Jumat, 20 Februari 2015

Ketika Imam Lewi Digantikan oleh Nabi Non-Lewi



Minggu, 22 Februari 2015
Bacaan Alkitab: 1 Samuel 3:19-21
Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN. (1 Sam 3:20)


Ketika Imam Lewi Digantikan oleh Nabi Non-Lewi


Orang Israel yang merupakan keturunan Yakub dibagi menjadi 13 suku sesuai dengan anak-anak Yakub, yaitu: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Efraim, Manasye, dan Benyamin. Memang tanah perjanjian itu (tanah Kanaan) dibagi-bagi hanya kepada 12 suku dari Israel, karena suku Lewi adalah suku yang dikuduskan oleh Tuhan untuk melayani Tuhan sebagai imam Tuhan di antara suku-suku Israel lainnya.

Oleh karena itu, suku Lewi sangatlah spesial, karena mereka hidup di tengah-tengah kedua belas suku lainnya dengan memegang jabatan sebagai imam. Hanya orang dari suku Lewi yang boleh menjabat sebagai Imam. Sejak masa Harun yang diangkat sebagai Imam Besar dan anak-anaknya serta keturunannya yang menjadi imam bagi bangsa Israel, bahkan hingga zaman Tuhan Yesus dimana Imam besar dan para imam lainnya harus berasal dari suku Lewi.

Pada masa Samuel hidup, yang menjadi Imam Besar adalah Eli, yang dibantu oleh kedua anaknya yang bernama Hofni dan Pinehas (1 Sam 1:3). Seorang Imam Besar tentu saja memiliki posisi yang sangat terhormat. Tidak hanya dari posisi, tetapi juga secara ekonomi dan penghasilan, keluarga imam tentu sudah sangat berkecukupan. Mereka juga mendapatkan hak dari setiap korban yang dipersembahkan oleh segenap bangsa Israel. Mereka tidak perlu menabur dan menanam, membajak dan menuai, atau beternak dan bedagang untuk hidup. Mereka hanya cukup melayani bangsa Israel sebagai imam dan semua kebutuhan hidupnya pasti berkecukupan bahkan berkelimpahan.

Seharusnya dengan kondisi seperti itu, para imam di masa itu menjadi imam yang hidup benar di hadapan Tuhan. Sayangnya, Alkitab menulis bahkan para imam pun melakukan tindakan yang sangat keji dan memalukan Tuhan. Anak-anak Eli (dan mungkin saja imam-imam lainnya juga melakukannya) mengambil garpun untuk memakan daging yang sedang dipersembahkan/dikorbankan kepada Allah (1 Sam 2:12-14), meminta kepada jemaat Tuhan yang datang dengan kekerasan (1 Sam 2:16), bahkan tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan kemah Tuhan (1 Sam 2:22). Kejahatan yang terakhir ini sungguh sangat keji. Saya mengandaikan jika hal ini masih terjadi di masa sekarang ini, maka hal itu dapat digambarkan sebagai “anak-anak Pendeta/Gembala sidang yang melakukan hubungan seks dengan sesama pelayan Tuhan, yaitu perempuan-perempuan yang melayani sebagai Worship Leader/Singer/Choir/Pemusik/Pendoa, dan mereka melakukan hubungan seks itu di depan (atau di dalam) gereja”. Semoga di masa sekarang ini hal tersebut tidak pernah terjadi karena sungguh-sungguh memalukan nama Tuhan.

Namun Tuhan tidak tinggal diam. Dia membangkitkan seorang nabi yang menyuarakan kebenaran Firman Tuhan, yaitu Samuel. Tuhan menyertai Samuel sedemikian rupa sehingga Alkitab menulis bahwa tidak ada satu pun dari FirmanNya yang dibiarkan Tuhan gugur (ay. 19). Arti dari kalimat ini sungguh sangat dalam karena setiap Firman yang disampaikan oleh Samuel benar2 tertanam di hati setiap orang yang mendengarnya. Bahkan hal tersebut juga dapat diartikan bahwa setiap nubuatan yang disampaikan Samuel, semuanya digenapi oleh Tuhan.

Samuel memang bukan berasal dari keturunan imam yaitu keturunan suku Lewi. Ia adalah seorang dari suku Efraim karena ayahnya, Elkana, adalah orang Efraim (1 Sam 1:1). Oleh karena itu dia tidak dapat menjadi seorang imam. Akan tetapi Samuel tidak mempermasalahkan latar belakangnya. Ia tetap berusaha menjadi seorang pelayan Tuhan sesuai dengan posisinya. Samuel tidak ngotot untuk menjadi imam, tetapi ia belajar dan menekuni agar dapat menjadi seorang  nabi, yaitu seorang nabi yang menyampaikan suara-suara Tuhan kepada segenap bangsa Israel. Dari ketekunannya itulah, seluruh Israel pun tahu dan mengakui bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi Tuhan (ay. 20). Bukan Samuel yang mengangkat diri sebagai nabi, tetapi Tuhan sendiri yang mengangkat Samuel sebagai nabiNya. Bahkan pada masa itu, Tuhan memilih Samuel sebagai perantara yang menyampaikan Firman Tuhan (ay. 21). Ia tidak memilih imam besar, ia tidak memilih imam-imam lainnya dari suku Lewi yang seharusnya lebih pantas memimpin bangsa Israel, tetapi kita dapat melihat bahwa segenap bangsa Israel menganggap Samuel menjadi pemimpin mereka, dan bukan Imam Besar, sampai dengan bangsa Israel memiliki seorang raja yaitu Saul.

Oleh karena itu, saya berharap para pembaca renungan ini tidak mempermasalahkan latar  belakang kita, segala kelemahan dan kekurangan kita dalam melayani Tuhan. Bagian kita adalah senantiasa belajar dan bertekun dalam panggilan kita masing-masing. Kita juga mungkin tidak berasal dari keluarga pendeta atau keluarga hamba Tuhan. Mungkin keluarga besar kita justru belum mengenal Tuhan. Tetapi Tuhan tidak mau melihat latar belakang kita. Ia mau kesungguhan hati kita. Jika kita mau seperti Samuel, yang berjuang agar menjadi seorang nabi yang benar, bukankah kita juga seharusnya seperti itu? Yaitu berjuang melakukan yang terbaik bagi Tuhan, untuk kepentingan Tuhan dan kerajaanNya.



Bacaan Alkitab: 1 Samuel 3:19-21
3:19 Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.
3:20 Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN.
3:21 Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di Silo, sebab Ia menyatakan diri di Silo kepada Samuel dengan perantaraan firman-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.