Jumat, 15 Juni 2018
Bacaan
Alkitab: Lukas 15:28-30
Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan
bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu
tambun itu untuk dia. (Luk 15:30)
Pornos dan Moichos (13): Dapat Menyebabkan Pemborosan Harta
Perikop yang kita baca adalah
perumpamaan mengenai anak yang hilang. Tentu hampir semua orang Kristen sudah
pernah mendengar mengenai perumpamaan ini, dimana ada seorang bapa yang
memiliki 2 orang anak (sulung dan bungsu). Anak bungsu meminta jatah warisannya
lalu pergi meninggalkan bapanya. Ia akhirnya kehabisan harta dan kembali kepada
bapanya sementara itu si sulung tetap tinggal di rumah bapanya. Tetapi anak
sulung marah begitu tahu adiknya kembali dan bapanya menerima adiknya kembali
bahkan mengadakan pesta bagi adiknya.
Kita memang tidak akan membahas seluruh
ayat dalam perikop ini, tetapi hanya berfokus pada kata pornos yang ada di dalam perikop ini. Ketika anak sulung marah dan
tidak mau masuk ke dalam rumah ayahnya (dimana sedang diadakan pesta menyambut
kembalinya anak bungsu), maka ayahnya kemudian keluar dan berbicara dengan anak
sulung tersebut (ay. 28). Kemungkinan besar pada saat itu ayahnya hendak
membujuk anak sulungnya untuk mau masuk ke dalam rumah dan ikut berpesta menyambut
kembalinya sang adik.
Namun anak sulung tersebut menjawab
ayahnya, dan berkata bahwa telah bertahun-tahun ia melayani bapa dan belum
pernah melanggar perintah bapa, tetapi bapa belum pernah memberikan seekor anak
kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatnya (ay. 29). Tetapi ketika
adiknya datang, yaitu anak yang telah memboroskan harta kekayaan bapa
bersama-sama dengan para pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun untuk
sang adik (ay. 30).
Menarik melihat bahwa si anak sulung
cemburu karena bapanya tidak pernah memberikan seekor anak kambing untuk
bersukacita dengan sahabat-sahabat si sulung, sementara justru ketika si bungsu
pulang, bapanya langsung menyembelih seekor anak lembu tambun menyambut
kedatangannya. Padahal, anak bungsu sudah sangat berdosa di hadapan bapanya. Ia
telah meminta bagian harta warisan ayahnya kemudian menjualnya, serta menghabiskannya
dengan berfoya-foya di negeri orang (Luk 15:13). Dalam ayat 13 memang tidak
dijelaskan dengan gamblang mengenai tindakan berfoya-foya yang dilakukan oleh
anak bungsu. Namun di ayat 30 ini, anak yang sulung mengatakan bahwa si bungsu
telah memboroskan harta kekayaan bapanya dengan pelacur-pelacur.
Kata “harta kekayaan” pada ayat ini dalam
bahasa aslinya menggunakan kata bion
(βίον) dari akar kata bios (βίος)
yang secara harafiah bermakna hidup/kehidupan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
si anak bungsu ini sebenarnya sedang menghabiskan “hidup” bapanya, karena harta
milik bapanya itu adalah sumber daya (resources)
yang menyokong kehidupan keluarga mereka. Kata “memboroskan” pun dalam bahasa
aslinya adalah kataphagōn (καταφαγών)
dari akar kata katesthió (κατεσθίω)
yang memiliki makna eat till it is
finished, devour, squander, annoy, injure (makan hingga habis tak bersisa,
melahap, menghambur-hamburkan, memboroskan, mengganggu, melukai, merusak,
merugikan). Jadi apa yang dilakukan oleh anak bungsu ini adalah menghabiskan
bagian warisan ayahnya (kemungkinan besar tanah atau ladang mereka),
menjualnya, lalu uangnya dihabiskan sama sekali hingga tak bersisa. Ini paralel
dengan deskripsi si anak bungsu yang tidak punya apa-apa bahkan hingga ia harus
memakan makanan babi ketika bekerja sebagai penjaga babi, tetapi tidak ada
orang yang memberikan makanan babi kepadanya (Luk 15:16).
Lebih lanjut, si anak sulung mengatakan
bahwa harta si bungsu habis karena diboroskan dengan para pelacur (ay. 30a). Kita
tidak tahu bagaimana anak sulung mengetahui hal ini, apakah ia mendengar cerita
dari orang lain yang menyampaikan kepadanya, atau ia hanya sekedar
menebak-nebak saja. Tetapi jika mau jujur, memang besar kemungkinan anak bungsu
ini masih belum memiliki pengalaman hidup sehingga ketika memiliki uang banyak
hasil penjualan bagian warisannya, ia kemudian berfoya-foya dan mencari
kepuasan dengan para pelacur. Dalam bahasa aslinya, kata “pelacur” menggunakan
kata pornōn (πορνῶν) dari akar kata porné (πόρνη). Kata porné ini memiliki pengertian sebagai a woman who sells her body for sexual uses, a prostitute, a harlot, any
woman indulging in unlawful sexual intercourse, whether for gain or for lust
(perempuan yang menjual tubuhnya untuk urusan seksual, pelacur, perempuan yang
melakukan hubungan seksual yang tidak sah, baik untuk mendapatkan keuntungan
atau hanya untuk memuaskan nafsunya).
Tidak dapat dipungkiri bahwa biaya
untuk menyewa pelacur dapat menghabiskan biaya yang cukup besar, apalagi jika
pelacur tersebut adalah pelacur yang high
class. Mengingat uang yang dibawa oleh si bungsu cukup banyak, maka bukan
tidak mungkin para pelacur mengetahuinya dan “menjebaknya” untuk mendapatkan
uangnya dengan cepat. Tidak heran jika anak bungsu bisa sangat cepat kehilangan
seluruh hartanya dengan gaya hidup yang demikian. Herannya mengapa si bungsu
tidak mencari wanita yang paling cantik di negeri orang tersebut kemudian menikahinya
daripada menghabiskan uang dengan para pelacur.
Salah satu kesalahan si bungsu adalah
ia tidak memiliki orang yang bisa memberikan nasehat yang benar kepada dirinya.
Ketika ia masih bersama dengan bapanya, ia mungkin masih mendapatkan nasehat
dari bapa dan kakaknya. Atau minimal pegawai bapanya masih bisa memberikan
masukan kepada si anak bungsu. Namun ketika ia memutuskan untuk pergi ke negeri
yang jauh, tanpa adanya orang yang bisa menasehatinya, maka ia sebenarnya sedang
terhilang menuju kebinasaan. Kata “hilang” dalam perikop “anak yang hilang” ini
pantas dimaknai sebagai tidak berada di tempat yang semestinya, atau terpisah
dari keluarganya. Ketika si anak bungsu ini putus hubungan dengan keluarganya,
maka tidak ada lagi saran atau masukan yang baik kepadanya sehingga ia akhirnya
salah melangkah dan mengambil keputusan. Syukurlah ia masih memiliki kesempatan
untuk kembali kepada bapanya dan tidak lagi terhilang dalam dosa dan kegelapan.
Jika mau jujur, banyak orang yang
menjadi miskin karena dosa perzinahan ini. Sekali terikat dengan perzinahan,
hal itu akan menjadi candu yang kuat dan mengikat sehingga sangat sulit sekali
untuk lepas. Ketika sudah terikat, maka uang pun akan banyak habis untuk
melakukan perzinahan tersebut. Apalagi jika dilakukan dengan para
pelacur-pelacur yang memang mencari menjual tubuhnya demi keuntungan khususnya
uang. Jangankan dengan para pelacur, memiliki istri simpanan pun juga dapat
menghabiskan banyak uang. Oleh karena itu, satu hal yang perlu ditekankan
adalah jangan sampai jatuh ke dalam dosa perzinahan karena hal tersebut adalah
jahat di mata Tuhan. Uang dan harta kita adalah titipan Tuhan yang harus kita
kelola sebaik-baiknya bagi kemuliaan nama Tuhan, untuk kepentingan Tuhan dan
kerajaan-Nya. Jangan biarkan uang kita habis untuk hal-hal yang tidak berguna,
apalagi untuk hal-hal yang jelas-jelas merugikan diri kita.
Bacaan
Alkitab: Lukas 15:28-30
15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya
keluar dan berbicara dengan dia.
15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku
melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku
belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan
sahabat-sahabatku.
15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan
bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu
tambun itu untuk dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.