Senin, 07 Oktober 2019

Pornos dan Moichos (48): Kondisi Manusia di Akhir Zaman yang Sulit untuk Bertobat


Senin, 7 Oktober 2019
Bacaan Alkitab: Wahyu 9:20-21
Dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian. (Why 9:21)


Pornos dan Moichos (48): Kondisi Manusia di Akhir Zaman yang Sulit untuk Bertobat


Kitab Wahyu dipercaya sebagai salah satu kitab yang menubuatkan masa depan dan akhir dari kehidupan manusia di dunia ini, sebelum datangnya kerajaan Allah yang kekal. Dalam bahasa Inggris, nama kitab ini adalah Revelation, yang berarti penyingkapan atau pengungkapan. Jadi kitab Wahyu seharusnya menyingkap dan mengungkap hal-hal yang belum diketahui pada saat itu (pada saat kitab Wahyu ditulis). Banyak pasal dalam kitab Wahyu yang berbicara mengenai masa yang akan datang, baik ditinjau dari sudut pandang Yohanes (sekitar abad 1 masehi) dan juga bagi kita yang hidup saat ini. Paling tidak, dalam Wahyu 9 ini yang berbicara mengenai sangkakala kelima dan keenam, banyak dipandang oleh ahli Alkitab masih belum terjadi dan merujuk kepada kejadian di masa yang akan datang.

Berbicara mengenai ketujuh sangkakala di kitab Wahyu, maka sangkakala keenam yang menjadi konteks ayat-ayat bacaan kita hari ini, tentu tidak dapat dipisahkan dari sangkakala-sangkakala sebelumnya. Dalam ayat-ayat sebelumnya, Rasul Yohanes menuliskan bencana yang akan menimpa sepertiga dari bumi dan langit ini ketika sangkakala pertama hingga keempat ditiup (Why 8:1-13). Selanjutnya sangkakala kelima berbicara mengenai penyiksaan terhadap manusia, dan sangkakala keenam berbicara mengenai perang yang akan membunuh sepertiga manusia (Why 9:1-19). Kira-kira, apa yang akan terjadi ketika malapetaka ini dialami oleh manusia di muka bumi ini. Apakah mereka akan bertobat melihat bencana yang ada di depan mata mereka?

Dulu saya berpikir bahwa manusia jika diberikan bencana maka mereka akan bertobat, menginstropeksi diri, dan ke depannya akan berubah menjadi lebih baik lagi karena diingatkan mengenai kematian yang bisa datang kapan saja. Ternyata pemikiran saya selama ini salah. Kita ambil contoh saja di negeri kita tercinta, Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, sudah banyak bencana yang menimpa Indonesia dan menewaskan ratusan bahkan mungkin ribuan korban jiwa. Apakah penduduk Indonesia kemudian melakukan pertobatan massal dan berbalik dari jalan-jalan mereka yang jahat? Saya piker tidak. Justru bencana-bencana yang ada tidak membuat orang Indonesia menjadi lebih baik secara moral. Mereka justru sibuk mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain, bahkan tidak segan-segan menggunakan membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain, bahkan membangun opini untuk menjatuhkan orang lain. Tidak hanya di Indonesia tetapi hal ini juga terjadi di hampir semua belahan bumi. Akibatnya, semakin hari kondisi dunia ini semakin mengkhawatirkan bagi mereka yang hidup benar.

Hal ini ternyata juga sudah tertulis dalam nubuatan di kitab Wahyu. Dengan segala bencana yang terjadi atas bumi ini sejak sangkakala pertama hingga keenam, ternyata manusia lain yang tidak mati oleh malapetaka tersebut, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka yang jahat (ay. 20a). Ini adalah gambaran orang-orang yang sudah sangat jahat di akhir zaman ini. Hati nurani mereka sudah tumpul dan sudah tidak dapat diperbaiki meskipun bencana yang hebat ada di depan mata mereka sendiri. Mereka sudah tidak memikirkan kekekalan secara proporsional, karena hati mereka sudah terikat dengan hal-hal yang duniawi.

Dikatakan bahwa mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala (ay. 20b). Kata menyembah dalam ayat ini adalah proskynēsousin (προσκυνήσουσιν) dari akar kata proskuneó (προσκυνέω). Kata proskuneó ini sebenarnya lebih banyak digunakan untuk menunjukkan penyembahan kepada Tuhan, namun dalam beberapa ayat kata ini digunakan juga untuk menunjuk penyembahan kepada obyek lain, yang dalam ayat ini merujuk kepada roh-roh jahat dan berhala-berhala. Kata menyembah sendiri dalam arti sempit berarti tunduk, dan dalam arti luas berarti memberi nilai tinggi. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa manusia akhir zaman sudah tidak lagi memberi nilai tinggi kepada Tuhan, tetapi justru kepada obyek lain, dalam hal ini adalah roh jahat dan berhala-berhala.

Orang-orang ini akan menyembah roh-roh jahat yang secara tidak langsung menyembah iblis, dan juga menyembah berhala. Beberapa orang Kristen berpikir, kalau begitu aman jika kita masih menyembah Tuhan dalam ibadah-ibadah di gereja. Persoalannya tidak sesederhana itu, karena penyembahan sendiri tidak hanya boleh dipandang sebagai penyembahan di gereja, tetapi siapa yang kita berikan nilai tinggi dalam hidup kita. Kita bisa berkata “Oh Tuhan, aku menyembah-Mu” selama ibadah selama dua jam di gereja. Namun apakah dalam 22 jam lainnya, atau bahkan dalam enam hari lainnya kita sudah menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya pribadi yang kita beri nilai tinggi?

Itulah sebabnya ayat 20 ini juga harus dimaknai bahwa jika kita tidak menjadikan Tuhan sebagai pribadi yang kita beri nilai tinggi setiap saat, maka sesungguhnya ada hal lain yang kita berikan nilai tinggi, dan itulah penyembahan kita yang sebenarnya. Jadi orang dapat dikatakan menyembah roh-roh jahat atau berhala bukan karena dia berkata “Oh roh jahat, aku menyembahmu” atau “Oh berhala, aku menyembahmu”, tetapi bisa juga karena ia tidak menjadikan Tuhan sebagai obyek penyembahan yang benar dan satu-satunya dalam hidupnya.

Orang yang menyembah roh-roh jahat, berarti ia tidak menjadikan Tuhan sebagai prioritas hidupnya, dan pola pikirnya dikuasai oleh hal-hal yang bersifat jahat. Orang ini tidak segan-segan mencuri, berbohong, atau korupsi ketika ada kesempatan, selama hal itu dipandang akan menguntungkan dirinya. Melanggar hukum-hukum umum atau norma-norma sosial sudah dianggap sebagai suatu hal yang wajar dalam hidupnya, selama apa yang ia inginkan bisa tercapai meskipun harus melakukan pelanggaran moral atau pelanggaran hukum.

Sedangkan orang-orang yang menyembah berhala adalah mereka yang terikat dengan harta duniawi dan kekayaan yang bersifat fana. Tidak heran bahwa Yohanes menulis berhala-berhala yang disembah adalah berhala-berhala yang terbuat dari emas dan perak, tembaga, batu, dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan. Ayat ini memang bisa juga merujuk kepada orang-orang yang melakukan penyembahan terhadap benda-benda mati (patung-patung atau berhala-berhala) secara harafiah. Namun ayat ini juga memiliki makna figurative dimana yang diberi nilai tinggi oleh manusia akhir zaman adalah segala harta benda dunia, baik itu emas, perak, tembaga, batu maupun kayu. Semua hal akan diukur dengan ukuran harta kekayaan dunia, meskipun itu bukanlah obyek penyembahan yang benar, karena semua itu hanyalah benda mati yang fana dan tidak memiliki pribadi. Inti dari ayat 20 ini adalah bahwa manusia akhir zaman sudah tidak lagi mengerti siapa yang pantas menjadi obyek penyembahan yang benar, dan mereka akan menyembah apapun dan siapapun yang menurut mereka layak untuk disembah, sesuai dengan pola pikir mereka yang sudah rusak.

Dampak dari penyembahan yang salah ini kemudian membuat mereka juga tidak bertobat dari hal-hal jahat yang mereka lakukan. Setidaknya ada empat perbuatan jahat yang disebutkan dalam ayat ini: Pembunuhan, sihir, percabulan, dan pencurian. Inilah ciri-ciri manusia akhir zaman yang tidak segan-segan untuk membunuh, terpikat bahkan mempraktikkan hal-hal gaib dan juga sihir, hidup dalam percabulan, serta tidak segan-segan untuk mencuri atau mengambil apa yang bukan merupakan haknya atau miliknya (ay. 21). Terkait dengan percabulan yang kita bahas dalam serial renungan kita beberapa waktu belakangan ini, kita dapat melihat bahwa kata “percabulan” dalam ayat 21 ini menggunakan kata porneia (πορνεία) yang merujuk pada tindakan percabulan yang jauh lebih parah daripada hanya sekedar tindakan moicheuo. Secara tidak langsung, hal ini berarti bahwa manusia akhir zaman memang memiliki moral yang sangat rendah, di mana tindakan percabulan yang masuk kategori porneia pun sudah menjadi hal yang wajar untuk dilakukan.

Dari keempat tindakan jahat yang disebutkan di ayat 21, kita dapat melihat bahwa tindakan percabulan itu disejajarkan dengan tindakan pencurian, praktik sihir, bahkan pembunuhan. Bisa dibayangkan ada orang-orang yang memiliki moral yang sangat rendah dan dengan mudah mencuri milik orang lain (korupsi), atau dengan mudah menghilangkan nyawa orang lain karena masalah sepele, atau dengan mudah pula melakukan percabulan yang merusak hakikat pernikahan (misal: mempunyai selingkuhan, atau suka melakukan hubungan seksual dengan para pelacur). Ini adalah gambaran manusia akhir zaman seperti yang ditulis dalam Alkitab. Dan jika kita mau jujur, berita surat kabar belakangan ini pun sudah mengarah kepada ciri-ciri manusia akhir zaman. Ini menunjukkan bahwa kita sudah berada di bagian akhir dari sejarah dunia ini. Suka atau tidak suka, akan terjadi pemisahan yang hebat, dimana orang benar akan berjuang untuk semakin benar, dan orang jahat akan menjadi semakin jahat. Ketika itu terjadi, bersiap-siaplah dalam pengharapan yang benar akan kerajaan Allah, supaya kita diperkenan untuk masuk ke dalam kemuliaan bersama dengan Bapa di surga.



Bacaan Alkitab: Wahyu 9:20-21
9:20 Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan,
9:21 dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.