Selasa, 13 Agustus 2019

Pornos dan Moichos (35): Harus Dimatikan


Selasa, 13 Agustus 2019
Bacaan Alkitab: Kolose 3:1-6
Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala (Kol 3:5)


Pornos dan Moichos (35): Harus Dimatikan


Salah satu prinsip dasar orang Kristen adalah mengenai kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Hal ini penting karena jika Kristus tidak benar-benar bangkit, maka sia-sialah segala iman dan pengharapan kita (1 Kor 15:14). Oleh karena itu, bapa-bapa gereja memandang hal ini sebagai hal yang penting dan masuk dalam poin-poin pada pengakuan iman rasuli. Saya rasa semua gereja yang benar pasti memiliki pengakuan iman atas hal ini, baik itu menggunakan pengakuan iman rasuli maupun membuat pengakuan iman mereka sendiri.

Kebangkitan Kristus ini menjadi hal yang sangat penting dalam dimensi iman kekristenan karena jika Kristus tidak dibangkitkan, maka kita pun juga tidak akan dibangkitkan. Oleh karena itu pengakuan iman rasuli dan pengakuan iman gereja lain yang memiliki ajaran benar pasti akan memasukkan poin mengenai kebangkitan kita (kebangkitan tubuh/kebangkitan orang mati) di dalamnya. Karena hal ini adalah hal yang sangat prinsip, maka tidak mengherankan bahwa hal kebangkitan Kristus ini adalah hal yang paling sering diserang oleh orang lain. Agama Yahudi misalnya, mencatat dan mengakui bahwa Yesus memang sudah mati di atas kayu salib, tetapi mereka tidak mengakui bahwa Yesus dibangkitkan oleh Allah Bapa. Mereka menyebarkan cerita bohong (hoax) mengenai tubuh  Yesus yang dicuri oleh murid-murid-Nya (Mat 28:11-15). Padahal sangat tidak mungkin prajurit yang menjaga kubur Yesus lari hanya karena “diserang” oleh murid-murid-Nya. Mereka sampai harus mengarang cerita bohong ini karena memang kebangkitan Kristus ini bisa membuat banyak orang percaya kepada-Nya dan meninggalkan agama Yahudi. Oleh karena itu, iblis melalui roh antikristus sejak saat itu hingga saat ini mencoba membuat orang-orang menjadi tidak percaya akan kebangkitan Yesus, sehingga Yesus hanya dianggap orang biasa atau paling tinggi dianggap sebagai nabi yang tidak pernah mati, apalagi dibangkitkan.

Padahal, kebangkitan Kristus ini memiliki makna yang luar biasa bagi kita, karena kita pun harus juga dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus (ay. 1a). Tentu supaya kita bisa dibangkitkan Bersama dengan Kristus, kita pun harus mati bersama dengan Kristus, supaya kita hidup dan bangkit bersama dengan-Nya. Ciri orang yang sudah bangkit bersama dengan Kristus adalah mencari perkara yang diatas, yaitu perkara surgawi dan bukan hal-hal duniawi lagi (ay. 1b-2). Kita harus mematikan diri kita dari hal-hal duniawi dan hidup hanya bagi kepentingan kerajaan Allah.

Bagi dunia, kita harus sudah mematikan diri kita sendiri (ay. 3a). Kita tidak boleh lagi tertarik dengan hal-hal duniawi seperti keinginan daging maupun keinginan mata. Kita tidak boleh lagi tergoda akan keindahan dunia seperti harta, tahta, maupun wanita. Artinya bukan kita tidak boleh lagi memiliki harta, menduduki posisi tinggi di perusahaan, atau memiliki istri. Namun apapun yang kita miliki, berapapun harta yang kita miliki, seberapa tinggi posisi kita di pekerjaan, maupun seberapa cantik istri kita, semua itu hanyalah sarana untuk menemukan Tuhan dan hidup bagi-Nya.

Orang yang sudah mati terhadap dunia, maka hidupnya tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah Bapa (ay. 3b). Maksud dari kata “tersembunyi” ini adalah kita Allah Bapa melindungi kita sama seperti Allah Bapa melindungi Kristus ketika ia berhasil mati bagi dunia. Tentu ayat 3b ini tidak bisa dikenakan kepada semua orang yang beragama Kristen, karena belum tentu orang yang beragama Kristen sudah mati terhadap dunia dan hidup bagi Allah. Namun bagi orang-orang yang sudah mematikan hidupnya secara duniawi, tentu akan mendapatkan suatu perlindungan Allah yang istimewa.

Oleh karena itu, menjadi pertanyaan, apa saja yang harus kita matikan? Apakah kita tidak boleh memiliki rumah, mobil, deposito, dan lain sebagainya? Apakah kita tidak boleh kaya? Justru orang percaya harus memaksimalkan potensinya demi kerajaan Tuhan. Dalam hal ini alangkah baiknya orang percaya memiliki karakter yang baik dalam marketplace atau tempat kerjanya (perusahaan, sekolah, atau bisnis/usaha yang dirintis) yaitu: bekerja keras, jujur, bisa dipercaya, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Kita harus berjuang menjadi orang yang berhasil, tetapi segala keberhasilan itu harus kita gunakan demi memuliakan Tuhan.

Oleh karena itu, hal yang harus dimatikan adalah segala sesuatu yang duniawi (ay. 5a). Paulus menuliskan sejumlah hal duniawi yang harus kita matikan, antara lain: percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala (ay. 5b). Perhatikan bahwa Paulus sekali lagi menyamakan hal-hal duniawi tersebut dengan penyembahan berhala (eidólolatria) dalam ayat ini, yang memilki makna yang hampir sama seperti yang Paulus tulis dalam suratnya ke jemaat Efesus yaitu kata eidólolatrés (Ef 5:5).

Dalam ayat 5 ini, Paulus menggunakan 5 buah kata untuk menggambarkan hal-hal duniawi yang harus dimatikan oleh orang percaya. Tiga dari lima kata tersebut memiliki kesamaan dengan kata yang digunakan dalam Ef 5:3 maupun Ef 5:5 yaitu percabulan (porneia), kenajisan (akatharsia) (yang di ayat lain diterjemahkan sebagai kecemaran), dan keserakahan (pleonexia). Memang Selain 3 kata tersebut, ada pula tambahan 2 kata lain yaitu hawa nafsu (pathos) dan nafsu jahat (epithymian kakēn dari kata epithumia dan kakos).

Kata pathos (πάθος) berbicara tentang suatu perasaan yang kuat atau emosi yang tidak dipimpin oleh Allah, seperti hal-hal yang menggunakan nafsu (strong feelings (emotions) which are not guided by God (like consuming lust)). Kata pathos ini juga dapat berarti depraved passion (gairah atu nafsu yang jahat/bejat). Jelas bahwa hawa nafsu ini juga pasti terkait dengan tindakan cabul, kecemaran, serta keserakahan. Manusia memang memiliki keinginan, akan tetapi jika keinginan tersebut tidak berada dalam tuntunan Allah dan manusia cenderung untuk tidak mengendalikan keinginan tersebut, maka hal tersebut dapat berubah menjadi hawa nafsu yang membahayakan. Contoh kecil misalnya manusia memiliki keinginan untuk sukses, naik pangkat/karir, dan menjadi pemimpin. Keinginan tersebut tentu adalah keinginan yang netral dan tidak menyalahi aturan. Namun apabila tidak dikendalikan, maka keinginan ini dapat menjadi ambisi yang liar, dengan cara menyingkirkan siapa saja dengan cara apapun demi kesuksesan karir orang tersebut.

Sementara itu kata nafsu jahat menggunakan 2 kata yaitu epithumia (ἐπιθυμία) dan kakos (κακός). Kata epithumia secara umum bermakna desire, eagerness for, inordinate desire, lust (keinginan, kehendak, gairah, hasrat, keinginan yang banyak, nafsu). Sementara kata kakos bermakna bad, evil, base, wrong, wicked (buruk, jahat, rendah, salah, durjana). Jadi hal ini menunjukkan suatu gairah/hasrat yang jahat. Kemungkinan besar kata ini juga merujuk kepada nafsu cabul, nafsu serakah, dan juga nafsu untuk melakukan kecemaran.

Oleh karena itu, kita yang mau hidup di dalam Tuhan harus mematikan semuanya itu. Tidak boleh lagi ada percabulan, kecemaran/kenajisan, keserakahan, hawa nafsu dan nafsu jahat, karena semuanya itu tidak menyenangkan hati Allah. Hal-hal yang tadi disebutkan justru membuat Allah murka (ay. 6a), karena manusia yang sudah ditebus oleh Allah sudah tidak pantas lagi melakukan hal-hal seperti itu. Jika kita yang mengaku percaya kepada Allah masih melakukan hal tersebut, maka kita dipandang sebagai orang-orang durhaka (bahasa Yunani: apeitheia/ἀπείθεια yang berarti: willful unbelief, obstinacy, disobedience, rebellious atau ketidakpercayaan yang disengaja, bandel, keras kepala, membangkang, tidak taat, tidak tunduk, mengabaikan perintah, memberontak, suka melawan, suka menentang). Jika kita sampai dipandang sebagai pemberontak oleh Allah, maka bagaimana mungkin kita dapat bisa tetap yakin bahwa Allah akan menerima kita masuk ke dalam kerajaan-Nya? Mungkin inilah yang dimaksudkan Tuhan Yesus ketika suatu saat nanti Ia akan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat 7:23).

Kita harus sadar bahwa apa yang kita lakukan selama hidup kita di dunia ini adalah suatu “taburan”, dimana suatu saat nanti kita pasti akan “menuainya”. Oleh karena itu, jika kita masih belum bersedia mematikan diri kita dari hal-hal duniawi seperti percabulan, kecemaran, keserakahan, hawa nafsu dan nafsu jahat, maka kita sesungguhnya belum mati bersama Kristus. Jika kita belum mati bersama Kristus, maka jangan harapkan kita juga akan dibangkitkan bersama Kristus.

Paulus dengan tegas mengatakan bahwa jika Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, maka kita pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan (ay. 4). Ayat ini sekilas susah dimengerti. Bagaimana mungkin Paulus berkata Kristus yang adalah hidup kita? Bukankah pribadi kita berbeda dengan pribadi Kristus? Satu-satunya penjelasan yang logis atas hal ini adalah bahwa orang percaya atau orang Kristen harus mengenakan pribadi Kristus dalam hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari tulisan Paulus yang meminta kita untuk  mengenakan pikiran dan perasaan Kristus dalam hidup kita (Flp 2:5).

Jika kita sudah hidup dan memancarkan keagungan pribadi yang mulia seperti pribadi Kristus, maka barulah kita dapat berkata bahwa Kristus adalah hidup kita. Apakah mungkin kita bisa mencapai tingkatan seperti itu? Jawabannya adalah bisa. Paulus sendiri mengatakan bahwa baginya hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp 1:21). Paulus mungkin belum sempurna, tetapi ia belajar untuk menjadi berkenan di hadapan Bapa dan pada titik ketika ia menulis surat tersebut, ia berani berkata: “Hidupku adalah Kristus”. Berapa banyak dari kita yang berani berkata demikian? Jangankan kita, orang yang sudah menjadi pendeta besar saja belum tentu berani berkata seperti itu. Mengapa kita sulit untuk mencapai level seperti Paulus? Karena kita masih belum rela melepaskan dan mematikan hal-hal duniawi tersebut.

Dalam hal percabulan misalnya, berapa banyak dari kita yang jika tanpa sengaja membuka gambar di internet yang sedikit vulgar, lalu langsung menutupnya? Atau jangan-jangan kita masih suka melihat hal-hal yang berbau pornografi, atau malah ada di antara kita yang memiliki selingkuhan. Dalam hal keserakahan, berapa banyak orang yang berani untuk menolak suap? Berapa banyak orang yang berani untuk tidak mengambil bahkan tidak menyentuh apapun yang bukan menjadi miliknya? Dalam hal ini justru banyak pendeta masih belum bisa menjadi teladan. Ketika persembahan dan persepuluhan dari jemaat menjadi semakin banyak, maka jika tidak berhati-hati akan muncul keserakahan di dalam gereja. Tidak heran ada sejumlah pendeta yang berebut kursi di dalam gereja hanya karena urusan uang. Tidak heran juga jika ada orang-orang tertentu di dalam gereja yang kaya dan mampu “menyetir” pendeta untuk melakukan apa yang mereka kehendaki dan pendeta tersebut tidak bisa melawannya karena keluarga kaya itu adalah sumber penghasilan pendeta. Terlalu banyak contoh lain yang bisa kita sebutkan dan tuliskan. Tetapi intinya kita harus belajar untuk mengenakan pribadi Kristus dalam hidup kita, supaya jika Kristus menyatakan diri, maka kita pun akan menyatakan diri bersama-sama dengan Dia di dalam kemuliaan (ay. 4b).

Dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, kita menemukan bahwa kalimat di ayat 4 seakan-akan menunjukkan bahwa Kristus akan menyatakan diri kelak (di masa yang akan datang), barulah kita menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Namun saya mencoba melihat dalam hampir semua terjemahan bahasa Inggris, kalimat yang digunakan tidak menunjukkan tenses di masa depan atau future. Kebanyakan terjemahan bahasa Inggris menggunakan kalimat: “When Christ, who is your live, appears” atau “When Christ, who is y our live, is revealed”. Terjemahan bebas dari kalimat tersebut adalah: “Ketika Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri/dinyatakan”. Sehingga saya secara pribadi berpendapat bahwa kalimat tersebut tidak secara langsung merujuk kepada peristiwa penyataan Kristus pada kedatangan-Nya yang kedua kali, tetapi sudah berlangsung saat ini yaitu ketika kita hidup.

Dalam bahasa aslinya juga digunakan kata phanerōthē (φανερωθῇ) dari akar kata phaneroó (φανερόω) dimana kata phanerōthē ini bersifat verb – aorist subjunctive passive – 3rd person singular. Jelas bahwa kata ini tidak bersifat future sehingga penyataan Kristus dalam hidup kita itu tidak dapat dipandang sebagai peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Kita harus bisa mengenakan pribadi Kristus dalam hidup kita saat ini juga, hingga pribadi Kristus dapat dinyatakan dalam hidup kita dan dapat dilihat bahkan dirasakan oleh orang lain. Jadi jika Kristus dimusuhi oleh orang banyak (khususnya orang Farisi), difitnah, dihina, dan bahkan dilukai namun tidak membalas, maka kita yang mengaku sebagai pengikut Kristus juga harus siap untuk tidak membalas jika diperlakukan seperti itu.

Barulah setelah kita bisa menghadirkan pribadi Kristus dalam hidup kita, maka kita akan dapat menyatakan diri kita bersama-sama dengan Kristus dalam kemuliaan (ay. 4b). Tentu klausul ini akan terjadi  nanti di masa yang akan datang, yaitu pada saat Kristus dating untuk kedua kalinya dan menjadi Raja dalam kerajaan-Nya yang kekal. Kata “akan menyatakan diri” dalam bahasa aslinya menggunakan kata phanerōthēsesthe (φανερωθήσεσθε) dari akar kata yang sama yaitu phaneroó (φανερόω). Namun kata phanerōthēsesthe ini menggunakan bentuk kata verb – future indicative passive – 2nd person plural atau kata kerja di masa yang akan datang.

Oleh karena itu, ayat 4 jika salah dimengerti oleh orang Kristen pada umumnya, hanya akan menjadi bermakna dangkal. Hal tersebut terjadi karena orang Kristen hanya akan menunggu Kristus menyatakan diri kelak, yaitu pada saat hari terakhir atau hari kedatangan-Nya. Namun jika kita memperhatikan dengan sungguh-sungguh kalimat di ayat 4 tersebut, jelas bahwa kita harus berjuang mengenakan pribadi Kristus sampai pada level kita dapat memancarkan pribadi Kristus tersebut dalam hidup kita sehari-hari (atau pribadi Kristus tersebut dapat dinyatakan melalui kehidupan kita). Hal ini tentu saja hanya bisa dicapai jika kita lebih dahulu mematikan diri kita dari hal-hal duniawi. Tidak mungkin ada orang bahkan pendeta sekalipun yang dapat berkata: “Saya hamba Tuhan lho. Saya wakil Tuhan lho. Ada pribadi Kristus dalam diri saya”, tetapi pada kenyataannya ia belum mematikan hal-hal duniawi dalam dirinya, seperti percabulan, kecemaran, hawa nafsu, apalagi keserakahan. Sudah menjadi tugas kita untuk mematikan semuanya itu sehingga kita bisa mengenakan pribadi Kristus, supaya suatu saat nanti kita juga dimuliakan bersama-sama dengan Kristus dalam kerajaan-Nya.




Bacaan Alkitab: Kolose 3:1-6
3:1 Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
3:2 Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
3:3 Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.
3:4 Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.
3:5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
3:6 semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.