Senin, 26 Februari 2018
Bacaan
Alkitab: Matius 19:16-19
Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus:
"Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan
saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri." (Mat 19:18-19)
Pornos dan Moichos (7): Salah Satu Perintah Allah
Bagian bacaan Alkitab kita pada hari
ini memang sengaja saya tidak ambil keseluruhan perikop, karena luasnya
pembahasan kita mengenai kata pornos dan
moichos. Perikop ini sebenarnya
berbicara tentang seorang yang datang kepada Tuhan Yesus dan bertanya,
“perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
(ay. 16). Tentu kalimat di atas bisa menjadi bahan ejekan bagi orang Kristen:
“Mau hidup kekal kok lewat perbuatan baik? Kalau mau hidup kekal ya percaya
saja sama Tuhan Yesus pasti selamat”.
Akan tetapi, menarik melihat jawaban
Tuhan Yesus bahwa Ia tidak menyalahkan orang tersebut yang bertanya demikian
kepada Tuhan Yesus. Tuhan bahkan tidak bilang kepada orang tersebut: “perbuatan
baik itu tidak bisa menyelamatkan, percaya saja kepada-Ku supaya selamat”.
Mengapa Tuhan Yesus tidak menyalahkan orang yang bertanya tersebut?
Setidaknya ada 2 kemungkinan:
Kemungkinan pertama, konteks masa itu adalah dimana Tuhan Yesus sedang
melakukan pelayanan-Nya. Ia belum mati di atas kayu salib. Oleh karena itu,
masa-masa itu adalah masa-masa transisi dari Perjanjian Lama (yaitu hukum
Taurat atau agama Yahudi) kepada Perjanjian Baru (yaitu kekristenan).
Kemungkinan pertama ini memperkirakan Tuhan Yesus masih memaklumi hidup orang
Yahudi pada waktu itu yang mencari hidup yang kekal melalui perbuatan baik.
Namun ada pula kemungkinan kedua, yaitu
bahwa perbuatan baik adalah bukti nyata dari iman yang benar. Alkitab berkata
bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:26). Jadi iman yang benar harus
terlihat dari perbuatan yang benar. Orang yang beriman dengan benar pasti juga
berbuat benar. Tidak mungkin orang yang memiliki iman yang benar kepada Tuhan,
tetapi hidupnya masih suka mencuri, merampok, membunuh, berzinah, dan lain
sebagainya. Iman yang benar pasti terwujud melalui karakter kehidupan yang
benar. Tetapi hal ini tentu tidak boleh dibalik, dalam artian hanya berusaha terlihat
baik dari luar tetapi hatinya busuk (seperti yang dilakukan oleh orang Farisi
dan ahli Taurat).
Dalam bahasa aslinya, kata “perbuatan
baik” adalah agathon (ἀγαθὸν) dari
akar kata agathos (ἀγαθός). Kata agathos ini adalah kata adjective (keterangan) yang tidak hanya bermakna good (baik) tetapi juga upright, honorable (jujur, tulus, lurus,
terhormat, luhur, mulia). Jadi kata agathos
di sini sebenarnya lebih tepat diterjemahkan “hal-hal yang baik” atau “kebaikan”
dan tidak hanya “perbuatan yang baik” saja. Orang tersebut sadar bahwa ia
merindukan hidup yang kekal, dan tentu untuk memperolehnya, ia harus melakukan
apa ayang baik. Orang tersebut hendak bertanya kepada Tuhan: “Kebaikan apakah
yang harus kulakukan supaya memperoleh hidup yang kekal Tuhan?”. Ia sadar bahwa
untuk memperoleh hidup yang kekal, harus ada suatu kebaikan yang sampai kepada
level berkenan kepada Tuhan, sampai kepada level yang sesuai dengan standar
Tuhan.
Kata “hidup yang kekal” dalam ayat ini menggunakan 2 kata, yaitu kata zóé (ζωή) dan aiónios (αἰώνιος). Kata zóé
di sini bermakna life (hidup), tetapi
berbeda dengan kata lain yaitu bios (βίος)
yang juga bermakna life (hidup). Kata
bios lebih merujuk pada kehidupan
secara fisik di bumi, seperti kehidupan binatang. Sementara kata zóé lebih merujuk kepada kehidupan baik
fisik maupun spiritual (jiwa/roh). Jadi zóé
bermakna lebih luas daripada bios,
karena juga merujuk pada kehidupan jiwa/roh yang tidak hanya di bumi ini tetapi
juga nanti di dalam kekekalan. Menarik bahwa orang yang bertanya kepada Tuhan
Yesus tadi sudah menggunakan kata zóé dan
bukannya kata bios. Ini menunjukkan
bahwa orang tersebut memang sudah berjuang untuk hidup benar demi hidup (zóé). Itulah sebabnya ia bertanya kepada
Tuhan untuk mendapat petunjuk.
Ada tambahan kata aiónios dalam
ayat tersebut yang bermakna eternal, unending (abadi, kekal, tanpa ujung, tanpa
akhir). Kata aiónios tidak hanya
berbicara mengenai lamanya waktu/masa (seperti yang dibayangkan kebanyakan
orang, bahwa kekekalan itu adalah suatu waktu yang tak terbatas), tetapi juga
berbicara mengenai kualitas dari waktu/masa itu. Jadi hidup kekal tidak dimulai
nanti ketika kita mati, tetapi sudah dimulai dan dipersiapkan sejak saat ini.
Hidup kekal adalah hidup yang berkualitas, yaitu memiliki kualitas seperti yang
Tuhan ingini. Mungkin saja orang yang bertanya kepada Tuhan ini sudah merasa
hidup benar secara hukum Taurat, tetapi ia ingin memastikan apakah yang harus
ia lakukan supaya bisa mendapatkan hidup yang kekal, yaitu hidup yang
berkualitas?
Dalam menanggapi pertanyaan orang tersebut, Tuhan Yesus tidak langsung menjawabnya,
tetapi justru berbalik bertanya kepadanya: “Apakah sebabnya engkau bertanya
kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau
ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah” (ay. 17). Dalam
ayat ini Tuhan Yesus mempersoalkan mengapa ia bertanya kepada-Nya mengenai apa
yang baik? Hanya Satu yang baik, yaitu Allah. Oleh karena itu standar kebaikan
harus dilihat dari standar Allah. Suatu tindakan bisa dikatakan baik menurut
manusia, tetapi harus dipersoalkan apakah itu juga baik dari sudut pandang Allah?
Sebenarnya kalimat tersebut merupakan pengantar kepada jawaban atas
pertanyaan orang tersebut. Tuhan Yesus hendak menekankan bahwa perbuatan baik
tidak menyelamatkan jika perbuatan baik itu hanya dilakukan menurut hukum. Akan
tetapi jika seseorang menyadari bahwa Allah itu adalah baik, dan satu-satunya
yang baik (yaitu satu-satunya standar kebaikan yang benar), maka ia harus
mencari tahu apakah kebaikan yang dikehendaki oleh Allah untuk dilakukan
manusia. Beruntungnya bagi orang Israel/Yahudi, mereka telah memiliki hukum
Taurat yang diberikan oleh Allah sendiri kepada nenek moyang mereka.
Sebenarnya, perintah Allah (dalam konteks dekalog) juga dimiliki oleh
banyak bangsa di dunia ini (selain bangsa Yahudi). Pastilah di seluruh bangsa
ada aturan untuk menghormati orang tua, untuk tidak membunuh, untuk tidak
mencuri, dan lain sebagainya. Ini tentu saja menunjukkan bahwa manusia setelah
jatuh dalam dosa tidak rusak sepenuhnya, tetapi masih memiliki nurani yang baik
(walaupun tentu tidak sempurna). Namun dalam konteks orang Israel/Yahudi,
mereka sudah memiliki hukum yang jelas,
khususnya dalam hal dekalog/10 perintah Allah. Itulah sebabnya ketika orang
tadi bertanya, perintah Allah yang mana? (ay. 18a).
Tuhan Yesus menjawab dengan lugas: “Jangan membunuh, jangan berzinah,
jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu,
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (ay. 18b-19). Itu adalah
perintah-perintah yang ada di dalam 10 Perintah Allah (dekalog), khususnya
mulai perintah ke-5 sampai ke-10 (walaupun tidak semua disebutkan oleh Tuhan
Yesus). Bahkan sebenarnya kesimpulan dari perintah ke-5 sampai ke-10 ini sudah
termuat dalam satu kalimat, yaitu: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. Ringkasan hukum tersebut juga sudah diucapkan oleh Tuhan Yesus dalam
sejumlah kesempatan lain (Mat 22:39, Mrk 12:31, Luk 10:27). Paulus dan Yakobus juga
mengemukakan hal yang sama dalam tulisan mereka (Rm 13:9, Gal 5:14, Yak 2:8).
Dalam bahasa yang lain, kesimpulan hukum Taurat tersebut juga dapat
dibahasakan seperti ini: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang
perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat 7:12). Intinya
adalah bahwa jika kita tidak mau disakiti, jangan menyakiti. Jika kita tidak
mau dibunuh, jangan membunuh. Jika harta kita tidak mau dicuri, jangan mencuri.
Ini juga berlaku dalam hal perzinahan (atau lebih tepatnya persetubuhan dengan
orang lain), dimana jika kita tidak ingin ada anggota keluarga kita yang
disetubuhi orang lain di luar lembaga pernikahan, maka kita pun jangan
melakukan hal itu.
Perintah “jangan berzinah” yang dikutip oleh Tuhan Yesus sebenarnya juga
sudah ada sejak Perjanjian Lama, lebih tepatnya di dalam kitab Keluaran (Kel
20:14). Kita telah belajar dari seri-seri sebelumnya bahwa tingkatan kata pornos jauh lebih parah dibandingkan
dengan moichos. Menariknya, dalam
ayat 18 ini, kata yang digunakan dalam kalimat “jangan berzinah” justru adalah
kata moicheuseis (μοιχεύσεις) dari
akar kata moicheuó (μοιχεύω), yang juga
adalah kata yang sama yang digunakan Tuhan Yesus dalam Mat 5:27. Mengapa
kalimat “jangan berzinah” menggunakan kata moicheuó
dan bukannya pornos atau porneuó yang bermakna lebih parah
daripada kata moicheuó?
Tentu dalam hal ini, kita harus sadar bahwa orang tidak bisa langsung atau
secara tiba-tiba menjadi sangat jahat atau sebaliknya secara tiba-tiba menjadi
sangat baik. Seperti contoh, orang yang melakukan korupsi hingga miliaran atau
triliunan Rupiah tidak mungkin tiba-tiba melakukannya tanpa terlebih dahulu
melakukan korupsi ratusan ribu, jutaan, puluhan juta, bahkan ratusan juta.
Sikap ini mungkin dimulai sejak zaman kanak-kanak dimana ia sudah terbiasa
mencontek, mengambil barang milik orang lain, dan sebagainya. Karena tidak
ketahuan, maka setelah bekerja ia juga sering mengambil apa yang bukan menjadi
haknya mulai dari hal kecil dan kemudian berkembang menjadi lebih besar, hingga
ia tertangkap.
Dalam hal perzinahan, tentu seseorang tidak akan menjadi pornos jika tidak didahului dengan moichos-moichos yang selama ini
dilakukannya. Orang tidak mungkin bisa menjadi pelacur jika ia di masa lalu
tidak mencoba-coba menonton film porno, lalu melakukan dengan pacarnya,
kemudian mulai melakukannya dengan orang lain, sampai akhirnya melakukan dengan
siapa saja dengan imbalan uang/kenikmatan. Itulah sebabnya Allah begitu cerdas
hingga memberikan hukum yang berbunyi jangan berzinah (jangan melakukan moicheuó. Hal ini mengandung makna
supaya umat percaya tidak terbiasa melakukan moicheuó hingga nanti menjadi porneuó
dan tidak dapat diperbaiki lagi. Selain itu perintah Allah tersebut juga
mengandung makna bahwa Allah adalah Maha Kudus dan Maha Suci. Walaupun moicheuó tidak terlalu membahayakan
dibandingkan dengan porneuó, namun bagi
Allah yang Maha Suci, satu tindakan moicheuó
pun sudah merupakan kemelesetan di hadapan Allah.
Ingat bahwa ini adalah perintah dari Allah sendiri. Kata “perintah” dalam
bahasa aslinya adalah entolas (ἐντολάς)
dari akar kata entolé (ἐντολή) yang
dapat berarti an injunction, order,
command, commandment (perintah, keputusan, pesan/pesanan, titah, firman,
hukum). Kata yang sama juga digunakan dalam Yohanes 14:15. Ini menunjuk pada
suatu hukum atau perintah yang memang mengikat dan harus dilakukan oleh setiap
umat yang mengaku percaya kepada Allah. Bagi umat Israel/Yahudi, karena mereka
mengaku bahwa mereka adalah umat Allah, maka mereka mau tidak mau harus tunduk
dan terikat bahkan melakukan hukum Taurat yaitu perintah (entolé) yang diberikan Allah kepada nenek moyang mereka. Adalah
aneh jika kemudian orang Kristen menganggap bahwa kita tidak perlu melakukan
hukum Taurat karena merasa sudah tidak terikat dengan hukum Taurat.
Memang kita tidak lagi melakukan hukum Taurat secara lahiriah, dalam artian
berdoa dengan berkiblat ke Yerusalem, mempersembahkan korban-korban binatang,
dan lain sebagainya. Akan tetapi esensi dari hukum Taurat ini harus tetap kita
lakukan, karena bagaimanapun itu adalah perintah (entolé) dari Allah sendiri yang mengikat setiap orang yang berkata bahwa
ia memercayai Allah. Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa jika seseorang hendak
masuk ke dalam hidup, maka ia harus menuruti segala perintah Allah. Kata “menuruti”
dalam bahasa aslinya adalah tērēson (τήρησον)
dari akar kata téreó (τηρέω) yang
bermakna to keep, guard, observe, watch
over (menjaga, menyimpan, memelihara, memegang, mematuhi, menepati,
mempertahankan, memperhatikan, menuruti, mengawasi). Segala perintah Tuhan
tersebut harus kita anggap sebagai barang yang sangat berharga, yang kita pegang,
jaga, bahkan lakukan dengan hati-hati supaya berkenan di hadapan Tuhan.
Bagi orang percaya yang adalah umat pilihan Tuhan di Perjanjian Baru,
setiap hari kita harus hidup dalam kesucian di hadapan Allah. Kita harus bisa
memilih untuk melakukan yang berkenan di hadapan Allah, muali dari hal-hal
kecil. Bahkan ketika kita makan atau minum pun, kita harus melakukannya bagi
kemuliaan Allah. Tentu apalagi dalam hal kekudusan hidup seksual kita. Umat
percaya seharusnya tidak boleh lagi memiliki celah moichos yang masih dilakukannya. Jangan menunggu sampai kita sudah
sampai taraf pornos yang mengganggu hakekat
pernikahan, tetapi kita perlu menjaga hidup kita supaya tidak melakukan moichos-moichos seperti menonton film
porno, melakukan chat kepada lawan
jenis yang bukan pasangan kita, dan lain sebagainya. Ini adalah perjuangan yang
berat, apalagi di akhir zaman ini dimana teknologi semakin berkembang dan
godaan semakin nyata. Di sinilah perjuangan kita harus dibuktikan, apakah kita
sungguh-sungguh mau melakukan apa yang baik di pandangan Allah atau apakah kita
benar-benar mengasihi Allah. Karena mereka yang mengasihi Allah, pasti akan
menuruti segala perintah-Nya (Yoh 14:15).
Bacaan
Alkitab: Matius 19:16-19
19:16 Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan
baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
19:17 Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang
apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam
hidup, turutilah segala perintah Allah."
19:18 Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata
Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan
mengucapkan saksi dusta,
19:19 hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.