Kamis,
27 Februari 2020
Bacaan Alkitab: Yohanes 6:67-71
Jawab Yesus kepada mereka: "Bukankah Aku sendiri yang telah memilih
kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis". Yang
dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan
menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu. (Yoh 6:70-71)
Apakah Tuhan Yesus Tahu dari Awal bahwa Yudas
Pasti akan Berkhianat? (2)
Salah
satu ayat yang juga sering digunakan kelompok yang menyatakan bahwa Tuhan Yesus
tahu dari awal bahwa Yudas akan berkhianat adalah ayat nats kita pada renungan
hari ini. Dalam ayat tersebut tertulis bahwa Tuhan Yesus sendiri berkata Dia
sendirilah yang memilih kedua belas murid-Nya, akan tetapi seorang di antara
mereka adalah Iblis (ay. 70). Itulah perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus
sendiri. Baru pada ayat selanjutnya ditambahkan keterangan yang ditulis oleh
Rasul Yohanes bahwa yang dimaksudkan Tuhan Yesus sebagai Iblis itu adalah Yudas
Iskariot, karena dialah orang di antara kedua belas murid yang akan menyerahkan
Yesus (ay. 71).
Sekilas
memang kalimat ini mengindikasikan bahwa Tuhan Yesus sudah tahu bahwa Yudas
akan berkhianat. Namun mari kita lihat konteks perikop ini dan sedikit melihat
lebih dalam mengenai ayat-ayat dalam perikop ini. Perikop ini adalah kelanjutan
perikop yang telah kita baca pada renungan hari sebelumnya, dimana ada
orang-orang yang akhirnya memutuskan untuk mengkhianati Yesus dengan cara tidak
lagi mau mengikuti-Nya/ Mereka meninggalkan Tuhan Yesus dan tidak mau lagi
menjadi murid-Nya karena perkataan-perkataan-Nya yang keras menurut mereka,
khususnya terkait memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya.
Setelah
melihat banyak murid-murid-Nya yang pergi, kemudian Tuhan Yesus bertanya kepada
kedua belas murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (ay. 67). Tentu
jumlah murid yang pergi jauh lebih banyak daripada jumlah dua belas murid utama
Tuhan Yesus. Namun Simon Petrus, seorang murid yang paling berani menjawab
bahwa mereka tidak mau dan tidak dapat pergi. Kalaupun mereka harus pergi,
mereka sudah meninggalkan segala sesuatu. Tidak ada alternatif lagi bagi mereka
untuk pergi meninggalkan Yesus dan mencari guru lain (atau kembali ke pekerjaan
lama mereka). Petrus mewakili murid-murid yang lain berkata bahwa perkataan yang
disampaikan Yesus adalah perkataan yang membawa hidup kekal (ay. 68). Mereka
juga tahu bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Allah, Mesias yang datang dari Allah (ay.
69).
Hal itu
adalah perkataan yang luar biasa yang keluar dari mulut Petrus, salah seorang
murid Yesus yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi karena ia hanyalah
seorang nelayan atau penjala ikan. Dalam konteks inilah, Tuhan Yesus memuji
kedua belas murid-Nya karena mereka tidak meninggalkan Yesus meskipun
murid-murid lain pergi meninggalkan-Nya. Dalam kalimat lain, seakan-akan Tuhan
Yesus hendak mengatakan bahwa tidak sia-sia Ia bergumul keras untuk memilih
siapa yang akan menjadi 12 murid utama-Nya (ay. 70).
Peristiwa
pemilihan kedua belas murid tersebut tercatat dalam tiga dari empat Injil yaitu
Matius, Markus dan Lukas. Dalam kitab Lukas tercatat bahwa sebelum Tuhan Yesus
memanggil dan menetapkan 12 orang tersebut, Ia pergi ke bukit dan berdoa
semalam-malaman kepada Allah Bapa (Luk 6:12). Dalam Alkitab, kita menemukan
bahwa Tuhan Yesus sangat sering berdoa, karena doa yang merupakan cara berhubungan
dengan Allah adalah hal yang sangat penting (misalnya: Mrk 1:35). Namun biasanya
ketika Tuhan Yesus harus berdoa pada malam hari (atau sepanjang malam),
biasanya hal itu terkait akan suatu hal yang harus Ia pergumulkan dengan
sungguh-sungguh, misalnya saja ketika Yesus berdoa di taman Getsemani sebelum
ditangkap (Mrk 14:32-42). Jelaslah bahwa kedua belas murid Yesus ini bukanlah
orang-orang yang dipilih dengan sembarangan, tetapi tentu dengan pergumulan yang
sangat dalam sebelum Ia mengambil keputusan.
Dalam doa
dan pergumulan-Nya sebelum memilih kedua belas murid-Nya, tentu Tuhan Yesus
sudah mengerti dari nats kitab suci di Perjanjian Lama bahwa akan ada salah
seorang murid-Nya yang nantinya akan berkhianat kepada-Nya. Namun jika kita mau
jujur, hampir semua murid-murid Yesus adalah mereka yang sebenarnya masih belum
mengerti bahwa kerajaan yang ditawarkan Yesus bukanlah kerajaan di dunia ini,
melainkan di surga. Mereka memang percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Namun saat
itu mereka masih berpikir bahwa ketika mereka mengiring Yesus, maka mereka
nanti akan mendapatkan kedudukan yang terhormat jika Yesus naik tahta menjadi
Raja orang Yahudi.
Kita
dapat melihat bagaimana kedua belas murid Yesus memiliki kelebihan dan juga
kekurangan. Kekurangan ini sebenarnya dapat berpotensi juga bagi murid-murid
Yesus untuk nantinya berkhianat kepada-Nya. Yudas memang sangat materialistis
dan cinta uang, bahkan sampai mencuri uang kas yang dipegang-Nya. Namun kita
harus melihat bagaimana Tomas juga memiliki kelemahan yang tidak mudah percaya,
atau Yakobus dan Yohanes yang ingin mendapat tempat terhormat di kerajaan-Nya
sehingga juga menggunakan ibu mereka dengan harapan dapat mempengaruhi Tuhan
Yesus. Simon orang Zelot juga adalah seorang pejuang yang tak segan-segan
melawan penjajah Romawi dengan kekerasan. Namun mungkin alternative pengkhianat
lain yang paling kuat adalah Petrus, karena karakternya yang meledak-ledak.
Bahkan Tuhan Yesus sempat menghardik-Nya dengan ucapan: “Enyahlah Iblis!” (Mrk
8:33), sesuatu yang bahkan tidak Ia ucapkan secara langsung kepada Yudas
Iskariot.
Karena saya
berpendapat bahwa ada kemungkinan besar Tuhan Yesus di awal tidak tahu siapa yang
akan mengkhianati-Nya. Seiring berjalannya waktu, dari 12 murid tersebut
mungkin mengerucut kepada Petrus dan Yudas. Tidak heran bahwa Tuhan Yesus
berkata bahwa seorang di antara mereka adalah Iblis (ay. 70). Jika merujuk pada
keempat kitab Injil, jelas bahwa dari kedua belas murid-Nya, hanya sekali saja
Tuhan Yesus menyebut salah satu murid-Nya dengan sebutan “Iblis”, yaitu kepada
Petrus. Ini artinya bisa jadi Petrus yang akan berkhianat kepada Tuhan Yesus. Kita
dapat melihat bagaimana Petrus sangat berambisi supaya Yesus menjadi Raja
secara duniawi, sehingga ia tidak setuju jika Tuhan Yesus berkata bahwa Ia
harus mati. Namun ternyata seiring berjalannya waktu, Petrus memilih untuk mulai
bertobat, sementara Yudas justru sebaliknya. Karena Yudas tidak bertobat,
akhirnya Yesus pun membiarkan Yudas untuk melakukan apa yang ia akan lakukan,
yaitu mengkhianati diri-Nya (Yoh 13:27).
Tentu pendapat
saya ini memang didasarkan pada peristiwa awal ketika Tuhan Yesus memilih kedua
belas murid-Nya, dimana saat itu ada banyak sekali calon pengkhianat yang
mungkin akan berkhianat kepada Yesus. Tuhan Yesus juga pasti mengingatkan
murid-murid-Nya tersebut supaya jangan sampai menjadi pengkhianat tersebut. Namun
seiring berjalannya waktu, tentu Tuhan Yesus dapat melihat siapa yang mau
mendengar nasehat dan siapa yang tidak mau mendengar nasehat. Yudas adalah
orang yang tidak mau mendengar nasehat sehingga pada akhirnya ia membinasakan
dirinya sendiri.
Dalam hal
ini, statement saya bahwa Tuhan Yesus tidak tahu di awal bukan
berarti meragukan kemahatahuan Tuhan Yesus. Akan tetapi saya ingin menekankan
bahwa kedua belas murid Yesus sama-sama memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi pengkhianat, dan bukan salah seorang ditentukan untuk menjadi
pengkhianat dari awalnya dan sengaja dipilih oleh Tuhan Yesus untuk menggenapi nats
di Perjanjian Lama. Adalah Tuhan yang sangat jahat jika sudah menentukan
seseorang akan menjadi pengkhianat, seakan-akan tidak ada kesempatan lagi
baginya untuk bertobat. Akan tetapi semua orang memiliki kesempatan yang sama
untuk memilih apa yang benar dan apa yang salah. Itulah sebabnya ada penghakiman
Allah yang akan diadakan suatu saat nanti ketika semua orang akan dihakimi menurut
perbuatan mereka (bukan hanya sekedar iman mereka). Jika Yudas sudah “dipilih”
untuk menjadi pengkhianat, maka Yudas dapat protes: “Untuk apa ada pengadilan
jika saya tidak mendapat kesempatan untuk memilih apa yang benar”. Namun menurut
pendapat saya, karena setiap orang memiliki kehendak bebas untuk memilih apa
yang benar dan yang salah, maka semua orang harus mempertanggungjawabkan
pilihan yang diambil.
Untuk
Yudas, ia telah mendapatkan kesempatan dan anugerah yang luar biasa dapat
melihat, mendengar, bahkan berbicara dengan Tuhan Yesus. Namun sayangnya ia
menyia-nyiakan kesempatan yang berharga hanya karena didorong nafsu duniawinya,
yang ingin Yesus segera memproklamirkan diri sebagai Mesias, yang akan menjadi
Raja orang Yahudi secara duniawi (supaya Yudas dapat pula segera menjadi
menteri di kerajaan tersebut). Nafsu yang salah inilah yang membinasakan
dirinya. Demikian pula kita harus belajar untuk hidup dalam tuntunan Roh Kudus
supaya kita mengerti kehendak-Nya, dan tidak terjebak pada hawa nafsu duniawi
yang membuat kita berpikir kerdil dan salah mengambil keputusan seperti Yudas.
Bacaan Alkitab: Yohanes 6:67-71
6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak
mau pergi juga?"
6:68 Jawab Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, kepada siapakah kami akan
pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal;
6:69 dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari
Allah."
6:70 Jawab Yesus kepada mereka: "Bukankah Aku sendiri yang telah
memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis."
6:71 Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah
yang akan menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.