Senin, 11 Juni 2018
Bacaan
Alkitab: Markus 8:34-38
“Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah
angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena
orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi
malaikat-malaikat kudus.” (Mrk 8:38)
Pornos dan Moichos (10): Berbeda dengan Angkatan yang Tidak Setia
Konteks dari bacaan Alkitab kita hari
ini adalah ketika Tuhan Yesus menyampaikan pemberitahuan pertama mengenai
penderitaan yang akan Tuhan Yesus alami dan sekaligus syarat-syarat untuk
mengikut Dia. Dalam ayat-ayat sebelumnya kita dapat melihat bagaimana Simon Petrus
seakan-akan ingin tampil sebagai pahlawan ketika ia menegor Tuhan Yesus ketika
Tuhan menyampaikan bahwa Ia akan mengalami penderitaan dan bahkan mati. Di sini
kita melihat bahwa Simon Petrus sebenarnya masih belum mengerti tujuan Tuhan Yesus
datang ke dunia. Petrus masih berharap bahwa Tuhan akan menjadi Mesias secara
jasmani, dan membawa bangsa Israel/Yahudi mengalahkan musuh mereka yaitu
kerajaan Romawi sehingga bangsa Yahudi menjadi bangsa yang besar seperti pada
zaman raja Daud.
Itu bukanlah tujuan Tuhan Yesus datang
ke dunia. Tuhan Yesus memang adalah Mesias, tetapi bukan dalam artian
memulihkan kerajaan Israel secara jasmani, tetapi untuk membuka jalan menuju
Bapa. Oleh sebab itu ketika ada orang yang berkata hendak mengikut Tuhan Yesus
(terutama karena melihat mujizat-mujizat yang luar biasa), maka Tuhan dengan
tegas mengatakan standar yang harus ia kenakan, yaitu menyangkal dirinya,
memikul salibnya dan baru bisa mengikut Tuhan dengan benar (ay. 34). Kita akan
mengerti bahwa Tuhan tidak pernah menurunkan standar hidup yang harus seseorang
kenakan untuk berkenan ke hadapan Bapa. Seseorang tidak dapat mengikut Tuhan
tanpa menyangkal diri dan memikul salibnya (akhiran “nya” dengan huruf kecil
yang artinya setiap orang memiliki salibnya masing-masing yang harus dipikul).
Bahkan dalam ayat selanjutnya, Tuhan
berkata bahwa semua orang yang hendak mengikut Tuhan harus berani kehilangan
nyawanya (ay. 35). Nyawa di sini dapat berarti jiwa, kehormatan, bahkan segala
kesenangan hidupnya demi kerajaan Tuhan. Ini berarti bahwa tidak ada sesuatu
yang dipertahankan dalam kehidupan ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan.
Ingat bahwa kehilangan nyawa di sini bukan sembarang kehilangan nyawa tetapi
harus kehilangan nyawanya karena Tuhan dan karena Injil. Tidak mungkin orang
Kristen yang benar kemudian berani mati dengan membawa bom dan meledakkan diri.
Itu adalah kehilangan nyawa secara konyol. Kehilangan nyawa di sini berarti
berani kehilangan segala sesuatu demi Tuhan dan kebenaran Firman Tuhan. Ada
orang-orang tertentu yang mungkin bisa tidak masalah memberikan uang kepada
orang lain, tetapi siapkah ia ketika harus kehilangan kehormatan, harga diri,
bahkan nama baik ketika ia difitnah? Kehilangan nyawa di sini berarti harus
siap mengiring Tuhan secara ekstrem dan berani melepaskan apapun demi Tuhan.
Masih banyak orang Kristen yang berkata
hendak mengikut Tuhan tetapi di sisi lain ia masih mencoba memegang dunia
dengan segala harta dan keindahannya. Dalam ayat selanjutnya Tuhan Yesus jelas
berkata bahwa apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia
kehilangan nyawanya (ay. 36). Di sini jelas bahwa tidak mungkin orang bisa
kehilangan nyawa ketika ia masih ingin mendapatkan kenikmatan dari dunia. Kita
tidak dapat berdiri di kedua sisi, tetapi harus memilih salah satu: Tuhan dan
kerajaan-Nya, atau dunia dan kerajaannya (yaitu diri sendiri dan kerajaan kita
sendiri). Orang harus memilih salah satu, kehilangan nyawa di dunia ini dan
memperoleh nyawa di kekekalan, atau mempertahankan/menyelamatkan nyawa di dunia
ini tetapi kehilangan nyawa di kekekalan.
Prinsip ini sebenarnya sederhana tetapi
banyak orang Kristen belum memahaminya sampai level yang benar. Kebanyakan
orang Kristen hanya menganggap bahwa ketika ia menjadi orang Kristen dan pergi
beribadah ke gereja (apalagi sudah melayani di gereja), maka mereka sudah
merasa berkorban bagi Tuhan dan itu sudah sama dengan kehilangan nyawa demi
pekerjaan Tuhan. Padahal itu sama sekali bukan kehilangan nyawa. Jika
kehilangan nyawa hanya dimaknai secara dangkal seperti itu, maka Tuhan tidak
perlu berkata kepada murid-murid-Nya dan kepada orang banyak yang mau mengikut
Tuhan untuk menyangkal diri dan memikul salib. Kehilangan nyawa berarti rela kehilangan
segala sesuatu bahkan apa yang dipandang berharga demi Tuhan.
Sikap kehilangan nyawa ini mungkin baru
disadari ketika seseorang sudah berada di ujung maut, misalnya ketika di ruang
ICU rumah sakit dengan nafas yang sudah tersengal-sengal ketika menghadapi
kematian. Ketika seseorang sudah di ujung maut, maka ia baru menyadari bahwa
mungkin ia selama ini masih belum sepenuhnya rela kehilangan nyawa dalam artian
belum melakukan apa yang pantas bagi Tuhan. Di situ akan muncul penyesalan yang
luar biasa namun semua sudah terlambat.
Banyak orang tidak mau kehilangan nyawa
selama di dunia ini. Mereka bisa malu karena Tuhan dan karena perkataan Tuhan
di tengah-tengah dunia ini (ay. 38a). Kata “malu” di ayat ini dalam bahasa
aslinya adalah epaischynthē (ἐπαισχυνθῇ)
dari akar kata epaischunomai (ἐπαισχύνομαι)
selain berarti be ashamed, disgraced, personally
humiliated (malu, ternoda, dihina secara pribadi), tetapi juga dapat memiliki
makna being disgraced, like someone "singled out" because they misplaced
their confidence or support, being disgraced, bringing on "fitting"
shame that matches the error of wrongly identifying (aligning) with something (malu
seperti seseorang yang diasingkan/dikucilkan karena dianggap berbeda prinsip
dengan keyakinan atau dukungan orang banyak, atau malu dengan dipandang
berbeda/tidak cocok/tidak sesuai dengan sesuatu hal).
Kata malu di sini di ayat 38 ini jelas
berbicara mengenai sikap malu karena berbeda dengan kebanyakan orang. Jika dikaitkan
dengan ajaran Tuhan Yesus mengenai syarat-syarat mengikut Tuhan, maka malu di
sini tidak hanya berarti malu karena menjadi orang Kristen kemudian menyembunyikan
“kekristenannya” di kalangan masyarakat yang mayoritas bukan orang Kristen.
Jika kita mau menggali lebih dalam, maka sikap malu di sini juga dapat berarti
menjadi malu ketika berbeda pandangan dengan orang-orang beragama Kristen
lainnya yang ingin hidup secara wajar, dalam hal ini misalnya adalah masih
mencintai dunia dengan segala kenikmatannya. Padahal Alkitab jelas mengatakan
bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah (Yak 4:4). Ketika
kita memiliki sikap untuk rela kehilangan nyawa, maka kita akan dipandang aneh oleh
orang-orang Kristen lainnya. Dalam kondisi tertentu, kita bisa menjadi malu
karena dipandang berbeda dan pada akhirnya bersikap kompromistis dengan
prinsip-prinsip keberagamaan Kristen yang sesungguhnya bukan Injil yang benar.
Untuk lebih mengerti kata “malu” di
ayat ini, kita perlu melihat kalimat selanjutnya dimana Tuhan Yesus mengatakan “angkatan
yang tidak setia dan berdosa”. Kata tidak setia dalam ayat ini menggunakan kata
moichalidi (μοιχαλίδι) dari akar kata
moichalis (μοιχαλίς) yang sejajar
dengan seorang wanita yang sudah menikah yang kemudian berzinah dengan orang
lainnya. Jadi yang dimaksud dengan angkatan yang tidak setia dan berdosa ini
bukanlah mereka yang tidak percaya Tuhan Yesus (atau secara sederhana adalah
mereka yang bukan orang Kristen), melainkan mereka yang mengaku percaya kepada
Tuhan tetapi masih “berselingkuh” dengan Tuhan yaitu ketika mereka masih
mengharapkan kebahagiaan dunia dan tidak mau melepaskan percintaan dengan dunia.
Di sinilah kesungguhan orang-orang
Kristen yang mau hidup benar akan diuji, yaitu ketika mereka diperhadapkan
dengan orang-orang yang mengaku beragama Kristen tetapi hidupnya tidak sejalan
dengan hidup Kristus, karena masih tidak mau melepaskan percintaan dengan
dunia. Ujian bagi kita yang mau hidup benar adalah apakah kita masih bersikap
kompromistis dengan hal-hal seperti itu atau berani berkata benar dan mengambil
sikap benar di hadapan Tuhan. Jika kita tidak mau menyangkal diri, maka kita
dapat menjadi “malu” di hadapan angkatan yang tidak setia ini tetapi tidak malu
di hadapan Tuhan.
Kita harus sadar bahwa pembuktian kita
hanyalah satu, yaitu ketika Tuhan datang untuk yang kedua kalinya dan menjadi
Hakim yang Agung, yang Adil dan yang Benar (ay. 38b). Di situlah segala
kehidupan kita akan dihakimi dan tidak ada yang tersembunyi. Di situlah Tuhan
akan membuktikan apakah kita benar-benar telah menyangkal diri, memikul salib,
dan mengikut Tuhan dengan cara rela kehilangan nyawanya, ataukah sebenarnya
masih belum benar-benar rela kehilangan nyawa karena malu terhadap angkatan
yang tidak setia tersebut.
Inilah ujian kita yang sebenarnya bagi
kita yang mengaku menjadi orang Kristen. Kita harus berjuang untuk tidak hanya bersikap
sebagai angkatan yang tidak setia, tetapi juga untuk siap kehilangan nyawa kita
dan tidak malu di hadapan manusia. Kita harus memiliki prinsip lebih malu di
hadapan Tuhan daripada malu di hadapan manusia, termasuk tidak ingin terhormat
di hadapan manusia dibandingkan di hadapan Tuhan. Kita harus siap untuk berbeda
dari angkatan yang tidak setia dengan menunjukkan kualitas hidup kita yang
benar di hadapan Tuhan. Tuhan tidak akan menghilangkan orang-orang yang tidak
setia ini, tetapi mereka akan menjadi semacam ujian bagi kita untuk membuktikan
apakah kita siap kehilangan nyawa di hadapan Tuhan (dengan sikap berbeda dengan
kebanyakan orang lain) ataukah kita menyerah dan menjadi malu di hadapan orang
banyak.
Bacaan
Alkitab: Markus 8:34-38
8:34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata
kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
8:35 Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil,
ia akan menyelamatkannya.
8:36 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan
nyawanya.
8:37 Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?
8:38 Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di
tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan
malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya,
diiringi malaikat-malaikat kudus."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.