Minggu, 23 Februari 2020

Jangan Mengusik yang Diurapi?


Minggu, 23 Februari 2020
Bacaan Alkitab: 1 Tawarikh 16:19-22
"Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat terhadap nabi-nabi-Ku!" (1 Taw 16:22)


Jangan Mengusik yang Diurapi?


Sebagai seorang yang beragama Kristen sejak kecil, saya sudah cukup sering mendengar ayat ini diucapkan oleh pengkhotbah atau pembicara atau pendeta di atas mimbar gereja. Biasanya ayat ini digunakan untuk melegitimasi status seseorang sebagai pengkhotbah atau pendeta. Tentu alasan yang disampaikan adalah karena seorang pendeta itu pasti adalah orang yang diurapi. Bahkan dalam praktik di sejumlah gereja, ada semacam “pentahbisan” terhadap para pendeta atau pejabat-pejabat yang diangkat oleh suatu sinode gereja dalam suatu “upacara” dimana para pendeta tersebut akan diurapi dengan minyak oleh pendeta-pendeta yang lebih senior atau ketua sinode gereja. Dengan pengurapan tersebut, maka mereka pun sah menjadi semacam pembicara dan berhak berbicara di atas mimbar gereja.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan praktik pengurapan itu, meskipun sebenarnya praktik pengurapan semacam itu tidak ada dalam ayat-ayat Perjanjian Baru (hanya ada dalam praktik bangsa Israel di Perjanjian Lama, itu pun terbatas pada jabatan imam dan raja). Menurut saya, jika itu dijadikan semacam lambang atau simbol dalam gereja, itu tidaklah terlalu masalah. Akan tetapi menjadi masalah jika kemudian praktik pengurapan pendeta/pengkhotah itu dikaitkan dengan ayat-ayat lainnya, khususnya ayat-ayat di Perjanjian Lama yang konteksnya sangat jauh berbeda dengan konteks masa kini.

Jika kita hanya membaca ayat 22 saja, maka kita seakan-akan telah didoktrin bahwa: 1) Pendeta adalah orang yang diurapi Tuhan; 2) Jemaat awam bukanlah orang yang diurapi; 3) Oleh karena itu pendeta tidak boleh diusik oleh siapapun, khususnya oleh jemaat; 4) Pendeta/pengkhotbah adalah nabi yang menyampaikan suara Tuhan; dan 5) Jika ada orang (khususnya jemaat) yang tidak sependapat dengan pendeta, apalagi berani bersuara cukup vokal, maka itu masuk dalam kategori mengganggu nabi Tuhan bahkan berbuat jahat terhadap nabi Tuhan. Oleh karena itu, jabatan pendeta adalah jabatan yang paling aman karena seakan-akan: 1) Pendeta adalah orang yang paling benar; 2) Jemaat harus tunduk kepada pendeta; dan 3) Jika pendeta salah, maka lihat kembali poin nomor 1.

Kelihatannya ini lucu, tetapi kenyataannya hal ini pasti pernah terjadi (atau mungkin memang masih terjadi) di sejumlah gereja. Oleh karena itu, tanpa bermaksud menghakimi para pendeta dan pengkohtbah/pembicara, mari kita melihat dengan jelas konteks mengapa ayat tersebut ditulis. Kita sebaiknya tidak boleh suka-suka mencomot suatu ayat Alkitab suka-suka kita sendiri demi membela kepentingan kita sendiri. Jika memungkinkan kita harus melihat konteks ayat tersebut sehingga dapat  mengerti makna sebenarnya dari ayat itu.

Konteks pasal 16 dari kitab 1 Tawarikh ini sebenarnya berbicara tentang peristiwa dimana Tabut Perjanjian dibawa masuk kembali ke kota Yerusalem. Saat itulah dimana Daud menari-nari karena bersukacita melihat Tabut Allah kembali ke kota Yerusalem (1 Taw 15:29). Ayat mengenai Daud yang menari-nari ini juga sering dijadikan lirik lagu bahkan khutbah, dimana Tuhan senang jika Daud menari-nari, jadi kita harus menari-nari. Padahal dalam kehidupan Daud, hanya tercatat sekali saja Daud menari-nari (ketika Tabut Allah dibawa masuk kota Yerusalem). Selebihnya, Daud sibuk menjalankan tugas memimpin sebagai raja Israel, berperang, mengatur negara, dan lain sebagainya. Adalah hal yang sangat “gila” jika yang ditekankan hanyalah peristiwa Daud menari-nari dan itu harus dicontoh oleh jemaat Tuhan di masa kini dengan selalu menari-nari dalam ibadahnya.

Kembali ke konteks peristiwa tersebut, Daud kemudian menggubah suatu nyanyian pujian yang dinyanyikan oleh orang-orang yang bertugas dalam hal musik dan pujian di kemah Allah (dapat kita lihat mulai pasal 16 dari ayat 7 hingga ayat 36). Dalam bagian awal dari nyanyian pujian tersebut, Daud menuliskan kisah perjalanan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah sejak awal, keluar dari Mesir, mengikat perjanjian dengan Allah di gunung Sinai, janji akan tanah Kanaan, dan proses masuknya bangsa Israel ke tanah Kanaan dengan mengalahkan bangsa-bangsa yang kemungkinan jauh lebih kuat dari mereka. Tentu itu adalah campur tangan Allah yang Maha Kuasa karena tanpa Allah maka tidak mungkin bangsa Israel dapat keluar dari Mesir dan tinggal di tanah Kanaan hingga saat itu (yaitu zaman Daud).

Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa Daud menulis peristiwa ketika jumlah bangsa Israel masih belum seberapa, sebagai suatu kumpulan orang yang dulunya diperbudak selama 430 tahun sebagai orang asing (ay. 19). Dikatakan pula bahwa mereka mengembara dari satu tempat ke tempat lain dan perlahan-lahan mengalahkan bangsa-bangsa, dari satu bangsa ke bangsa yang lain, dari satu kota ke kota yang lain (ay. 20). Tentu jika suatu bangsa yang jumlahnya sedikit, dengan mental budak (karena terbiasa diperbudak di Mesir selama ratusan tahun), namun mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain yang sudah lebih settle di tanah Kanaan, maka itu adalah akibat penyertaan Allah yang Maha Kuasa.

Memang adalah rencana Allah untuk mengembalikan mereka ke tanah Kanaan sebagaimana janji-Nya kepada para leluhur bangsa Israel (Abraham, Ishak, dan Yakub). Oleh karena itu, setiap bangsa yang kemudian bersepakat untuk melawan bangsa Israel, pasti mengalami kekalahan. Allah tidak membiarkan siapapun melawan bangsa Israel, bahkan raja-raja mereka pun banyak yang mati karena melawan bangsa Israel (ay. 21). Hal ini terjadi hingga bangsa Israel dapat menduduki tanah Kanaan sebagai tanah perjanjian.

Dalam konteks peristiwa sejarah inilah kemudian Daud menulis kalimat yang kemudian sering disalahartikan itu: “Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat terhadap nabi-nabi-Ku” (ay. 22). Jika kita teliti membaca ayat ini, maka yang dimaksud dengan orang-orang yang diurapi Tuhan adalah bangsa Israel secara kolektif, dan dalam konteks ketika bangsa Israel hendak masuk ke dalam tanah Kanaan. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan nabi-nabi Tuhan tentu kemungkinan besar adalah para pemimpin bangsa Israel pada masa itu, dimana Musa dianggap sebagai nabi, atau Miriam yang juga dianggap sebagai nabiah (Kel 15:20).

Nah, jika demikian, maka kita tentu mengerti bahwa konteks ayat 22 ini sama sekali tidak dapat digunakan pada konteks kehidupan umat Perjanjian Baru. Jangankan untuk dikenakan pada umat Kristen, ayat itu sebenarnya juga sudah tidak tepat digunakan terhadap Raja Daud sendiri. Mengapa demikian? Meskipun Daud adalah seorang raja yang diurapi oleh Tuhan, ia bukanlah seorang nabi. Itulah mengapa Raja Daud pun tidak marah ketika ia ditegur oleh Nabi Natan (2 Sam 12:1-25). Daud tidak menggunakan ayat 22 ini (meskipun ia sendiri yang menulisnya) kepada Nabi Natan karena tidak suka dengan teguran yang disampaikan. Sama juga ketika anaknya, Absalom berencana menduduki tahta kerajaannya, Daud tidak menggunakan ayat 22 tersebut kepada anaknya: “Hai Absalom, jangan kamu mengusik orang-orang yang diurapi Tuhan, dan jangan berbuat jahat terhadapnya”. Pada waktu itu Daud justru mengalah dengan menyingkir dari kota Yerusalem dan menjadi pelarian (2 Sam 15:13-37). Ketika dalam pelarian itu kemudian ada seseorang yang bernama Simei melempari batu dan mengutuki dirinya, Daud tidak menggunakan ayat 22 yang ditulisnya itu kepada Simei. Ia tetap diam dan bahkan berkata “Biarlah ia mengutuk, siapa tahu Tuhan berfirman kepadanya demikian” (2 Sam 16:10).

Jadi sebenarnya untuk konteks ayat 22 ini, Daud sudah memberikan contoh dan teladan yang baik, bahwa konteks tulisan nyanyian yang digubahnya itu adalah konteks pada masa bangsa Israel hendak masuk ke tanah Kanaan. Daud tidak menggunakan ayat 22 itu (meskipun ia sendiri yang menulisnya) sebagai alasan untuk melindungi tahtanya sendiri dari orang-orang yang melawannya, dari kritik orang lain, bahkan dari kutukan dan lemparan batu dari orang yang tak dikenalnya, meskipun sebenarnya ia adalah seorang raja yang sah, diurapi Tuhan, menggubah banyak lagu dan mazmur, dan banyak lagi hal yang telah ia lakukan.

Jika demikian, maka orang-orang yang menggunakan ayat 22 ini di luar konteks yang seharusnya, apalagi dengan tujuan untuk “melindungi” jabatannya di gereja, “mempertahankan dinasti” keluarganya di gereja, atau dengan alasan lain apapun, harus malu kepada Daud. Dan ayat ini sebenarnya sudah tidak relevan lagi dengan konteks jemaat di Perjanjian Baru, karena kita semua adalah orang-orang yang diurapi oleh Tuhan. Petrus (Kefas) sebagai rasul saja pernah ditegur oleh Paulus karena tidak memberikan teladan hidup yang baik (sedikit bersifat munafik) (Gal 2:11-14). Pendeta, pembicara/pengkhotbah atau orang-orang yang sudah ditahbiskan oleh sinode gereja sebagai pejabat gereja tidak boleh semena-mena dan sembarangan menggunakan ayat 22 ini. Jemaat harus dicerdaskan, bukannya ditakut-takuti dan diancam dengan cara yang salah.

Di sisi lain, kita sebagai jemaat (yang tidak menjadi pendeta atau pejabat gereja) juga harus belajar kebenaran dengan lengkap dan utuh. Tentu kita harus menghormati para pendeta dengan patut, apalagi mereka yang sudah bekerja keras hidup untuk kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya. Namun jika ada oknum-oknum yang menyalahgunakan jabatan mereka untuk kepentingan diri mereka sendiri dan “kerajaan” mereka sendiri, maka kita harus berhati-hati dengan orang seperti itu. Jangan sampai kita terlalu percaya dengan perkataan mereka apalagi 100% menaati apa yang diucapkan oleh oknum tersebut. Kita harus lebih taat kepada Tuhan, kita harus belajar lebih mendengar suara Tuhan dan menaatinya, dan kita harus menjaga diri supaya jangan sampai disesatkan dengan perkataan atau khutbah yang tidak benar. Pada umumnya, oknum-oknum seperti ini akan memilih-milih ayat yang melindungi kepentingannya sendiri. Ia menetapkan standar yang berbeda antara dirinya dan jemaat, misalnya jemaat tidak boleh mengkritik pendeta, tetapi pendeta boleh mengkritik jemaat suka-sukanya sendiri (dan jemaat tentu tidak boleh membalas). Berhati-hatilah dengan oknum-oknum seperti itu.



Bacaan Alkitab: 1 Tawarikh 16:19-22
16:19 Ketika jumlah mereka tidak seberapa, sedikit saja, dan mereka orang-orang asing di sana,
16:20 dan mengembara dari bangsa yang satu ke bangsa yang lain, dan dari kerajaan yang satu ke suku bangsa yang lain,
16:21 Ia tidak membiarkan siapa pun memeras mereka; dihukum-Nya raja-raja oleh karena mereka:
16:22 "Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat terhadap nabi-nabi-Ku!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.