Jumat,
21 Februari 2020
Bacaan Alkitab: Wahyu 21:1-8
Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang
keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka
di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang
kedua. (Why 21:8)
Pornos dan Moichos (56): Tidak Dapat Masuk ke dalam Langit yang Baru dan Bumi yang Baru
Dalam
bagian akhir dari kitab Wahyu, kita menemukan dua istilah yang seharusnya
dipahami oleh semua orang percaya, karena ini adalah tujuan akhir dari
pengiringan kita terhadap Tuhan, yaitu: 1) Langit yang baru dan bumi yang baru;
serta 2) Yerusalem baru. Mengapa harus ada langit dan bumi yang baru?
Jawabannya sederhana: Karena langit dan bumi yang pertama (yang diciptakan
Allah sebagaimana tercatat dalam kitab Kejadian) harus dihancurkan akibat dosa manusia
(ay. 1). Meskipun langit dan bumi yang pertama harus dihancurkan, tetapi Tuhan
menyediakan langit dan bumi yang baru untuk ditempati oleh orang-orang yang
mengasihi Allah dan mengasihi sesamanya.
Di dalam
langit dan bumi yang baru ini juga ada Yerusalem baru, suatu kota yang turun
dari surga, dari Allah, sebagai suatu “pusat pemerintahan” kerajaan Allah (ay.
2-3). Salah satu ciri dari langit dan bumi yang baru adalah bahwa di sana tidak
akan lagi dukacita dan tidak ada lagi kematian (ay. 4). Tidak ada dukacita di
sini adlaah dukacita akibat kematian orang-orang yang kita kasihi, serta
dukacita karena orang-orang yang berbuat dosa. Karena dosa tidak ada lagi di
langit dan bumi yang baru, maka tidak ada lagi orang yang jahat, pembunuh,
pencuri, dan lain sebagainya. Inilah dunia yang ideal sebagaimana yang hendak
Allah ciptakan bagi manusia pada awalnya (sebelum manusia jatuh ke dalam dosa).
Siapa
yang membuat langit dan bumi yang baru? Tentu yang membuat adalah Allah sendiri.
Dalam hal ini Tuhan Yesus sebagai Anak Allah juga memiliki peran untuk mempersiapkannya,
sebagai tempat bagi orang percaya (ay. 5, bandingkan dengan Yoh 14:2-3). Saya
sendiri lebih cenderung berpendapat bahwa Tuhan Yesus sebagai Allah Anak yang akan
menyiapkannya, mengingat ada istilah “Alfa dan Omega” (Why 1:8) serta kalimat “memberi
minum dari Air Kehidupan” (bandingkan dengan Yoh 4:10-14, Yoh 7:37) pada ayat selanjutnya
(ay. 6). Namun sebenarnya itu bukanlah suatu hal yang harus diperdebatkan antar
gereja. Justru yang terpenting adalah kepastian bahwa akan ada langit dan bumi
yang baru yang disediakan Allah bagi kita, dan kita pun harus berjuang supaya
dapat diperkenankan masuk ke sana dan tidak ditolak oleh Tuhan Yesus (Mat
7:21-23).
Perhatikan
kata “barangsiapa menang” sebagai syarat untuk memperoleh semua janji ini dan
syarat untuk menjadi anak Allah (ay. 7). Istilah “barangsiapa menang” juga ada pada
surat kepada 7 jemaat di kitab Wahyu. Ini menunjukkan bahwa adanya suatu
perjuangan dan pertandingan yang harus kita menangkan. Itulah pertandingan kehidupan
dimana masing-masing dari kita harus mampu menang di dalam hidup kita. Menang
atas dosa, menang atas godaan, menang atas segala hal yang tidak berkenan di
hadapan Allah. Tuhan Yesus sudah menang ketika Ia berhasil taat hingga akhir,
bahkan hingga mati di atas kayu salib. Saatnya kita juga harus berjuang sampai
akhir supaya kita dapat menang. Tentu Allah akan membantu kita untuk menang dengan
Roh Kudusnya, tetapi ada bagian kita yang harus kita lakukan.
Jika ayat
7 berbicara tentang syarat untuk memperoleh hak masuk ke dalam langit yang baru
dan bumi yang baru, maka ayat selanjutnya berbicara tentang “syarat minimal”
untuk masuk ke dalamnya yang ditulis dengan contoh-contoh yang praktis. Mengapa
saya menyebut ini sebagai syarat minimal? Karena jika kita mengaku diri sebagai
orang Kristen, tentu kita harus memiliki standar hidup yang jauh lebih tinggi
dan lebih agung. Syarat-syarat di ayat 8 ini hanyalah “syarat minimal” yang
harus dimiliki oleh orang-orang yang berhak masuk ke dalam langit dan bumi yang
baru. “Syarat-syarat minimal” tersebut adalah: tidak termasuk dalam orang-orang
penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang
pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala
dan semua pendusta (ay. 8a). Kita akan mencoba membedah satu persatu yang
dimaksud dengan istilah-istilah tersebut.
Pertama, bukan termasuk dalam orang-orang penakut. Dalam
bahasa aslinya digunakan kata deilois (δειλοῖς) dari akar kata deilos (δειλός).
Kata ini dapat bermakna cowardly,
timid, fearful (pengecut, malu, takut).
Kata deilos ini hampir selalu merujuk pada makna yang negatif, berlawanan
dengan kata phobos yang diartikan
sebagai ketakutan atau kegentaran yang positif (seperti takut atau gentar akan
Tuhan). Besar kemungkinan bahwa kata deilos ini berkaitan dengan sikap
penakut dan pengecut orang percaya menghadapi aniaya (yang umum pada masa
gereja mula-mula). Mereka yang takut akan aniaya dan pada akhirnya mengingkari imannya,
dipandang tidak layak untuk masuk kepada dunia yang akan datang.
Kedua, bukan termasuk orang-orang yang tidak percaya. Dalam bahasa
aslinya digunakan kata apistois (ἀπίστοις) dari akar kata apistos
(ἄπιστος). Kata apistos ini merupakan gabungan 2 kata: a (yang
berarti tidak atau bukan) dan pistis (yang berarti iman atau percaya).
Jadi golongan orang-orang ini adalah orang-orang yang tidak beriman atau tidak
percaya. Beberapa orang Kristen mungkin berpikir: “Wah kalau begitu kita aman
dong, kan kita sudah percaya kepada Yesus”. Apakah benar demikian?
Menurut saya,
permasalahannya terletak pada apakah yang dimaksud dengan iman atau percaya
itu? Kita bisa percaya bahwa Yesus lahir di Betlehem dan telah mati di Golgota,
namun itu barulah iman sejarah, yaitu ketika kita percaya sejarah Yesus. Kita
bisa percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang turun menjadi manusia, dan
nanti akan datang kembali. Namun itu pun baru iman atau percaya akan pribadi
Yesus. Iman yang benar pasti membawa konsekuensi logis dalam hidup kita, yaitu
harus ditunjukkan dengan tindakan kita dalam hidup sehari-hari. Tindakan kita
itulah cerminan iman kita.
Abraham
dikatakan sebagai bapa orang percaya atau bapa orang beriman. Ketika Abraham
disuruh keluar dari Ur Kasdim dan akan dijadikan bangsa yang besar, apakah
Abraham berkata kepada Tuhan: “Aku percaya Tuhan, tapi kan nggak usah keluar
kota Ur Kasdim bisa juga toh?”. Atau ketika Abraham disuruh menghitung bintang
di langit sebagai lambang akan banyaknya keturunanya, apakah Abraham kemudian
tidak pernah menyentuh Sara, istrinya? Atau ketika Abraham disuruh mempersembahkan Ishak, apakah Abraham berkata:
“Aku percaya kepada-Mu Tuhan, tetapi Ishak biar di rumah saja, nanti saya ganti
dengan domba deh”? Tentu dalam segala hal Abraham menunjukkan bagaimana ia
melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepadanya. Itulah yang dimaksud Yakobus,
bahwa perbuatan kita menunjukkan bagaimana kualitas iman kita (Yak 2:14-26).
Kita bisa saja berkata “Oh, saya sudah percaya Yesus kok, saya pasti
sudah selamat meskipun saya masih suka berbuat dosa, masih suka berjudi, mabuk,
berzinah, dan lain sebagainya”. Itu adalah pandangan yang sangat salah.
Jangankan melakukan tindakan amoral seperti itu, orang yang sudah bernubuat dan
mengusir setan demi nama Yesus saja bisa ditolak masuk dalam kerajaan surga
(Mat 7:21-23). Oleh karena itu, kita perlu memeriksa diri kita masing-masing,
bagaimana kualitas iman kita di hadapan Tuhan? Mungkin kita berkata: “Iman
sebesar biji sesawi saja bisa memindahkan gunung kok”. Ya itu memang benar,
tetapi apakah iman kita hanya terus-terusan sebesar biji sesawi? Ataukah kita terus
berjuang menumbuhkan iman kita hingga mencapai standar iman yang Tuhan
kehendaki? Jika kita tidak membuat iman kita bertumbuh, jangan-jangan kita dapat
masuk ke dalam kategori orang yang tidak beriman/percaya yang seharusnya.
Ketiga, bukan termasuk
dalam kelompok orang-orang keji. Dalam bahasa aslinya
digunakan kata ebdelygmenois (ἐβδελυγμένοις) dari akar kata bdelussomai
(βδελύσσομαι). Kata ini dapat bermakna to abhor, detest, loathe (benci,
jijik, muak), sebagaimana juga digunakan dalam Roma 2:22. Selain itu kata ini dapat
pula bermakna to render foul, abominable (melakukan pelanggaran, mengerikan/sangat
buruk sekali), yang mungkin lebih tepat untuk konteks ayat ini (yang
diterjemahkan dengan kata keji). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata keji
dapat bermakna memiliki moral yang sangat rendah atau hina. Jika melihat arti
harafiah ayat tersebut, maka kelompok orang-orang ini adalah mereka yang
memiliki moral yang sangat rendah, menjijikkan dalam kelakuan, bahkan sangat
hina karena kelakuan mereka jauh di bawah rata-rata orang pada umumnya. Kita
tidak tahu bagaimana konteks standar kelakuan manusia pada zaman itu. Tetapi
mungkin saja di masa sekarang, orang-orang ini adalah mereka yang melakukan
hal-hal yang memalukan demi keuntungan pribadi mereka sendiri, dengan karakter
yang sangat jahat (diluar apa yang disebutkan di ayat 8 seperti mencuri,
berzinah, dan lain sebagainya).
Keempat, bukan termasuk dalam kelompok orang-orang pembunuh. Dalam bahasa
aslinya digunakan kata phoneusin (φονεῦσιν) dari akar kata phoneus
(φονεύς). Kata ini dapat bermakna murderer, committing unjustified,
intentional homicide (pembunuh, melakukan pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan dan dengan sengaja). Tentu ini tidak termasuk orang-orang yang tidak sengaja membunuh
atau terpaksa membunuh demi bertahan hidup. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah mereka yang dengan sengaja melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dimana
tindakannya sama sekali tidak dapat dibenarkan. Mungkin sekali yang termasuk
dalam kelompok ini adalah mereka yang merupakan pembunuh bayaran (assassin),
atau yang melakukan pembunuhan dengan niat jahat dan sengaja (misalnya: membunuh
karena dendam, membunuh untuk merampok, atau membunuh untuk menikahi pasangan
orang yang dibunuh tersebut)
Kelima, bukan termasuk dalam kelompok orang-orang sundal. Dalam bahasa
aslinya digunakan kata pornois (πόρνοις) dari akar kata pornos (πόρνος).
Seperti kita telah bahas dalam seri renungan ini, kata pornos dapat bermakna
orang yang terlibat dalam hubungan seksual yang tidak sah (termasuk dengan orang
yang masih menjadi suami/istri dari orang lain), atau orang yang melacurkan
dirinya sendiri demi kepuasan hawa nafsu atau materi. Tingkatan kata pornos ini
jauh lebih berbahaya daripada moichos karena tindakan pornos adalah
tindakan yang sudah merusak hakekat pernikahan itu sendiri (jika dilakukan oleh
orang yang sudah menikah).
Tentu
orang-orang sundal ini tidak mungkin dapat masuk ke dalam langit dan bumi yang
baru karena karakternya yang buruk dan merusak. Bayangkan jika ada orang yang pikirannya
sudah menjurus ke hal-hal yang tidak benar (porno), jika ia masuk ke langit dan
bumi yang baru, pastilah pikirannya ini juga akan merusak dirinya sendiri dan juga
merusak tatanan surga yang sudah sempurna. Orang-orang seperti ini sangat
berbahaya jika memiliki kesempatan masuk ke dalam langit dan bumi yang baru.
Oleh karena itu, marilah kita bertobat dari jenis dosa ini, karena dosa ini
sangat mengikat dan sulit untuk dihilangkan.
Keenam, bukan termasuk kelompok tukang-tukang sihir. Dalam bahasa aslinya
digunakan kata pharmakois (φαρμάκοις) dari akar kata pharmakos (φάρμακος).
Kata ini dapat bermakna a poisoner, sorcerer, magician (peracik
obat-obatan/racun, tukang sihir, tukang sulap). Kata ini memang dapat diartikan
sebagai orang-orang yang melakukan sihir-sihir tertentu (dengan bantuan kuasa
kegelapan). Namun demikian, perlu dipahami konteks pada masa itu bahwa ada
orang-orang yang ahli menggunakan ramuan tertentu untuk menciptakan suatu ilusi
atau halusinasi bagi orang lain, sehingga seakan-akan ia memiliki kuasa sihir
dalam bentuk manifestasi-manifestasi tertentu. Kata ini juga merujuk kepada
praktik penyembahan dewa-dewa Yunani dan Romawi tertentu yang menggunakan
semacam ramuan obat-obatan untuk mencapai tingkatan trance tertentu,
yang seakan-akan sudah mencapai tingkat “penyembahan” tertentu.
Apakah praktik ini
ada di kalangan orang Kristen? Sebenarnya secara teori, musik dan pencahayaan
tertentu dapat membuat semacam “halusinasi” pada sejumlah orang. Hal ini yang
umum digunakan pada diskotik dan klub-klub malam yang menggunakan musik dengan
beat dan ritme tertentu (tentu dengan suara bass yang sangat keras), serta
permainan cahaya yang berkelap-kelip dan cenderung gelap. Tanpa bermaksud
menghakimi, saat ini sejumlah gereja juga sudah menggunakan lampu-lampu yang
berkelap kelip dan ritme musik yang cenderung cepat ditambah suara bass yang
kencang. Saya tidak tahu apakah hal itu membantu membuat orang mencapai suasana
hati tertentu atau tidak. Tetapi yang ditakutkan adalah ketika orang merasa
sudah menyembah karena suasana musik dan atmosfer “pertunjukan” yang ada di
dalam gereja itu sendiri. Kita harus berhati-hati terhadap pseudo-worship (penyembahan
yang semu) dalam gereja, dimana dengan musik dan suasana ibadah yang meriah, yang
membawa jemaat merasa sudah menyembah padahal sebenarnya belum. Sebenarnya
penyembahan yang benar tidak hanya terlihat di dalam gedung gereja saja (pada
saat ibadah), melainkan juga harus terpancar dalam hidup sehari-hari.
Ketujuh, bukan termasuk golongan penyembah berhala. Dalam bahasa aslinya
digunakan kata eidōlolatrais (εἰδωλολάτραις) dari akar kata eidólolatrés
(εἰδωλολάτρης). Kata ini memang memiliki makna an image worshiper
(penyembah patung atau berhala). Dalam konteks jemaat mula-mula, mereka hidup
di dalam dunia yang dikuasai oleh bangsa Romawi, dengan masyarakat yang
menyembah dewa-dewa Romawi (dan mungkin beberapa dewa-dewa Yunani) dalam
kuil-kuil. Tentu tantangan jemaat mula-mula adalah bagaimana supaya mereka
tidak menyembah dewa-dewa tetapi menyembah Allah yang benar. Tidak jarang penguasa
Romawi memaksakan penyembahan dewa-dewa tertentu kepada rakyatnya, dan di sini posisi
orang Kristen menjadi sulit. Mungkin saja jika mereka tidak mau menyembah dewa-dewa
itu, maka mereka akan ditangkap, disiksa, bahkan dihukum mati.
Namun makna lain
dari kata eidólolatrés secara umum juga adalah orang-orang yang tidak
menyembah Allah yang benar, atau tidak menyembah Allah secara benar. Orang yang
mengaku menyembah Allah harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya obyek
penyembahan, atau memberikan nilai tertinggi kepada Allah. Jika ada obyek apapun
yang melebih posisi Allah dalam prioritas seseorang, itu berarti ia sedang
tidak menyembah Allah, atau dapat dikatakan bahwa orang tersebut menyembah
obyek yang lain. Dalam hal ini, obyek yang lain itu dapat juga dikategorikan
sebagai berhala. Jika berhala zaman dahulu dapat berupa patung dewa, gambar
dewa, atau semacamnya, maka berhala “zaman now” dapat berupa harta,
uang, kekayaan, kedudukan, kehormatan, nama baik, dan lain sebagainya. Mereka
yang menilai segala sesuatu dengan uang (yang artinya memberi nilai tinggi pada
uang dan harta) maka dapat dikatakan sebagai penyembah berhala (dalam hal ini
berhalanya adalah uang). Oleh karena itu, kita harus berhati-hati supaya tidak
sampai masuk dalam kategori penyembah berhala, yang tidak hanya sekedar
menyembah berhala secara fisik, tetapi juga secara non fisik).
Kedelapan, tidak termasuk dalam kelompok orang-orang pendusta. Dalam bahasa aslinya
digunakan kata pseudesin (ψευδέσιν) dari akar kata pseudés (ψευδής).
Kata ini dapat bermakna false, deceitful, lying, untrue (salah/palsu/tidak
sesuai fakta, menyesatkan, bohong, tidak benar). Saya rasa hampir semua di
antara kita pasti pernah berbohong, sejak masa kecil dan hingga saat ini. Mungkin
kebohongan kita tidak terlalu tampak nyata, tetapi dengan mengucapkan perkataan
yang berkelit sedikit saja itu pun juga sudah merupakan kebohongan. Tanpa kita
sadari, kebohongan-kebohongan kecil akan menumpuk menjadi kebohongan besar
(karena kebohongan yang baru harus dibuat untuk menutupi kebohongan yang lama).
Jadi, apakah
kita semua pasti tidak dapat masuk langit dan bumi yang baru karena sudah
pernah berbohong? Tentu jika kita meminta ampun dan bertobat dari kebohongan
yang kita lakukan, maka Tuhan akan mengampuni dosa kita. Persoalannya terletak pada
karakter kita. Apakah kita suka berbohong atau mengemukakan alasan palsu untuk
menyelamatkan diri kita sendiri? Apakah kita lebih memilih menyebarkan berita
bohong (hoax) untuk menjatuhkan orang lain atau untuk meninggikan diri
kita sendiri? Apakah kita terbiasa berbohong dari hal-hal yang kecil (termasuk juga
ketika kita tidak menyampaikan kebenaran yang sebenarnya) untuk keuntungan kita
pribadi. Jika jawaban dari pertanyaan di atas kebanyakan adalah “ya”, maka kita
harus lebih berhati-hati, karena kebohongan sudah menjadi semacam karakter yang
tertanam dalam hidup kita. Terlebih di era teknologi informasi seperti ini, ada
banyak sekali kesempatan dan cara untuk berbohong, misalnya dengan menyebarkan hoax
yang dapat merusak nama baik orang lain. Sebagai contoh, ada pendeta yang
dengan sengaja memotong khotbah pendeta lain sehingga jika didengar sepotong
(tidak mendengarkan khotbah keseluruhan) seakan-akan pendeta itu menyampaikan
hal yang salah, dan kemudian disebarkan dengan kata-kata: “pendeta ini sesat”.
Saya rasa itu termasuk dalam kelompok orang-orang pendusta ini, yang suka
berbohong dan menyebarkan kabar bohong (atau informasi yang tidak benar).
Alkitab secara
jelas sudah menulis bahwa kelompok orang-orang tersebut pasti tidak
diperkenankan masuk ke dalam langit yang baru dan bumi yang baru. Oleh karena
itu, mari kita memeriksa diri kita sendiri masing-masing. Jika masih ada
dosa-dosa yang perlu kita selesaikan dengan Tuhan, mari kita selesaikan. Jika
masih ada karakter buruk terkait dengan persundalan, kebohongan, dan lain-lain,
maka mari kita bertobat dan meminta Tuhan untuk membantu kita menghilangkan
karakter buruk tersebut. Ada bagian kita yaitu berjuang untuk mematikan manusia
lama kita dan mengenakan manusia baru yang terus menerus dibaharui dalam iman
dan kebenaran supaya semakin serupa dengan karakter Kristus. Jika kita
memperkarakan hal ini dengan serius dan bertobat senantiasa, barulah kita dapat
memiliki keyakinan dan kepastian penuh bahwa kita tidak akan ditolak masuk ke
dalam kerajaan surga.
Bacaan Alkitab: Wahyu 21:1-8
21:1 Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit
yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi.
21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari
sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan
untuk suaminya.
21:3 Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata:
"Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam
bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi
Allah mereka.
21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak
akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau
dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
21:5 Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku
menjadikan segala sesuatu baru!" Dan firman-Nya: "Tuliskanlah, karena
segala perkataan ini adalah tepat dan benar."
21:6 Firman-Nya lagi kepadaku: "Semuanya telah terjadi. Aku adalah
Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum
dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan.
21:7 Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan
menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku.
21:8 Tetapi orang-orang
penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang
pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala
dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang
menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.