Minggu, 06 Oktober 2019

Pornos dan Moichos (48): Hukuman kepada “Wanita Izebel” dan Orang-orang yang Mengikutinya


Minggu, 6 Oktober 2019
Bacaan Alkitab: Wahyu 2:21-23
Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu. (Why 2:21-22)


Pornos dan Moichos (48): Hukuman kepada “Wanita Izebel” dan Orang-orang yang Mengikutinya


Pada renungan sebelumnya kita telah belajar mengenai ajaran “wanita Izebel” yang sudah masuk ke dalam jemaat Tiatira bahkan telah menyesatkan hamba-hamba Tuhan di sana. Hari ini kita akan belajar mengenai apa yang akan terjadi pada “Wanita Izebel” dan juga orang-orang yang mengikutinya tersebut.

Dalam ayat 21, Tuhan berkata bahwa Ia telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. Siapa yang dimaksud dengan dia dalam ayat ini? Dalam bahasa aslinya, digunakan kata autē (αὐτῇ) yang merupakan bentuk feminim dari kata orang ketiga tunggal. Jelas bahwa ini sebenarnya merujuk pada sosok nabiah palsu atau “wanita Izebel” yang dimaksud dalam ayat-ayat sebelumnya. Dalam konteks jemaat Tiatira pada waktu itu, bisa jadi ini merujuk pada nama salah satu nabiah palsu yang ada di kota tersebut. Tapi mengingat bahwa ketujuh jemaat ini adalah gambaran perwakilan jemaat yang ada di berbagai tempat dan waktu, maka ini bisa juga adalah menggambarkan Iblis dengan spiritnya yang mencoba menyesatkan orang percaya.

Dalam hal ini Tuhan sudah memberikan waktu kepadanya untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. Kata zinah di sini menggunakan kata porneias (πορνείας) dari akar kata porneia (πορνεία) yang dapat berarti  fornication, whoredom (perzinahan, persetubuhan di luar nikah, persetubuhan yang dilakukan atas rasa suka sama suka dan saling membutuhkan tanpa paksaan dan tanpa bayaran antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan atau perkawinan, persundalan, pelacuran atau aktivitas seksual lain tanpa memilih-milih). Kata ini juga dapat bermakna metafora sebagai idolatry (pemujaan berhala atau menyembah dewa lain selain Allah yang benar).

Karena konteks ayat 21 ini dapat dimaknai secara historis (yaitu merujuk kepada nabiah palsu di Tiatira pada zaman surat ini ditulis), secara futuris (yaitu merujuk kepada orang-orang yang mirip seperti nabiah palsu tersebut pada jemaat lain yang memiliki ciri-ciri seperti jemaat Tiatira), dan juga secara metaforis (merujuk kepada Iblis yang tidak mau bertobat). Oleh karena itu, kita tidak bisa memaksakan bahwa ayat ini lebih tepat ditujukan kepada satu obyek tertentu. Tetapi kita harus melihat ciri dari obyek yang dimaksud yaitu bahwa meskipun sudah diberi kesempatan oleh Allah, tetapi nyatanya ia tetap tidak mau bertobat dari perzinahan yang ia lakukan.

Oleh karena itu, ada hukuman bagi mereka yang tidak mau bertobat, yaitu akan dilemparkan Tuhan ke atas ranjang orang sakit (ay. 22a). Kata ranjang orang sakit ini menggunakan kata kline (κλίνη) yang dapat  berarti  a couch, bed, portable bed or mat, a couch for reclining at meals, possibly also a bier (dipan, ranjang, tilam, tempat tidur, tempat tidur/tikar yang dapat dibawa-bawa, semacam sofa/kursi malas yang digunakan untuk berbaring pada saat perjamuan, kemungkinan juga adalah sebuah tandu/usungan). Kata ini cukup umum digunakan dalam Alkitab di Perjanjian Baru, pada umumnya merujuk kepada tempat tidur yang digunakan oleh orang sakit (Mat 9:2, Mat 9:6, Luk 5:18), tempat tidur secara umum (Mrk 4:21, Mrk 7:30, Luk 8:16, Luk 17:34). Dalam penggunaannya di ayat 22, saya belum dapat menyimpulkan dengan pasti apakah kata kline ini bermakna tempat tidur/ranjang/tandu untuk orang sakit, ataukah hanya bermakna tempa tidur secara umum, yang dapat digunakan untuk melakukan perzinahan. Frasa “melemparkan dia ke atas ranjang” bisa bermakna untuk memberi hukuman berupa sakit kepada orang yang bersalah, tetapi bisa juga bermakna konotatif seperti mempersilahkan orang lain untuk berzinah dengan orang tersebut.

Namun terlepas dari pembahasan kita di paragraf di atas, kita harus tahu bahwa setiap kesalahan yang kita lakukan pasti memiliki konsekuensi. “Wanita Izebel” tersebut (apapun makna yang kita pahami) telah menerima hukuman yaitu dilemparkan ke ranjang (bisa bermakna ranjang orang sakit yang menunjuk hukuman Tuhan). Dan orang-orang yang juga berbuat zinah dengan dia akan dilemparkan pula ke dalam kesukaran besar. Kata “berbuat zinah” dalam ayat 22 ini menggunakan kata yang berbeda dengan ayat 21. Dalam ayat 22, digunakan kata moicheuontas (μοιχεύοντας) dari akar kata moicheuó (μοιχεύω) yang merupakan percabulan tetapi dengan tingkatan yang dipandang lebih rendah daripada porneia.

Namun jangan salah menyangka bahwa orang yang melakukan moicheuó lebih “aman”. Jangan sampai ada pemikiran bahwa “Oh, kalau begitu kita melakukan sampai tingkatan moicheuó saja, kan tidak sampai mencapai tingkat porneia”. Kenyataannya, porneia pun dimulai dari tindakan moicheuó yang tidak segera dihilangkan, sehingga lambat laun bertambah dan bertumpuk-tumpuk hingga mencapai level porneia. Bahkan dalam ayat ini juga ditulis bahwa mereka (merujuk kepada orang-orang Kristen/jemaat Tuhan bahkan mungkin hamba-hamba Tuhan) yang berbuat zinah dengan “wanita Izebel” itu akan dilemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan “wanita Izebel” itu (ay. 22b).

Jelas bahwa jemaat di Tiatira ini sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Hamba-hamba Tuhan di sana sudah mengikuti ajaran “wanita Izebel” ini dan bahkan sudah dipandang melakukan zinah (moicheuó) dengan “wanita Izebel” ini. Akibatnya, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu, maka mereka akan dilemparkan Tuhan ke dalam kesukaran besar. Kesukaran yang besar ini juga dapat merujuk kepada kesukaran sebagai konsekuensi atas kesalahan orang-orang percaya itu, atau juga dapat merujuk kepada waktu kesukaran atau waktu yang sukar secara umum. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ini merujuk pada hukuman kekal di neraka. Karena memang kitab Wahyu ini penuh dengan symbol, maka semua kemungkinan tersebut bisa saja benar. Sehingga poin yang harus kita ambil di ayat ini adalah pentingnya pertobatan supaya kita tidak terkena hukuman dari Allah berupa kesukaran besar itu.

Bahkan jika melihat di ayat selanjutnya, ada hukuman yang lebih dahsyat lagi yaitu anak-anaknya akan dimatikan oleh Tuhan (ay. 23a). Jika kita membaca sekilas, kita akan berpikir bahwa ini masih merupakan sambungan dari ayat sebelumnya (ayat 22) yang menunjuk kepada hukuman bagi orang-orang yang berzinah dengan wanita Izebel itu, dimana anaknya kemudian akan mati. Oleh sebab itu, ada sebagian kecil orang Kristen yang kemudian berkata: “Tuh buktinya orang itu anaknya tidak mati, berarti dia tidak berdosa dong”.

Sebenarnya dalam ayat 23 ini, akhiran “-nya” yang dimaksud di sini merujuk kepada “wanita Izebel” itu. Jadi anak-anaknya yang dimaksud dalam ayat ini merujuk kepada anak-anak dari “wanita Izebel” tersebut. Kata anak-anak di sini juga tidak menggunakan kata huios atau nothos tetapi menggunakan kata teknon (τέκνον) yang selain bermakna children (anak-anak), namun juga lebih sering diartikan sebagai descendent, inhabitans (keturunan, penduduk/penghuni/warga). Jadi anak-anaknya disini berarti adalah orang-orang yang mewarisi karakter dari “wanita Izebel” ini. Ketika Tuhan berkata bahwa Ia akan mematikan anak-anak Izebel, maka itu juga bisa bermakna kematian jasmani maupun kematian rohani. Namun demikian, dalam tulisannya lebih lanjut dikatakan bahwa semua jemaat akan mengetahui bahwa Allah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Ia akan membalaskan perbuatan dari setiap orang (ay. 23b).

Dalam bahasa aslinya, kata mengetahui menggunakan kata gnōsontai (γνώσονται) dari akar kata ginóskó (γινώσκω). Dalam bahasa Yunani, ada dua kata yang umum diterjemahkan sebagai kata “tahu”, yaitu kata eidó dan ginóskó. Kata eidó ini lebih bermakna sebagai “tahu karena melihat dengan mata”. Sementara kata ginóskó lebih bermakna sebagai “tahu karena mengalami sendiri”. Itulah sebabnya kata ginóskó juga cukup sering diterjemahkan sebagai “mengenal”, karena membutuhkan suatu pengalaman pribadi terhadap obyek yang dimaksud.

Ketika kata ginóskó ini digunakan di ayat 23 ini, maka kita akan mengerti bahwa jemaat yang dimaksud oleh Tuhan akan mengalami sendiri fakta bagaimana orang-orang yang mewarisi ajaran “wanita Izebel” itu menerima hukuman dari Allah. Ingat bahwa hukuman itu tidak boleh hanya dipandang bahwa mereka akan menerima azab di dunia ini, hidupnya susah, miskin, sakit-sakitan, dan lain sebagainya. Tetapi jemaat akan mengalami sendiri bahwa orang-orang seperti ini tidak memiliki keagungan sebagai anak-anak Allah yang sah. Mereka bisa jadi adalah orang-orang yang sukses, kaya, terhormat di mata manusia, dan sebagainya. Namun dalam pengalaman dan interaksi dengan orang-orang seperti ini, orang percaya yang peka akan suara Tuhan akan mengerti bahwa orang-orang tersebut mungkin sudah memiliki kerohanian yang sudah mati, dan sangat mungkin juga sudah melihat bagaimana nantinya akhir hidup dari orang-orang yang jahat di mata Tuhan.

Memang Allah adalah pribadi yang menguji (memeriksa) batin dan hati orang, dan kedua hal ini cukup sulit untuk dapat dilihat oleh orang lain, khususnya orang yang tidak cukup sering berinteraksi. Namun bagi jemaat yang memang berinteraksi dengan orang-orang ini (karena memang para pengikut “wanita Izebel” ini, maka mereka pasti mengalami banyak momen dimana isi batin dan hati seseorang akan nampak keluar dari perbuatannya maupun perkataannya. Meskipun memang dikatakan Allah menguji batin dan hati orang, tetapi pembalasan Allah adalah terhadap perbuatannya (bukan terhadap iman, yaitu keyakinan dalam pikiran saja).

Jelas bahwa seseorang bisa saja berkata “Oh, saya percaya kepada Yesus kok” atau “Oh saya sih beriman kepada Yesus”. Akan tetapi, membuktikan iman percaya itu dalam perbuatan sehari-hari adalah suatu hal yang sangat sukar. Dan persoalannya adalah Tuhan tidak menghakimi iman (dalam hal ini iman berupa keyakinan pikiran saja), tetapi Ia menghakimi iman yang benar (yaitu iman yang tercermin dalam perbuatan manusia). Betapa menakutkannya jika selama ini kita sudah merasa yakin dan “sok tahu” bahwa kita akan masuk surga hanya karena percaya dalam nalar atau memiliki keyakinan pikiran kita sudah diselamatkan, sedangkan perbuatan hidup kita masih jauh dari kekudusan. Betapa berbahayanya jika tanpa kita sadari ternyata kita pun sudah mengikuti dan mewarisi ajaran “wanita Izebel” itu dan bahkan juga sudah mengajarkannya kepada orang lain. Jika kita tidak bertobat, kita akan dilemparkan ke dalam kesukaran besar, bahkan akan dimatikan oleh Tuhan, sebagai balasan atas perbuatan kita yang jahat di mata-Nya.



Bacaan Alkitab: Wahyu 2:21-23
2:21 Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya.
2:22 Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.
2:23 Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.