Sabtu,
12 Oktober 2019
Bacaan Alkitab: Wahyu 14:6-12
Dan seorang malaikat lain, malaikat kedua, menyusul dia dan berkata:
"Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, yang telah memabukkan
segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya." (Why
14:8)
Pornos dan Moichos (49): Hawa Nafsu Percabulan yang Memabukkan Segala Bangsa
Dalam
bagian pertengahan dari kitab Wahyu, Rasul Yohanes menulis suatu penglihatan
mengenai tiga malaikat yang terbang dan memberitakan firman Allah. Disini
ditulis bahwa malaikat pertama terbang di tengah-tengah langit dengan membawa
Injil yang kekal untuk diberitakan kepada semua orang yang ada di atas bumi (ay. 6). Dan malaikat tersebut berseru dengan suara nyaring: “Takutlah
akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan
sembahlah Dia yang telah menjadikan semuanya” (ay. 7).
Ini adalah suara
Tuhan yang disampaikan kepada semua bangsa, tidak hanya kepada orang Kristen
atau orang Yahudi saja. Injil itu harus diberitakan kepada segala bangsa.
Pertanyaannya, apakah Injil itu? Injil adalah berita keselamatan di dalam Yesus
Kristus. Tetapi di dalam ayat 6 dan 7 ini sama sekali tidak ada kata Yesus
Kristus. Jadi apakah ini adalah Injil yang salah?
Tentu tidak.
Injil adalah kabar baik. Kabar bagi bagi semua orang adalah ketika kita
menyadari akan adanya Allah yang Maha Kuasa, dan kita hidup dalam ketakutan dan
kegentaran di hadapan Allah. Tentu ketakutan ini adalah ketakutan yang positif,
antara lain kita berhati-hati supaya kita tidak berbuat dosa, supaya kita
berhati-hati dalam berkata-kata maupun berbuat keputusan dalam hidup ini.
Selain ketakutan yang proporsional, kita tentu harus memiliki motivasi yang
benar untuk memuliakan Allah. Jadi tidak hanya bersifat “defensif”, yaitu tidak
berbuat dosa saja, tetapi juga bersifat “ofensif” yaitu apapun yang kita
lakukan, kita melakukannya untuk memuliakan Tuhan.
Inilah inti
keselamatan yang sebenarnya, karena Allah ingin manusia dikembalikan kepada
rancangan-Nya yang semula, sehingga manusia tidak berbuat dosa lagi dan manusia harus melakukan apa yang Allah
kehendaki. Itulah penyembahan yang sejati. Ingat bahwa penyembahan dalam arti
luas berarti memberi nilai tinggi (bahkan nilai tertinggi) bagi obyek yang kita
sembah. Kita hanya dapat menyembah Allah
secara proporsional jika kita menjauhi dosa dan melakukan kehendak-Nya.
Sebenarnya dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Jika kita berjuang
melakukan kehendak-Nya dengan benar, maka kita tidak akan memiliki keinginan
untuk berbuat dosa lagi. Justru dalam segala hal kita akan mencoba
memperkarakan, hal apakah dalam hidup kita yang dapat memuliakan Dia? Tidak
hanya di gereja saja, tetapi juga dalam segala hal.
Ketika kita memiliki keinginan dan gairah yang benar seperti ini, maka
kita sebenarnya sedang menggelar “penghakiman” diri kita di hadapan-Nya. Kalau
seseorang ingat akan masa penghakiman Tuhan, maka kita pasti akan berusaha
menjaga diri kita supaya kita tidak berbuat dosa, dan dalam segala hal menyenangkan
hatinya. Sama seperti seseorang jika mengingat pengadilan korupsi oleh KPK
misalnya, maka orang yang memiliki hati yang benar pasti akan berjuang untuk
tidak melakukan korupsi sekecil apapun, karena ia menyadari betapa mengerikannya
jika ia sampai ditangkap KPK dan ditahan karena kasus korupsi. Namun iman yang
benar haruslah jauh lebih berkualitas daripada itu. Kita melakukan apa yang
benar bukan hanya karena kita takut akan penghukuman, tetapi karena kita ingin
menyenangkan hati Allah Bapa di surga, sehingga kita memuliakan nama-Nya
melalui kehidupan kita sepanjang waktu yang berbau harum di hadapan-Nya.
Jika itu adalah pesan yang disampaikan oleh malaikat pertama, maka
malaikat kedua membawa pesan bahwa “Sudah rubuh Babel, kota besar itu, yang
telah memabukkan segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya” (ay. 8).
Apakah yang dimaksud dengan hal ini? Kata Babel dalam Alkitab tidak hanya
merujuk kepada kerajaan menara Babel atau kerajaan Babel yang dipimpin oleh
Nebukadnezar yaitu Babel secara historis. Khususnya di kitab Wahyu, kata Babel
ini selalu diikuti dengan kata “besar” (bandingkan Why 16:19, 17:5, 18:2,
18:10, 18:21). Jelas bahwa kata Babel di sini lebih menunjuk kepada suatu
kiasan yang menyimbolkan atau melambangkan hal lain.
Perlu diingat, bahwa Rasul Yohanes kemungkinan menulis kitab Wahuk penuh
dengan simbol dan kiasan supaya tidak dimengerti oleh orang lain yang tidak
berhak (misalnya: pasukan Romawi), tetapi pastilah simbol-simbol ini sudah
dimengerti oleh jemaat yang membacanya. Oleh karena itu, beberapa teolog
menyimpulkan bahwa kata Babel di sini merujuk kepada kota Roma atau bangsa
Romawi, karena kata Babel selalu digambarkan sebagai hal yang besar, dan
merujuk kepada kota Roma yang merupakan salah satu kota terbesar pada saat itu dan
bangsa Romawi yang merupakan bangsa yang besar dan menjajah bangsa Yahudi dan
juga menindas orang percaya.
Namun saya melihat bahwa di ayat ini, kota Babel selain digambarkan
sebagai sesuatu yang besar, tetapi juga memiliki satu ciri lain yaitu memabukkan
segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya (ay. 8b). Karena ciri ini, saya
pun mencoba berpikir, apakah bangsa Romawi sampai memabukkan segala bangsa
dengan hawa nafsu cabul? Ada beberapa kata penting di sini yang harus kita coba
lihat supaya paling tidak kita memperoleh pemahaman yang memadai untuk dapat
mengerti ayat ini.
Ada kata “memabukkan” di ayat ini yang menggunakan kata pepotiken
(πεπότικεν) dari akar kata potizó (ποτίζω). Kata potizó di sini
dapat bermakna to cause to drink, to give to drink, to furnish drink, to
irrigate, to water (menyebabkan seseorang minum, memberi minum, menyediakan
minum, mengairi, menyirami/meminumkan/mengairi). Inti dari perkataan ini adalah
Babel (sebagai suatu simbol atau lambang) memberikan minum kepada bangsa-bangsa
dan mereka pun minum dari anggur yang diberikan oleh Babel itu. Jadi
bangsa-bangsa di sini seakan-akan tunduk dan tidak berdaya menolak tawaran
minum yang diberikan oleh Babel.
Kata kedua yang kita harus lihat adalah kata “segala bangsa” yang dalam
bahasa aslinya menggunakan kata ethnos (ἔθνος) yang walaupun berarti
ras, bangsa atau bangsa-bangsa, namun pada umumnya merujuk kepada bangsa-bangsa
lain di luar bangsa Yahudi. Dalam konteks jemaat mula-mula, kata ini juga
sering digunakan untuk merujuk bangsa-bangsa lain selain orang percaya atau
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Oleh karena makna kata itu yang sangat
luas, hampir semua terjemahan Alkitab (termasuk bahasa Indonesia) menerjemahkan
kata ethnos sebagai bangsa-bangsa atau segala bangsa. Kata yang sama
juga digunakan di ayat 6. Jadi saya sangat setuju bahwa Babel ini sudah
mempengaruhi semua bangsa, termasuk juga orang Yahudi dan sangat mungkin termasuk
jemaat dan orang percaya (khususnya mereka yang “hanya” beragama Kristen tanpa
memahami prinsip kekristenan yang benar).
Kata “anggur” dalam ayat ini menggunakan kata oinos (οἶνος). Kata
ini dapat bermakna minuman anggur yang biasa diminum oleh orang Yahudi dan
orang Romawi pada waktu itu. Minuman anggur adalah minuman dari buah anggur
yang difermentasi, sehingga mengandung sejumlah alkohol. Memang ada beberapa
kata dalam bahasa Yunani yang bisa diterjemahkan sebagai “anggur”. Tetapi perlu dipahami bahwa apa yang diminum
di dalam Perjamuan Terakhir oleh Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya, sama sekali
tidak menggunakan kata oinos melainkan menggunakan kata genematos tes
ampelou (γενήματος τῆς ἀμπέλου) yang diterjemahkan sebagai “hasil pokok
anggur”. Ada kemungkinan bahwa hasil pokok anggur yang dimaksud adalah minuman anggur
yang tidak memabukkan (tidak beralkohol), atau minuman anggur yang tidak
ditujukan untuk mabuk. Dengan demikian, penggunaan kata oinos ini
menunjuk kepada tujuan pemberian minuman anggur itu supaya orang yang
meminumnya menjadi mabuk. Mengingat salah satu ciri minuman beralkohol adalah
rasa ketagihan/kecanduan, hal ini menggambarkan bahwa apa yang diberikan oleh
Babel ini adalah supaya orang yang meminumnya menjadi ketagihan dan terikat
dengan hawa nafsu cabul, yang akan kita bahas pada paragraph di bawah ini.
Kata “hawa nafsu” dalam ayat ini menggunakan kata thumos (θυμός)
yang dapat memiliki makna berupa passion, angry heat, glow, ardor, outburst
of passion, wrath (gairah, nafsu/hawa nafsu, panas marah, gelora, semangat/Hasrat,
ledakan gairah, kemarahan). Jadi jelas bahwa kata thumos ini tidak
sekedar berupa hawa nafsu secara umum (seperti nafsu makan), tetapi lebih menekankan
pada ledakan perasaan atau ledakan amarah yang timbul dengan segera (seperti
jika seseorang emosi dan langsung marah dengan meledak-ledak). Jika kata ini
dikaitkan dengan kata-kata lainnya seperti di ayat 8 ini, maka dapat kita lihat
bahwa tujuan pemberian anggur itu adalah supaya orang yang meminumnya tidak
memiliki kendali atas dirinya dan dapat dengan mudah “meluapkan/meledakkan” percabulan
yang ada di dalam dirinya.
Kata terakhir yang kita bahas di ayat ini yaitu kata “cabul” di sini
menggunakan kata porneia (πορνεία) yang dapat diartikan sebagai
perzinahan/percabulan secara jasmani, dan juga penyembahan berhala (perzinahan
secara rohani). Dalam pembahasan kita di renungan-renungan sebelumnya, kita
melihat bagaimana pada umumnya tindakan percabulan/perzinahan dimulai dari
taraf atau tingkatan moicheuó. Ketika orang tersebut tidak segera
bertobat, maka tindakan moicheuó akan dapat mencapai tingkatan porneia.
Hampir tidak ada orang yang bisa berzinah jika tidak dimulai dari hal-hal kecil
seperti menonton film porno, masturbasi, chat porno, dan lain sebagainya.
Tetapi dalam ayat ini, kita melihat bagaimana Babel dengan segala tipu
dayanya mencoba untuk memberi anggur yang memabukkan kepada bangsa-bangsa
supaya mereka meminum anggur itu dan kemudian mereka meluapkan percabulan
mereka. Ini menunjukkan semangat Babel pada akhir zaman yang sangat berbahaya
karena mereka ingin membuat bangsa-bangsa meledakkan nafsu percabulan mereka. Percabulan
yang dimaksud di sini bisa jadi percabulan rohani (menyembah berhala, tidak
menyembah Allah yang benar, mencintai dunia), namun juga dapat diartikan
sebagai percabulan jasmani (pornografi, perzinahan, dan lain sebagainya). Jika
kita mau jujur, spirit percabulan ini semakin nyata terlihat di akhir zaman
ini. Berita-berita mengenai percabulan, perzinahan, pemerkosaan, dan lain-lain
sangat marak terjadi. Pornografi juga semakin mudah diakses oleh masyarakat,
termasuk anak-anak di bawah umur. Belum lagi para selebritis yang menunjukkan
gaya hidup yang penuh percabulan (hamil di luar nikah, kawin cerai, dan sebagainya)
yang juga sudah mulai merambat masuk ke dalam gereja dan jemaat. Bahkan tidak
jarang justru para pelayan gereja atau para pendeta yang jatuh ke dalam dosa
ini dan memberi contoh buruk kepada jemaat pada umumnya.
Setelah malaikat kedua menyampaikan beritanya, maka muncullah malaikat
ketiga yang berkata bahwa jika seseorang menyembah binatang dan patungnya itu
dan menerima tanda pada dahinya atau pada tangannya, maka ia akan minum dari
anggur murka Allah dan disiksa dengan api dan belerang selama-lamanya (ay. 9-11).
Jelas bahwa penyembahan terhadap binatang dan patungnya itu disejajarkan dengan
menerima tanda pada dahi dan pada tangan. Artinya tanda di dahi dan tanda di tangan
ini menunjukkan penyembahan terhadap oknum yang salah. Banyak orang berpendapat
bahwa tanda itu adalah semacam barcode atau chip yang akan ditanamkan ke dalam
tangan dan dahi seseorang, sebagai tanda penyembahan. Saya tidak dapat menyimpulkan
apakah ini benar atau tidak, tetapi kita akan mencoba melihat dari kata
aslinya.
Kata “tanda” dalam ayat 9 dan 11 menggunakan kata charagma (χάραγμα).
Kata charagma tersebut memiliki makna a stamp, a sign, an imprinted
mark, impress, sculpture, engraving (sebuah stempel, sebuah tanda, tanda
yang dicetak, hasil cetakan, patung/pahatan, ukiran). Selain di kitab Wahyu,
kata ini hanya muncul 1 kali dalam kitab lain yaitu dalam Kis 17:29 yang justru
di dalam Alkitab Terjemahan Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “ciptaan
kesenian” meskipun di Alkitab terjemahan lain kata itu diterjemahkan sebagai “an
image formed by art”, “something shaped by art” dan “graven by art” (suatu seni
patung, seni pahat, seni ukiran). Jadi di sini yang terpenting bukan makna “seni”-nya
tetapi cara membuatnya yaitu melalui pahatan maupun ukiran.
Sementara kata “binatang” menggunakan kata thérion (θηρίον) yang dapat
berarti binatang liar, binatang buas, binatang yang berbahaya, dan binatang
yang tidak dapat dijadikan persembahan kurban. Dari 46 kali kemunculan kata thérion
ini di Perjanjian Baru, sebanyak 39 kali kata ini muncul di kitab Wahyu.
Dan jika kita membaca kitab Wahyu dengan teliti, kita akan melihat bahwa kata
ini hampir selalu merujuk kepada suatu kekuatan jahat yang memerangi orang-orang
percaya dan kerajaan Tuhan. Ini merujuk kepada kerajaan kegelapan dengan segala
manifestasinya, termasuk mengadakan tanda-tanda heran yang justru menyesatkan
banyak orang (bandingkan Why 13:11-14).
Dalam beberapa ayat, kata “binatang” ini disandingkan dengan kata “patung”
(eikon/εἰκών). Kata eikon ini memang dapat merujuk kata patung atau
gambar (figure) secara harafiah (Mat 22:20, Mrk 12:16, Luk 20:24), namun
dalam Perjanjian Baru kata ini lebih sering diartikan sebagai suatu gambaran (image)
atau suatu keserupaan (likeness). Dalam penggunaannya, kata ini bersifat
netral, sehingga kata ini juga digunakan untuk menunjuk gambaran ilahi (Rm
8:29, 1 Kor 11:7, Kol 1, 15, dan lain sebagainya). Namun di dalam kitab Wahyu,
kata ini sangat sering digunakan berpasangan dengan binatang tadi. Saya berpikir
bahwa ada kemungkinan binatang itu merujuk kepada kuasa kegelapan atau kuasa
antikristus yang digambarkan oleh iblis, dan “patung” (eikon) itu adalah gambaran
dari orang-orang yang memiliki spirit antikristus tersebut (jadi bukan patung
secara harafiah).
Hal ini saya dasarkan pada fakta bahwa hampir semua ayat di dalam
Perjanjian Baru yang menggunakan kata eikon ini tidak merujuk pada
patung, tetapi lebih kepada gambaran sesuatu (bisa gambaran Kaisar pada uang
logam maupun gambaran Allah). Lagipula saat ini hampir tidak ada orang-orang
yang cukup bodoh yang mau menyembah patung iblis dan mengaku sebagai pengikut
iblis. Pastilah iblis menyamarkan “patung” tersebut sehingga mereka tidak sadar
bahwa sebenarnya mereka menyembah iblis, karena mereka menyangka mereka sudah
menyembah “gambaran” (eikon) yang benar. Ingat bahwa kitab Wahyu penuh
dengan simbol-simbol yang yang tidak mudah dimengerti oleh orang awam, tetapi justru
sudah dimengerti oleh jemaat pada waktu itu.
Kita dapat melihat bahwa “patung/gambaran” (eikon) itu memiliki
kuasa antikristus yang sangat dahsyat, sehingga banyak orang menyembah “patung”
itu dan bahkan mereka berani bertindak, bahwa siapapun yang tidak menyembah
patung itu akan dibunuh (Why 13:14). Siapakah yang membunuh? Dalam hal ini saya
memahami bahwa yang membunuh bukanlah binatang itu, melainkan orang-orang yang
sudah terkontaminasi dengan semangat kuasa kegelapan itu, yaitu para pengikut
binatang dan penyembah “patung” itu, dimana mereka sendiri tidak sadar bahwa
mereka sedang menyembah iblis. Orang-orang ini adalah mereka yang merasa pantas
membunuh orang-orang yang tidak menyembah “patung/gambaran” itu karena mereka
berpikir mereka sedang membela apa yang mereka pandang benar.
Jelas bahwa penyembahan/pengagungan kepada “patung/gambaran” tersebut
adalah penyembahan kepada iblis (binatang/kuasa kegelapan). Terkait dengan
tanda di dahi dan tanda di tangan, kita dapat melihat bahwa tanda itu adalah
seperti suatu pahatan/ukiran, artinya sesuatu yang diukir di dahi dan di tangan
dan seharusnya terlihat jelas oleh orang lain. Apakah ini barcode atau chip?
Bisa jadi juga begitu. Atau hal ini juga dapat berarti hal lain yang membekas
dan permanen di dahi dan tangan sebagai tanda bahwa mereka menyembah kuasa antikristus
(meskipun kebanyakan mereka tidak sadar karena mereka menganggap bahwa mereka
sudah menyembah Allah yang benar).
Tanda di tangan dan di dahi ini berbeda dengan nama Tuhan yang tertulis
di dahi orang-orang percaya (bandingkan Why 14:1). Dalam Wahyu 14:1 misalnya,
ada tulisan nama-Nya pada dahi orang-orang percaya. Kata tulisan di sini
menggunakan kata graphó (γράφω) dan bukan eikon. Dari kata graphó
inilah muncul istilah graph (graf) yang bermakna tulisan (telegraph,
seismograf, dan lain sebagainya). Sebaliknya dari kata eikon muncul
istilah icon (ikon) yang selain berarti gambaran, tetapi juga dapat berarti
a person or thing regarded as a representative symbol (seseorang atau
suatu benda yang dipandang sebagai suatu simbol yang mewakili) atau a very
famous person or thing considered as representing a set of beliefs or a way of
life (seseorang yang sangat terkenal atau suatu benda yang dihormati
sebagai suatu perwakilan atas seperangkat keyakinan atau suatu jalan hidup).
Jadi tanda yang diberikan di tangan dan dahi seseorang yang menyembah
binatang itu, ibarat suatu hal yang mewakili keyakinan atau jalan hidup seseorang,
dalam hal ini adalah jalan hidup di luar jalan Tuhan. Seseorang tidak mungkin
menerima tanda pada dahi dan tangan jika ia tidak menyembah binatang dan “patungnya”
tersebut. Bagi orang-orang yang menyembah binatang dan “patungnya” itu, maka
mereka akan minum dari anggur murka Allah, yang tanpa campuran dalam cawan murka-Nya
(ay. 10a). Dalam ayat 10 ini ada kata “anggur” yang menggunakan kata oinos
(οἶνος) dan kata “murka” yang menggunakan kata thumos (θυμός), sama
dengan yang digunakan di ayat 8. Jelas bahwa barang siapa yang mabuk karena anggur
hawa nafsu percabulan seperti dijelaskan di ayat 8, akan menerima anggur murka
Allah di ayat 10 ini. Penggunaan kata yang serupa menunjukkan kesejajaran
pilihan yang diambil dengan hukuman yang akan diterima oleh manusia.
Anggur di ayat 10 ini adalah anggur yang dikatakan “tanpa campuran”. Dalam
bahasa aslinya, ada dua kata yang digunakan di sini yaitu kekerasmenou akratou
(κεκερασμένου ἀκράτου). Kata kekerasmenou berasal dari kata dasar kerannumi
(κεράννυμι) yang berarti to mix, to mingle, to mix wine and
water, to pour out for drinking (mencampur, mengaduk, mencampur anggur
dengan air, mencurahkan/menuangkan minuman untuk diminum). Sementara kata akratou
berasal dari kata dasar akratos (ἄκρατος) yang bermakna unmixed,
undiluted, pure (tidak tercampur, tidak diencerkan, murni). Penggunaan
kedua kata ini agak kontradiktif, karena kata pertama berbicara mengenai
mencampur atau mengencerkan (mencampur anggur dan air), tetapi kata kedua
berbicara mengenai kondisi yang tidak dicampur dan tidak diencerkan.
Oleh karena itu, saya secara pribadi berpendapat bahwa kata kekerasmenou/kerannumi
di atas lebih tepat diartikan sebagai menuangkan suatu minuman (bisa dari
gentong/kendi ke tempat yang lebih kecil lagi) namun tanpa campuran sehingga
minuman itu adalah minuman yang murni. Jika minuman yang dimaksud adalah
alkohol, maka alkohol yang dituang adalah alkohol yang murni yang tidak
dicampur/diencerkan dengan air. Dalam konteks ayat 10 ini dimana minuman yang
dimaksud adalah anggur yang melambangkan murka (ledakan perasaan) dari Allah
sendiri, hal ini dapat dimengerti sebagai suatu murka Allah yang murni, tanpa
adanya suatu “diskon/potongan/pengurangan” sama sekali.
Kita dapat melihat dalam sambungan ayat 10 tadi dimana orang-orang yang
menyembah binatang dan “patungnya” ini (yang sejajar dengan mereka yang
memiliki “tanda” di dahi dan di tangan) akan disiksa dengan api dan belerang di
depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba (ay. 10b). Ini
menunjukkan suatu hukuman yang luar biasa atas orang-orang jahat tersebut.
Dalam Alkitab, penggunaan api dan belerang menunjukkan suatu hukuman yang
dahsyat dan luar biasa (bandingkan dengan Kej 19:24, Yeh 38:22, Luk 17:29).
Kata api dan belerang juga dipakai di kitab Wahyu sebanyak enam kali, dan semuanya
menunjukkan bencana atau hukuman yang dahsyat kepada manusia yang berdosa.
Bahkan lautan api dan belerang ini menunjukkan suatu tempat dimana binatang dan
nabi palsu akan dihukum selama-lamanya (bandingkan Why 20:10, Why 21:8). Hal
yang sama digambarkan di dalam ayat selanjutnya dimana dikatakan bahwa asap api
yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam
mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta
patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya (ay. 11).
Begitu mengerikan hukuman yang diberikan Allah kepada orang-orang yang mabuk
dari anggur yang dberikan oleh Babel, yaitu anggur yang membangkitkan hawa
nafsu percabulan. Oleh karena itu kita harus senantiasa berjaga-jaga karena
penyesatan yang dibuat oleh iblis sangatlah halus dan rapi. Banyak orang yang
tidak hati-hati akan terpikat dan terjebak dalam penyembahan kepada iblis tanpa
mereka sadari. Karena ketika seseorang tidak menyembah Allah yang benar, maka
sesungguhnya mereka sedang menyembah obyek lain, yang kemungkinan besar adalah
kuasa kegelapan, bukan kuasa kerajaan surga. Oleh karena itu Rasul Yohanes
menuliskan bahwa yang terpenting adalah ketekunan dari orang-orang kudus yang
menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus (ay. 12)
Dalam ayat 12 itu, beberapa terjemahan bahasa Inggris menulis Here is
the patience/endurance of the saints yang dapat diterjemahkan “inilah
ketekunan atau daya tahan yang dimiliki oleh orang-orang kudus/orang percaya”
atau “hal inilah yang menjadi daya tahan bagi orang-orang kudus untuk dapat
bertahan”. Ada hal-hal yang membuat kita dapat bertahan dari segala macam tipu
daya iblis yaitu melalui penurutan terhadap perintah Allah dan iman yang benar
kepada Tuhan Yesus. Tanpa penurutan terhadap perintah Allah dan iman yang
benar, maka kita akan mudah terombang-ambing. Dalam hal ini tanpa iman yang
benar di dalam tuntunan Roh Kudus, kita akan menjadi sasaran empuk penyesatan
yang dilakukan oleh kerajaan kegelapan. Tanpa kita sadari kita mungkin sedang
mengecap anggur percabulan dari Babel, dan jika kita tidak berhati-hati, kita
akan terseret ke dalam hukuman kekal.
Bacaan Alkitab: Wahyu 14:6-12
14:6 Dan aku melihat seorang malaikat lain terbang di tengah-tengah langit
dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam
di atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan kaum,
14:7 dan ia berseru dengan suara nyaring: "Takutlah akan Allah dan
muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang
telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air."
14:8 Dan seorang malaikat lain, malaikat kedua, menyusul dia dan berkata:
"Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, yang telah memabukkan
segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya."
14:9 Dan seorang malaikat lain, malaikat ketiga, menyusul mereka, dan berkata
dengan suara nyaring: "Jikalau seorang menyembah binatang dan patungnya
itu, dan menerima tanda pada dahinya atau pada tangannya,
14:10 maka ia akan minum dari anggur murka Allah, yang disediakan tanpa
campuran dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di
depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba.
14:11 Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai
selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu
mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah
menerima tanda namanya."
14:12 Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti
perintah Allah dan iman kepada Yesus.