Selasa, 26 September 2017

Persepuluhan di dalam Alkitab (16): Bisa Menjadi Suatu Kemunafikan

Selasa, 26 September 2017

Bacaan Alkitab: Matius 23:23-26
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (Mat 23:23)


Persepuluhan di dalam Alkitab (16): Bisa Menjadi Suatu Kemunafikan


Hari ini kita akan mulai membahas mengenai ayat yang memuat tentang persembahan persepuluhan dalam Perjanjian Baru. Ayat nats kita hari ini adalah ayat yang diucapkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Ayat ini ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, sebagai bagian dari rangkaian ucapan Tuhan Yesus kepada mereka yang selama ini bersikap sebagai orang munafik. 

Salah satu bentuk kemunafikan mereka terlihat jelas dalam hal persembahan persepuluhan, dimana para ahli Taurat dan orang Farisi memperhitungkan persembahan persepuluhan dari segala hasil tanah, bahkan hingga ke tanaman yang terkecil sekalipun. Dalam praktiknya, terjadi sejumlah pergeseran makna dimana jika di dalam Perjanjian Lama sebenarnya Tuhan berfirman agar bangsa Israel mempersembahkan sepersepuluh dari hasil tanah atau hasil ladang (yang pada waktu itu dalam bentuk gandum, jelai, serta buah-buahan), maka seiring perkembangan zaman dimana hasil tanah juga bervariasi, pada masa Tuhan Yesus hidup, para ahli Taurat dan orang Farisi kemudian “memperketat” aturan tersebut dengan mengajarkan bahwa persepuluhan harus diberikan atas seluruh hasil tanah. Mereka berpendapat bahwa dari tanaman-tanaman yang kecil seperti selasih, adas manis, dan jintan pun tetap harus dipungut persembahan persepuluhan (ay. 23a).

Sebenarnya hal ini tidaklah sepenuhnya salah. Hukum Taurat sebenarnya mengatur persembahan persepuluhan dari hasil tanah, dan jika seseorang menanam sayuran lain semisal selasih dan ia mau mempersembahkan persembahan persepuluhan, itu adalah hal yang baik. Namun demikian, prinsip tersebut akan menjadi salah jika dibuat aturan yang “njelimet” mengenai persembahan persepuluhan, termasuk tanaman apa saja yang terkena aturan tersebut, tetapi semangat persembahan persepuluhan menjadi pudar. Dalam hal ini semangat persembahan persepuluhan di dalam hukum Taurat adalah untuk keseimbangan di suku-suku Israel serta supaya orang Lewi dan para imam dapat hidup dengan layak dan wajar. Namun di masa Tuhan Yesus hidup, persembahan persepuluhan ini “dimanfaatkan” oleh para ahli Taurat dan orang Farisi sebagai suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang Yahudi. Para ahli Taurat dan orang Farisi menekankan orang Yahudi supaya wajib memberikan persembahan persepuluhan dari segala hal, tetapi tanpa pernah mengajarkan mengenai sikap hati yang harus dimiliki oleh orang Yahudi. Hukum Taurat pun diajarkan secara legalistik dan dianggap mutlak sehingga justru hal yang terpenting dalam hukum Taurat menjadi terabaikan.

Sebenarnya, apakah hal terpenting dalam hukum Taurat? Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa tiga hal terpenting dalam hukum Taurat adalah keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (ay. 23b). Keadilan jelas terlihat dari perintah hukum Taurat mengenai “mata ganti mata dan gigi ganti gigi”. Walaupun demikian, keadilan tersebut dimasukkan di dalam hukum Taurat dimaksudkan supaya bangsa Israel bersikap benar terhadap sesamanya manusia, tidak merugikan sesamanya dan tidak mengacukan tatanan umat Tuhan. Belas kasihan juga terlihat di sejumlah hukum Taurat antara lain bangsa Israel wajib membantu sesamanya, tidak mengenakan bunga kepada sesamanya yang meminjam, dan lain sebagainya. Kesetiaan juga dapat terlihat dari perintah-perintah di dalam hukum Taurat supaya bangsa Israel beribadah kepada Tuhan dengan setia. Tiga hal ini sebenarnya adalah inti dari hukum Taurat yang harus diajarkan secara proporsional tanpa mengutamakan salah satu dan mengabaikan yang lain (ay. 23c).

Dalam hal ini tepatlah jika Tuhan Yesus berkata kepada para ahli Taurat dan orang Farisi dan memanggil mereka dengan sebutan “pemimpin-pemimpin buta”. Mengapa mereka dikatakan sebagai pemimpin buta? Karena sebagai pemimpin mereka seharusnya mengajarkan hukum Taurat dengan sudut pandang yang benar kepada orang Yahudi, tetapi kenyataannya mereka melupakan hal-hal terpenting dalam hukum Taurat. Jika diibaratkan dengan suatu minuman, maka mereka menepis nyamuk yang terjatuh ke dalam minuman mereka, tetapi mereka lupa mengeluarkan unta yang ada di dalam minuman mereka, bahkan menelannya (ay. 24). Ini menggambarkan para pemimpin buta itu yang mengurusi hal-hal kecil yang tidak penting tetapi lupa untuk mengajarkan hal-hal yang penting kepada umatnya.

Kalimat yang hampir senada pun diucapkan Tuhan Yesus setelahnya, yang disebut Tuhan Yesus sebagai orang-orang munafik (ay. 25a). Mengapa mereka dikatakan munafik? Selain karena mereka mengabaikan apa yang penting dan justru menekankan apa yang tidak penting. Mereka juga dikatakan munafik karena mementingkan apa yang terlihat dari luar tetapi melupakan apa yang ada di dalam (yaitu isi hati manusia). Ini digambarkan dengan orang yang membersihkan sebelah luar cawan dan pinggan tetapi isi dalamnya tidak dibersihkan meskipun penuh rampasan dan kerakusan (ay. 25b). Dalam hal ini, orang Yahudi “digiring” oleh pengajaran para ahli Taurat dan orang Farisi supaya mereka melakukan hukum Taurat dari apa yang terlihat oleh orang lain. Hal ini jelas terlihat dari ajaran mereka yang mementingkan untuk memberi persembahan persepuluhan dari seluruh hasil tanah termasuk tanaman-tanaman kecil (selasih, adas manis, dan jintan), tetapi isi hati mereka ternyata masih serong di hadapan Tuhan.

Jadi apa yang harus dilakukan oleh orang tersebut? Tuhan Yesus sendiri berkata kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, supaya mereka membersihkan dahulu bagian dalam cawan mereka, maka luarnya pun juga akan bersih (ay. 26). Dalam konteks persembahan persepuluhan, maka Tuhan Yesus ingin menekankan bahwa sikap hati seseorang dalam memberikan persembahan (tidak hanya persembahan persepuluhan) jauh lebih penting daripada apa yang diberikan, dan dari apa persembahan itu diberikan. Artinya, adalah lebih baik orang memiliki sikap hati yang benar dulu sebelum memberi, daripada orang memberi 10% atau bahkan 90% dari segala hal hingga dari hal yang terkecil sekalipun, tetapi sikap hatinya tidak benar.

Di sejumlah gereja, ada orang-orang Kristen yang bisa menghitung persembahan persepuluhannya dengan njelimet, bahkan dari perhitungan bunga bank yang diterima, dari segala fasilitas di kantor yang diterima (makan siang, minuman, dan lain sebagainya), bahkan juga ketika ia ditraktir oleh orang lain. Ini tidak sepenuhnya salah, selama ia memiliki sikap hati yang benar di hadapan Tuhan. Sikap hati tersebut yaitu ia harus terlebih dahulu sadar bahwa segala yang dimiliki di dunia ini sebenarnya bukan hartanya sendiri, tetapi harta Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu, ia harus mampu mengerti kehendak Tuhan dalam mengelola uang dan harta tersebut dan bukan mengelolanya dengan suka-sukanya sendiri.

Jika mau jujur, uang yang ada di dompet atau rekening kita harus minimal digunakan dengan prinsip keadilan (tidak digunakan untuk korupsi, suap-menyuap maupun sogok-menyogok), prinsip belas kasihan (digunakan untuk membantu orang yang kesulitan, sesuai dengan tuntunan Tuhan), dan prinsip kesetiaan (semua dilakukan dengan hati yang setia kepada Tuhan). Ini sejajar dengan ayat yang menyatakan bahwa jika kita makan atau minum, atau melakukan sesuatu yang lain (termasuk memberi persembahan), lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1 Kor 10:31), sebab segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan kepada Dia, sehingga segala kemuliaan hanyalah bagi Dia untuk selama-lamanya (Rm 11:36). Ini artinya adalah kita harus dapat mengerti kehendak Tuhan dalam menggunakan uang yang ada di dompet atau rekening kita. Kita tidak boleh hanya mementingkan persembahan persepuluhan lalu yang 90% sisanya kita gunakan untuk hal-hal yang mendukakan hati Tuhan. Seluruh uang yang kita miliki, 100%-nya harus kita gunakan sesuai tuntunan-Nya, apakah itu untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, untuk gereja dan pelayanan lainnya, ataukah untuk membantu orang lain. Di sini sikap hati yang benar harus kita miliki supaya kita tidak terjebak pada sikap munafik yang ditunjukkan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Persembahan persepuluhan adalah hal yang baik, tidak hanya di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru. Namun hendaknya kita tidak memberikan persembahan persepuluhan tersebut dalam topeng kemunafikan, sehingga kita dilihat orang lain sebagai orang yang saleh padahal hidup kita menyembunyikan kebusukan yang tidak diketahui oleh orang lain.




Bacaan Alkitab: Matius 23:23-26
23:23 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.
23:24 Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.
23:25 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
23:26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.