Kamis, 03 Oktober 2019

Pornos dan Moichos (45): Belajar dari Sodom dan Gomora


Kamis, 3 Oktober 2019
Bacaan Alkitab: Yudas 1:3-7
Sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang. (Yud 1:7)


Pornos dan Moichos (45): Belajar dari Sodom dan Gomora


Ada banyak kejadian percabulan yang ditulis dalam Alkitab, baik yang melibatkan orang-orang awam hingga orang-orang yang terpandang seperti pemimpin umat, raja, dan lain sebagainya. Namun saya rasa tidak ada kisah yang lebih dramatis selain apa yang terjadi di kota Sodom dan Gomora. Begitu parahnya praktik percabulan di kota Sodom dan Gomora sehingga pada akhirnya kedua kota tersebut dihukum Tuhan dengan cara yang tidak terbayangkan oleh manusia. Begitu parahnya praktik percabulan di sana sehingga nama kota tersebut dijadikan menjadi nama salah satu praktik homoseksual, yaitu sodomi.

Semua kisah mengenai percabulan, orang yang melakukannya, dalam beberapa hal juga latar belakang kejadian, serta hukuman yang ditimpakan kepada orang-orang tersebut yang tercatat di dalam Alkitab, seharusnya menjadi peringatan dan pelajaran bagi kita semua supaya kita jangan sampai melakukan kesalahan di hadapan-Nya supaya kita jangan sampai menerima murka-Nya. Dalam kitab ini Yudas (yang bukan Yudas Iskariot tetapi Yudas saudara Yakobus) menulis kepada para pembaca (yaitu jemaat Tuhan) mengenai keselamatan (ay. 3a).

Jelas bahwa keselamatan itu adalah anugerah Allah yang diberikan kepada orang-orang pilihan-Nya untuk dapat mengenakan hidup yang berkualitas karena kehadiran Yesus Kristus di dalam hidup orang percaya. Keselamatan apa yang hendak ditekankan oleh Yudas dalam suratnya yang singkat ini? Yudas menulis dan menasehati jemaat supaya mereka tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus, yaitu orang-orang percaya (ay. 3b). Apakah dengan demikian maka keselamatan bisa hilang?

Jika memandang keselamatan sebagai suatu anugerah, tentu kita akan dapat mengerti bahwa manusia tidak dapat memperoleh keselamatan dengan usahanya sendiri, dengan perbuatan baik sebaik apapun. Manusia hanya bisa diselamatkan melalui anugerah Allah melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib yang menebus dosa dunia. Oleh karena itu, memang tidak ada keselamatan di luar Tuhan Yesus Kristus. Akan tetapi, karena keselamatan adalah anugerah, maka perlu ada respon yang memadai dari manusia yang menerima anugerah. Kalau Tuhan sudah memberikan keselamatan, bukan berarti kita kemudian berdiam diri dan berkata “Yes, saya sudah selamat, jadi saya bebas melakukan apapun dan saya pasti tetap selamat”. Keselamatan adalah suatu hal yang progresif, yang harus dipertahankan dengan penuh perjuangan dalam hidup kita masing-masing. Salah satu contoh yang diberikan kepada jemaat mula-mula adalah ketika mereka terancam aniaya, apakah mereka tetap berjuang sampai akhir atau “menyerah di tengah jalan”.

Salah satu hal yang berbahaya adalah adanya orang-orang tertentu yang menyelusup di tengah-tengah jemaat (ay. 4a). Inilah guru-guru palsu atau saudara-saudara palsu yang membuat orang percaya tidak dapat bertumbuh dalam iman yang benar. Mereka akan mempengaruhi orang percaya sehingga mereka yang tidak bertumbuh akan dapat terseret ke dalam hukuman Allah. Mereka adalah kelompok orang-orang yang sudah disiapkan hukuman oleh Tuhan (ay. 4b). Ciri-ciri kelompok orang ini adalah mereka yang disebut sebagai orang fasik, yaitu mereka yang menyalahgunakan kasih karunia Allah (ay. 4c). Apakah kasih karunia dapat disalahgunakan? Apakah itu berarti kasih karunia Allah tidak sempurna?

Tentu anugerah dan kasih karunia Allah adalah anugerah dan kasih karunia yang sempurna. Namun anugerah itu memerlukan iman yang sempurna juga untuk meresponinya. Ibarat beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa dimana semua biaya kuliah, biaya hidup, dan lain sebagainya sudah diberikan secara penuh kepada mahasiswa tersebut. Bukan berarti si mahasiswa pasti akan lulus karena beasiswa yang diberikan, tetapi perlu ada respon yang memadai dari mahasiswa itu untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan menyelesaikan setiap mata kuliah hingga akhir sehingga beasiswa itu dapat terealisasi dengan sempurna dalam hidupnya. Apakah beasiswa itu bisa disalahgunakan? Tentu bisa, dimana uang yang diberikan bisa dipakai untuk hal-hal yang tidak benar, misal untuk berfoya-foya atau untuk dibelikan narkoba.

Dalam analogi di atas, siapakah yang salah ketika mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh namun ternyata gagal dalam studinya? Apakah beasiswanya yang salah, pemberi beasiswanya yang salah, atau mahasiswanya yang salah? Kesalahan dalam contoh di atas terjadi karena adanya “penyalahgunaan” atas anugerah atau kasih karunia yang diberikan. Oleh karena itu pantas bahwa mereka disebut sebagai orang-orang yang fasik karena mereka melampiaskan hawa nafsu mereka dan dengan demikian menyangkal Tuhan Yesus Kristus (ay. 4d). Ini berbicara mengenai bagaimana orang fasik tersebut tidak mengendalikan hawa nafsu mereka dan dengan demikian menjadikan hawa nafsu mereka sebagai “Tuhan” mereka dan dengan demikian menyangkal Yesus Kristus sebagai Tuhan.

Tetapi walaupun sebenarnya jemaat Tuhan sudah mengetahui semuanya itu (melalui khotbah dan pengajaran para rasul dan pemimpin jemaan) dan tentu tidak meragukannya lagi, Yudas kembali mengingatkan mengenai prinsip keselamatan sekali lagi. Dalam hal ini, Yudas memberi contoh bagaimana Tuhan menyelamatkan umat Israel dari tanah Mesir, tetapi pada akhirnya mereka yang tidak percaya akan binasa (ay. 5). Lalu apakah hubungan dari keselamatan dengan iman percaya? Bukankah jika Allah memberi anugerah keselamatan maka orang yang diberi anugerah pasti percaya kepada-Nya?

Dalam hal ini kita harus mengerti benar makna kata percaya yang sama sekali tidak sederhana. Tingkat percaya yang benar adalah percaya yang ditunjukkan melalui hidup kita yang berbuah. Tidak mungkin orang bisa berkata “Saya percaya kok kepada Tuhan Yesus, sehingga saya percaya sudah menerima keselamatan” tetapi hidupnya masih terus hidup di dalam dosa. Jika orang mengaku percaya, ia harus menunjukkan percayanya tersebut dalam hidupnya dengan buah-buah pertobatan dan buah Roh yang nyata dan dapat dinikmati sesama terlebih dinikmati Tuhan. Jangan seperti orang Israel yang ketika diselamatkan dari tanah Mesir memuji Tuhan tetapi ketika berjalan di padang gurun justru menyembah patung dewa lain dan mengkhianati Tuhan sebagai bukti ketidakpercayaan mereka. Hidup ini adalah pembuktian apakah kita dapat mempertahankan iman percaya kita sampai akhir, ataukah kita akhirnya akan gugur di tengah jalan.

Dalam hal ini Yudas memberi contoh yaitu malaikat-malaikat yang tidak taat terhadap batas kekusasaan mereka dan meninggalkan tempat kediaman mereka (ay. 6a). Ini kemungkinan merujuk ketika ada malaikat-malaikat yang jatuh karena mengikuti pemberontakan iblis/lucifer. Dalam ayat lain juga dikatakan bahwa malaikat pun bisa didapati tersesat (Ayb 4:18). Dan kepada malaikat-malaikat yang tersesat dan dengan demikian menunjukkan ketidakpercayaan mereka atas pemerintahan Allah, maka Tuhan pun menyiapkan hukuman bagi mereka berupa belenggu abadi dalam dunia kekelaman hingga pada datangnya hari penghakiman tersebut (ay. 6b).

Contoh lain yang disampaikan oleh Yudas adalah mengenai penduduk kota Sodom dan Gomora yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan yang tidak wajar, dimana mereka pada akhirnya dihukum dengan siksaan api kekal sebagai peringatan bagi orang-orang (ay. 7). Perhatikan frasa “dengan cara yang sama”, di mana hal ini menunjukkan contoh yang sama atas ketidakpercayaan yang mendatangkan hukuman, sama seperti orang Israel yang berguguran di tengah padang gurun, maupun malaikat yang akhirnya jatuh dan tersesat.

Apakah yang dilakukan oleh para penduduk Sodom dan Gomora? Ayat 7 ini menunjukkan dosa mereka yaitu melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tidak wajar (ay. 7a). Kata percabulan dalam hal ini adalah ekporneuó (ἐκπορνεύω) yang berarti menyerahkan diri mereka sendiri kepada percabulan. Untuk dapat mengerti kata ini, kita perlu melihat contoh lain yaitu mengejar kepuasan-kepuasan yang tidak wajar. Tentu ayat ini merujuk kepada tindakan amoral yang tidak wajar pada masa itu, yaitu melakukan hubungan seksual antara laki-laki dengan laki-laki. Hal ini terlihat jelas dalam perikop mengenai Sodom dan Gomora, dimana mereka ingin “memperkosa” malaikat Tuhan yang datang ke kota Sodom dan Gomora untuk menyelamatkan Lot (Kej 19:1-29). Betapa sudah rusaknya moral Sodom dan Gomora, dan suka atau tidak suka, hal itu mempengaruhi pemikiran orang-orang yang tinggal di sana termasuk anak-anak perempuan Lot yang akhirnya tidur dan mempunyai anak dengan ayahnya sendiri.

Berbicara tentang kepuasan seksual, tentu ada kepuasan seksual yang kudus, yaitu di dalam hubungan seksual antara suami dan istri yang diberkati Tuhan. Di luar itu adalah kepuasan seksual yang tidak wajar. Dewasa ini ada banyak berita mengenai hubungan seksual yang tidak wajar, antara lain: melakukan hubungan seksual dengan orang lain (di luar suami/istri yang sah), melakukan hubungan seksual sesama jenis, melakukan hubungan seksual dengan orang sedarah (kakak-adik, orang tua-anak), dan lain sebagainya yang tidak pantas disebutkan di sini. Betapa berbahayanya jika kita terikat akan hal yang salah dan terus mengejar hal yang salah itu.

Ingat bahwa para penduduk kota Sodom dan Gomora pada akhirnya menerima hukuman Allah. Tidak hanya nanti pada saat penghakiman akhir, tetapi mereka juga sudah menerima hukuman ketika di bumi ini karena tindakan dan kelakuan mereka yang sangat jahat. Ketika Alkitab menulis mengenai hukuman yang tidak wajar yang diterima oleh orang-orang tertentu, hal itu sebenarnya menunjukkan bahwa dosa-dosa mereka adalah di luar batas kewajaran dalam konteks masyarakat pada zaman tersebut. Kita dapat melihat hukuman Allah atas manusia pada zaman Nuh yang mati karena air bah, hukuman atas penduduk Sodom dan Gomora, hukuman atas Korah, Datan, dan Abiram, termasuk hukuman kepada Raja Herodes serta Ananias dan Safira. Sebenarnya semua hukuman tersebut memiliki maksud yang baik yaitu supaya orang lain yang melihatnya memiliki kesempatan untuk bertobat.

Menjadi persoalan sekarang ini ketika seakan-akan Tuhan diam dan tidak menghukum orang-orang yang melakukan dosa. Kita melihat bagaimana di sejumlah negara praktik homoseksual menjadi sesuatu yang wajar bahkan dilegalkan secara hukum sebagai bagian dari “hak asasi manusia”. Akan tetapi kita melihat justru negara-negara tersebut seakan-akan tidak ada masalah dan malah bertambah makmur dan maju. Hal ini bukan berarti bahwa Tuhan tidak bekerja. Justru kita tidak boleh terlena dengan kondisi ini dan berpendapat bahwa “Oh, berarti kalau tidak ada hukuman Tuhan, maka itu adalah hal yang benar ya”. Kita harus cukup belajar dari Alkitab mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Contoh-contoh dalam Alkitab sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan apa yang salah dan apa yang benar. Tidak perlu lagi berbagai alasan untuk membenarkan diri.

Ketika kita diingatkan menganai respon manusia terhadap anugerah keselamatan, serta bagaimana contoh kesalahan manusia dan hukuman yang diterima mereka, maka cukuplah itu menjadi peringatan bagi kita. Tidak perlu kita mengerti bahaya narkoba dengan mencoba menggunakan narkoba. Cukuplah kita belajar dari orang-orang di masa lalu maupun orang-orang di sekitar kita, di mana Tuhan akan menuntun kita dan mengingatkan kita supaya kita tidak melakukan kesalahan yang sama. Tidak perlu iri terhadap orang fasik yang sepertinya mujur, karena di balik itu semua, masih ada satu penghakiman lagi yang maha adil, dimana setiap kita akan menerima upah kita atas kehidupan kita, entah baik maupun jahat.



Bacaan Alkitab: Yudas 1:-7
1:3 Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.
1:4 Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.
1:5 Tetapi, sekalipun kamu telah mengetahui semuanya itu dan tidak meragukannya lagi, aku ingin mengingatkan kamu bahwa memang Tuhan menyelamatkan umat-Nya dari tanah Mesir, namun sekali lagi membinasakan mereka yang tidak percaya.
1:6 Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar,
1:7 sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.