Selasa,
25 Juni 2019
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 6:5-11
Atau
tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat
bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala,
orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah
dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (1 Kor 6:9-10)
Pornos dan Moichos (27): Tidak
Mendapat Bagian dalam Kerajaan Allah
Konteks
bacaan Alkitab kita hari ini sebenarnya tidak secara langsung berbicara mengenai
percabulan, namun mengenai masalah yang dihadapi dalam jemaat. Jika kita
melihat pasal sebelumnya, Paulus jelas menegaskan bahwa seorang pemimpin jemaat
wajib dan harus berani bersikap untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di
dalam jemaatnya. Seorang pemimpin jemaat tidak boleh lepas tangan atau cuci
tangan atas masalah yang terjadi di dalam jemaat. Bahkan seorang pemimpin
jemaat tidak boleh hanya duduk diam dan bersembunyi di balik masalah, sambil berharap
masalah itu akan selesai dengan sendirinya. Memang berat tugas seorang
pemimpin, itulah sebabnya tidak mungkin seseorang dapat menjadi pemimpin yang benar
jika ia tidak belajar melayani lebih dahulu dari hal-hal yang kecil.
Dalam
perikop ini, Paulus bertanya dengan heran kepada jemaat di Korintus: apakah
tidak ada orang yang berhikmat di antara jemaat (termasuk di antara pemimpin
jemaat) yang dapat mengurus perkara atau masalah yang dialami oleh saudara-saudara
seiman? (ay. 5). Kata “mengurus perkara” di sini juga dapat bermakna menghakimi
atau memutuskan sesuatu. Ucapan tersebut disampaikan Paulus untuk membuat
jemaat Korintus malu dan tersadar, supaya hal itu menjadi cambuk bagi mereka
untuk bangkit. Konsekuensi dari tidak adanya hikmat di dalam jemaat (khususnya
hikmat pada para pemimpinnya) akhirnya dapat membuat jemaat tidak lagi mencari
keadilan kepada jemaat atau pemimpin jemaat, tetapi justru mencari keadilan di
luar. Hal ini sangat mungkin terjadi karena jemaat yang awalnya membawa masalah
mereka kepada pemimpin jemaat, namun tidak menemukan solusi atau malah diberi
solusi yang salah, sehingga mau tidak mau mereka mencoba mencari solusi di luar
jemaat (ay. 6).
Paulus
lebih lagi menunjukkan bahwa jika adanya suatu perkara di dalam jemaat saja
sudah merupakan suatu “kekalahan” bagi jemaat itu (ay. 7a). Kata kekalahan di
sini dapat merujuk berarti kegagalan, yaitu ketika jemaat Tuhan gagal menjadi
saksi yang benar. Menjadi saksi bukan hanya berarti kita menceritakan Tuhan itu
baik, Tuhan itu kasih, dan lain sebagainya. Menjadi saksi juga berarti bahwa
orang di luar jemaat dapat melihat kasih dan hikmat Tuhan dalam jemaat itu
sendiri. Mereka bisa melihat bagaimana etos kerja orang Kristen yang
berkualitas tinggi, kehidupan bersama tanpa adanya perkara-perkara yang memalukan,
serta contoh hidup dalam kesucian yang sempurna.
Oleh
karena itu Paulus menantang jemaat Korintus: mengapa mereka suka untuk dipandang
kalah/gagal? Namun mereka sekaan-akan menjadi munafik karena mereka tidak suka diperlakukan
tidak adil dan dicurangi (ay. 7b). Ketika ketidakadilan itu dialami oleh mereka
sendiri, ada orang-orang di dalam jemaat yang berteriak dan berkata: “ini
curang, ini tidak adil”. Akan tetapi ketika ada orang yang mencari keadilan di
dalam jemaat, justru para pemimpinnya tidak dapat bertindak dengan adil. Ini
adalah standar ganda yang sangat membahayakan, apalagi jika dikenakan oleh
mereka yang berposisi sebagai pemimpin jemaat. Bisa jadi ketika ada jemaat yang
salah, maka jemaat itu langsung dicap sebagai orang berdosa. Namun jika si
pemimpin melakukan kesalahan, mereka tidak mau mengakuinya, bahkan mencap jemaat
yang kritis sebagai pemberontak, dan berlindung di balik kalimat: “Jangan
mengusik orang yang diurapi, jemaat harus tunduk kepada pemimpin jemaat, dan
lain sebagainya”
Oleh
karena itu Paulus dengan tegas mengatakan bahwa jemaat (khususnya para pemimpin
jemaat) telah melakukan ketidakadilan dan merugikan orang lain, yaitu saudara-saudara
mereka sendiri (ay. 8a). Saya lebih menyoroti bahwa rangkaiaan ayat di dalam
perikop ini lebih ditujukan kepada para pemimpin jemaat, mengingat perikop
sebelumnya juga berbicara tentang bagaimana sikap pemimpin jemaat menghadapi
orang-orang cabul yang mengaku diri sebagai saudara. Hal ini diperkuat juga
dengan fakta bahwa rata-rata jemaat akan mencari keadilan kepada para pemimpin
jemaat untuk memutuskan sesuatu perkara, bukan kepada jemaat lain).
Kesimpulan
dari ucapan Paulus ini adalah supaya jemaat dan khususnya para pemimpin jemaat
dapat bertindak dengan adil, sehingga dapat memutuskan perkara-perkara yang ada
di dalam jemaat dan jemaat tidak perlu mencari keadilan di luar jemaat. Lebih
baik lagi jika tidak perlu ada perkara-perkara yang muncul di dalam jemaat
karena pemimpin jemaat memang memimpin dengan penuh kasih dan kelemahlembutan. Lebih
tegas lagi, Paulus berharap para pemimpin jemaat tidak memimpin dengan tidak
adil, karena orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Allah (ay. 9a).
Kata “tidak
adil” di ayat 9 ini dalam bahasa aslinya menggunakan kata adikos (ἄδικος)
yang bermakna “unjust, unrighteous, wicked, deceitful, one who deals
fraudulently with others, one who is false to a trust” (tidak adil, tidak
benar, jahat, keji, tidak jujur, menyesatkan, memperdayakan, suka menipu, menyalahgunakan
kepercayaan). Jika melihat konteks ayat-ayat sebelumnya, jelas bahwa sikap
tidak adil yang dilakukan oleh jemaat apalagi seorang pemimpin jemaat dapat
dipandang sebagai suatu kejahatan di mata Tuhan, dan jika tidak serius bertobat,
maka orang tersebut dapat ditolak untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Paulus
dengan tegas mengucapkan kalimat ini: “Janganlah sesat! Orang cabul,
penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir,
pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” (ay.
9b-10). Hal ini memasukkan sikap tidak adil kepda sikap atau tindakan yang
berpotensi membuat orang tidak masuk ke dalam kerajaan Allah. Orang yang tidak
adil dapat dipandang sama dengan orang cabul, penyembah berhala, orang kikir,
pemabuk, pemfitnah, penipu, dan pencuri.
Kata ”orang
cabul” di ayat 9 ini menggunakan kata pornos (πόρνος) yang juga
digunakan di perikop sebelumnya (1 Kor 5:9-11). Namun di ayat 9 ini juga
digunakan kata orang berzinah yang menggunakan kata moichos (μοιχός).
Apakah orang yang melakukan moichos pasti ditolak masuk Kerajaan Allah?
Tentu dalam hal ini kita harus memahami bahwa tindakan moichos masih
dapat diperbaiki dengan niat yang serius dan kemauan yang keras (dan dalam
tuntunan Roh Kudus). Namun jika orang melakukan moichos terus menerus
dan tidak mau bertobat, maka karakter orang itu bisa jadi sudah rusak sehingga
dapat ditolak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun orang yang sudah sampai ke
level pornos akan lebih sulit bertobat, sehingga mereka juga berpotensi
untuk ditolak masuk ke dalam Kerajaan Allah. Di ayat 9 dan 10 ini juga disebutkan kata-kata lain sebagaimana
yang telah disebutkan di perikop sebelumnya seperti penyembah berhala (eidólolatrés),
orang kikir (pleonektés), pemabuk (methusos), pemfitnah (loidoros),
dan penipu (harpax).
Namun
jika dibandingkan dengan perikop sebelumnya, ada tambahan tindakan jahat di ayat
9 dan 10 ini yang tidak ada di dalam 1 Korintus 5:9-11 yaitu pencuri, banci,
dan pemburit. Kata pencuri dalam bahasa aslinya menggunakan kata kleptés
(κλέπτης). Kata mencuri ini merujuk pada tindakan yang mengambil sesuatu yang
bukan miliknya secara diam-diam dan rahasia. Pencuri berbeda dengan garong atau
begal yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara terbuka dan dengan
kekerasan. Kita mengenal istilah dalam bahasa Indonesia yaitu kleptomania untuk
merujuk suatu keadaan dimana seseorang memiliki kebiasaan mengambil milik orang
lain tanpa ijin, bahkan untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Namun kata kleptés
ini juga digunakan untuk orang-orang yang berlawanan dengan Tuhan Yesus dan
ajaran-Nya, seperti dalam Injil Yohanes 10:1-10. Oleh karena itu selain bermakna
tindakan mencuri secara harafiah, kata kleptés ini juga dapat dimaknai
sebagai tindakan yang berlawanan dengan Tuhan Yesus, yang sama dengan berada di
pihak iblis.
Ada juga
kata “banci” yang dalam bahasa aslinya menggunakan kata malakos (μαλακός)
yang secara harafiah berarti lembut, halus (bandingkan dengan kata “pakaian
halus” dalam Mat 11:8 atau Luk 7:25). Namun kata ini juga memiliki makna lain
yaitu “effeminate, of a catamite (a boy kept for homosexual practice), a
male who submits his body to unnatural lewdness” (banci, bertingkah laku
seperti wanita, keperempuan-perempuanan, seorang laki-laki yang “dipelihara”
untuk praktik homoseksual, seorang laki-laki yang menyerahkan tubuhnya kepada hawa
nafsu/percabulan yang tidak wajar, antara lain menyimpang dari natur/kodrat
yang seharusnya sebagai laki-laki). Jadi jelas bahwa banci di sini merujuk
tidak hanya orang yang berakting sebagai perempuan (misal dalam film atau acara
televisi), tetapi memang menunjuk kepada orang yang sudah memiliki kelainan
orientasi seksual, yaitu seorang laki-laki yang sudah bertindak seperti
perempuan, bahkan hingga rela menjadi obyek homoseksual bagi orang lain.
Sementara
itu kata “pemburit” dalam bahasa aslinya menggunakan kata arsenokoites (ἀρσενοκοίτης)
yang merupakan gabungan 2 kata: arrén (pria/laki-laki) dan koité (tempat tidur). Makna
kata ini antara lain “a man in bed with another man, a male engaging in
same-gender sexual activity, one who lies with a male as with a female, a
sodomite, a pederast, a homosexual” (seorang laki-laki yang tidur dengan laki-laki
lain, seorang laki-laki yang melakukan aktivitas seksual dengan sesame jenis,
seorang laki-laki yang tidur dengan laki-laki lain seperti kepada seorang
perempuan (dalam konteks hubungan seksual), orang yang bersetubuh melalui lubang
anus (merujuk kepada tindakan seksual kepada laki-laki lain atau binatang), seorang
laki-laki yang melakukan aktivitas seksual dengan anak laki-laki di bawah umur,
seorang homoseksual). Semua definisi tersebut memang
terdengar menjijikkan, tetapi fakta menunjukkan bahwa orang seperti ini sudah
ada sejak zaman Romawi dan akan tetap ada hingga akhir zaman nanti. Bahkan sangat
mungkin populasinya akan semakin bertambah mengingat dunia ini akan semakin
bertambah jahat menjelang hari akhirnya.
Ternyata
salah satu penyebab mengapa Rasul Paulus begitu tegas berkata kepada jemaat di
kota Korintus adalah karena memang beberapa orang di dalam jemaat dahulunya
melakukan tindakan-tindakan jahat sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 9-10
di atas (ay. 11a). Tetapi Paulus kembali mengingatkan bahwa ketika seorang
mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, maka sesungguhnya orang tersebut
telah memberi diri untuk disucikan, dikuduskan, dan dibenarkan di dalam nama
Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah (ay. 11b).
Kata
disucikan dalam ayat ini dalam bahasa aslinya adalah apelousasthe (ἀπελούσασθε)
dari akar kata apolouó (ἀπολούω) yang bermakna to
wash off, wash away (dibasuh, dicuci, dibersihkan). Kata ini muncul 2 kali
dalam Alkitab, dimana ayat lainnya berbicara mengenai baptisan dan dosa-dosa
yang disucikan/dibasuh/dibersihkan (Kis 22:16). Menariknya, kata disucikan (apelousasthe)
ini bersifat kata kerja Aorist Indicative Midlle – 2nd Person
Plural. Sementara kata lain yaitu dikuduskan (hēgiasthēte)
dan dibenarkan (edikaiōthēte) di ayat 11 ini bersifat kata kerja Aorist Indicative Passive – 2nd Person Plural. Hal ini dapat berarti bahwa proses penyucian/pembersihan ini
bukanlah sesuatu yang pasif dimana orang hanya menunggu saja proses penyucian dari
Tuhan. Ada peran dari orang tersebut dalam proses penyucian (pembersihan dari
dosa-dosa atau kemelesetan) dalam diri seseorang. Sedangkan, proses penyucian dan
pembenaran memang adalah anugerah dari Allah yang tidak dapat dikerjakan oleh
manusia.
Oleh karena itu,
menurut pandangan saya, seseorang harus berjuang untuk menyucikan dirinya dalam
artian membersihkan dirinya dari dosa-dosa yang membuat dirinya tidak berkenan
di hadapan Tuhan sebelum dapat menerima anugerah pengudusan dan pembenaran yang
seutuhnya dari Tuhan. Saya yakin Tuhan tidak akan membenarkan orang-orang yang
masih hidup dan menikmati dosa, seperti yang disebutkan di ayat-ayat sebelumnya.
Tuhan tidak akan semudah itu membenarkan orang-orang yang masih bersifat cabul,
tanpa adanya usaha dari orang itu untuk menyadari keberdosaannya. Ia harus
menyadari keadaannya dan memiliki niat serta usaha untuk bertobat, barulah Tuhan
akan memberikan anugerah pengudusan dan pembenarannya melalui Roh Kudus. Tuhan
akan menuntun orang-orang yang mau bertobat sehingga dapat terus bertumbuh
dalam keselamatan jiwanya. Namun jika orang itu tidak mau berjuang melepaskan
diri dari ikatan dosa yang jahat, maka jika kesempatan hidup di dunia ini sudah
habis, tidak aka nada lagi kesempatan untuk memperbaiki diri. Kondisi manusia
batiniah orang itu yang masih hidup dalam dosa akan menyebabkan dirinya ditolak
masuk ke dalam Kerajaan Allah dan akhirnya ia akan terbuang di neraka kekal.
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 6:5-11
6:5
Hal ini kukatakan untuk memalukan kamu. Tidak adakah seorang di antara kamu
yang berhikmat, yang dapat mengurus perkara-perkara dari saudara-saudaranya?
6:6
Adakah saudara yang satu mencari keadilan terhadap saudara yang lain, dan
justru pada orang-orang yang tidak percaya?
6:7
Adanya saja perkara di antara kamu yang seorang terhadap yang lain telah
merupakan kekalahan bagi kamu. Mengapa kamu tidak lebih suka menderita
ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan?
6:8
Tetapi kamu sendiri melakukan ketidakadilan dan kamu sendiri mendatangkan
kerugian, dan hal itu kamu buat terhadap saudara-saudaramu.
6:9
Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat
bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala,
orang berzinah, banci, orang pemburit,
6:10
pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian
dalam Kerajaan Allah.
6:11
Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi
dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan
Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.