitu
seumur hidup), dan harus terlihat buah-buah pertobatan yang nyata (Mat 3:8, Luk
3:8). Pertobatan tidak diukur dari seberapa sering seseorang mengikuti KKR dan
maju ke depan. Pertobatan tidak diukur dari seberapa sering seseorang
mengangkat tangan. Mengangkat tangan dan maju ke depan bisa jadi adalah awal
pertobatan, atau suatu pembaharuan komitmen untuk terus bertobat. Tetapi, tanpa
niat dan kerja keras dari orang tersebut, maka pertobatan itu tidak akan terwujud.
Katakanlah
ada seseorang yang terikat dosa seksual (berselingkuh, kecanduan film porno,
dan lain sebagainya). Ia bisa saja datang ke KKR setiap hari, mengangkat tangan
dan maju ke depan. Tetapi jika ia tidak menindaklanjuti komitmennya itu
(misalnya: menghindari film-film yang merangsang birahi, atau menjauhi
tempat-tempat pelacuran, atau memutuskan kontak dengan orang yang selama ini
menjadi selingkuhannya), maka bisa saja pertobatannya tidak akan optimal.
Bertobat itu adalah kembali dari keterhilangan, dan berusaha untuk tidak
terhilang lagi. Ibarat domba yang terhilang/tersesat dan ditemukan gembala,
tetapi jika domba itu masih nakal dan ingin melarikan diri, maka sekalipun ia
sudah ditemukan gembala, bisa jadi ia akan melepaskan diri dari genggaman
gembala itu. Ia bisa saja terhilang lagi. Oleh karena itu, bertobat berarti
menyadari keterhilangan dan ketersesatan kita, serta berusaha untuk tidak
terhilang lagi. Memang semua itu tetap dalam anugerah Tuhan, tetapi karena
manusia memiliki kehendak bebas, maka seseorang dapat memilih untuk tetap hidup
dalam keterhilangan, ataukah mau bertobat dengan benar. Pertobatan yang benar
akan dapat dilihat dari buah kehidupannya (yaitu buah pertobatan), serta pertobatan
yang terus menerus hingga seseorang menutup mata.
Bacaan Alkitab: Lukas 15:7
15:7 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga
karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena
sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.