Minggu, 25 Desember 2016
Bacaan
Alkitab: 2 Timotius 4:7-8
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan
kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya
kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya. (2
Tim 4:8)
Natal yang Tidak Dirindukan
Untuk renungan hari ini, saya agak
melompat dari rangkaian tema renungan tentang Anak Allah, mengingat ada suatu
pesan penting yang harus saya tulis berkenaan dengan hari Natal. Jika biasanya
hari Natal identik dengan tema-tema yang umum seperti “Keselamatan yang
Datang”, “Firman yang Telah Menjadi Manusia”, “Terang Telah Datang”, dan lain
sebagainya, untuk Natal kali ini saya memiliki tema yang unik, nyeleneh, dan
barangkali mungkin sangat out of the box
yaitu: “NATAL YANG TIDAK DIRINDUKAN”. Sepintas jika para pembaca renungan ini
membaca tema Natal tersebut, tentu tidak sedikit yang menganggap saya sebagai
seorang yang sesat karena selama ini sebagai orang Kristen tentu diajarkan
bahwa Hari Raya Natal adalah hari raya yang dinanti-nantikan dan
dirindu-rindukan. Itu sebabnya banyak gereja yang mengadakan acara
besar-besaran menyambut Hari Raya Natal.
Tentu saya sendiri juga sudah mengalami
Natal lebih dari 30 tahun lamanya. Ketika saya masih kecil, saya sangat
merindukan Natal. Saya ingat bagaimana Natal identik dengan suasana dimana
banyak pohon natal dan lampu yang berkelap-kelip. Saya bahkan ingat beberapa
film tentang Natal yang bersalju dan pada waktu itu sangat ingin merasakan
momen Natal yang seperti itu. Ketika saya beranjak ke usia remaja dan pemuda,
bagi saya Natal adalah momen dimana saya bisa memakai baju baru di gereja,
dimana saya bisa aktif terlibat di pelayanan gereja untuk menyambut Natal.
Rasa-rasanya saya sangat senang sekali bisa ikut ambil bagian dalam paduan
suara atau drama natal di gereja. Belum lagi jika saya berjalan-jalan ke pusat
perbelanjaan dan melihat dekorasi natal dimana-mana, rasanya hati saya pada
waktu itu penuh sukacita.
Beberapa tahun yang lalu pun saya
memutuskan untuk memulai tradisi di keluarga saya yaitu memberikan hadiah/kado
natal bagi anggota keluarga saya, dimana saya meletakkan kado natal di bawah
pohon natal untuk dibuka bersama-sama pada hari Natal. Adik-adik saya dan orang
tua saya pun akhirnya ikut dalam tradisi yang saya gagas tersebut. Senang
rasanya melihat ayah saya atau ibu saya membuka kado natal, apalagi melihat
senyum di wajah mereka. Ketika saya sudah menikah dan memiliki anak, saya juga
sempat memasang pohon natal di rumah, bahkan juga terlibat dalam ibadah
perayaan natal di gereja saya.
Namun setidaknya sejak 2 tahun
terakhir, saya sudah tidak memasang pohon natal di rumah. Saya merasa natal
hanyalah satu dari sekian hari lain yang seharusnya diperlakukan sama. Ada
suatu kegalauan dalam diri saya yang sulit diungkapkan dengan kata-kata karena
saya merasa berbeda dengan mayoritas orang-orang Kristen lain yang begitu
antusias menyambut natal dengan baju baru, dengan memasang pohon natal, dengan
mendekorasi gereja, dan lain sebagainya. Ketika orang lain sibuk dengan
status-status dan foto-foto bernuansa natal di media sosial, saya justru sibuk
menyendiri dan merenung menjelang natal.
Dalam kegalauan saya tersebut, saya
mencoba menyelidiki Alkitab untuk mengetahui apakah perasaan yang saya rasakan
ini salah atau benar. Dalam penyelidikan Alkitab tersebut saya mendapati bahwa
Tuhan pun tidak pernah menyuruh umat-Nya untuk merindukan Natal, yaitu
kedatangan Tuhan Yesus yang di dunia ini sebagai manusia. Tuhan juga tidak
pernah menyuruh kita untuk merayakan hari kelahiran-Nya. Tetapi, justru dalam
ayat ini saya menemukan bahwa kita seharusnya merindukan kedatangan-Nya (ay. 8c).
Kedatangan apakah yang dimaksud dalam ayat ini?
Tentu kita tahu bahwa Tuhan Yesus sudah
pernah datang ke dunia ini dalam wujud bayi yang lahir di kota Betlehem.
Kedatangan-Nya yang pertama kali itulah yang dirayakan oleh orang Kristen pada hari
raya Natal. Dan sangat disayangkan bahwa masih banyak orang Kristen yang belum “move
on” terhadap kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini. Banyak orang Kristen yang
ingin memiliki sikap seperti orang-orang agama lain yang merindukan hari raya
mereka. Orang Kristen tidak mau kalah sehingga mereka menyambut hari raya Natal
dengan besar-besaran, dengan dekorasi dan berbagai aksesoris bernuansa natal.
Sayangnya mereka lupa bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini tidak hanya
satu kali. Tuhan Yesus akan datang lagi untuk yang kedua kalinya (Kis 1:1).
Jika pada kedatangan-Nya yang pertama Tuhan datang dalam wujud bayi yang tidak berdaya,
maka pada kedatangan-Nya yang kedua kali itu Tuhan Yesus akan datang dalam
kemuliaan-Nya yang sesungguhnya. Tuhan tidak datang lagi sebagai bayi yang tak
berdaya, tetapi akan datang sebagai Hakim dan Raja yang berkuasa. Pada waktu
itu maka orang-orang yang menolak-Nya akan takut melihat kedatangan-Nya (Why
6:16-17).
Oleh karena itu, orang Kristen jangan
hanya berhenti merindukan Natal (kedatangan-Nya yang pertama), tetapi juga
harus merindukan Hari Penghakiman (yaitu kedatangan-Nya yang kedua kali). Dalam
hal ini kita harus mengecek sungguh-sungguh bagaimana kehidupan kita, apakah
kita sudah menjalani kehidupan ini dengan sungguh-sungguh atau belum? Paulus
mengingatkan Timotius dan juga kita bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu “pertandingan”
di dunia ini. Adalah bagian kita untuk memilih apakah kita mau mengakhiri
pertandingan ini dengan baik atau dengan asal-asalan? Hanya jika kita melakukan
pertandingan kita dengan baik dan mencapai garis akhir dengan setia, maka kita
boleh memperoleh mahkota (ay. 7-8a).
Ingat bahwa Tuhan kita adalah Hakim
yang adil (ay. 8b). Sebagai Hakim yang adil, tentu Tuhan memiliki tatanan dan
aturan-aturan yang harus kita taati dan kita lakukan. Bagian kita adalah
berjuang untuk hidup menurut tatanan Tuhan,
yaitu melakukan kehendak Bapa di Surga. Sama seperti Tuhan Yesus telah taat
terhadap kehendak Bapa, maka demikianlah kita harus hidup di dunia ini. Dengan
hidup seperti itu, maka sesungguhnya kita telah menjadi orang-orang yang
merindukan kedatangan-Nya. Bukan kedatangan-Nya dalam arti Natal saja, tetapi
justru lebih ditekankan pada kedatangan-Nya nanti, yaitu ketika langit dan bumi
ini akan menjadi lautan api dan orang-orang percaya akan dibawa Tuhan ke langit
baru dan bumi baru.
Bagi saya, makna natal ini begitu kuat
sekali sehingga saya sudah tidak mau lagi terjebak pada romantisme natal di
dunia ini. Natal adalah hari dimana kita merayakan kedatangan-Nya yang pertama.
Tetapi jika kita tidak memahami dengan benar, maka kita hanya berfoya-foya
menyambut Natal tetapi makna natal kita akan menjadi begitu dangkal. Tidak
heran bahwa ada orang-orang Kristen yang pada tanggal 25 Desember bisa menyanyi
“Malam Kudus”, tetapi tanggal 26 Desember justru menjadi “Malam Jahanam” karena
dilakukan dengan bermabuk-mabukan, selingkuh, melakukan hubungan seks dengan
orang yang bukan pasangannya, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, jangan hanya
merindukan Natal, tetapi rindukan juga Hari Penghakiman Tuhan. Jangan hanya
merindukan kedatangan-Nya yang pertama, tetapi justru kita harus lebih
merindukan kedatangan-Nya yang kedua kali. Karena jika tidak, kita akan
terjebak dalam Natal yang salah dan keliru. Mari kita memahami Natal dengan
bijaksana, sebagai Natal yang tak dirindukan, karena satu-satunya yang kita
rindukan adalah ketika kita boleh bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus di
awan-awan, ketika kita diperkenankan untuk memerintah bersama-sama Dia dalam
kekekalan di langit baru dan bumi baru. Sudahkah kita merindukan hal tersebut?
Bacaan
Alkitab: 2 Timotius 4:7-8
4:7 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis
akhir dan aku telah memelihara iman.
4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan
kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya
kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.