Minggu, 19 April 2020

Menguji Karunia Nabi (3): Suatu Saat Akan Berakhir


Minggu, 19 April 2020
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 13:8-13
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (1 Kor 13:8)


Menguji Karunia Nabi (3): Suatu Saat Akan Berakhir


Ada sebagian gereja tertentu yang sangat menekankan karunia-karunia rohani (atau karunia Roh). Ukuran kedewasaan seseorang dalam gereja ini biasanya diukur dari karunia yang orang tersebut miliki. Dan, hal yang paling mudah dilihat atau diukur adalah karunia berbahasa roh. Seringkali dalam ibadah-ibadahnya, gereja ini sering mengajak jemaat untuk berbahasa roh bersama-sama. Memang tidak ada yang salah dengan hal ini, tetapi bagi orang yang belum memperoleh karunia tersebut, mungkin saja orang itu akan merasa minder karena belum bisa berbahasa roh, dan akhirnya justru akan “tergoda” untuk meniru bahasa roh tersebut (dengan memperhatikan orang lain di sekitarnya). Akibatnya, justru jemaat tidak diajarkan bagaimana bergumul untuk berbahasa roh dengan benar, tetapi bisa jadi hanya sekedar ikut-ikutan supaya dipandang sudah rohani (karena sudah memperolah karunia).

Saya tidak menampik bahwa karunia itu penting dan berguna bagi diri kita dan juga bagi jemaat. Akan tetapi, hendaknya karunia roh itu tidak dimanipulasi dan dibuat-buat. Lagipula, Paulus mengatakan bahwa karunia (atau hal-hal spiritual/rohani) pun aka nada batasnya. Dikatakan bahwa nubuatan (prophēteiai) akan berakhir, bahasa roh (glōssai) akan berhenti, dan pengetahuan (gnōsis) akan lenyap – akan tetapi kasih tidak akan pernah berkesudahan (ay. 8). Ketiga hal yang disebutkan di ayat 8 ini sudah disebutkan di dalam perikop sebelumnya mengenai bermacam-macam karunia, meskipun dengan penggunaan kata yang agak berbeda, misalnya: karunia untuk bernubuat (prophēteia), karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh (gene glōssōn), dan karunia berkata-kata dengan pengetahuan (logos gnōseōs) (1 Kor 12:7-10). Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa segala karunia itu suatu saat akan berhenti.

Kapankah karunia-karunia tersebut akan berhenti? Paulus memberikan jawabannya bahwa karunia-karunia tersebut tidak lengkap dan tidaklah sempurna (ay. 9). Semua hal yang tidak sempurna akan lenyap ketika yang sempurna sudah tiba atau sudah datang atau sudah dinyatakan (ay. 10). Tentu hal ini harusnya berbicara tentang kerajaan Allah yang dinyatakan pada akhir zaman, ketika dunia ini akan menjadi lautan api dan orang-orang percaya dibawa Tuhan ke dalam langit yang baru dan bumi yang baru. Di situlah kita sudah tidak membutuhkan karunia-karunia sebagaimana yang disebutkan di atas.

Misalnya, terkait dengan nubuatan, kita di bumi ini masih membutuhkan karena mungkin saja kita dapat memberi penguatan dengan menyampaikan apa yang Tuhan suruh kita sampaikan kepada orang lain. Namun ketika kita sudah dibawa masuk ke dalam kerajaan Allah, maka kita sudah masuk ke dalam pemerintahan Allah yang kekal dan sempurna, sehingga Anak Domba Allah pun menjadi Raja yang kekal, dan semua orang dapat langsung hidup dalam pemerintahan-Nya. Mungkin saja di surga kita dapat langsung mendengar suara-Nya dan kehendak-Nya yang khusus bagi masing-masing kita, sehingga nubuatan tidak diperlukan lagi karena kita akan mengenal Allah dengan sempurna (ay. 12b). Demikian pula dengan pengetahuan yang kita miliki akan menjadi sempurna di dalam surga.

Jadi, sebenarnya tidak ada yang salah dengan karunia itu. Tentu saya juga merindukan memiliki karunia-karunia supaya saya dapat lebih efektif lagi melayani Allah. Namun jika karena karunia maka kita saling menjelek-jelekkan gereja lain, saling mengatakan gereja lain sebagai gereja yang sesat, atau juga dengan cara memanipulasi dan memanfaatkan karunia demi kepentingan kita sendiri, maka itu menunjukkan sikap kita yang masih kanak-kanak. Seseorang yang masih kanak-kanak biasanya akan meributkan hal-hal yang tidak penting. Mereka bisa berkelahi hanya karena berebut mainan, padahal orang dewasa mungkin dapat menyelesaikannya dengan bermain bersama atau bergantian. Tentu anak kecil yang benar-benar masih anak kecil tidak dapat disalahkan jika ia berpikir dan berperilaku seperti anak-anak. Hal ini berlaku pula dalam hal rohani. Orang yang masih kanak-kanak secara rohani tentu masih dimaklumi jika pola pikir mereka belum dewasa dan masih suka mempersoalkan hal-hal yang tidak esensial. Akan tetapi, jika orang tersebut seharusnya sudah cukup dewasa ditinjau dari segi usia/umur tetapi masih bersikap seperti kanak-kanak, berarti ada yang salah dengan orang tersebut, karena mungkin saja ia tidak bertumbuh secara proporsional secara rohani (ay. 11-12a).

Di balik karunia-karunia yang bermacam-macam jenisnya, kita harus memahami bahwa karunia itu memang sangat berguna bagi kita. Tetapi kita telah diingatkan lagi bahwa ada hal lain yang jauh lebih penting atau lebih utama, yaitu kasih (1 Kor 12:31). Oleh karena itu jangan kita lebih fokus pada karunia-karunia yang dapat berakhir tetapi melupakan apa yang tidak dapat berkesudahan, yaitu kasih (ay. 8a). Bahkan, dari tiga hal yang akan tinggal tetap (yang sangat mungkin akan tetap ada hingga pada kekekalan), yaitu iman, pengharapan, dan kasih, yang paling besar atau paling utama (meizōn) dari ketiganya adalah kasih (ay. 13). Hal ini sebenarnya dapat dengan mudah dipahami jika kita mengerti definisi kasih, yang tidak hanya sekedar kerelaan untuk memberi kepada orang lain, tetapi juga sampai pada tingkatan berupa tindakan yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah (atau kehendak Allah).

Orang yang melakukan segala sesuatu dalam kasih – artinya melakukannya sesuai dengan kehendak Allah – maka dalam segala hal ia akan didapati berkenan di hadapan Allah. Kalaupun ia memiliki karunia-karunia, maka ia akan menggunakan karunia tersebut dengan bijaksana, sesuai dengan tuntunan Allah. Dalam segala hal ia akan memperkarakan apakah yang harus ia lakukan dengan karunia tersebut. Sebagai contoh, jika seseorang yang hidup dalam kasih memiliki karunia untuk bernubuat (atau menyampaikan nubuatan/suara Allah), maka ketika ia hendak menyampaikan nubuatan kepada orang lain, ia akan mempersoalkan terlebih dahulu apakah memang ia yang harus menyampaikan nubuatan tersebut, bagaimana caranya, kapan dan dimana tempatnya. Ia tidak akan terburu-buru mengucapkan nubuatan tanpa memikirkan perasaan Allah. Tentu ia juga tidak akan menambah-nambahi atau mengurangi isi nubuatan tersebut, misalnya dengan memberi suatu batas waktu atau menyebutkan suatu tanggal/bulan/tahun yang sebetulnya tidak dikehendaki Allah.

Orang seperti ini juga tidak akan mempermasalahkan jika ia memiliki suatu karunia atau ia tidak memiliki karunia tertentu. Ia tidak akan menghitung karunia-karunia yang dimiliki, karena baginya karunia adalah anugerah dari Allah. Yang terpenting baginya adalah jika kepadanya dipercayakan suatu karunia, maka ia harus mempergunakan karunia itu dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab. Ibarat hamba yang diberi talenta, maka ia wajib untuk mempergunakan dan mengembangkan talenta tersebut dengan baik. Ia tidak akan menjadi sombong atas karunia yang dimiliki karena ia sadar bahwa karunia itu hanya sementara, dan yang penting adalah tetap hidup dalam iman, pengharapan dan kasih. Ia tidak akan menyalahgunakan karunia-karunia itu untuk kepentingannya sendiri. Dalam hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang sudah dewasa rohani, pasti memiliki ciri-ciri hidup dalam kasih, dan tidak meributkan hal-hal yang suatu saat akan berakhir.



Bacaan Alkitab: 1 Korintus 13:8-13
13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
13:9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.
13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.
13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.
13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.