Sabtu, 10 Juli 2021
Bacaan Alkitab: Lukas
15:17-19
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku
telah berdosa terhadap sorga dan
terhadap bapa (Luk 15:18)
Makna Keterhilangan (12): Titik Balik
Pertobatan
Kita telah belajar bahwa dalam
kesesakan yang dialaminya, si anak bungsu kemudian mengambil sebuah keputusan
yang tidak tepat. Ia tidak mengingat akan rumah bapanya dan tidak berpikir
untuk pergi ke rumah bapa. Sebaliknya, ia memilih untuk pergi kepada seorang
majikan di negeri itu, dan ditugaskan untuk menjaga babi. Dalam keadaannya yang
sangat terjepit, ia sangat kelaparan tetapi tidak ada yang memberikan makanan
babi kepada dirinya. Akhirnya ia kemudian baru sadar akan keadaannya tersebut
(ay. 7a).
Seringkali Tuhan mengizinkan kita
untuk berada dalam titik terendah di hidup kita. Tuhan mengizinkan masalah demi
masalah kita hadapi untuk mengikis kesombongan dan keangkuhan diri kita. Terkadang
Tuhan izinkan masalah yang sangat besar sehingga kita tidak dapat mengandalkan harta
kita, jabatan kita, dan koneksi kita. Akibatnya kita kemudian baru teringat
akan Tuhan ketika kita dalam keadaan genting tersebut. Di situlah berkat abadi
yang Tuhan sediakan bagi kita dalam masalah hidup kita. Kita seharusnya
bersyukur ketika kita mengalami kondisi genting, karena mungkin saja kita
diingatkan kepada rumah Bapa kita di surga.
Dalam perenungannya, si anak
bungsu kemudian teringat akan kondisi bapanya yang sangat kaya. Ia teringat
akan orang upahan bapanya yang jumlahnya sangat banyak, dengan makanan yang
melimpah dan tidak berkekurangan (ay. 17b). Tidak hanya bapanya yang
berkelimpahan, bahkan orang upahan yang bekerja di tempat bapanya pun menikmati
kelimpahan makanan. Tetapi, ia yang adalah anak sah dari ayahnya/bapanya justru
kelapran di negeri asing (ay. 17c).
Di situlah kemudian ia tersadar
akan kesalahannya. Ia sadar akan kesalahan fatal yang telah ia lakukan terhadap
ayahnya. Ia kemudian bertekad untuk bangkit dan pergi kepada bapanya (ay. 18a).
Selama ini ia telah pergi ke banyak tempat. Pertama, ia pergi dari rumah
bapanya ke negeri yang jauh. Kedua, ketika kelaparan melanda, ia pergi kepada seorang
majikan untuk mencari solusi. Tetapi kedua keputusan kepergiannya itu ternyata
tidaklah bijaksana. Kemudian ia bertekad untuk pergi ke rumah bapanya.
Sebenarnya ia tidaklah pergi ke rumah bapanya, melainkan ia sedang pulang
kembali ke rumah bapanya. Namun ia sadar bahwa ia sudah tidak layak lagi sebagai
anak (ay. 19a). Oleh karena itu, ia bertekad untuk pergi (dan bukannya pulang)
untuk meminta maaf kepada bapanya (ay. 18b), dan berharap ia dapat diterima
sebagai salah satu orang upahan bapanya (ay. 19b). Baginya, lebih baik menjadi
orang upahan bapanya daripada menjadi orang upahan majikan babi.
Keterhilangan adalah keadaan ketika
seseorang tidak ada di tempat yang semestinya. Keterhilangan juga adalah keadaan
ketika kita jauh dari rumah Bapa kita. Keterhilangan juga adalah keadaan ketika
kita salah mengambil keputusan sehingga kita nyaris kehilangan kodrat kita.
Namun dibalik itu semua, jika kita masih diberikan kesempatan untuk bertobat,
maka sedalam-dalamnya keterhilangan kita, kita masih memiliki potensi untuk
kembali dari keterhilangan kita. Si anak bungsu ini sangat nyaris terhilang.
Jika ia mati di negeri orang, atau sudah sampai memakan makanan babi dan menjadi
sama dengan babi, maka ia mungkin sudah tidak sadar akan keterhilangannya.
Tetapi dalam keadaan yang terjepit, si anak bungsu masih teringat akan rumah
bapanya. Keadaan kehilangan segala sesuatu membuat ia sadar akan keputusan salah
yang selama ini ia lakukan. Akibatnya, ia mulai mengalami pertobatan, dengan
titik baliknya adalah ketika ia nyaris disamakan menjadi babi.
Akan tetapi kondisi ini barulah
titik awal dari pertobatan. Ia masih harus menjalani langkah demi langkah dalam
proses pertobatannya. Ia masih harus menempuh perjalanan panjang ke rumah
ayahnya dengan kondisi tanpa uang dan tanpa makanan. Ia masih harus berjuang
untuk sampai ke rumah ayahnya dengan selamat. Ia pun harus siap menerima risiko
ketika ia ditolak oleh ayahnya atau oleh kakaknya ketika ia telah tiba di rumah
ayahnya. Akan tetapi, langkah awal si anak bungsu ini sudah sangat baik. Tetapi
langkah awal tidak ada artinya tanpa langkah-langkah selanjutnya. Setiap langkah
pun tidak akan ada artinya tanpa konsistensi dan keteguhan hati. Kesetiaan berjalan
langkah demi langkah akan sangat menentukan seseorang untuk dapat mencapai
garis akhir yang menjadi tujuan utama.
Bacaan Alkitab: Lukas
15:17-19
15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan
bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa,
aku telah berdosa terhadap sorga dan
terhadap bapa,
15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai
salah seorang upahan bapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.