Minggu, 10 Juni 2018
Bacaan
Alkitab: Markus 7:20-23
Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang
menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat,
percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan,
kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. (Mrk 7:20-22)
Pornos dan Moichos (9): Keluar dari Dalam Hati
Sebelumnya saya minta maaf karena lebih
dari 3 bulan saya off menulis renungan ini dikarenakan kesibukan saya yang
benar-benar menyita waktu sehingga tidak sempat lagi menulis renungan. Namun
saya harap secara bertahap saya juga bisa mulai kembali menulis renungan dengan
rutin supaya kita semakin paham akan kebenaran.
Harus diakui, bacaan Alkitab kita hari
ini adalah ayat-ayat yang paralel dengan apa yang ditulis di kitab Injil
lainnya, yaitu di Matius 15:15-20, sebagaimana yang telah kita bahas
sebelumnya. Tentu isi dari kedua perikop tersebut hampir sama (hanya ada perbedaan
minor di beberapa kata, namun esensinya tetap sama). Namun demikian dalam
renungan kita hari ini, saya hendak mengajak para pembaca untuk melihat satu
hal yang penting, yang seringkali terabaikan oleh para pembicara di atas
mimbar-mimbar gereja.
Tentu konteks ayat ini adalah ketika
Tuhan Yesus adalah dalam hal makanan yang menajiskan. Bangsa Yahudi khususnya
ahli Taurat dan orang Farisi sangat menjaga betul “kehalalan” (atau
ke-kosher-an) makanan mereka. Namun
sayangnya mereka sangat memfokuskan akan kehalalan makanan tetapi lupa
mempersoalkan apakah hidup mereka sudah “halal” di hadapan Tuhan.
Itulah sebabnya, Tuhan Yesus jelas
berkata bahwa makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak menajiskan orang, tetapi
apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya (ay. 20). Tentu dalam
hal ini kita dapat mengerti bahwa dalam kekristenan, sudah tidak diperlukan
lagi adanya syariat atau hukum mengenai makanan apa yang halal dan makanan apa
yang haram. Semua halal, tetapi tidak semua berguna. Ini justru membuat orang
Kristen menjadi cerdas, karena ukurannya bukan lagi adalah hukum yang tertulis,
tetapi Tuhan akan menjadi hukum kita. Dalam segala hal kita akan berjuang untuk
menentukan apakah apa yang kita makan itu memuliakan Tuhan atau tidak.
Satu hal yang menarik adalah penggunaan
kata “keluar dari seseorang” yang diucapkan oleh Tuhan Yesus. Dalam bahasa
aslinya di ayat ini, kata “keluar” menggunakan kata ekporeuomenon (ἐκπορευόμενον) dari akar kata ekporeuomai (ἐκπορεύομαι). Kata ini secara harafiah berarti go out from (pergi keluar dari). Namun
kata ini juga memiliki penekanan yaitu emphasizing
the outcome (end-impact) of going through a particular process or passage – i.e.
the influence on the person (or thing) which comes forth. It links the source
to the outcome (influence) on the object (as specified by the individual
context) (menekankan hasil akhir/dampak akhir dari sesuatu yang melalui
proses atau jalan/lorong tertentu, sebagai contoh adanya pengaruh dari
orang/benda yang keluar. Kata ini juga menghubungkan antara sumber dengan hasil
akhir/pengaruh terhadap objek (yang ditentukan oleh konteks secara individu)).
Jadi jelas bahwa kata “keluar” di ayat
ini tidak memiliki makna sederhana seperti orang yang keluar ruangan begitu
saja. Kata “keluar” di sini erat kaitannya dengan adanya suatu sumber, melalui
suatu proses, dan hasil akhir yang pada akhirnya muncul. Oleh karena itu, jika
kita melihat ayat-ayat berikutnya, disebutkan beberapa hal jahat yang dapat
keluar dari diri seseorang, yaitu pikiran jahat, percabulan, pencurian,
pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri
hati, hujat, kesombongan, dan kebebalan (ay. 21b-22). Ada 2 kata di ayat 21 dan
22 ini yaitu “percabulan” (porneiai
dari kata dasar pornos) dan “perzinahan”
(moicheiai dari akar kata moichos). Semua hal itu berasal dari
dalam, yaitu dari hati seseorang (ay. 21a) dan kemudian keluar dalam bentuk
suatu tindakan nyata yang terlihat oleh orang lain.
Dalam hal ini, Tuhan Yesus hendak
menyatakan bahwa orang yang jelas melakukan hal-hal jahat tersebut tidak
mungkin melakukannya tanpa sengaja atau secara tiba-tiba. Semua ada tatanan dan
ada prosesnya. Dalam konteks percabulan dan perzinahan, seseorang tidak mungkin
tiba-tiba bisa melakukan percabulan dan perzinahan (misal: berselingkuh dengan
orang lain) secara tiba-tiba. Perselingkuhan tersebut pasti dimulai dari
kebiasaan buruk semisal menonton film porno, membaca artikel-artikel yang
menjurus ke percabulan dan perzinahan, atau bergaul dengan orang yang salah.
Itulah sebabnya, jika ada seseorang yang sampai melakukan hal jahat yang
nyata-nyata terlihat, maka semua itu adalah rangkaian proses panjang yang
dimulai dari hal-hal yang kecil.
Oleh karena itu kita perlu bersikap
jujur terhadap diri kita sendiri, mengenai isi hati kita. Kita mungkin belum
sampai pada tahapan dimana kita berzinah atau berselingkuh dengan orang lain. Akan
tetapi jika hidup kita masih penuh dengan segala hal yang merusak hati dan
pikiran kita, maka sebenarnya perbuatan jahat tersebut adalah bom waktu yang
siap “meledak” pada waktunya. Tuhan Yesus jelas menyatakan bahwa segala hal
jahat itu muncul dari dalam hati seseorang (yaitu dari dalam pikiran) yang
kemudian diwujudnyatakan dalam tindakan nyata.
Menjadi persoalan karena ayat 21 dan 22
juga memuat hal-hal yang sulit untuk dibuktikan secara nyata, misal hal
keserakahan, kelicikan, iri hati, kesombongan, dan kebebalan (jika dibandingkan
dengan percabulan, pembunuhan, perzinahan, dan lainnya). Namun saya percaya
bahwa segala hal jahat yang disebutkan di ayat 21 dan 22 tersebut sebenarnya tidak
dapat disimpan rapat-rapat. Suatu saat pasti keserakahan, iri hati, dan
kesombongan akan menjadi nyata dari perkataan dan perbuatan hidupnya. Seorang
yang memiliki hati serakah mungkin bisa saja tidak terlalu terlihat selama beberapa
saat lamanya. Akan tetapi, pada momen-momen tertentu, keserakahan itu bisa
nampak dan terlihat jelas, misalnya pada saat pembagian warisan, dimana orang
tersebut bisa tiba-tiba menjadi ingin mendapatkan bagian warisan yang terbesar.
Hal ini justru lebih berbahaya bagi
orang-orang yang terlibat dalam pelayanan di gereja atau persekutuan, terlebih
mereka yang selama ini menjadi “pelayan mimbar” atau orang yang tampil di atas
mimbar gereja (seperti pemimpin pujian/worship
leader, pemusik, bahkan pembicara/pendeta). Mereka selama ini mungkin
terlihat saleh bahkan dipandang baik di mata masyarakat apalagi di mata jemaat.
Akan tetapi, pasti terdapat momen-momen tertentu yang dapat menunjukkan
keserakahan, iri hati, bahkan kesombongan. Hal tersebut dapat terlihat ketika
misalnya ada pemilihan ketua wilayah atau bahkan ketua sinode, maka para
pendeta dapat bisa saling bersaing dan saling menjatuhkan. Bisa juga ketika ada
jemaat yang kritis maka pendeta bisa merasa “terganggu” dan kemudian mencoba
mempertahankan posisi dan kehormatannya di mata jemaat dengan menunjukkan bahwa
dirinya adalah orang spesial di hadapan Tuhan, bahkan bisa mengatakan bahwa
dirinya lebih hebat dibandingkan orang lain.
Dalam konteks percabulan dan perzinahan,
saya sudah melihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa mereka yang sudah
melayani sebagai “pelayan mimbar” justru sangat rawan jatuh dalam dosa seksual ini.
Dalam pengalaman saya sebagai orang Kristen, tidak terhitung jumlah para
pelayan gereja/persekutuan yang akhirnya hamil duluan sebelum menikah,
berzinah, berselingkuh, dan lain sebagainya. Dan herannya lagi, dengan posisi
mereka yang selama ini sering tampil di depan jemaat, mereka bisa
mempertahankan diri mereka dengan segala macam dalih dan ayat-ayat Alkitab yang
sebenarnya diputarbalikkan.
Saya tidak ingin menyalahkan mereka
yang sudah jatuh dalam dosa percabulan dan perzinahan di gereja. Akan tetapi,
seseorang yang menyadari kesalahannya seharusnya tidak perlu membela diri
secara berlebihan tetapi cukup mengakui kesalahannya dan bertobat untuk menjadi
lebih baik lagi. Ini juga menjadi peringatan keras bagi kita untuk menjaga hati
kita dengan sangat hati-hati. Kita perlu benar-benar menjaga hati dan pikiran
kita supaya tidak ada celah sedikit pun untuk melakukan kejahatan. Dosa besar
biasanya dimulai dari hal-hal kecil yang dibiarkan.
Ingat bahwa semua hal jahat ini timbul
dari dalam dan menajiskan orang (ay. 23). Kata “timbul dari dalam” dalam bahasa
aslinya adalah esōthen (ἔσωθεν) yang
berarti dari dalam, dari bagian dalam manusia (yaitu hati manusia) dan ekporeuetai (ἐκπορεύεται) dengan makna
yang sama dengan kata di ayat 20 di atas. Semakin jelas bahwa Tuhan Yesus
hendak menunjukkan bahwa cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah dengan
cara menjaga hati. Menjaga hati di sini bukan hanya berkata “Tuhan, jagalah
hatiku”, tetapi dengan berjuang untuk berkenan kepada Tuhan setiap saat, dari
jam ke jam dan dari menit ke menit. Menjaga hati dimulai dari hal-hal yang
kecil dimana kita berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Sama seperti
orang tidak mungkin dapat melakukan kejahatan besar tanpa dimulai dari
kejahatan-kejahatan kecil, maka orang pun tidak mungkin dapat hidup berkenan
kepada Tuhan dalam perkara-perkara besar tanpa berjuang berkenan dari hal-hal
yang kecil.
Kejahatan itulah yang sebenarnya akan
menajiskan orang. Kata “menajiskan” dalam bahasa aslinya adalah koinoi (κοινοῖ) dari akar kata koinoó (κοινόω) yang memiliki makna “make unclean, pollute, desecrate, treating
what is sacred as common or ordinary” (membuat najis, mencemari/mengotori,
menodai, memperlakukan apa yang sakral/kudus sebagai hal yang biasa/wajar).
Makna ini begitu dalam karena selama ini saya berpikir bahwa kata “menajiskan”
di ayat ini sama halnya dengan menjadikan kotor. Tetapi menajiskan di sini juga
dapat berarti ketika kita memperlakukan sesuatu yang seharusnya kudus sebagai
hal yang biasa saja. Oleh karena itu hal-hal jahat yang ada di ayat 21 dan 22
ini sebenarnya memang menajiskan/mengotori hidup. Namun demikian, ini pun dapat
menjadi warning bagi kita bahwa
ketika kita menganggap sesuatu yang kudus sebagai hal yang biasa, maka itu pun
adalah suatu hal yang menajiskan. Betapa berbahayanya kita pada akhirnya
menjadi immune (kebal) terhadap
Firman Tuhan dan menganggap bahwa kejahatan adalah hal yang biasa. Betapa
berbahayanya juga ketika kita menjadi kebal dan tidak pernah mempersoalkan isi
hati kita di hadapan Tuhan. Justru Firman Tuhan di sini harus menjadi
peringatan keras bagi kita untuk tidak hanya menjaga kelakuan dan image di hadapan manusia, tetapi justru kita
harus menjaga hati kita supaya tetap bersih dan berkenan di hadapan Allah Bapa,
setiap jam, setiap menit, bahkan setiap saat.
Bacaan
Alkitab: Markus 7:20-23
7:20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang
menajiskannya,
7:21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat,
percabulan, pencurian, pembunuhan,
7:22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati,
hujat, kesombongan, kebebalan.
7:23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.