Bacaan
Alkitab: Matius 23:23-26
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan
kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu:
keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang
lain jangan diabaikan. (Mat 23:23)
Persepuluhan di dalam Alkitab (16): Bisa Menjadi Suatu Kemunafikan
Hari ini kita akan mulai membahas
mengenai ayat yang memuat tentang persembahan persepuluhan dalam Perjanjian
Baru. Ayat nats kita hari ini adalah ayat yang diucapkan oleh Tuhan Yesus
sendiri. Ayat ini ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, sebagai
bagian dari rangkaian ucapan Tuhan Yesus kepada mereka yang selama ini bersikap
sebagai orang munafik.
Salah satu bentuk kemunafikan mereka
terlihat jelas dalam hal persembahan persepuluhan, dimana para ahli Taurat dan
orang Farisi memperhitungkan persembahan persepuluhan dari segala hasil tanah,
bahkan hingga ke tanaman yang terkecil sekalipun. Dalam praktiknya, terjadi
sejumlah pergeseran makna dimana jika di dalam Perjanjian Lama sebenarnya Tuhan
berfirman agar bangsa Israel mempersembahkan sepersepuluh dari hasil tanah atau
hasil ladang (yang pada waktu itu dalam bentuk gandum, jelai, serta
buah-buahan), maka seiring perkembangan zaman dimana hasil tanah juga
bervariasi, pada masa Tuhan Yesus hidup, para ahli Taurat dan orang Farisi
kemudian “memperketat” aturan tersebut dengan mengajarkan bahwa persepuluhan
harus diberikan atas seluruh hasil tanah. Mereka berpendapat bahwa dari
tanaman-tanaman yang kecil seperti selasih, adas manis, dan jintan pun tetap
harus dipungut persembahan persepuluhan (ay. 23a).
Sebenarnya hal ini tidaklah sepenuhnya
salah. Hukum Taurat sebenarnya mengatur persembahan persepuluhan dari hasil
tanah, dan jika seseorang menanam sayuran lain semisal selasih dan ia mau
mempersembahkan persembahan persepuluhan, itu adalah hal yang baik. Namun
demikian, prinsip tersebut akan menjadi salah jika dibuat aturan yang
“njelimet” mengenai persembahan persepuluhan, termasuk tanaman apa saja yang
terkena aturan tersebut, tetapi semangat persembahan persepuluhan menjadi
pudar. Dalam hal ini semangat persembahan persepuluhan di dalam hukum Taurat
adalah untuk keseimbangan di suku-suku Israel serta supaya orang Lewi dan para
imam dapat hidup dengan layak dan wajar. Namun di masa Tuhan Yesus hidup, persembahan
persepuluhan ini “dimanfaatkan” oleh para ahli Taurat dan orang Farisi sebagai
suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang Yahudi. Para ahli Taurat dan orang
Farisi menekankan orang Yahudi supaya wajib memberikan persembahan persepuluhan
dari segala hal, tetapi tanpa pernah mengajarkan mengenai sikap hati yang harus
dimiliki oleh orang Yahudi. Hukum Taurat pun diajarkan secara legalistik dan
dianggap mutlak sehingga justru hal yang terpenting dalam hukum Taurat menjadi
terabaikan.
Sebenarnya, apakah hal terpenting dalam
hukum Taurat? Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa tiga hal terpenting dalam hukum
Taurat adalah keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (ay. 23b). Keadilan jelas
terlihat dari perintah hukum Taurat mengenai “mata ganti mata dan gigi ganti gigi”.
Walaupun demikian, keadilan tersebut dimasukkan di dalam hukum Taurat dimaksudkan
supaya bangsa Israel bersikap benar terhadap sesamanya manusia, tidak merugikan
sesamanya dan tidak mengacukan tatanan umat Tuhan. Belas kasihan juga terlihat
di sejumlah hukum Taurat antara lain bangsa Israel wajib membantu sesamanya,
tidak mengenakan bunga kepada sesamanya yang meminjam, dan lain sebagainya.
Kesetiaan juga dapat terlihat dari perintah-perintah di dalam hukum Taurat
supaya bangsa Israel beribadah kepada Tuhan dengan setia. Tiga hal ini sebenarnya
adalah inti dari hukum Taurat yang harus diajarkan secara proporsional tanpa
mengutamakan salah satu dan mengabaikan yang lain (ay. 23c).
Dalam hal ini tepatlah jika Tuhan Yesus
berkata kepada para ahli Taurat dan orang Farisi dan memanggil mereka dengan
sebutan “pemimpin-pemimpin buta”. Mengapa mereka dikatakan sebagai pemimpin
buta? Karena sebagai pemimpin mereka seharusnya mengajarkan hukum Taurat dengan
sudut pandang yang benar kepada orang Yahudi, tetapi kenyataannya mereka
melupakan hal-hal terpenting dalam hukum Taurat. Jika diibaratkan dengan suatu
minuman, maka mereka menepis nyamuk yang terjatuh ke dalam minuman mereka,
tetapi mereka lupa mengeluarkan unta yang ada di dalam minuman mereka, bahkan
menelannya (ay. 24). Ini menggambarkan para pemimpin buta itu yang mengurusi
hal-hal kecil yang tidak penting tetapi lupa untuk mengajarkan hal-hal yang penting
kepada umatnya.
Kalimat yang hampir senada pun
diucapkan Tuhan Yesus setelahnya, yang disebut Tuhan Yesus sebagai orang-orang
munafik (ay. 25a). Mengapa mereka dikatakan munafik? Selain karena mereka mengabaikan
apa yang penting dan justru menekankan apa yang tidak penting. Mereka juga
dikatakan munafik karena mementingkan apa yang terlihat dari luar tetapi
melupakan apa yang ada di dalam (yaitu isi hati manusia). Ini digambarkan dengan
orang yang membersihkan sebelah luar cawan dan pinggan tetapi isi dalamnya
tidak dibersihkan meskipun penuh rampasan dan kerakusan (ay. 25b). Dalam hal
ini, orang Yahudi “digiring” oleh pengajaran para ahli Taurat dan orang Farisi
supaya mereka melakukan hukum Taurat dari apa yang terlihat oleh orang lain.
Hal ini jelas terlihat dari ajaran mereka yang mementingkan untuk memberi
persembahan persepuluhan dari seluruh hasil tanah termasuk tanaman-tanaman
kecil (selasih, adas manis, dan jintan), tetapi isi hati mereka ternyata masih
serong di hadapan Tuhan.
Jadi apa yang harus dilakukan oleh
orang tersebut? Tuhan Yesus sendiri berkata kepada para ahli Taurat dan orang
Farisi, supaya mereka membersihkan dahulu bagian dalam cawan mereka, maka
luarnya pun juga akan bersih (ay. 26). Dalam konteks persembahan persepuluhan,
maka Tuhan Yesus ingin menekankan bahwa sikap hati seseorang dalam memberikan
persembahan (tidak hanya persembahan persepuluhan) jauh lebih penting daripada
apa yang diberikan, dan dari apa persembahan itu diberikan. Artinya, adalah lebih
baik orang memiliki sikap hati yang benar dulu sebelum memberi, daripada orang
memberi 10% atau bahkan 90% dari segala hal hingga dari hal yang terkecil
sekalipun, tetapi sikap hatinya tidak benar.
Di sejumlah gereja, ada orang-orang Kristen
yang bisa menghitung persembahan persepuluhannya dengan njelimet, bahkan dari
perhitungan bunga bank yang diterima, dari segala fasilitas di kantor yang
diterima (makan siang, minuman, dan lain sebagainya), bahkan juga ketika ia
ditraktir oleh orang lain. Ini tidak sepenuhnya salah, selama ia memiliki sikap
hati yang benar di hadapan Tuhan. Sikap hati tersebut yaitu ia harus terlebih
dahulu sadar bahwa segala yang dimiliki di dunia ini sebenarnya bukan hartanya
sendiri, tetapi harta Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu, ia
harus mampu mengerti kehendak Tuhan dalam mengelola uang dan harta tersebut dan
bukan mengelolanya dengan suka-sukanya sendiri.
Jika mau jujur, uang yang ada di dompet
atau rekening kita harus minimal digunakan dengan prinsip keadilan (tidak
digunakan untuk korupsi, suap-menyuap maupun sogok-menyogok), prinsip belas
kasihan (digunakan untuk membantu orang yang kesulitan, sesuai dengan tuntunan
Tuhan), dan prinsip kesetiaan (semua dilakukan dengan hati yang setia kepada
Tuhan). Ini sejajar dengan ayat yang menyatakan bahwa jika kita makan atau
minum, atau melakukan sesuatu yang lain (termasuk memberi persembahan),
lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1 Kor 10:31), sebab segala
sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan kepada Dia, sehingga segala kemuliaan
hanyalah bagi Dia untuk selama-lamanya (Rm 11:36). Ini artinya adalah kita
harus dapat mengerti kehendak Tuhan dalam menggunakan uang yang ada di dompet
atau rekening kita. Kita tidak boleh hanya mementingkan persembahan
persepuluhan lalu yang 90% sisanya kita gunakan untuk hal-hal yang mendukakan
hati Tuhan. Seluruh uang yang kita miliki, 100%-nya harus kita gunakan sesuai
tuntunan-Nya, apakah itu untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, untuk gereja dan
pelayanan lainnya, ataukah untuk membantu orang lain. Di sini sikap hati yang
benar harus kita miliki supaya kita tidak terjebak pada sikap munafik yang
ditunjukkan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Persembahan
persepuluhan adalah hal yang baik, tidak hanya di Perjanjian Lama maupun di
Perjanjian Baru. Namun hendaknya kita tidak memberikan persembahan persepuluhan
tersebut dalam topeng kemunafikan, sehingga kita dilihat orang lain sebagai
orang yang saleh padahal hidup kita menyembunyikan kebusukan yang tidak
diketahui oleh orang lain.
Bacaan
Alkitab: Matius 23:23-26
23:23 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan
kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu:
keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang
lain jangan diabaikan.
23:24 Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam
minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.
23:25 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya,
tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
23:26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan
itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.