Senin, 30 Maret 2020

Pengurapan dalam Perjanjian Baru: (6) Untuk Pribadi yang Berkenan kepada Allah


Senin, 30 Maret 2020
Bacaan Alkitab: Ibrani 1:8-9
Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu. (Ibr 1:9)


Pengurapan dalam Perjanjian Baru: (6) Untuk Pribadi yang Berkenan kepada Allah


Dalam renungan-renungan sebelumnya kita telah belajar bagaimana Tuhan Yesus adalah Mesias, yaitu Ia yang diurapi oleh Allah Bapa sebagai satu-satunya utusan Allah untuk menyelamatkan manusia. Kita juga telah belajar bagaimana Allah Bapa juga mengurapi orang percaya dengan Roh Kudus, yang telah digenapi pada hari Pentakosta. Dengan demikian, pengurapan disediakan oleh Allah Bapa untuk setiap orang yang mau percaya kepada-Nya, dan kepada Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus yang telah menjadi Juruselamat bagi kita.

Memang pengurapan tersebut adalah anugerah. Jika di masa Perjanjian Lama, Roh Allah dapat tinggal di dalam diri seseorang secara temporer, maka di masa Perjanjian Baru, Allah memungkinkan Roh-Nya untuk tinggal secara permanen di dalam diri seseorang. Roh itulah yang akan menuntun pribadi orang tersebut kepada seluruh kebenaran, supaya ia dapat mengerti kehendak Bapa dan melakukannya dalam kehidupannya.

Namun kita tidak boleh menganggap remeh atau menganggap rendah anugerah Allah dalam pengurapan-Nya atas kita. Karena Allah adalah kudus, maka tentu saja Roh-Nya juga pasti bersifat kudus. Itulah mengapa dalam Perjanjian Baru Roh Allah juga lebih sering disebut dengan Roh Kudus. Karena karakter kekudusan yang dimiliki oleh Allah, tentu hal tersebut juga harus kita perhatikan dengan seksama. Dengan demikian kita harus menjaga diri kita dalam kekudusan supaya pengurapan-Nya atas kita tidak kita sia-siakan.

Pribadi Yesus Kristus sebagai Mesias atau Yang diurapi oleh Allah juga demikian. Saya berpikir bahwa pasti Allah Bapa mengurapi Yesus Kristus pada saat pembaptisan-Nya (Mat 3:16-17, Mrk 1:10, Luk 3:22, Yoh 1:32) bukanlah tanpa alasan. Kita harus mengerti bahwa Allah kita adalah Allah yang Maha Besar, yang tentu memiliki tatanan ilahi dalam diri-Nya. Artinya, pengurapan Allah atas diri Tuhan Yesus (yang waktu itu berinkarnasi sebagai manusia) tentu tidaklah diberikan secara sembarangan. Ingat bahwa ketika menjadi manusia, Tuhan Yesus benar-benar disamakan dengan manusia (Ibr 2:17). Memang Yesus adalah Tuhan, yang telah bertahta dari sebelum dunia dijadikan dan selamanya (ay. 8a). Ini paralel dengan pernyataan Tuhan Yesus bahwa Ia adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir (Why 1:8, 1:17, 21:6, 22:13). Dalam pemerintahan-Nya sejak dahulu kala, Ia telah memerintah dengan kebenaran sebagai tongkat kerajaan-Nya (ay. 8b).

Ketika menjadi manusia, tentu “hak istimewa” Yesus Kristus sebagai Raja yang telah memerintah sejak dahulu kala “dicabut”. Ia benar-benar menjadi manusia yang merasakan apa yang kita alami. Ia merasakan rasa sakit, rasa sedih, bahkan Ia harus belajar dalam segala hal untuk menjadi pribadi yang menykakan hati Bapa. Saya rasa, sejak masa kecilnya, Tuhan Yesus terus belajar Firman dan berjuang untuk tidak berbuat dosa. Hingga suatu hari di usia-Nya yang ke 30 tahun, Ia pun menyerahkan diri-Nya untuk dibaptis oleh Yohanes, padahal Yohanes sendiri berkata bahwa seharusnya dirinyalah yang dibaptis oleh Tuhan Yesus (Mat 3:13-15). Setelah dibaptis itulah maka Roh Kudus turun ke atas diri Tuhan Yesus yang melambangkan pengurapan dari Allah dengan suara dari surga yang berkata “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah aku berkenan”(Mat 3:16-17).

Tentu bukan tanpa alasan Allah Bapa berkata seperti itu. Dalam hidup-Nya sebagai manusia sampai dengan saat itu, Yesus Kristus telah menunjukkan pribadi yang agung dan menyukakan hati Bapa-Nya. Hal itu digambarkan dengan “mencintai keadilan dan membenci kefasikan” (ay. 9a). Ingat bahwa ayat 8 dan 9 ini merupakan kutipan dari Perjanjian Lama, tepatnya Mazmur 45:7-8, sehingga di ayat 8 dan 9 ini digunakan kata-kata yang lebih bersifat puitis, namun tetap dapat dikenakan kepada pribadi Yesus Kristus. Oleh karena itulah, maka Allah mengurapi sebagai tanda bahwa pribadi Yesus Kristus adalah pribadi yang menyukakan hati Allah Bapa (atau berkenan kepada-Nya) (ay. 9b). Perhatikan bahwa memang ada perbedaan medium pengurapan, dimana ayat di Perjanjian Lama menggunakan kata “minyak” sebagai cara pengurapan yang wajar pada waktu itu, sementara di Perjanjian Baru tentu pengurapan yang terjadi menggunakan Roh Kudus. Kalimat “melebihi teman-teman sekutumu” juga merupakan kutipan langsung dari ayat di Perjanjian Lama, yang mungkin tidak perlu kita permasalahkan lebih jauh dalam pembahasan kali ini.

Namun saya ingin menekankan bahwa pengurapan Allah atas diri Yesus Kristus tentu karena Ia telah berjuang untuk menjadi pribadi yang berkenan. Dari lahir hingga umur 30 tahun, Ia telah membuktikan perjuangan-Nya untuk senantiasa hidup dalam kehendak Allah Bapa. Itulah sebabnya Allah Bapa mengurapi-Nya pada peristiwa pembaptisan-Nya dan selanjut-Nya Yesus pun memulai pelayanan-Nya di bumi ini. Sampai pada kematian-Nya di atas kayu salib, Ia telah membuktikan ketaatan-Nya yang mutlak dan sempurna kepada Bapa-Nya, hingga kemudian Ia dibangkitkan dan naik ke surga untuk duduk kembali di tahta-Nya yang seharusnya.

Dalam hal ini kita pun perlu mengikuti teladan yang telah diberikan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Kita secara kolektif (sebagai bagian dari jemaat Tuhan atau orang percaya) telah diurapi sejak hari Pentakosta. Namun secara pribadi, kita perlu mempersoalkan apakah hidup kita sudah sejalan dengan pengurapan tersebut. Kita perlu memeriksa diri kita sendiri apakah kita sudah hidup dalam kekudusan sejalan dengan kekudusan pribadi Allah dan Roh Kudus. Itulah sebabnya sebagai orang percaya, kita perlu sungguh-sungguh bertobat, yang selama ini dikenal sebagai kelahiran baru.

Kelahiran baru bukan sekedar keputusan untuk bersedia dibaptis atau sidi. Memang idealnya orang yang dibaptis atau sidi adalah orang yang benar-benar bertobat. Namun pada praktiknya, seringkali orang dibaptis atau sidi hanya karena usianya dipandang sudah akil balik, atau karena akan menikah di gereja, sehingga sebagai salah satu persyaratan ia harus dibaptis. Oleh karena itu, kelahiran baru sejatinya tidak dapat hanya diukur dari tanggal baptisan atau sidi di gereja. Kelahiran baru berarti seseorang berubah dari kodrat dosa (yaitu pribadi yang masih menyenangi dosa dan hidup di dalamnya) menjadi kodrat ilahi (yaitu pribadi yang berusaha terus menghindari dosa dan kemelesetan, dan berusaha hidup dalam kehendak Bapa). Tentu orang yang lahir baru sudah tidak boleh lagi hidup dalam dosa-dosa umum seperti pelanggaran moral (mencuri, membunuh, berzinah), tetapi sudah harus memperkarakan kehendak Bapa dalam segala hal. Seiring pertumbuhan rohaninya, orang yang lahir baru harus semakin membenci kefasikan dan mencintai keadilan dan kekudusan. Ia akan semakin mengerti kemelesetan-kemelesetan yang semakin tipis perbedaannya, dan dapat semakin dibentuk menuju pribadi yang berkenan kepada Allah Bapa.

Oleh karena itu, mari kita berperkara dengan diri kita sendiri dan dengan Tuhan. Apakah dalam hidup kita sehari-hari kita sudah membenci dosa, kefasikan, kemunafikan, dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan hati Bapa? Apakah hidup kita sehari-hari sudah mencintai kasih, keadilan, dan kekudusan? Apakah kita sudah memperkarakan apa kehendak Bapa dalam hidup kita, dan berusaha untuk melakukan bagian kita? Di situ kita akan semakin diteguhkan bahwa pengurapan-Nya dalam hidup kita telah menjadi nyata, karena kita tidak menyia-nyiakan anugerah pengurapan tersebut. Namun jika tidak, berhati-hatilah supaya kita tidak terus menerus mendukakan Roh Kudus dalam hati kita, yang jika tidak segera diperbaiki maka akan sampai pada taraf menghujat atau menyangkal Roh Kudus, yaitu suatu kondisi dimana orang tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki kepada kebenaran.



Bacaan Alkitab: Ibrani 1:8-9
1:8 Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.
1:9 Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.