Kamis, 06 September 2018

Pornos dan Moichos (18): Membuktikan Bukan Keturunan dari Zinah


Kamis, 6 September 2018
Bacaan Alkitab: Yohanes 8:37-47
[Kata Yesus kepada mereka:] "Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri." Jawab mereka: "Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah." (Yoh 8:41)


Pornos dan Moichos (18): Membuktikan Bukan Keturunan dari Zinah


Di masyarakat yang menjunjung tinggi kebudayaan seperti di Indonesia, status “anak haram” masih sangat sering menjadi suatu stigma negatif. Banyak orang akan malu dan bahkan marah jika ada orang lain yang mengungkit statusnya sebagai seorang “anak haram”. Definisi anak haram secara sederhana adalah anak yang lahir dari suatu hubungan pernikahan yang tidak sah, bisa karena hamil duluan sebelum menikah, atau karena adanya hubungan perzinahan dari salah satu atau kedua pihak.

Apa yang saya kemukakan di atas juga terjadi pada zaman Tuhan Yesus menjadi manusia di bumi, sekitar 2.000 tahun yang lalu. Jika kita memperhatikan konteks kejadian di Injil Yohanes pasal 8, kita akan merasakan suatu suasana tegang dan genting antara Tuhan Yesus dengan kelompok ahli Taurat dan orang Farisi. Hal ini dimulai dari “penjebakan” para ahli Taurat dan orang Farisi terhadap Tuhan Yesus yang gagal total, hingga kemudian Tuhan Yesus menyampaikan beberapa perkataannya yang cukup keras yang membuat telinga para ahli Taurat dan orang Farisi tidak nyaman.

Salah satunya adalah kalimat Tuhan Yesus yang menunjukkan ironi ketika mereka adalah keturunan Abraham, tetapi mereka justru berusaha untuk membunuh Tuhan Yesus (ay. 37a). Alasan mereka hendak membunuh Tuhan Yesus adalah karena firman yang disampaikan tidak beroleh tempat di dalam diri mereka (ay. 37b). Padahal apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah sesuai dengan kehendak Bapa. Tidak ada firman yang Tuhan Yesus sampaikan yang tidak berasal dari Bapa (ay. 38). Namun demikian, mereka telah menolak firman yang disampaikan Tuhan Yesus dan sama sekali tidak bisa membuka hati untuk menerima firman tersebut. Respon kelompok ini sangat berbeda dengan respon orang-orang kecil yang dengan sukacita menerima firman kebenaran tersebut.

Itulah mengapa Tuhan Yesus menunjukkan suatu perbandingan yang bertolak belakang: katanya mereka adalah keturunan Abraham (yang adalah bapa orang beriman), tetapi respon mereka sangat jauh dari iman yang benar, minimal seperti iman yang ditampilkan oleh Abraham. Kita tahu bahwa Abraham senantiasa taat terhadap suara Allah dan langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya. Akan tetapi para ahli Taurat dan orang Farisi yang katanya adalah keturunan Abraham, justru tidak mau mendengar suara Allah yang disampaikan melalui firman Tuhan Yesus Kristus. Bukankah ini adalah suatu ironi?

Mendengar perkataan Tuhan Yesus tadi, mereka kemudian menjawab: “Bapa kami ialah Abraham” (ay. 39a). Ini adalah suatu perkataan sekaligus pernyataan yang menunjukkan bahwa mereka sangat marah ketika seakan-akan disindir bahwa kehidupan mereka tidak seperti kehidupan Abraham. Padahal kenyataannya hidup mereka sangat jauh dari teladan hidup yang ditunjukkan oleh Abraham sebagaimana dicatat dalam kitab suci mereka.

Oleh karena itu, Tuhan Yesus sampai berkata bahwa: “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham” (ay. 39b). Ini menunjukkan bahwa klaim mereka bahwa mereka adalah keturunan Abraham sama sekali tidak nampak dalam kualitas hidup mereka. Terlebih mereka ingin membunuh orang yang menyampaikan kebenaran dari Allah (ay. 40a). Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Abraham tidak mungkin berusaha membunuh orang yang menyampaikan kebenaran kepadanya, apalagi kebenaran yang dari Allah (ay. 40b). Dalam segenap hidupnya, sama sekali Abraham tidak pernah punya niatan untuk membunuh orang lain, bahkan mengambil apa yang bukan haknya pun tidak dilakukannya. Satu-satunya usaha Abraham untuk membunuh orang lain adalah ketika ia hendak mempersembahkan Ishak, anaknya yang ia kasihi, atas perintah dari Allah sendiri. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata dengan tegas dan terus terang kepada mereka: “Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri” (ay. 41a).

Kalimat itu sepintas biasa saja bagi kita yang hidup saat ini. Tetapi jika kita sungguh-sungguh membayangkan kondisi percakapan Tuhan Yesus dengan para ahli Taurat dan orang Farisi waktu itu, sangat mungkin percakapan itu diiringi dengan tingkat emosi dan tensi yang tinggi. Ucapan Tuhan Yesus di ayat 41 tersebut hendak menegaskan bahwa mereka sama sekali tidak berhak mengklaim sebagai keturunan Abraham (yaitu mengakui Abraham sebagai bapa mereka). Mereka punya “bapa” mereka sendiri dan jelas “bapa” yang dimaksud Tuhan Yesus pasti bukan Abraham. Kalimat ini juga secara tidak langsung Tuhan Yesus hendak menyatakan bahwa mereka tidak pantas menjadi anak/keturunan Abraham. Mereka lebih pantas menjadi anak/bangsa keturunan orang lain.

Oleh karena itu para ahli Taurat dan orang Farisi langsung merespon pernyataan Tuhan Yesus langsung dengan keras: "Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah” (ay. 41b). Perhatikan pilihan kata yang mereka gunakan, yaitu “tidak dilahirkan dari zinah” untuk merespon pernyataan Tuhan Yesus tersebut. Padahal Tuhan Yesus sebelumnya tidak pernah berkata bahwa mereka adalah bangsa yang dilahirkan dari zinah. Tetapi karena mereka adalah orang-orang yang “pikirannya bersumbu pendek”, sehingga respon mereka pun menjadi seperti itu.

Kata “zinah” dalam ayat 41 tersebut dalam bahasa aslinya menggunakan kata porneias (πορνείας) dari akar kata porneia (πορνεία). Kata ini tidak muncul dalam ayat-ayat sebelumnya (dalam konteks percakapan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus di pasal ini). Kata ini kemungkinan dipilih oleh para ahli Taurat dan orang Farisi untuk menunjukkan bahwa hubungan antara bangsa Israel/Yahudi dengan Allah (Elohim Yahwe) adalah suatu hubungan yang eksklusif, ibarat suatu pernikahan yang sakral. Oleh karena itu, mereka pun masih membanggakan status mereka sebagai “bangsa pilihan Allah” (bahkan sampai saat ini).

Terkait dengan status bangsa pilihan ini, kita harus menyadari bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan di Perjanjian Lama, yang membawa dua tujuan utama, yaitu: 1) menyimpan pengenalan akan Allah yang benar; dan 2) sebagai bangsa dimana Mesias akan dilahirkan. Artinya adalah jika ada orang bertanya, Allah mana yang benar? Maka kita harus jujur mengatakan bahwa Allah yang benar adalah Allah yang menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel. Kita dapat mengenal Allah yang benar dari kitab-kitab Perjanjian Lama dimana Allah menyatakan dirinya kepada Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, Daud, dan lain sebagainya. Itulah mengapa di Perjanjian Lama Allah selalu disebutkan sebagai “Allah Abraham, Ishak, dan Yakub” karena memang Allah yang benar adalah Allah yang menyatakan diri mereka kepada keturunan 3 orang tersebut (bukan yang lain). Selain itu Tuhan Yesus juga harus lahir sebagai manusia dari bangsa Israel (khususnya dari suku Yehuda) untuk memenuhi nubuatan yang tertulis dalam Perjanjian Lama. Itulah sebabnya dari bangsa-bangsa kuno di daerah Timur Tengah, hanya bangsa Israel yang masih bertahan hingga saat ini dengan tata cara agama yang dibawa hingga saat ini, sedangkan bangsa-bangsa lain seperti bangsa Filistin, bangsa Edom, bangsa Moab, dan lain sebagainya juga sudah musnah. Bangsa-bangsa lain yang masih eksis pun tidak ada yang membawa agamanya hingga saat ini (misal: bangsa Mesir). Oleh karena itu, bangsa Israel dan agama Yahudi memang harus tetap ada hingga saat ini meskipun sudah mengalami beberapa kali bencana dan pembuangan, tetapi pada akhirnya mereka akan tetap dapat eksis dan kembali ke daerahnya.

Kita tidak perlu memperdebatkan persoalan mengenai bangsa Israel sebagai bangsa pilihan. Mereka memang adalah bangsa pilihan dalam konteks Perjanjian Lama. Akan tetapi kita juga adalah umat pilihan di Perjanjian Baru. Peran bangsa Israel sebenarnya sudah “selesai” ketika Tuhan Yesus sudah mati di atas kayu salib. Oleh karena itu sejak kebangkitan-Nya, sebenarnya tidak ada lagi keistimewaan sebagai bangsa Israel. Semua orang kini dapat mengenal Allah yang benar dan dapat menjadi umat pilihan Allah, sepanjang mereka mau hidup dalam pimpinan Tuhan.

Kembali ke konteks perikop kita hari ini, para ahli Taurat dan orang Farisi mengklaim bahwa mereka adalah keturunan yang sah dari Allah (karena faktor historis mereka sebagai bangsa pilihan Allah). Mereka bahkan berkata bahwa mereka adalah anak-anak Allah (karena mengaku bahwa Bapa mereka adalah Allah sendiri). Akan tetapi Tuhan Yesus menyampaikan bahwa ketika seseorang mengaku sebagai anak Allah (atau mengakui Allah sebagai Bapa mereka), maka ada suatu konsekuensi logis yang menyertainya. Ketika kita memanggil Allah sebagai Bapa, maka kita harus mengasihi Tuhan Yesus dan mau mendengar suara Tuhan, karena Tuhan Yesus datang dan keluar dari Allah sendiri (ay. 42a). Tuhan Yesus adalah satu-satunya utusan Allah Bapa yang diutus untuk memberitakan jalan keselamatan (ay. 42b). Hal ini juga dengan jelas dikatakan kembali oleh Tuhan Yesus bahwa hidup yang kekal adalah ketika seseorang mengenal satu-satunya Allah yang benar dan juga mengenal Yesus Kristus yang telah diutus Bapa (Yoh 17:3).

Ketika seseorang mengaku bahwa ia percaya kepada Allah, bahkan mengaku sebagai anak-anak Allah, atau sampai memanggil Allah sebagai Bapa, maka tidak bisa tidak, hidupnya harus berpadanan dengan karakter Allah Bapa. Tidak mungkin orang bisa mengaku sebagai anak-anak Allah tetapi memusuhi apa yang diutus oleh Allah. Ada suatu perbedaan antara mengaku sebagai anak-anak Allah dengan benar-benar menjadi anak-anak Allah. Semua orang pasti mengaku bahwa agamanya yang paling benar, Allahnya paling benar, dan mereka adalah anak-anak Allah yang benar. Akan tetapi, benarkah hidup mereka menunjukkan bahwa mereka adalah anak-anak Allah? Apakah ada karakter Allah yang agung dan mulia dalam kehidupan mereka?

Mau tidak mau, jika kita mengaku sebagai anak-anak Allah maka kita harus belajar bahasa Allah, dalam hal ini belajar firman dengan benar supaya kita mengerti pikiran, perasaan dan kehendak Allah serta dapat melakukannya dalam kehidupan kita di dunia ini. Kita harus dapat menangkap firman Tuhan yaitu suara Tuhan (ay. 43). Firman yang mana yang harus kita dengar? Tentu kita harus mendengar firman Kristus (rhēmatos Christou) yang dapat menumbuhkan iman yang benar dalam hidup kita. Firman Kristus di sini adalah firman yang diucapkan oleh Tuhan Yesus yaitu apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sebagaimana tercatat dalam keempat Injil, serta tulisan-tulisan para rasul di Perjanjian Baru yang menjelaskan lebih lanjut mengenai ajaran Kristus tersebut. Hal ini bukan berarti Perjanjian Lama menjadi tidak penting, tetapi kurikulum umat percaya seharusnya adalah di Perjanjian Baru dan kita harus lebih banyak membaca Alkitab dari Perjanjian Baru.

Kepada para ahli Taurat dan orang Farisi pada waktu itu, Tuhan Yesus telah menyampaikan begitu banyak kebenaran kepada mereka. Namun demikian, mereka juga tidak dapat percaya kepada-Nya (ay. 45). Padahal tidak ada ajaran Tuhan Yesus yang mengajarkan mengenai hal yang salah. Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan untuk berbuat dosa. Tuhan Yesus bahkan mengajarkan kasih yang sejati, dan juga melakukan banyak mujizat dan tanda-tanda heran. Namun demikian mereka juga masih belum dapat percaya kepada-Nya (ay. 46). Mengapa demikian?

Jelas bahwa penyebabnya adalah mereka tidak pernah menghargai status mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Mereka hanya mengakui status itu secara nalar atau secara historis, namun tidak pernah sungguh-sungguh memperkarakan apakah hidup mereka sudah pantas menjadi bangsa pilihan Allah. Oleh karena itu,  meskipun secara tidak langsung Tuhan hendak menunjukkan bahwa jika mereka tidak dapat hidup menurut standar Allah, maka mereka bukanlah anak-anak Allah yang sah. Mereka adalah anak, tetapi anak yang lahir dari hubungan yang tidak sah atau lahir dari perzinahan (porneias). Apa buktinya? Buktinya adalah ketika mereka lebih suka melakukan keinginan “bapa” mereka yaitu iblis.

Dalam hal ini iblis sangat cerdik. Kepada bangsa Israel/Yahudi iblis tidak mengajarkan mereka untuk berbuat hal yang jahat. Iblis mengajarkan bahwa mereka harus menaati hukum dengan ketat, tetapi jangan sampai mereka memahami kehendak Bapa dan melakukannya. Iblis mengajarkan bahwa jika mereka melakukan hukum dengan ketat sampai kepada hal yang terkecil, maka itu sudah cukup untuk menjadi anak-anak Allah. Padahal menjadi anak-anak Allah bukan hanya meyakini sejarah panggilan nenek moyang, bukan hanya secara nalar meyakini bahwa mereka adalah anak-anak Allah, akan tetapi bagaimana dalam setiap hal, mereka membuktikan dalam hidupnya bahwa mereka melakukan segala sesuatu bagi kemuliaan Allah. Dalam hal ini tepat apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus bahwa iblis adalah bapa segala dusta, yaitu bagaimana iblis menipu manusia dengan membuat manusia seakan-akan menjadi baik, tetapi tidak melakukan kehendak Bapa dengan sempurna (ay. 44). Hal ini sama ketika di Taman Eden iblis menggoda Hawa supaya memakan buah terlarang dengan iming-iming yang palsu.

Oleh karena itu, kita sungguh-sungguh perlu memperkarakan apakah kita sudah sah menjadi anak-anak Allah atau sebenarnya masih menjadi anak-anak yang tidak sah (hasil zinah). Siapakah bapa kita yang sesungguhnya? Apakah Allah yang menjadi Bapa kita ataukah iblis yang menjadi bapa kita? Sebagai anak-anak Allah yang sah, kita seharusnya mewarisi karakter Allah dalam hidup kita yang mau tidak mau harus terpancar dari kehidupan kita. Jika kita benar-benar adalah anak-anak Allah, maka kita seharusnya dapat menangkap frekuensi Allah, sehingga kita memiliki kepekaan untuk mendengar suara-Nya dengan benar. Kita akan dapat membedakan manakah firman yang benar-benar berasal dari Allah dan manakah firman yang bukan berasal dari Allah (ay. 47). Dalam hal ini, kita perlu menilai tetapi tidak boleh menghakimi. Jika kita tidak mau menilai, maka kita pun akan mudah disesatkan oleh klaim pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan Tuhan. Anak-anak Allah yang benar tentu akan dapat membedakan manakah suara yang dari Allah dan manakah suara manusia yang bukan berasal dari Allah, manakah firman yang mengandung kebenaran yang murni dan manakah yang bukan. Dari sikap selektif tersebut maka anak-anak Allah akan semakin bercahaya dan memiliki karakter Bapa seiring dengan pertumbuhan rohani dan pengenalan akan kebenaran yang semakin komprehensif.



Bacaan Alkitab: Yohanes 8:37-47
8:37 "Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.
8:38 Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu."
8:39 Jawab mereka kepada-Nya: "Bapa kami ialah Abraham." Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.
8:40 Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.
8:41 Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri." Jawab mereka: "Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah."
8:42 Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.
8:43 Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku.
8:44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.
8:45 Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku.
8:46 Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku?
8:47 Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.