Kamis, 08 Juli 2021

Makna Keterhilangan (10): Keputusan dalam Keputusasaan

 Kamis, 8 Juli 2021

Bacaan Alkitab: Lukas 15:15

Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. (Luk 15:13)


Makna Keterhilangan (10): Keputusan dalam Keputusasaan

 

Saya yakin bahwa para pembaca renungan ini pasti pernah mengalami suatu keadaan dimana kita berada dalam posisi yang terjepit. Kita mengalami suatu kesesakan, bahkan suatu keputusasaan dimana kita seakan-akan tidak dapat menemukan solusi atau jalan keluar dari masalah kita tersebut. Dalam kondisi yang sudah putus asa tersebut, sering kali kita melakukan keputusan tanpa berpikir panjang. Tentu hal itu dapat dimaklumi karena kondisi yang sudah menekan dan mendesak kita. Dalam kondisi yang kritis tersebut, kita sering lupa bertanya kepada Tuhan dan seringkali langsung mengambil keputusan yang ternyata kurang tepat.

Demikian pula dengan yang dialami oleh si anak bungsu ini. Dengan kondisi yang sudah terjepit, tidak ada uang dan harta lagi, teman-teman yang meninggalkan dirinya, serta posisi yang jauh dari siapa-siapa, maka mau tidak mau ia harus melakukan sesuatu untuk menyambung hidup. Si anak bungsu ini telah menghambur-hamburkan uang hasil menjual hak miliknya secara sembrono, dan dengan demikian ia sedang menabur apa yang telah dituainya.

Dalam kondisi seperti ini, ia mengambil keputusan untuk pergi. Sayangnya, bukannya ia pergi kembali ke rumah ayahnya, ia justru pergi ke orang lain yaitu seorang yang disebut sebagai majikan di negeri itu (ay. 15a). Saya juga tidak mengerti mengapa ia tidak pergi kepada teman-temannya yang selama ini pernah ia traktir. Namun sangat mungkin bahwa si bungsu ini belum mengerti banyak tentang realitas kehidupan. Ia berpikir bahwa dengan sering mentraktir orang lain, maka orang tersebut akan menjadi sahabat dekat. Memang uang dan harta dapat dikatakan sebagai “mamon yang tidak jujur” (Luk 16:11). Justru “mamon yang tidak jujur” itu dapat menyingkapkan kejujuran, yaitu melihat manakah orang yang mau menjadi sahabat hanya karena uang, dan manakah mereka yang menjadi sahabat dengan tulus.

Sayangnya, keputusan yang diambil dalam keputusasaan oleh si anak bungsu ini kurang tepat. Oleh sang majikan (yang mungkin adalah orang non-Yahudi), ia justru disuruh ke ladang untuk menjaga babi miliknya (ay. 15b). Dalam konteks perumpamaan Yesus yang ditujukan kepada ahli Taurat dan orang Farisi (yang notabene adalah orang Yahudi), maka hampir pasti keluarga dalam perumpamaan ini (sang ayah, anak sulung, dan anak bungsu) adalah orang Yahudi. Sehingga, ketika ia disuruh untuk menjaga babi, sebenarnya ia sedang mempertaruhkan iman Yahudinya dimana dalam agama Yahudi itu babi dianggap haram.

Hal ini menunjukkan bahwa keputusan si anak bungsu yang diambil dalam kondisi kesesakan dan keputusasaan justru menjadi kurang tepat. Ia yang dahulu adalah anak dari keluarga Yahudi yang terhormat (dan mungkin juga dari keluarga berada), kini harus menjadi seorang penjaga babi. Mungkin karena kondisi yang sangat mendesak, ia tidak sempat memikirkan alternatif lainnya sehingga ia buru-buru mengambil keputusan. Memang keputusan ini adalah keputusan yang kurang tepat. Akan tetapi, pada akhirnya kita akan melihat bagaimana Allah dapat membuat keputusan ini menjadi suatu titik tolak bagi si anak bungsu untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Dalam hal ini saya tidak menganjurkan kita untuk mengambil keputusan dengan tergesa-gesa atau tanpa berpikir panjang. Dalam kondisi kesesakan sekalipun, kita harus belajar untuk mencari wajah Tuhan dan kehendak-Nya dalam hidup kita. Bahkan sebenarnya, dalam segala kondisi (baik dalam kesesakan maupun dalam kenyamanan), kita harus senantiasa mencari kehendak-Nya untuk kita lakukan. Memang betul bahwa Allah sanggup mengubah kondisi yang tidak baik menjadi kondisi yang baik. Akan tetapi, sebisa mungkin, janganlah kita membawa diri kita ke dalam masalah dengan salah mengambil keputusan. Alangkah baiknya jika dalam setiap hal, dari hal kecil sampai hal besar, kita dapat sungguh-sungguh mempertimbangkan perasaan Allah setiap kita mengambil keputusan. Sehingga kita dapat belajar menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan-Nya.

 

Bacaan Alkitab: Lukas 15:15

15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.