Kamis, 14 September 2017
Bacaan
Alkitab: Maleakhi 3:6-12
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan,
supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta
alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (Mal 3:10)
Persepuluhan di dalam Alkitab (15): Ayat yang Paling
Populer
Bagaimanapun juga, hampir semua orang
Kristen pasti pernah mendengar khotbah atau membaca ayat terfavorit mengenai
persembahan persepuluhan, yang berbunyi: “Bawalah seluruh persembahan
persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan
di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak
membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai
berkelimpahan” (ay. 10). Sebenarnya jika kita mau jujur, ada banyak janji Tuhan
baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Namun demikian ayat
tersebutlah yang cukup sering dikutip oleh sejumlah pengkhotbah/pendeta karena
hal tersebut terkait dengan persembahan persepuluhan, yang selama ini diklaim
merupakan milik pendeta tersebut.
Jika kita membaca ayat 10 saja tanpa
melihat latar belakang dan konteks ayat tersebut, sepertinya memang janji ini
adalah janji luar biasa, yaitu Tuhan akan membukakan tingkap-tingkap langit dan
mencurahkan berkat kepada kita sampai berkelimpahan (ay. 10b). Namun seperti
biasa kita harus melihat latar belakang dan konteks ayat tersebut. Kita harus
mengakui bahwa kitab Maleakhi sebenarnya ditujukan kepada bangsa Yehuda yang
sudah kembali dari pembuangan di Babel, namun mereka tidak melakukan perintah
Tuhan dengan setia. Bahkan jika kita membaca keseluruhan kitab Maleakhi, kita
dapat melihat bagaimana Tuhan melalui nabi-Nya berfirman dan kemudian membalas
pertanyaan bangsa Yehuda berkali-kali. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Yehuda
pada waktu itu adalah bangsa yang sangat “ngeyel” dan sulit dinasehati. Bahkan
dalam sejumlah bagian, Firman Tuhan tersebut ditujukan kepada para imam di
Yerusalem yang juga telah menjadi bebal (Mal 2:1).
Jadi sebenarnya semangat kitab Maleakhi
adalah untuk memerintahkan bangsa Yehuda (tidak hanya rakyat biasa tetapi juga
para imam sebagai pemimpin rohani mereka) untuk kembali melakukan apa yang
benar sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Jika kita membaca keseluruhan
kitab, maka kita akan melihat bagaimana nabi Tuhan bertanya jawab dengan rakyat
Yehuda yang “menantang” Tuhan, misalnya dengan perkataan: “Dengan cara bagaimanakah
kami menghina nama-Mu?” (Mal 1:6) atau “Dengan cara bagaimanakah kami menyusahi
Dia?” (Mal 2:17). Ini menunjukkan sikap rakyat Yehuda yang sulit untuk menerima
koreksi dan teguran dari Tuhan melalui nabi-Nya.
Salah satu bentuk teguran Tuhan kepada
mereka adalah ketika Tuhan menyampaikan Firman-Nya bahwa Tuhan tidak berubah
dan janji Tuhan kepada keturunan Israel juga tidak akan berubah, yaitu bahwa
mereka tidak akan lenyap (ay. 6). Kita bisa melihat bahwa janji ini telah
digenapi Tuhan hingga saat ini yaitu bangsa Israel walaupun telah dibuang ke
Babel tetapi dapat kembali di zaman Ezra dan Nehemia, dan bahkan ketika
terserak ke seluruh dunia sejak tahun 70 Masehi, mereka dapat berkumpul kembali
dan mendirikan negara Israel di tahun 1948. Padahal bangsa-bangsa di sekitar
mereka saja seperti bangsa Amon, bangsa Moab, atau bangsa Filistin sudah tidak
ada lagi. Bangsa Israel adalah salah satu bangsa yang masih bisa memegang teguh
ajaran agamanya setelah terserak ribuan tahun lamanya. Ini adalah penggenapan
janji Tuhan yang luar biasa atas mereka, padahal sejarah membuktikan bahwa
bangsa Israel adalah bangsa yang sering menyimpang dari Firman Tuhan (ay. 7a).
Oleh karena itu Tuhan berfirman kepada keturunan Yakub yang pada saat itu telah
kembali ke Yerusalem dan tanah Kanaan, supaya mereka kembali kepada Tuhan, maka
Tuhan pun juga akan kembali kepada mereka (ay. 7b).
Jika kita saat ini berada di posisi bangsa
Yehuda, mungkinkah kita membantah suara nabi yang menyampaikan suara Tuhan?
Saya rasa tidak. Akan tetapi bangsa Yehuda justru seakan-akan menantang Tuhan
dengan berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?” (ay. 7c). Ini
adalah sikap yang kurang ajar. Tetapi Tuhan tetap sabar dan meladeni pertanyaan
bangsa Yehuda tersebut, dengan membalas bahwa sebenarnya mereka telah menipu
Tuhan (ay. 8a). Namun sekali lagi mereka juga menjawab dengan nada menantang: “Dengan
cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” (ay. 8b).
Jika kita perhatikan dalam kitab
Maleakhi, ada banyak tanda seru yang digunakan untuk menunjukkan kemarahan
Tuhan terhadap sikap bangsa Yehuda yang terlalu bebal. Dua di antaranya juga
digunakan dalam perikop ini, dimana Tuhan menjawab pertanyaan bangsa Yehuda
mengenai cara bagaimana mereka menipu Tuhan, yaitu dalam hal persembahan
persepuluhan dan persembahan khusus (ay. 8c). Tuhan berkata bahwa mereka
sebenarnya telah kena kutuk tetapi mereka masih menipu Tuhan (ay. 9a). Bahkan
Tuhan berfirman bahwa seluruh bangsa telah menipu Tuhan, bukan hanya rakyat saja
tetapi juga para imam (ay. 9b). Perhatikan 2 buah tanda seru yang ada di ayat 8
dan 9 tersebut. Perhatikan pula bahwa penipuan yang dilakukan oleh segenap
bangsa Yehuda (termasuk para imam) terjadi persis sebelum ayat 10 yang
merupakan ayat populer mengenai persembahan persepuluhan yang sering dikutip
oleh para pendeta. Jadi jika kita mau jujur, maka konteks ayat 10 tersebut ada
ketika Tuhan sedang marah kepada bangsa Yehuda atas kesalahan mereka sebagai
seluruh bangsa (yaitu rakyat dan pemimpin/imam). Jadi konteks ayat 10 tidaklah
hanya ditujukan kepada rakyat semata, tetapi juga ditujukan kepada para imam
yaitu pemimpin rohani bangsa Yehuda pada waktu itu.
Jika kita mau jujur, hampir semua janji
Tuhan (khususnya di Perjanjian Lama) adalah janji yang bersyarat. Janji
mengenai berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan pasal 28 juga diawali dengan
syarat: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan
melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari
ini, maka TUHAN, Allahmu, akan memberkati bangsa Israel” (Ul 28:1 dst). Namun
jika bangsa Israel tidak melakukannya, yaitu “jika engkau tidak mendengarkan
suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan
ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka mereka akan
terkena kutuk” (Ul 28:15 dst). Jadi ketika Tuhan berfirman bahwa bangsa Yehuda
telah kena kutuk (ay. 9a), maka sebenarnya ada perintah Tuhan yang mereka
lalaikan dan abaikan, yang antara lain terkait dengan persembahan persepuluhan
dan persembahan khusus.
Kita telah belajar dalam
renungan-renungan sebelumnya, bahwa persembahan persepuluhan adalah suatu
persembahan khusus yang diatur secara rinci dalam hukum Taurat sejak zaman
Musa. Namun demikian, ternyata walaupun mereka sudah berulang kali diingatkan
oleh Tuhan (antara lain pada zaman raja Hizkia, nabi Amos, dan juga Nehemia),
namun pada masa Maleakhi ini (setelah masa Nehemia), bangsa Yehuda kembali
melakukan kesalahan terkait persembahan persepuluhan tersebut. Jadi kita harus
mencari tahu kira-kira apakah kesalahan bangsa Yehuda pada waktu itu sehingga
Tuhan berfirman seperti tertulis di ayat 10 tersebut?
Kemungkinan Pertama, bisa jadi selama ini persembahan persepuluhan bangsa Yehuda
“dimanipulasi” sedemikian rupa sehingga mereka membawa binatang yang cacat
kepada Tuhan (Mal 1:8). Ingat bahwa persembahan persepuluhan atas hasil ternak
dihitung dari setiap kelipatan 10. Memang di hukum Taurat ada aturan bahwa
apapun yang dihitung setiap kelipatan 10 maka itulah yang menjadi persembahan
persepuluhan, entah yang baik atau yang buruk, dan tidak boleh ditukar (Im
27:32-33). Namun sepertinya bangsa Yehuda mencoba “mengakali” ketentuan
tersebut yaitu dengan cara menyusun barisan hewannya sedemikian rupa sehingga
setiap kelipatan 10 adalah hewan yang buruk atau yang cacat. Ini adalah sikap
manipulatif yang luar biasa jahat dan sangat berani di hadapan Tuhan. Oleh
karena itu Tuhan murka dan kemudian berkata agar bangsa Yehuda membawa seluruh
persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah Tuhan (ay. 10a), yaitu makanan yang sehat dari
hewan ternak yang sehat dan bukan dari hewan ternak yang sakit atau cacat.
Dari kalimat ini saja ada juga kemungkinan kedua, yaitu bangsa Yehuda membawa persembahan persepuluhan tetapi
tidak seluruhnya. Ada kemungkinan bahwa bangsa Yehuda pada waktu itu melalaikan
(benar-benar tidak pernah memberikan lagi atau memberikan sebagian saja)
persembahan persepuluhan tersebut. Hal ini tentu jelas terlihat dari sikap
bangsa Yehuda yang dikritik Tuhan sepanjang kitab Maleakhi. Jadi, persembahan
persepuluhan itu hanyalah satu dari sekian banyak hukum Taurat yang diabaikan
oleh mereka. Dalam hal ini Tuhan ingin mengajar supaya bangsa Yehuda konsisten
melakukan hukum Taurat secara utuh, bukan parsial (sebagian saja).
Ada pula kemungkinan ketiga, dimana bangsa Yehuda selama ini hanya berfokus
dalam membangun rumahnya, lumbungnya, ladangnya, dan melalaikan ibadah yang
sejati (yang pada waktu itu memang hanya difokuskan di Bait Allah di Yerusalem sebagai
satu-satunya tempat ibadah yang melambangkan kehadiran Tuhan). Kondisi tersebut
mirip dengan seperti apa yang terjadi pada zaman Hagai, dimana mereka
melalaikan Bait Allah dan hanya berfokus untuk membangun rumah, ladang, dan
kekayaan mereka pribadi. Saat itu mereka tidak sadar bahwa mereka telah kena
kutuk dari Tuhan (ay. 9), dan itu akibat dari hati mereka yang lebih
mementingkan kekayaan duniawi daripada ibadah kepada Tuhan. Mungkin secara
finansial mereka masih cukup kaya (karena hasil kerja keras mereka), memiliki
harta yang berlimpah, tetapi hatinya jauh dari Tuhan. Sehingga akhirnya, Tuhan
murka dan menantang orang Yehuda supaya hati mereka kembali kepada Tuhan,
sehingga muncullah kalimat “ujilah Aku, apakah
Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat
kepadamu sampai berkelimpahan” (ay. 10b). Ayat tersebut dapat dibahasakan dalam
bahasa masa kini dengan kalimat berikut: “Jika hatimu sungguh-sungguh melekat
kepada-Ku, kamu tidak fokus dengan hidupmu sendiri, dan kamu sungguh-sungguh
melakukan Firman-Ku, kamu juga pasti tidak akan kekurangan. Kamu selama ini
menjadi kaya dari hasil kerja kerasmu tetapi kamu jauh dari Aku. Kalau kamu
mendekat kepada-Ku dan taat kepada perintah-Ku, hal itu juga tidak akan
membuatmu menjadi miskin dan melarat”.
Kita perlu senantiasa mengingat bahwa
bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan di Perjanjian Lama dengan orientasi
berkat secara fisik, dimana janji Tuhan yang paling utama adalah mereka boleh
masuk dan tinggal di tanah Kanaan. Namun orang Kristen adalah umat pilihan
Tuhan di Perjanjian Baru, dengan orientasi berkat bukan secara fisik/jasmani
tetapi rohani. Janji Tuhan kepada umat Perjanjian Baru adalah janji mengenai
tanah air surgawi, yaitu langit yang baru dan bumi yang baru. Oleh karena itu,
sebenarnya ayat 10 di atas sudah tidak lagi relevan bagi umat Perjanjian Baru,
karena orientasi yang sudah berbeda. Kita boleh saja membaca Alkitab Perjanjian
Lama tetapi kita harus melihatnya dari sudut pandang Perjanjian Baru. Sebagai
contoh, jemaat mula-mula yang memberikan persembahan persepuluhan bahkan
menjual segala miliknya, mengapa mereka tetap mengalami aniaya dan terusir dari
tanah mereka?
Jadi, dengan menyimpulkan ketiga
kemungkinan dan penjelasan di atas, makna rohani yang bisa kita pelajari adalah
supaya kita belajar melakukan kehendak Tuhan secara utuh dan bulat. Jika
kehendak Tuhan bagi bangsa Israel dan Yehuda di Perjanjian Lama adalah supaya
mereka melakukan hukum Taurat, maka bagi kita di Perjanjian Baru, kehendak
Tuhan adalah ketika kita melakukan apa yang Tuhan inginkan dalam hidup kita.
Itulah sebabnya Tuhan berfirman supaya kita mengasihi Tuhan dengan segenap
(tidak setengah ataupun sebagian) hati, dengan segenap kekuatan, dan dengan
segenap akal budi kita. Kita tidak bisa memberikan hanya 10% kepada Tuhan
kemudian yang 90% kita gunakan suka-suka kita sendiri. Semua harus diberikan
bagi kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya, atau lebih baik tidak sama sekali.
Banyak orang terjebak dengan aturan 10%
ini sehingga yang penting sudah memberikan 10%, lalu yang 90% bisa digunakan
untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Mereka merasa yang penting sudah memberi apa
yang menjadi hak Tuhan. Padahal, Alkitab tidak pernah berkata bahwa 10% adalah
hak Tuhan. Tuhan tidak hanya memiliki hak 10% dari harta kita, tetapi Tuhan
sebenarnya mempunyai hak atas 100% hidup kita. Oleh karena itu, percuma jika
kita memberikan persembahan persepuluhan tetapi segenap hidup kita tidak kita
berikan untuk Tuhan. Lambat laun kita hanya akan menjadi orang-orang yang munafik
seperti orang Farisi di Perjanjian Baru (nanti akan kita pelajari di
renungan-renungan selanjutnya). Orang-orang seperti ini adalah mereka yang
menjalankan ibadah secara lahiriah, tetapi mengabaikan kebenaran yang bersifat
batiniah.
Salah satu tujuan Tuhan supaya bangsa
Israel diberkati adalah karena dari bangsa itulah akan lahir Mesias, dan juga
karena mereka harus membawa pengenalan akan Tuhan yang benar. Di sini maksud
supaya mereka diberkati secara jasmani adalah supaya bangsa-bangsa lain dapat
melihat bangsa Israel sebagai negeri kesukaan (ay. 12). Namun demikian, tugas
kita sebagai umat percaya di Perjanjian Baru tidaklah sama. Tugas kita adalah
hidup dalam kebenaran supaya orang lain melihat perbuatan kita yang baik dan
kemudian mempermuliakan Bapa di surga (Mat 5:16). Ini adalah tugas yang tidak
mudah. Banyak orang Kristen mengabaikan ini sehingga mereka lupa bahwa mereka
harus menjadi teladan.
Yang lebih parah lagi, dapat terjadi
sejumlah penyimpangan mengenai praktik persembahan persepuluhan yang terjadi di
gereja sebagai dampak pemahaman prinsip persembahan persepuluhan yang salah, antara
lain: 1) memberikan 10% ke gereja (dianggap bahwa itu sama dengan memberikan 10%
ke Tuhan) tetapi yang 90% digunakan untuk hal-hal lain yang tidak berguna
bahkan yang merusak/jahat; 2) memberikan 10% ke gereja dan merasa bahwa persembahan
persepuluhan tersebut bisa menghapus dosa dan kesalahan yang dilakukan.
Akibatnya orang-orang ini menjadi rajin memberikan persembahan persepuluhan, namun
mereka tetap hidup dan berkubang dalam dosa; 3) memberikan 10% dari hasil
kejahatan (misal hasil korupsi) ke gereja , dan merasa berhak menikmati hasil kejahatan
tersebut karena seakan-akan hasil kejahatan tersebut sudah disucikan oleh 10%
yang diberikan ke gereja. Prinsip ini seakan-akan dapat mengubah uang haram
menjadi halal dengan memberikan 10%-nya ke gereja. Hal ini akan menjadi lebih
parah lagi jika ada pendeta atau gereja yang mengerti bahwa itu adalah uang
hasil kejahatan, tetapi tetap menerimanya bahkan menjustifikasinya sebagai
perbuatan yang benar.
Jadi, setelah kita belajar mengenai
konteks di dalam kitab Maleakhi, kita akan mengetahui bahwa ayat 10 tidak
berbicara tentang perintah yang mutlak bahwa jika kita memberi 10% maka Tuhan
akan membukakan tingkap-tingkap berkat jasmani dari langit dan kita akan hidup
berkelimpahan. Kita harus dapat mengerti konteks dan latar belakang ayat
tersebut. Jemaat mula-mula yang sudah memberi segenap hartanya bahkan segenap
hidupnya, tidak pernah menerima harta duniawi yang berkelimpahan. Mereka bahkan
harus rela terusir dari rumahnya, kehilangan harta benda, dianggap sebagai
penjahat, dianiaya bahkan disiksa hingga mati. Ingat bahwa Tuhan lebih ingin
hati kita daripada harta kita. Jika hati kita sudah melekat kepada Tuhan, kita
tidak akan pernah hitung-hitungan dengan Tuhan berapa yang akan kita berikan
kepada-Nya. Jika Tuhan berkata kepada kita: “berikan Rp50 ribu ke tetangga kita”,
berikanlah dengan sukacita. Jika Tuhan berkata kepada kita: “berikan 10% kepada
gereja kita”, berikanlah dengan sukacita. Jika Tuhan berkata kepada kita: “berikan
20% kepada kepada pendeta lain”, berikanlah dengan sukacita. Bahkan sekalipun Tuhan
berkata kepada kita: “jual rumahmu, kemudian gunakan uangnya untuk membangun
gereja di pedalaman”, lakukanlah dengan sukacita. Dalam hal ini kita akan
dipandang berkenan di hadapan Bapa, yaitu ketika kita mau melakukan kehendak
Bapa terkait harta kita, yaitu ketika kita mengerti bahwa harta dunia ini
hanyalah titipan-Nya, dan kita harus menggunakannya dengan bijaksana, sesuai
dengan kehendak-Nya tanpa terikat dengan premis “sekian persen untuk Tuhan,
sekian persen untuk aku”.
Bacaan
Alkitab: Maleakhi 3:6-12
3:6 Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan
lenyap.
3:7 Sejak zaman nenek moyangmu kamu telah menyimpang dari ketetapan-Ku dan
tidak memeliharanya. Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu,
firman TUHAN semesta alam. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah
kami harus kembali?"
3:8 Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu
berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai
persembahan persepuluhan dan persembahan khusus!
3:9 Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh
bangsa!
3:10 Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah
perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku,
firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap
langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
3:11 Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya
hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu,
firman TUHAN semesta alam.
3:12 Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan
menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.