Kamis, 01 Juli 2021

Makna Keterhilangan (8): Pergi untuk Terhilang

 Kamis, 1 Juli 2021

Bacaan Alkitab: Lukas 15:13

Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. (Luk 15:13)


Makna Keterhilangan (8): Pergi untuk Terhilang

 

Dalam ayat sebelumnya kita telah melihat bagaimana pada akhirnya sang ayah membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka (yaitu sang ayah, anak sulung, dan anak bungsu). Kita tidak tahu berapa besarnya persentase pembagian di antara mereka, apakah semua mendapat 1/3, ataukah anak sulung mendapat jatah 2 kali lipat dibanding adiknya, lalu apakah sang ayah juga masih mendapat bagian atau tidak. Namun menurut pendapat saya pribadi, adalah mungkin jika kekayaan sang ayah dibagi 3, dimana anak sulung mendapatkan jatah 2 bagian namun belum diberikan kepada anak sulung itu (pada umumnya anak sulung menerima bagian 2 kali lipat dibandingkan dengan anak yang lain), sementara anak bungsu menerima 1 bagian yang kemudian langsung dengan sah menjadi miliknya.

Sangatlah mungkin bahwa kekayaan yang diberikan itu tidak hanya dalam bentuk uang, melainkan mungkin juga dalam bentuk tanah, rumah, ladang, ternak, dan barang-barang lainnya. Alkitab menuliskan bahwa anak bungsu itu menjual seluruh bagian yang menjadi hak miliknya tersebut beberapa hari setelah ia menerimanya (ay. 13a). Mungkin ia membutuhkan waktu untuk menjual segala harta yang diterima sebagai “warisan” atau haknya itu untuk menjadi uang atau emas yang dapat dibawanya. Alkitab juga tidak mengatakan kepada siapa ia menjual harta miliknya tersebut. Bisa jadi ia menjualnya kepada orang lain, tetapi ada kemungkinan juga ia menjualnya kepada keluarga besarnya, atau bahkan kepada sang ayah sendiri (mungkin ia membeli tanah, rumah, ternak, dan lain sebagainya dan menukarnya dengan uang emas). Ingat bahwa setelah pembagian tersebut, harta sang ayah (yang nantinya akan menjadi bagian anak sulung) masih minimal sebesar 2/3 dari total harta awalnya.

Jika memang benar bahwa sang ayah yang membeli kembali (buyback) harta yang menjadi milik anak bungsu, maka kita dapat merasakan kesedihan yang dialami oleh sang ayah pada waktu itu. Tanah, rumah, ladang, dan lainnya adalah milik sang ayah, yang tentu saja sang ayah ingin agar harta atau “usaha” tersebut dapat diteruskan oleh kedua anaknya. Akan tetapi si anak bungsu sudah tidak peduli lagi dengan harta tersebut dan memilih untuk menjualnya untuk mendapatkan uang. Ia tidak lagi menganggap segala kenangan yang mungkin ia pernah rasakan dengan harta tersebut (misal: rumah dimana ia lahir, ladang dimana ia pernah bermain, dsb.) adalah sesuatu yang sangat berharga. Ia sudah tidak pernah membayangkan perasaan ayahnya.

Alkitab menuliskan bahwa setelah si anak bungsu menjual seluruh bagiannya itu (menjadi uang atau emas yang mudah dibawa), ia kemudian pergi meninggalkan ayahnya dan pergi ke negeri yang jauh (ay. 13b). Di sinilah sebenarnya letak kehilangan yang pertama. Ia sudah tidak peduli dengan perasaan ayahnya, kakaknya, dan dengan segala kenangan indah yang ia pernah rasakan. Ia memilih untuk pergi dari rumah dan keluarga yang selama ini telah membesarkannya. Saya tidak tahu apakah kira-kira si anak bungsu ini berpamitan dengan ayah, kakak, keluarganya yang lain, serta para hamba yang selama ini melayaninya. Kalaupun iya, sangat mungkin si anak bungsu tidak meneteskan air mata sama sekali sedangkan sang ayah pasti sedih melepas kepergian anak bungsunya tersebut. Namun nasi telah menjadi bubur. Keputusan si anak bungsu sudah bulat bahwa ia akan meninggalkan ayahnya dan pergi ke negeri yang jauh.

Seperti kebanyakan orang pada umumnya, ketika mereka memegang uang dalam jumlah banyak, pasti ada kecenderungan untuk boros. Kita di Indonesia mengenal hal ini dengan istilah “Orang Kaya Baru atau OKB”. Salah satu ciri dari OKB adalah membeli barang-barang yang sebenarnya tidak ia butuhkan, pergi ke tempat-tempat baru untuk berkenalan dengan orang lain, menunjukkan kekayaannya dengan cara mentraktir atau membelikan barang kepada orang lain. Hal ini juga yang dilakukan oleh si anak bungsu itu dengan cara memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

Kita dapat melihat bahwa si anak bungsu ini adalah anak yang sangat egois. Yang ada di pikirannya adalah “hartaku”, “milikku”, “kepunyaanku”, dan lain sebagainya. Ia tidak pernah memikirkan orang lain, bahkan perasaan ayahnya sendiri. Orang seperti anak bungsu ini pastilah juga tidak pernah memikirkan perasaan Allah. Ia akan hidup suka-suka sendiri, hanya memikirkan kepentingannya sendiri, bahkan cenderung membangun “kerajaannya” sendiri di bumi ini. Ia akan bertindak sebagai “raja” bagi hidupnya sendiri, apa yang ia suka inginkan, itulah yang ia lakukan. Inilah tanda awal bahwa seseorang sedang terhilang di dalam dunia, yaitu ketika ia hanya fokus kepada apa yang menjadi keinginan dan kesenangannya sendiri, dan pergi dari tempat yang seharusnya ia tinggal. Ketika seseorang pergi dari tempat yang seharusnya atau yang sebenarnya, di situlah ia akan mulai menjadi orang yang terhilang.

 

Bacaan Alkitab: Lukas 15:13

15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.