Jumat, 23 Desember 2016

Natal yang Tidak Dirindukan



Minggu, 25 Desember 2016
Bacaan Alkitab: 2 Timotius 4:7-8
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya. (2 Tim 4:8)


Natal yang Tidak Dirindukan


Untuk renungan hari ini, saya agak melompat dari rangkaian tema renungan tentang Anak Allah, mengingat ada suatu pesan penting yang harus saya tulis berkenaan dengan hari Natal. Jika biasanya hari Natal identik dengan tema-tema yang umum seperti “Keselamatan yang Datang”, “Firman yang Telah Menjadi Manusia”, “Terang Telah Datang”, dan lain sebagainya, untuk Natal kali ini saya memiliki tema yang unik, nyeleneh, dan barangkali mungkin sangat out of the box yaitu: “NATAL YANG TIDAK DIRINDUKAN”. Sepintas jika para pembaca renungan ini membaca tema Natal tersebut, tentu tidak sedikit yang menganggap saya sebagai seorang yang sesat karena selama ini sebagai orang Kristen tentu diajarkan bahwa Hari Raya Natal adalah hari raya yang dinanti-nantikan dan dirindu-rindukan. Itu sebabnya banyak gereja yang mengadakan acara besar-besaran menyambut Hari Raya Natal.

Tentu saya sendiri juga sudah mengalami Natal lebih dari 30 tahun lamanya. Ketika saya masih kecil, saya sangat merindukan Natal. Saya ingat bagaimana Natal identik dengan suasana dimana banyak pohon natal dan lampu yang berkelap-kelip. Saya bahkan ingat beberapa film tentang Natal yang bersalju dan pada waktu itu sangat ingin merasakan momen Natal yang seperti itu. Ketika saya beranjak ke usia remaja dan pemuda, bagi saya Natal adalah momen dimana saya bisa memakai baju baru di gereja, dimana saya bisa aktif terlibat di pelayanan gereja untuk menyambut Natal. Rasa-rasanya saya sangat senang sekali bisa ikut ambil bagian dalam paduan suara atau drama natal di gereja. Belum lagi jika saya berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan dan melihat dekorasi natal dimana-mana, rasanya hati saya pada waktu itu penuh sukacita.

Beberapa tahun yang lalu pun saya memutuskan untuk memulai tradisi di keluarga saya yaitu memberikan hadiah/kado natal bagi anggota keluarga saya, dimana saya meletakkan kado natal di bawah pohon natal untuk dibuka bersama-sama pada hari Natal. Adik-adik saya dan orang tua saya pun akhirnya ikut dalam tradisi yang saya gagas tersebut. Senang rasanya melihat ayah saya atau ibu saya membuka kado natal, apalagi melihat senyum di wajah mereka. Ketika saya sudah menikah dan memiliki anak, saya juga sempat memasang pohon natal di rumah, bahkan juga terlibat dalam ibadah perayaan natal di gereja saya.

Namun setidaknya sejak 2 tahun terakhir, saya sudah tidak memasang pohon natal di rumah. Saya merasa natal hanyalah satu dari sekian hari lain yang seharusnya diperlakukan sama. Ada suatu kegalauan dalam diri saya yang sulit diungkapkan dengan kata-kata karena saya merasa berbeda dengan mayoritas orang-orang Kristen lain yang begitu antusias menyambut natal dengan baju baru, dengan memasang pohon natal, dengan mendekorasi gereja, dan lain sebagainya. Ketika orang lain sibuk dengan status-status dan foto-foto bernuansa natal di media sosial, saya justru sibuk menyendiri dan merenung menjelang natal. 

Dalam kegalauan saya tersebut, saya mencoba menyelidiki Alkitab untuk mengetahui apakah perasaan yang saya rasakan ini salah atau benar. Dalam penyelidikan Alkitab tersebut saya mendapati bahwa Tuhan pun tidak pernah menyuruh umat-Nya untuk merindukan Natal, yaitu kedatangan Tuhan Yesus yang di dunia ini sebagai manusia. Tuhan juga tidak pernah menyuruh kita untuk merayakan hari kelahiran-Nya. Tetapi, justru dalam ayat ini saya menemukan bahwa kita seharusnya merindukan kedatangan-Nya (ay. 8c). Kedatangan apakah yang dimaksud dalam ayat ini?

Tentu kita tahu bahwa Tuhan Yesus sudah pernah datang ke dunia ini dalam wujud bayi yang lahir di kota Betlehem. Kedatangan-Nya yang pertama kali itulah yang dirayakan oleh orang Kristen pada hari raya Natal. Dan sangat disayangkan bahwa masih banyak orang Kristen yang belum “move on” terhadap kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini. Banyak orang Kristen yang ingin memiliki sikap seperti orang-orang agama lain yang merindukan hari raya mereka. Orang Kristen tidak mau kalah sehingga mereka menyambut hari raya Natal dengan besar-besaran, dengan dekorasi dan berbagai aksesoris bernuansa natal. Sayangnya mereka lupa bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini tidak hanya satu kali. Tuhan Yesus akan datang lagi untuk yang kedua kalinya (Kis 1:1). Jika pada kedatangan-Nya yang pertama Tuhan datang dalam wujud bayi yang tidak berdaya, maka pada kedatangan-Nya yang kedua kali itu Tuhan Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya yang sesungguhnya. Tuhan tidak datang lagi sebagai bayi yang tak berdaya, tetapi akan datang sebagai Hakim dan Raja yang berkuasa. Pada waktu itu maka orang-orang yang menolak-Nya akan takut melihat kedatangan-Nya (Why 6:16-17).

Oleh karena itu, orang Kristen jangan hanya berhenti merindukan Natal (kedatangan-Nya yang pertama), tetapi juga harus merindukan Hari Penghakiman (yaitu kedatangan-Nya yang kedua kali). Dalam hal ini kita harus mengecek sungguh-sungguh bagaimana kehidupan kita, apakah kita sudah menjalani kehidupan ini dengan sungguh-sungguh atau belum? Paulus mengingatkan Timotius dan juga kita bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu “pertandingan” di dunia ini. Adalah bagian kita untuk memilih apakah kita mau mengakhiri pertandingan ini dengan baik atau dengan asal-asalan? Hanya jika kita melakukan pertandingan kita dengan baik dan mencapai garis akhir dengan setia, maka kita boleh memperoleh mahkota (ay. 7-8a). 

Ingat bahwa Tuhan kita adalah Hakim yang adil (ay. 8b). Sebagai Hakim yang adil, tentu Tuhan memiliki tatanan dan aturan-aturan yang harus kita taati dan kita lakukan. Bagian kita adalah berjuang  untuk hidup menurut tatanan Tuhan, yaitu melakukan kehendak Bapa di Surga. Sama seperti Tuhan Yesus telah taat terhadap kehendak Bapa, maka demikianlah kita harus hidup di dunia ini. Dengan hidup seperti itu, maka sesungguhnya kita telah menjadi orang-orang yang merindukan kedatangan-Nya. Bukan kedatangan-Nya dalam arti Natal saja, tetapi justru lebih ditekankan pada kedatangan-Nya nanti, yaitu ketika langit dan bumi ini akan menjadi lautan api dan orang-orang percaya akan dibawa Tuhan ke langit baru dan bumi baru. 

Bagi saya, makna natal ini begitu kuat sekali sehingga saya sudah tidak mau lagi terjebak pada romantisme natal di dunia ini. Natal adalah hari dimana kita merayakan kedatangan-Nya yang pertama. Tetapi jika kita tidak memahami dengan benar, maka kita hanya berfoya-foya menyambut Natal tetapi makna natal kita akan menjadi begitu dangkal. Tidak heran bahwa ada orang-orang Kristen yang pada tanggal 25 Desember bisa menyanyi “Malam Kudus”, tetapi tanggal 26 Desember justru menjadi “Malam Jahanam” karena dilakukan dengan bermabuk-mabukan, selingkuh, melakukan hubungan seks dengan orang yang bukan pasangannya, dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu, jangan hanya merindukan Natal, tetapi rindukan juga Hari Penghakiman Tuhan. Jangan hanya merindukan kedatangan-Nya yang pertama, tetapi justru kita harus lebih merindukan kedatangan-Nya yang kedua kali. Karena jika tidak, kita akan terjebak dalam Natal yang salah dan keliru. Mari kita memahami Natal dengan bijaksana, sebagai Natal yang tak dirindukan, karena satu-satunya yang kita rindukan adalah ketika kita boleh bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus di awan-awan, ketika kita diperkenankan untuk memerintah bersama-sama Dia dalam kekekalan di langit baru dan bumi baru. Sudahkah kita merindukan hal tersebut?



Bacaan Alkitab: 2 Timotius 4:7-8
4:7 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.