Minggu,
6 Oktober 2019
Bacaan Alkitab: Wahyu 2:21-23
Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat
dari zinahnya. Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke
atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan
Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari
perbuatan-perbuatan perempuan itu. (Why 2:21-22)
Pornos dan Moichos (48): Hukuman kepada “Wanita Izebel” dan Orang-orang yang Mengikutinya
Pada
renungan sebelumnya kita telah belajar mengenai ajaran “wanita Izebel” yang
sudah masuk ke dalam jemaat Tiatira bahkan telah menyesatkan hamba-hamba Tuhan
di sana. Hari ini kita akan belajar mengenai apa yang akan terjadi pada “Wanita
Izebel” dan juga orang-orang yang mengikutinya tersebut.
Dalam
ayat 21, Tuhan berkata bahwa Ia telah memberikan dia waktu untuk bertobat,
tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. Siapa yang dimaksud dengan dia
dalam ayat ini? Dalam bahasa aslinya, digunakan kata autē (αὐτῇ) yang merupakan
bentuk feminim dari kata orang ketiga tunggal. Jelas bahwa ini sebenarnya
merujuk pada sosok nabiah palsu atau “wanita Izebel” yang dimaksud dalam ayat-ayat
sebelumnya. Dalam konteks jemaat Tiatira pada waktu itu, bisa jadi ini merujuk
pada nama salah satu nabiah palsu yang ada di kota tersebut. Tapi mengingat
bahwa ketujuh jemaat ini adalah gambaran perwakilan jemaat yang ada di berbagai
tempat dan waktu, maka ini bisa juga adalah menggambarkan Iblis dengan
spiritnya yang mencoba menyesatkan orang percaya.
Dalam hal
ini Tuhan sudah memberikan waktu kepadanya untuk bertobat, tetapi ia tidak mau
bertobat dari zinahnya. Kata zinah di sini menggunakan kata porneias (πορνείας)
dari akar kata porneia (πορνεία) yang dapat berarti fornication,
whoredom (perzinahan, persetubuhan
di luar nikah, persetubuhan yang dilakukan atas rasa suka sama suka dan saling
membutuhkan tanpa paksaan dan tanpa bayaran antara laki-laki dan perempuan yang
tidak terikat pernikahan atau perkawinan, persundalan, pelacuran atau aktivitas
seksual lain tanpa memilih-milih). Kata ini juga dapat bermakna metafora
sebagai idolatry (pemujaan berhala atau menyembah dewa lain selain
Allah yang benar).
Karena
konteks ayat 21 ini dapat dimaknai secara historis (yaitu merujuk kepada nabiah
palsu di Tiatira pada zaman surat ini ditulis), secara futuris (yaitu merujuk
kepada orang-orang yang mirip seperti nabiah palsu tersebut pada jemaat lain
yang memiliki ciri-ciri seperti jemaat Tiatira), dan juga secara metaforis
(merujuk kepada Iblis yang tidak mau bertobat). Oleh karena itu, kita tidak
bisa memaksakan bahwa ayat ini lebih tepat ditujukan kepada satu obyek tertentu.
Tetapi kita harus melihat ciri dari obyek yang dimaksud yaitu bahwa meskipun
sudah diberi kesempatan oleh Allah, tetapi nyatanya ia tetap tidak mau bertobat
dari perzinahan yang ia lakukan.
Oleh
karena itu, ada hukuman bagi mereka yang tidak mau bertobat, yaitu akan
dilemparkan Tuhan ke atas ranjang orang sakit (ay. 22a). Kata ranjang orang
sakit ini menggunakan kata kline (κλίνη) yang dapat
berarti a couch, bed, portable bed or mat, a couch for
reclining at meals, possibly also a bier (dipan,
ranjang, tilam, tempat tidur, tempat tidur/tikar yang dapat dibawa-bawa, semacam
sofa/kursi malas yang digunakan untuk berbaring pada saat perjamuan,
kemungkinan juga adalah sebuah tandu/usungan). Kata ini cukup umum digunakan
dalam Alkitab di Perjanjian Baru, pada umumnya merujuk kepada tempat tidur yang
digunakan oleh orang sakit (Mat 9:2, Mat 9:6, Luk 5:18), tempat tidur secara
umum (Mrk 4:21, Mrk 7:30, Luk 8:16, Luk 17:34). Dalam penggunaannya di ayat 22,
saya belum dapat menyimpulkan dengan pasti apakah kata kline ini
bermakna tempat tidur/ranjang/tandu untuk orang sakit, ataukah hanya bermakna
tempa tidur secara umum, yang dapat digunakan untuk melakukan perzinahan. Frasa
“melemparkan dia ke atas ranjang” bisa bermakna untuk memberi hukuman berupa
sakit kepada orang yang bersalah, tetapi bisa juga bermakna konotatif seperti
mempersilahkan orang lain untuk berzinah dengan orang tersebut.
Namun
terlepas dari pembahasan kita di paragraf di atas, kita harus tahu bahwa setiap
kesalahan yang kita lakukan pasti memiliki konsekuensi. “Wanita Izebel”
tersebut (apapun makna yang kita pahami) telah menerima hukuman yaitu
dilemparkan ke ranjang (bisa bermakna ranjang orang sakit yang menunjuk hukuman
Tuhan). Dan orang-orang yang juga berbuat zinah dengan dia akan dilemparkan pula
ke dalam kesukaran besar. Kata “berbuat zinah” dalam ayat 22 ini menggunakan
kata yang berbeda dengan ayat 21. Dalam ayat 22, digunakan kata moicheuontas (μοιχεύοντας)
dari akar kata moicheuó (μοιχεύω) yang merupakan percabulan tetapi dengan
tingkatan yang dipandang lebih rendah daripada porneia.
Namun
jangan salah menyangka bahwa orang yang melakukan moicheuó lebih “aman”. Jangan sampai
ada pemikiran bahwa “Oh, kalau begitu kita melakukan sampai tingkatan moicheuó saja, kan
tidak sampai mencapai tingkat porneia”. Kenyataannya, porneia pun dimulai dari tindakan moicheuó yang
tidak segera dihilangkan, sehingga lambat laun bertambah dan bertumpuk-tumpuk
hingga mencapai level porneia. Bahkan dalam ayat ini juga ditulis bahwa mereka (merujuk
kepada orang-orang Kristen/jemaat Tuhan bahkan mungkin hamba-hamba Tuhan) yang
berbuat zinah dengan “wanita Izebel” itu akan dilemparkan ke dalam kesukaran
besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan “wanita Izebel” itu
(ay. 22b).
Jelas
bahwa jemaat di Tiatira ini sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Hamba-hamba
Tuhan di sana sudah mengikuti ajaran “wanita Izebel” ini dan bahkan sudah
dipandang melakukan zinah (moicheuó) dengan “wanita Izebel” ini. Akibatnya, jika
mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu, maka mereka akan
dilemparkan Tuhan ke dalam kesukaran besar. Kesukaran yang besar ini juga dapat
merujuk kepada kesukaran sebagai konsekuensi atas kesalahan orang-orang percaya
itu, atau juga dapat merujuk kepada waktu kesukaran atau waktu yang sukar
secara umum. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ini merujuk
pada hukuman kekal di neraka. Karena memang kitab Wahyu ini penuh dengan symbol,
maka semua kemungkinan tersebut bisa saja benar. Sehingga poin yang harus kita
ambil di ayat ini adalah pentingnya pertobatan supaya kita tidak terkena
hukuman dari Allah berupa kesukaran besar itu.
Bahkan
jika melihat di ayat selanjutnya, ada hukuman yang lebih dahsyat lagi yaitu
anak-anaknya akan dimatikan oleh Tuhan (ay. 23a). Jika kita membaca sekilas,
kita akan berpikir bahwa ini masih merupakan sambungan dari ayat sebelumnya
(ayat 22) yang menunjuk kepada hukuman bagi orang-orang yang berzinah dengan
wanita Izebel itu, dimana anaknya kemudian akan mati. Oleh sebab itu, ada sebagian
kecil orang Kristen yang kemudian berkata: “Tuh buktinya orang itu anaknya
tidak mati, berarti dia tidak berdosa dong”.
Sebenarnya
dalam ayat 23 ini, akhiran “-nya” yang dimaksud di sini merujuk kepada “wanita
Izebel” itu. Jadi anak-anaknya yang dimaksud dalam ayat ini merujuk kepada
anak-anak dari “wanita Izebel” tersebut. Kata anak-anak di sini juga tidak menggunakan
kata huios atau nothos tetapi menggunakan kata teknon (τέκνον) yang selain
bermakna children (anak-anak), namun juga lebih sering diartikan
sebagai descendent, inhabitans (keturunan, penduduk/penghuni/warga). Jadi
anak-anaknya disini berarti adalah orang-orang yang mewarisi karakter dari “wanita
Izebel” ini. Ketika Tuhan berkata bahwa Ia akan mematikan anak-anak Izebel,
maka itu juga bisa bermakna kematian jasmani maupun kematian rohani. Namun
demikian, dalam tulisannya lebih lanjut dikatakan bahwa semua jemaat akan
mengetahui bahwa Allah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Ia akan
membalaskan perbuatan dari setiap orang (ay. 23b).
Dalam bahasa aslinya, kata mengetahui
menggunakan kata gnōsontai (γνώσονται) dari akar kata ginóskó (γινώσκω). Dalam bahasa Yunani, ada dua kata yang umum diterjemahkan sebagai
kata “tahu”, yaitu kata eidó dan
ginóskó. Kata eidó ini lebih bermakna sebagai “tahu karena melihat dengan mata”.
Sementara kata ginóskó lebih bermakna sebagai “tahu karena
mengalami sendiri”. Itulah sebabnya kata ginóskó juga cukup sering
diterjemahkan sebagai “mengenal”, karena membutuhkan suatu pengalaman pribadi
terhadap obyek yang dimaksud.
Ketika kata ginóskó ini digunakan di ayat 23 ini, maka kita akan mengerti bahwa jemaat yang
dimaksud oleh Tuhan akan mengalami sendiri fakta bagaimana orang-orang yang mewarisi
ajaran “wanita Izebel” itu menerima hukuman dari Allah. Ingat bahwa hukuman itu
tidak boleh hanya dipandang bahwa mereka akan menerima azab di dunia ini,
hidupnya susah, miskin, sakit-sakitan, dan lain sebagainya. Tetapi jemaat akan
mengalami sendiri bahwa orang-orang seperti ini tidak memiliki keagungan
sebagai anak-anak Allah yang sah. Mereka bisa jadi adalah orang-orang yang
sukses, kaya, terhormat di mata manusia, dan sebagainya. Namun dalam pengalaman
dan interaksi dengan orang-orang seperti ini, orang percaya yang peka akan
suara Tuhan akan mengerti bahwa orang-orang tersebut mungkin sudah memiliki kerohanian
yang sudah mati, dan sangat mungkin juga sudah melihat bagaimana nantinya akhir
hidup dari orang-orang yang jahat di mata Tuhan.
Memang Allah adalah pribadi yang menguji
(memeriksa) batin dan hati orang, dan kedua hal ini cukup sulit untuk dapat
dilihat oleh orang lain, khususnya orang yang tidak cukup sering berinteraksi.
Namun bagi jemaat yang memang berinteraksi dengan orang-orang ini (karena
memang para pengikut “wanita Izebel” ini, maka mereka pasti mengalami banyak
momen dimana isi batin dan hati seseorang akan nampak keluar dari perbuatannya
maupun perkataannya. Meskipun memang dikatakan Allah menguji batin dan hati orang,
tetapi pembalasan Allah adalah terhadap perbuatannya (bukan terhadap iman,
yaitu keyakinan dalam pikiran saja).
Jelas bahwa seseorang bisa saja berkata “Oh,
saya percaya kepada Yesus kok” atau “Oh saya sih beriman kepada Yesus”. Akan
tetapi, membuktikan iman percaya itu dalam perbuatan sehari-hari adalah suatu
hal yang sangat sukar. Dan persoalannya adalah Tuhan tidak menghakimi iman
(dalam hal ini iman berupa keyakinan pikiran saja), tetapi Ia menghakimi iman
yang benar (yaitu iman yang tercermin dalam perbuatan manusia). Betapa
menakutkannya jika selama ini kita sudah merasa yakin dan “sok tahu” bahwa kita
akan masuk surga hanya karena percaya dalam nalar atau memiliki keyakinan
pikiran kita sudah diselamatkan, sedangkan perbuatan hidup kita masih jauh dari
kekudusan. Betapa berbahayanya jika tanpa kita sadari ternyata kita pun sudah
mengikuti dan mewarisi ajaran “wanita Izebel” itu dan bahkan juga sudah
mengajarkannya kepada orang lain. Jika kita tidak bertobat, kita akan
dilemparkan ke dalam kesukaran besar, bahkan akan dimatikan oleh Tuhan, sebagai
balasan atas perbuatan kita yang jahat di mata-Nya.
Bacaan Alkitab: Wahyu 2:21-23
2:21 Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau
bertobat dari zinahnya.
2:22 Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan
mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar,
jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.
2:23 Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui,
bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan
kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.