Senin, 30
September 2013
Bacaan Alkitab: Pengkhotbah
4:7-12
“Berdua lebih baik dari pada seorang diri,
karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.” (Pkh 4:9)
Lebih Sulit Jika
Sendirian
Beberapa waktu
yang lalu, gereja saya memiliki seorang pelayan Tuhan khususnya sebagai worship leader (WL) yang luar biasa. Ia dulu
adalah mahasiswi sekolah tinggi theologi (sekarang sudah lulus), dan dulu,
setiap kali ia menjadi WL, saya selalu antusias karena menurut saya ia melayani
dengan talenta dan juga dengan kesungguhan hati. Saya yang juga mengambil
bagian dalam pelayanan sebagai seorang keyboardist
beberapa kali melayani bersama dia dan memang saya akui ia memiliki jiwa
pelayanan yang luar biasa pada waktu itu.
Akan tetapi,
sayangnya ia jatuh dalam “kecelakaan” alias ia hamil di luar nikah hingga
melahirkan seorang anak. Ayah dari anak tersebut bukanlah anak Tuhan sehingga si
WL tersebut memutuskan untuk membesarkan anaknya seorang diri dan menjadi
seorang single parent hingga saat
renungan ini saya tulis. Setelah anaknya sudah berusia 6 bulan dan sudah
disapih, ia pun kembali diberi kesempatan untuk menjadi WL. Saya sendiri
berharap bahwa pelayanannya akan menjadi pelayanan yang “hebat”. Akan tetapi ternyata
pelayanannya pada ibadah minggu kemarin tidaklah terlalu mengesankan. Pemilihan
lagunya menurut saya kurang pas. Nada dasar yang diambil kurang tepat.
Koordinasi dengan pemusik juga kurang baik, dan beberapa hal lainnya yang
menurut saya seakan-akan membuat level pelayanannya menurun.
Memang saya
sendiri belum tentu bisa lebih baik dari dirinya, tetapi ketika saya
membicarakan hal ini dengan isteri saya, ia pun mengiyakan pendapat saya. Saya
kemudian membandingkan kondisi yang sama dengan kondisi isteri saya ketika isteri
saya menjadi WL beberapa waktu yang lalu, ketika anak saya juga sudah berusia 1
tahun.
Ketika isteri
saya menjadi WL, saya kebetulan juga menjadi keyboardist sehingga kami melayani dalam ibadah minggu yang sama.
Saat itu, saya berusaha keras mengatur segala sesuatunya agar isteri saya
tinggal fokus kepada pelayanannya. Mungkin isteri saya hanya bertugas memilih
lagu dan menyiapkan apa yang harus dilakukan sebagai WL. Sisanya? Saya yang
mengerjakan. Mulai dari menyiapkan pakaian yang akan digunakan isteri saya,
memastikan anak saya ada yang menjaga, menyiapkan segala perlengkapan bagi anak
saya, memastikan sound system berjalan
baik (termasuk mengganti baterai seluruh mic
dengan baterai baru), memastikan slide lagu
sudah tepat, serta mencari nada yang pas dan memberi banyak masukan lainnya.
Ketika saya
memikirkan tentang hal itu, saya diingatkan Tuhan tentang pentingnya untuk
tidak menjadi seorang “single fighter”.
Memang teman saya punya talenta yang luar biasa, tetapi ketika ia harus
mengurus segala sesuatunya sendiri, termasuk mengurus kebutuhan anaknya sendiri
(karena kesalahannya sendiri juga). Berbeda dengan isteri saya yang memiliki
saya untuk membantu mengatur hal-hal yang lainnya.
Ini adalah
kebenaran yang sederhana tetapi memang benar adanya. Bacaan Alkitab kita hari
ini berbicara tentang nasehat sang “Pengkhotbah” yang melihat kesia-siaan,
karena seseorang yang sendirian bekerja keras tanpa memiliki siapa-siapa di
sampingnya (ay. 7-8). Sang Pengkhotbah tidak menyalahkan orang yang hidup sendiri,
tetapi menyatakan bahwa hidup sendiri jauh lebih sulit untuk dijalani (ay.
9-11). Itulah mengapa sang pengkhotbah menyimpulkan bahwa orang yang sendirian
akan lebih mudah “dikalahkan”, sedangkan jika bersama-sama tentu lebih sulit
untuk dikalahkan (ay. 12).
Artinya adalah,
bahwa dalam segala hal di dunia ini, termasuk dalam pelayanan, kita membutuhkan
orang lain di sisi kita. Terlebih dalam pelayanan di gereja, kita harus
melayani bersama-sama, dalam suatu tim, dan bukan melayani secara individual. Seperti
cerita saya di atas, sehebat apapun seseorang, jika ia harus melakukan semuanya
sendirian, tentu ia akan kehabisan energi dan kualitas pelayanannya pun akan menurun.
Saya tidak pernah
mengatakan bahwa hidup sendiri itu salah. Karena memang terkadang ada
orang-orang yang “terpaksa” hidup sendiri. Paulus misalnya, ia pun tidak pernah
menikah, tetapi ia tidak melakukan pelayanan seorang diri. Ia memiliki banyak
sekali anak-anak rohani yang membantu dalam pelayanannya. Tuhan Yesus pun tidak
pernah menikah, tetapi Tuhan memiliki 11 murid yang selalu mengikuti diriNya
dan akhirnya meneruskan pelayananNya di bumi ini. Mungkin ada juga di antara
kita yang tidak menikah, atau mengalami keadaan yang hampir sama dengan WL yang
saya ceritakan di atas. Itu pun tidak masalah. Tetapi ingat, bahwa ketika kita
memutuskan untuk hidup sendiri, maka hal tersebut akan menjadi lebih berat jika
dibandingkan dengan kita hidup berdua.
Bacaan Alkitab: Pengkhotbah
4:7-12
4:7 Aku melihat
lagi kesia-siaan di bawah matahari:
4:8 ada seorang
sendirian, ia tidak mempunyai anak laki-laki atau saudara laki-laki, dan tidak
henti-hentinya ia berlelah-lelah, matanya pun tidak puas dengan kekayaan; --
untuk siapa aku berlelah-lelah dan menolak kesenangan? -- Ini pun kesia-siaan
dan hal yang menyusahkan.
4:9 Berdua lebih
baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih
payah mereka.
4:10 Karena kalau
mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh,
yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!
4:11 Juga kalau
orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat
menjadi panas?
4:12 Dan bilamana
seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak
mudah diputuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.