Jumat, 16 Juli 2021
Bacaan Alkitab: Lukas
15:20
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya
telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu
berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
(Luk 15:20)
Makna Keterhilangan (13): Sampai Kembali ke Rumah Bapa
Setelah anak bungsu melakukan dua
kali kepergian yang salah (kepergian pertama yaitu pergi dari rumah bapanya ke
negeri yang jauh, dan kepergian kedua yaitu pergi ke majikan yang memiliki
peternakan babi), maka pada akhirnya ia melakukan kepergian yang benar. Alkitab
menuliskan bahwa si anak bungsu bangkit dan memutuskan untuk pergi kepada
bapanya (ay. 20a). Ia meninggalkan negeri yang jauh itu, meninggalkan majikan
yang memiliki peternakan babi, hanya demi satu tujuan, yaitu rumah bapanya. Si
anak bungsu tidak menggunakan kata “kembali” ke rumah ayahnya, melainkan “pergi”
kepada bapanya. Hal ini sangat mungkin disebabkan karena ia sudah menyadari
posisinya yang sudah tidak memiliki hak apa-apa lagi sebagai anak bapanya. Ia
merasa bahwa sangat mungkin ia tidak dianggap keluarga lagi oleh ayahnya, kakaknya,
dan orang-orang di rumah ayahnya itu. Akan tetapi, saat ini rumah bapanya adalah
satu-satunya solusi supaya ia dapat tetap hidup. Jika ternyata ia ditolak di
rumah ayahnya sendiri, maka setidaknya ia dapat bekerja sebagai orang upahan di
sana untuk menyambung hidupnya.
Ia kemudian berjalan selangkah
demi selangkah. Saya cukup yakin bahwa di pikiran anak bungsu itu, waktu seakan
berputar kembali. Ia mungkin ingat bagaimana dahulu ia pergi meninggalkan
ayahnya dengan membawa harta. Ia tidak memedulikan perasaan ayahnya dan
kakaknya. Ia merasa yakin dan jumawa bahwa dengan harta yang banyak yang ia
miliki, ia akan sukses di negeri orang. Akan tetapi itu adalah keputusan yang
keliru. Sekarang ia kembali melewati jalan yang pernah ia lewati namun dengan
arah yang berbeda dan keadaan yang berbeda. Dahulu ia pergi dengan senyum dan
uang yang banyak, sekarang ia kembali wajah yang murung tanpa harta di
tangannya. Bahkan sangat mungkin selama perjalanan ia sangat lapar dan harus
mengemis untuk sekedar mengisi perutnya yang lapar.
Akhirnya, si anak bungsu sampai
di perbatasan wilayah rumah bapanya. Ketika ia masih jauh, ternyata ayahnya telah
melihatnya sejauh yang ia mampu lihat (ay. 20b). Kemudian tergeraklah hati
ayahnya oleh belas kasihan. Ia tahu bahwa anak bungsunya sudah melakukan
keputusan yang mengecewakannya. Akan tetapi, sang ayah adalah ayah yang
bijaksana dan penuh belas kasihan. Sang ayah kemudian berlari mendapatkan anak
bungsu itu lalu merangkul dan mencium dia (ay. 20c). Sang ayah sangat bahagia ketika
tahu bahwa anak bungsunya masih hidup dan selamat, meskipun dengan keadaan yang
sangat jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Mungkin ada di antara yang kita
bertanya, mengapa sang ayah tidak mencari anaknya di negeri yang jauh? Atau paling
tidak ia mencoba mencari tahu kondisi anaknya yang sedang merantau itu? Bukankah
sang ayah memiliki banyak uang dan mampu untuk membayar orang untuk
memperhatikan anaknya? Dalam hal ini persoalannya tidak terletak pada uang yang
banyak dan kekuasaan yang ia miliki. Ada
tatanan dalam diri sang ayah karena ia tidak dapat menghentikan kehendak bebas
anaknya, terlebih kehendak anaknya di luar wilayah rumahnya.
Hal ini sebenarnya memiliki
prinsip yang sama dengan kisah di dalam perumpamaan mengenai domba yang hilang
dan dirham yang hilang. Kita telah belajar bahwa jika domba yang hilang tersebut
sudah mati sebelum ditemukan sang gembala, maka sudah tidak ada lagi solusi menyelamatkan
domba tersebut. Atau jika dirham yang hilang itu ternyata berada di luar rumah
(apalagi sudah di dalam dompet orang lain), maka perempuan tersebut tidak akan
mampu menemukan dirham yang hilang itu. Demikian juga dengan anak bungsu yang
hilang. Apabila ia mati di negeri yang jauh (entah karena kelaparan atau hal lain),
atau sudah menjadi penjaga babi, maka sang ayah tidak akan bisa mendapatkan
anak bungsunya kembali. Barulah ketika si anak bungsu memutuskan untuk kembali dan
telah masuk dalam wilayah rumahnya, maka sang ayah dapat berlari menyambut dan
memeluknya.
Demikian pula dengan tatanan yang
dimiliki Allah sebagai Bapa kita di surga. Jika kita bertindak sembarangan
seperti anak bungsu itu, maka kita dapat benar-benar terhilang. Ini bukan berarti
Allah tidak Maha Kuasa dalam menyelamatkan manusia. Tentu Allah tidak ingin ada
manusia yang binasa. Akan tetapi, dengan memberikan kehendak bebas kepada manusia,
Allah menciptakan suatu tatanan, bahwa manusia dapat memilih apakah mereka mau
melakukan apa yang menyenangkan hati Allah, atau menyenangkan diri sendiri.
Manusia telah mengerti apa yang baik dan apa yang jahat, sehingga setiap
keputusan yang manusia ambil, sesungguhnya akan berdampak pada nasib kekal mereka.
Pada akhirnya, setiap manusia
(tidak hanya orang non-Kristen, tetapi juga orang Kristen), harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan tahta pengadilan Allah (Rm
14:12). Tidaklah mengherankan bahwa pada hari penghakiman nanti, akan banyak
orang-orang Kristen (karena mereka menyebut Yesus sebagai Tuhan) yang akan
ditolak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Hal ini karena mereka telah memilih apa
yang jahat dalam hidup mereka, meskipun di dalam gereja, mereka terlihat seperti
orang-orang yang saleh dan rajin melayani (Mat 7 :21-23). Oleh karena itu, gereja
harus mulai mengajarkan keselamatan bukan hanya sebagai suatu titik balik,
melainkan sebagai sebuah garis panjang, dimana kita harus tekun dan setia dalam
mengerjakan keselamatan itu, untuk dapat kembali pulang ke Rumah Bapa, sehingga
kita dapat diterima masuk ke dalam Rumah Bapa kita yang di surga.
Bacaan Alkitab: Lukas
15:20
15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada
bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah
hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul
dan mencium dia.