Minggu, 25 Februari 2018

Pornos dan Moichos (7): Salah Satu Perintah Allah



Senin, 26 Februari 2018
Bacaan Alkitab: Matius 19:16-19
Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Mat 19:18-19)


Pornos dan Moichos (7): Salah Satu Perintah Allah


Bagian bacaan Alkitab kita pada hari ini memang sengaja saya tidak ambil keseluruhan perikop, karena luasnya pembahasan kita mengenai kata pornos dan moichos. Perikop ini sebenarnya berbicara tentang seorang yang datang kepada Tuhan Yesus dan bertanya, “perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (ay. 16). Tentu kalimat di atas bisa menjadi bahan ejekan bagi orang Kristen: “Mau hidup kekal kok lewat perbuatan baik? Kalau mau hidup kekal ya percaya saja sama Tuhan Yesus pasti selamat”.

Akan tetapi, menarik melihat jawaban Tuhan Yesus bahwa Ia tidak menyalahkan orang tersebut yang bertanya demikian kepada Tuhan Yesus. Tuhan bahkan tidak bilang kepada orang tersebut: “perbuatan baik itu tidak bisa menyelamatkan, percaya saja kepada-Ku supaya selamat”. Mengapa Tuhan Yesus tidak menyalahkan orang yang bertanya tersebut?

Setidaknya ada 2 kemungkinan: Kemungkinan pertama, konteks masa itu adalah dimana Tuhan Yesus sedang melakukan pelayanan-Nya. Ia belum mati di atas kayu salib. Oleh karena itu, masa-masa itu adalah masa-masa transisi dari Perjanjian Lama (yaitu hukum Taurat atau agama Yahudi) kepada Perjanjian Baru (yaitu kekristenan). Kemungkinan pertama ini memperkirakan Tuhan Yesus masih memaklumi hidup orang Yahudi pada waktu itu yang mencari hidup yang kekal melalui perbuatan baik.

Namun ada pula kemungkinan kedua, yaitu bahwa perbuatan baik adalah bukti nyata dari iman yang benar. Alkitab berkata bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:26). Jadi iman yang benar harus terlihat dari perbuatan yang benar. Orang yang beriman dengan benar pasti juga berbuat benar. Tidak mungkin orang yang memiliki iman yang benar kepada Tuhan, tetapi hidupnya masih suka mencuri, merampok, membunuh, berzinah, dan lain sebagainya. Iman yang benar pasti terwujud melalui karakter kehidupan yang benar. Tetapi hal ini tentu tidak boleh dibalik, dalam artian hanya berusaha terlihat baik dari luar tetapi hatinya busuk (seperti yang dilakukan oleh orang Farisi dan ahli Taurat).

Dalam bahasa aslinya, kata “perbuatan baik” adalah agathon (ἀγαθὸν) dari akar kata agathos (ἀγαθός). Kata agathos ini adalah kata adjective (keterangan) yang tidak hanya bermakna good (baik) tetapi juga upright, honorable (jujur, tulus, lurus, terhormat, luhur, mulia). Jadi kata agathos di sini sebenarnya lebih tepat diterjemahkan “hal-hal yang baik” atau “kebaikan” dan tidak hanya “perbuatan yang baik” saja. Orang tersebut sadar bahwa ia merindukan hidup yang kekal, dan tentu untuk memperolehnya, ia harus melakukan apa ayang baik. Orang tersebut hendak bertanya kepada Tuhan: “Kebaikan apakah yang harus kulakukan supaya memperoleh hidup yang kekal Tuhan?”. Ia sadar bahwa untuk memperoleh hidup yang kekal, harus ada suatu kebaikan yang sampai kepada level berkenan kepada Tuhan, sampai kepada level yang sesuai dengan standar Tuhan.

Kata “hidup yang kekal” dalam ayat ini menggunakan 2 kata, yaitu kata zóé (ζωή) dan aiónios (αἰώνιος). Kata zóé di sini bermakna life (hidup), tetapi berbeda dengan kata lain yaitu bios (βίος) yang juga bermakna life (hidup). Kata bios lebih merujuk pada kehidupan secara fisik di bumi, seperti kehidupan binatang. Sementara kata zóé lebih merujuk kepada kehidupan baik fisik maupun spiritual (jiwa/roh). Jadi zóé bermakna lebih luas daripada bios, karena juga merujuk pada kehidupan jiwa/roh yang tidak hanya di bumi ini tetapi juga nanti di dalam kekekalan. Menarik bahwa orang yang bertanya kepada Tuhan Yesus tadi sudah menggunakan kata zóé dan bukannya kata bios. Ini menunjukkan bahwa orang tersebut memang sudah berjuang untuk hidup benar demi hidup (zóé). Itulah sebabnya ia bertanya kepada Tuhan untuk mendapat petunjuk.

Ada tambahan kata aiónios dalam ayat tersebut yang bermakna eternal, unending (abadi, kekal, tanpa ujung, tanpa akhir). Kata aiónios tidak hanya berbicara mengenai lamanya waktu/masa (seperti yang dibayangkan kebanyakan orang, bahwa kekekalan itu adalah suatu waktu yang tak terbatas), tetapi juga berbicara mengenai kualitas dari waktu/masa itu. Jadi hidup kekal tidak dimulai nanti ketika kita mati, tetapi sudah dimulai dan dipersiapkan sejak saat ini. Hidup kekal adalah hidup yang berkualitas, yaitu memiliki kualitas seperti yang Tuhan ingini. Mungkin saja orang yang bertanya kepada Tuhan ini sudah merasa hidup benar secara hukum Taurat, tetapi ia ingin memastikan apakah yang harus ia lakukan supaya bisa mendapatkan hidup yang kekal, yaitu hidup yang berkualitas?

Dalam menanggapi pertanyaan orang tersebut, Tuhan Yesus tidak langsung menjawabnya, tetapi justru berbalik bertanya kepadanya: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah” (ay. 17). Dalam ayat ini Tuhan Yesus mempersoalkan mengapa ia bertanya kepada-Nya mengenai apa yang baik? Hanya Satu yang baik, yaitu Allah. Oleh karena itu standar kebaikan harus dilihat dari standar Allah. Suatu tindakan bisa dikatakan baik menurut manusia, tetapi harus dipersoalkan apakah itu juga baik dari sudut pandang Allah?

Sebenarnya kalimat tersebut merupakan pengantar kepada jawaban atas pertanyaan orang tersebut. Tuhan Yesus hendak menekankan bahwa perbuatan baik tidak menyelamatkan jika perbuatan baik itu hanya dilakukan menurut hukum. Akan tetapi jika seseorang menyadari bahwa Allah itu adalah baik, dan satu-satunya yang baik (yaitu satu-satunya standar kebaikan yang benar), maka ia harus mencari tahu apakah kebaikan yang dikehendaki oleh Allah untuk dilakukan manusia. Beruntungnya bagi orang Israel/Yahudi, mereka telah memiliki hukum Taurat yang diberikan oleh Allah sendiri kepada nenek moyang mereka.

Sebenarnya, perintah Allah (dalam konteks dekalog) juga dimiliki oleh banyak bangsa di dunia ini (selain bangsa Yahudi). Pastilah di seluruh bangsa ada aturan untuk menghormati orang tua, untuk tidak membunuh, untuk tidak mencuri, dan lain sebagainya. Ini tentu saja menunjukkan bahwa manusia setelah jatuh dalam dosa tidak rusak sepenuhnya, tetapi masih memiliki nurani yang baik (walaupun tentu tidak sempurna). Namun dalam konteks orang Israel/Yahudi, mereka sudah memiliki hukum yang  jelas, khususnya dalam hal dekalog/10 perintah Allah. Itulah sebabnya ketika orang tadi bertanya, perintah Allah yang mana? (ay. 18a).

Tuhan Yesus menjawab dengan lugas: “Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (ay. 18b-19). Itu adalah perintah-perintah yang ada di dalam 10 Perintah Allah (dekalog), khususnya mulai perintah ke-5 sampai ke-10 (walaupun tidak semua disebutkan oleh Tuhan Yesus). Bahkan sebenarnya kesimpulan dari perintah ke-5 sampai ke-10 ini sudah termuat dalam satu kalimat, yaitu: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Ringkasan hukum tersebut juga sudah diucapkan oleh Tuhan Yesus dalam sejumlah kesempatan lain (Mat 22:39, Mrk 12:31, Luk 10:27). Paulus dan Yakobus juga mengemukakan hal yang sama dalam tulisan mereka (Rm 13:9, Gal 5:14, Yak 2:8).

Dalam bahasa yang lain, kesimpulan hukum Taurat tersebut juga dapat dibahasakan seperti ini: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat 7:12). Intinya adalah bahwa jika kita tidak mau disakiti, jangan menyakiti. Jika kita tidak mau dibunuh, jangan membunuh. Jika harta kita tidak mau dicuri, jangan mencuri. Ini juga berlaku dalam hal perzinahan (atau lebih tepatnya persetubuhan dengan orang lain), dimana jika kita tidak ingin ada anggota keluarga kita yang disetubuhi orang lain di luar lembaga pernikahan, maka kita pun jangan melakukan hal itu.

Perintah “jangan berzinah” yang dikutip oleh Tuhan Yesus sebenarnya juga sudah ada sejak Perjanjian Lama, lebih tepatnya di dalam kitab Keluaran (Kel 20:14). Kita telah belajar dari seri-seri sebelumnya bahwa tingkatan kata pornos jauh lebih parah dibandingkan dengan moichos. Menariknya, dalam ayat 18 ini, kata yang digunakan dalam kalimat “jangan berzinah” justru adalah kata moicheuseis (μοιχεύσεις) dari akar kata moicheuó (μοιχεύω), yang juga adalah kata yang sama yang digunakan Tuhan Yesus dalam Mat 5:27. Mengapa kalimat “jangan berzinah” menggunakan kata moicheuó dan bukannya pornos atau porneuó yang bermakna lebih parah daripada kata moicheuó?

Tentu dalam hal ini, kita harus sadar bahwa orang tidak bisa langsung atau secara tiba-tiba menjadi sangat jahat atau sebaliknya secara tiba-tiba menjadi sangat baik. Seperti contoh, orang yang melakukan korupsi hingga miliaran atau triliunan Rupiah tidak mungkin tiba-tiba melakukannya tanpa terlebih dahulu melakukan korupsi ratusan ribu, jutaan, puluhan juta, bahkan ratusan juta. Sikap ini mungkin dimulai sejak zaman kanak-kanak dimana ia sudah terbiasa mencontek, mengambil barang milik orang lain, dan sebagainya. Karena tidak ketahuan, maka setelah bekerja ia juga sering mengambil apa yang bukan menjadi haknya mulai dari hal kecil dan kemudian berkembang menjadi lebih besar, hingga ia tertangkap.

Dalam hal perzinahan, tentu seseorang tidak akan menjadi pornos jika tidak didahului dengan moichos-moichos yang selama ini dilakukannya. Orang tidak mungkin bisa menjadi pelacur jika ia di masa lalu tidak mencoba-coba menonton film porno, lalu melakukan dengan pacarnya, kemudian mulai melakukannya dengan orang lain, sampai akhirnya melakukan dengan siapa saja dengan imbalan uang/kenikmatan. Itulah sebabnya Allah begitu cerdas hingga memberikan hukum yang berbunyi jangan berzinah (jangan melakukan moicheuó. Hal ini mengandung makna supaya umat percaya tidak terbiasa melakukan moicheuó hingga nanti menjadi porneuó dan tidak dapat diperbaiki lagi. Selain itu perintah Allah tersebut juga mengandung makna bahwa Allah adalah Maha Kudus dan Maha Suci. Walaupun moicheuó tidak terlalu membahayakan dibandingkan dengan porneuó, namun bagi Allah yang Maha Suci, satu tindakan moicheuó pun sudah merupakan kemelesetan di hadapan Allah.

Ingat bahwa ini adalah perintah dari Allah sendiri. Kata “perintah” dalam bahasa aslinya adalah entolas (ἐντολάς) dari akar kata entolé (ἐντολή) yang dapat berarti an injunction, order, command, commandment (perintah, keputusan, pesan/pesanan, titah, firman, hukum). Kata yang sama juga digunakan dalam Yohanes 14:15. Ini menunjuk pada suatu hukum atau perintah yang memang mengikat dan harus dilakukan oleh setiap umat yang mengaku percaya kepada Allah. Bagi umat Israel/Yahudi, karena mereka mengaku bahwa mereka adalah umat Allah, maka mereka mau tidak mau harus tunduk dan terikat bahkan melakukan hukum Taurat yaitu perintah (entolé) yang diberikan Allah kepada nenek moyang mereka. Adalah aneh jika kemudian orang Kristen menganggap bahwa kita tidak perlu melakukan hukum Taurat karena merasa sudah tidak terikat dengan hukum Taurat.

Memang kita tidak lagi melakukan hukum Taurat secara lahiriah, dalam artian berdoa dengan berkiblat ke Yerusalem, mempersembahkan korban-korban binatang, dan lain sebagainya. Akan tetapi esensi dari hukum Taurat ini harus tetap kita lakukan, karena bagaimanapun itu adalah perintah (entolé) dari Allah sendiri yang mengikat setiap orang yang berkata bahwa ia memercayai Allah. Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa jika seseorang hendak masuk ke dalam hidup, maka ia harus menuruti segala perintah Allah. Kata “menuruti” dalam bahasa aslinya adalah tērēson (τήρησον) dari akar kata téreó (τηρέω) yang bermakna to keep, guard, observe, watch over (menjaga, menyimpan, memelihara, memegang, mematuhi, menepati, mempertahankan, memperhatikan, menuruti, mengawasi). Segala perintah Tuhan tersebut harus kita anggap sebagai barang yang sangat berharga, yang kita pegang, jaga, bahkan lakukan dengan hati-hati supaya berkenan di hadapan Tuhan.  

Bagi orang percaya yang adalah umat pilihan Tuhan di Perjanjian Baru, setiap hari kita harus hidup dalam kesucian di hadapan Allah. Kita harus bisa memilih untuk melakukan yang berkenan di hadapan Allah, muali dari hal-hal kecil. Bahkan ketika kita makan atau minum pun, kita harus melakukannya bagi kemuliaan Allah. Tentu apalagi dalam hal kekudusan hidup seksual kita. Umat percaya seharusnya tidak boleh lagi memiliki celah moichos yang masih dilakukannya. Jangan menunggu sampai kita sudah sampai taraf pornos yang mengganggu hakekat pernikahan, tetapi kita perlu menjaga hidup kita supaya tidak melakukan moichos-moichos seperti menonton film porno, melakukan chat kepada lawan jenis yang bukan pasangan kita, dan lain sebagainya. Ini adalah perjuangan yang berat, apalagi di akhir zaman ini dimana teknologi semakin berkembang dan godaan semakin nyata. Di sinilah perjuangan kita harus dibuktikan, apakah kita sungguh-sungguh mau melakukan apa yang baik di pandangan Allah atau apakah kita benar-benar mengasihi Allah. Karena mereka yang mengasihi Allah, pasti akan menuruti segala perintah-Nya (Yoh 14:15).



Bacaan Alkitab: Matius 19:16-19
19:16 Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
19:17 Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah."
19:18 Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
19:19 hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.