Sabtu, 29 Februari 2020
Bacaan Alkitab: Matius 6:31-34
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu
akan ditambahkan kepadamu. (Mat
6:33)
Kesalahan Memaknai Frasa “Semuanya Itu Akan
Ditambahkan Kepadamu”
Tidak
bisa dipungkiri bahwa sudah terlalu banyak orang Kristen yang menjadikan Matius
6:33 sebagai ayat favoritnya. Tidak hanya jemaat umum yang menyukai ayat ini,
bahkan banyak pendeta pun sangat menyukai ayat ini. Tidak jarang ayat ini juga
ditulis di spanduk, banner, atau dijadikan salah satu slogan di dalam gereja.
Tentu tidak mengherankan, mengingat ayat ini seperti suatu janji yang luar
biasa, yang dapat dengan mudah “diklaim” oleh orang Kristen. Mereka berpikir
bahwa jika Tuhan baik, tentu Ia akan memberikan apa yang kita perlukan. Apalagi
jika mereka menggunakan ayat ini, dimana jika kita mencari Tuhan, maka semuanya
akan ditambahkan. Hanya orang aneh yang tidak mau ditambahkan semuanya ke dalam
hidupnya bukan?
Tetapi
menarik bahwa banyak orang tidak teliti membaca ayat 33 ini sesuai konteksnya.
Bahkan sebenarnya hanya dibutuhkan konteks sempit (membaca sedikit ayat sebelum
dan sesudahnya) untuk dapat memahami ayat ini dengan benar. Sudah terlalu lama
ayat ini seakan-akan “diperkosa” oleh para pendeta dalam khotbahnya dan juga oleh
para jemaat dalam doa-doanya. Saya pun dahulu juga termasuk salah satu pelaku
yang “memperkosa” ayat ini dengan menggunakannya secara sembarangan ketika
berdoa kepada Tuhan. Namun setelah saya belajar lebih dalam lagi, saya
menyadari bahwa hampir semua doa saya yang didasarkan pada ayat ini sebenarnya adalah
doa yang salah.
Sebelum
membahas ayat 33, mari kita membaca beberapa ayat sebelumnya. Dalam ayat 31 Tuhan
Yesus berkata: “Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan
kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?” (ay.
31). Perhatikan penggunaan kata “sebab itu” yang merujuk pada ayat-ayat
sebelumnya, setidaknya mulai dari ayat 25. Sebenarnya ayat 25 juga menggunakan
kata “karena itu” yang merujuk ke ayat sebelumnya lagi. Supaya kita tidak
terlalu jauh membahas, maka ayat dalam renungan kita hari ini kita batasi mulai
ayat 31. Tetapi jelas bahwa ayat 31 berbicara mengenai apa yang diucapkan di
ayat 25-30 dimana Tuhan Yesus berkata bahwa burung di langit diberi makan oleh Allah,
serta bunga bakung di ladang pun didandani Allah dengan luar biasa.
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki hati nurani serta roh yang berasal
dari Allah, tentu jauh lebih mulia dari binatang maupun tumbuhan. Bahkan Tuhan
Yesus menggunakan ilustrasi burung pipit maupun bunga bakung yang sebenarnya
adalah gambaran binatang serta tumbuhan yang termasuk kelompok paling kecil dan
lemah. Jika binatang dan tumbuhan yang lemah dan jarang diperhitungkan saja
dipelihara dengan luar biasa oleh Allah, apalagi kita manusia. Apalagi jika
manusia tersebut adalah manusia yang memiliki karakter baik, berusaha hidup
benar dan menyenangkan hati Allah. Pastilah Allah akan menjaga manusia tersebut
selayaknya biji mata-Nya.
Manusia
yang benar seharusnya tidak lagi mempersoalkan apakah yang akan ia makan atau
apakah yang akan ia pakai. Memang di masa modern ini pada umumnya kita memiliki
3 kebutuhan pokok: sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah/tempat
tinggal). Namun di dalam Perjanjian Baru rata-rata yang dipersoalkan hanyalah
makanan dan pakaian (bandingkan dengan 1 Tim 6:8). Mengapa rumah tidak dijadikan
hal yang perlu dipersoalkan? Menurut saya masyarakat di zaman Perjanjian Baru
tidak mempersoalkan tempat tinggal karena mereka juga dapat berkeliling untuk
memberitakan Injil (seperti Paulus dan para penginjil lain). Lagipula jemaat
mula-mula mungkin saja meneladani ucapan Tuhan Yesus yang berkata bahwa
meskipun serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, namun Anak Manusia
tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Mat 8:20). Alasan lain yang
mungkin adalah ketika jemaat seharusnya menyadari bahwa dunia ini hanyalah
tempat tinggal sementara. Tidak ada rumah pun tidak apa-apa, karena mereka memiliki
pengharapan yang luar biasa terhadap rumah Bapa yang akan disediakan bagi
mereka.
Sebenarnya,
manusia yang benar pun tidak perlu mempersoalkan mengenai makanan dan pakaian.
Selama mereka bekerja keras untuk mencari nafkah, rasa-rasanya pasti akan cukup
untuk makan dan pakaian (tentu makanan dan pakaian yang selayaknya, bukan
makanan atau pakaian yang mewah). Namun jika ada orang
yang malas, maka tentu tidak akan dapat memperoleh makanan. Orang malas seperti
ini seharusnya tidak layak dibantu oleh gereja (2 Tes 3:10). Namun memang ada
juga orang-orang yang menyusahkan dirinya dengan mengingini makanan yang mewah
(meskipun sebenarnya uangnya hanya cukup untuk makan sederhana) atau mengingini
pakaian yang bermerk (meskipun tujuan pakaian sebenarnya adalah menutupi tubuh).
Orang-orang yang menyusahkan hidupnya
ini tentu bisa saja akan terus hidup dalam kekuatiran, yaitu kuatir jika ia
tidak dapat makan makanan yang enak maupun tidak dapat memakai pakaian bermerk.
Jika urusannya hanyalah makanan dan pakaian yang secukupnya, maka semua
itu pun dicari oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah (ay. 32a).
Perhatikan kata “semua itu” yang awalnya digunakan dalam ayat 32a ini. Maksud
dari hal ini adalah bahwa semuanya itu (makanan, minuman, dan pakaian yang
dibutuhkan untuk hidup) itu pun dicari oleh semua orang, termasuk bangsa-bangsa
yang tidak mengenal Allah (yaitu Allah Abraham Ishak dan Yakub). Bahkan jika
mau jujur, orang atheis juga pasti mencari makanan dan pakaian dengan bekerja
keras dalam pekerjaan maupun usaha mereka. Allah menciptakan dunia ini dengan suatu
tatanan, yaitu manusia harus bekerja untuk makan. Bahkan Adam dan Hawa pun
diperintahkan Allah untuk mengusahakan bumi ini (Kej 1:28).
Allah Bapa tentu tahu bahwa umat-Nya membutuhkan semuanya itu (ay. 32b).
Apakah yang dimaksud dengan semuanya itu? Tentu kata ini merujuk pada makanan
dan pakaian yang memang dibutuhkan oleh manusia untuk dapat bertahan hidup.
Jika itu adalah kebutuhan dasar, maka selama umat-Nya juga melakukan usaha dan
kerja keras sesuai dengan tatanan yang Allah tentukan, maka Allah pasti akan
memberikan apa yang diperlukan oleh orang tersebut. Jika tatanan itu berlaku untuk
orang lain (termasuk bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah), apalagi
untuk umat Allah.
Dalam konteks inilah Tuhan Yesus berkata supaya kita mencari terlebih
dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan
kepada kita (ay. 33). Ini adalah tatanan yang luar biasa dari Tuhan Yesus. Jika
kebanyakan manusia berfokus pada mencari uang (untuk membeli makanan dan pakaian),
maka Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk terlebih dahulu mencari kerajaan
Allah dan kebenarannya. Kata “kebenaran” dalam ayat ini bukanlah aletheia melainkan
dikaiosuné, yang artinya kebenaran yang berhubungan dengan perbuatan secara
praktikal (bukan hanya sekedar konsep semata).
Artinya adalah ketika seseorang mencari kerajaan Allah dengan benar,
maka ia akan menemukan kebenaran (dikaiosuné) tersebut yang akan
terpancar dari hidupnya sehari-hari. Dalam hal ini orang yang mencari kerajaan
Allah dengan benar pastilah akan memiliki karakter anak-anak Allah yang benar
pula. Ia tidak akan suka berbohong, tidak mencuri, bekerja keras, jujur, dan
segala macam karakter baik yang harusnya ada dalam diri orang tersebut. Itulah
sebabnya, orang yang mencari kerajaan Allah dengan benar tahu bahwa semuanya
itu akan ditambahkan kepada dirinya.
Perhatikan penggunaan kata “semuanya itu” yang seharusnya merujuk pada
kata yang sama di ayat 32, yang sebenarnya adalah makanan dan pakaian yang
secukupnya (untuk hidup). Artinya adalah secara sederhana, orang yang mencari
kerajaan Allah dengan benar pasti: 1) memiliki karakter yang unggul; 2) tidak
mungkin sampai jatuh miskin (minimal berkecukupan); dan 3) tidak akan kuatir
akan hari esok (karena ia tahu bahwa ia memiliki karakter yang unggul dan
penyertaan Allah). Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Tuhan Yesus dalam ayat
34 bahwa kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. Orang yang mencari kerajaan
Allah dengan benar bukannya tidak pernah hidup susah. Ia tentu mengalami
kesulitan dan kesukaran karena mengikut Tuhan itu sama saja dengan masuk ke
dalam pintu yang sesak dan jalan yang sempit (Mat 7:13-14). Namun ia tahu bahwa
kesusahan itu adalah ibarat “ampelas” yang menggosok batu mulia sehingga
menjadi lebih indah lagi di pemandangan Bapa.
Jadi, mengapa banyak jemaat suka ayat 33 tersebut? Karena mereka selama
ini merasa sudah mencari Tuhan dan kebenarannya. Kata “kebenarannya” disini
dianggap sama seperti aletheia yang juga digunakan oleh Tuhan Yesus: “Akulah
Jalan dan Kebenaran (aletheia) dan Hidup” (Yoh 14:6). Mereka berpikir
dengan dangkal bahwa ketika mereka mencari Tuhan Yesus dalam doa maupun ibadah
di gereja (dan biasanya ditambah dengan memberi persembahan), maka mereka sudah
merasa mencari Tuhan. Karena mereka merasa mencari Tuhan. Tidak heran mereka
pun merasa sudah berhak untuk menerima semuanya itu yang akan ditambahkan
kepada hidup mereka (seakan-akan mengklaim janji Tuhan).
Persoalannya lagi, kata “semuanya itu” mereka pandang sebagai
benar-benar sebagai “semua hal yang mereka inginkan”. Tidak heran bahwa ada
banyak orang Kristen yang ketika berdoa meminta banyak hal seakan-akan mereka
meminta kepada jin lampu (seperti dalam film Alladin). Mereka merasa berhak
untuk meminta “semuanya itu” karena mereka merasa sudah mencari Tuhan. Tidak
heran doa orang-orang seperti ini pasti isinya penuh dengan permintaan: mulai
dari berkat jasmani (uang, harta, kekayaan), kesuksesan, karir yang baik,
perlindungan Tuhan atas hidupnya dan keluarganya, dan segala macam hal lainnya.
Memang tidak salah meminta uang dan perlindungan. Tetapi sadarkah kita bahwa
ketika kita benar-benar mencari Tuhan dengan proporsional, kita lambat laun akan
semakin selektif dalam berdoa. Kita tidak akan sembarangan saja mengumbar
keinginan kita dalam doa, melainkan akan menanyakan dahulu apakah Tuhan
berkenan atas keinginan kita?
Mencari Tuhan bukanlah hal yang sederhana. Jangan berpikir bahwa karena
kita sudah berdoa 5 kali sehari (bangun tidur, makan 3 kali, dan sebelum tidur)
maka kita sudah mencari Tuhan. Jangan berpikir bahwa karena kita sudah membaca
Alkitab atau bahkan menghafal ayat Alkitab maka kita sudah mencari Tuhan.
Jangan berpikir bahwa ketika kita datang ke gereja maka kita sudah mencari
Tuhan. Jangan berpikir bahwa ketika kita memberikan persembahan ke gereja maka
kita sudah mencari Tuhan. Perkarakan benar-benar apakah kita sudah mencari
Tuhan secara benar atau sebenarnya kita masih belum mencari Tuhan. Jangan-jangan
setiap kita datang ke gereja kita tidak mencari Tuhan, tetapi mencari uang,
harta, kekayaan, jawaban doa, dan lain sebagainya melalui Tuhan. Tuhan hanya
kita jadikan sarana untuk memuaskan tujuan kita. Dengan kata lain, orang-orang
seperti ini sebenarnya menjadikan Tuhan sebagai semacam “jin lampu” yang hanya
bertugas mengabulkan doa dan permintaan mereka.
Masalahnya, sebagian pendeta juga mengajarkan hal yang salah. Para
pendeta dan pengkhotbah semangat sekali mengajarkan ayat 33 ini dan berkata bahwa
gereja itu adalah kerajaan Allah dan kebenarannya, karena pendeta adalah wakil
Allah dan pasti menyampaikan kebenaran di atas mimbar. Kenyataannya tentu ada
pendeta yang bukan wakil Allah atau juru bicara Allah. Tidak semua pendeta juga
menyampaikan kebenaran yang benar-benar benar. Banyak khotbah yang sebenarnya
bukan kebenaran, tetapi hanya sebatas kata-kata yang tidak membangun iman, atau
kalaupun bermanfaat, hanya menjadikan orang baik sebagaimana agama pada
umumnya. Salah satu ciri khotbah yang mengandung kebenaran adalah ketika orang
yang menyampaikannya dan orang yang mendengarnya mengalami perubahan dan
pertobatan yang nampak nyata dalam kehidupan orang tersebut.
Kalau ayat 33 ini hanya dikhotbahkan kepada jemaat supaya jemaat mencari
Tuhan dengan cara rajin beribadah, rajin pelayanan, rajin persembahan, tanpa
mencari pribadi-Nya dengan sungguh-sungguh, maka jemaat akan menjadi kerdil
karena memandang segala sesuatunya dari sudut pandang duniawi. Apalagi jika
jemaat juga dijanjikan bahwa semuanya bisa ditambahkan kepada mereka jika
mereka memberikan kepada “Tuhan” (yang diwakili oleh gereja, sinode, bahkan
pribadi pendeta itu sendiri). Tidak heran banyak jemaat rela memberi banyak uang
kepada gereja karena menginginkan semua hal lain yang mereka inginkan. Seakan-akan
mereka rela memberi uang puluhan juta ke gereja karena berharap bahwa Tuhan
akan memberikan tender bernilai milyaran bahkan puluhan milyar kepada mereka.
Kita telah belajar bahwa kata “semuanya itu” tidaklah berarti semua hal
yang kita inginkan. Ayat 33 tidak boleh menjadi dasar bagi kita untuk berdoa
meminta apa saja yang kita inginkan. Ayat 33 sebenarnya adalah pengingat bagi
kita untuk mempersoalkan apakah kita sudah mencari-Nya dengan benar, dimana orang
yang sudah mencari Tuhan dan kerajaan-Nya dengan benar pasti memiliki karakter
yang unggul dan tidak lagi mempersoalkan makanan dan pakaian. Mereka tahu bahwa
selama mereka bekerja keras, Tuhan akan memberkati mereka. Ketika orang sudah dapat
merdeka dari kekuatiran (dengan sadar bahwa hidup ini sebenarnya dapat
dicukupkan dengan makanan dan pakaian), maka mereka dapat memfokuskan diri pada
perkara-perkara yang di atas. Hal ini tentu sejajar dengan mengumpulkan harta
di surga dan bukan di bumi, yang sebenarnya tidak berbicara mengenai uang atau
materi, tetapi lebih bicara kepada perubahan karakter kita yang semakin
menyerupai Tuhan Yesus, saudara sulung kita.
Bacaan Alkitab: Matius 6:31-34
6:31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami
makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
6:32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi
Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya
itu akan ditambahkan kepadamu.
6:34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."