Selasa, 4 Oktober 2016
Bacaan
Alkitab: Kisah Para Rasul 13:9-10
Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap
dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu
muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan
berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu? (Kis 13:9-10)
Ciri-ciri Anak Iblis
Pada suatu kesempatan, saya pernah
mendengar bahwa ada pendeta yang sampai berkata kepada salah seorang jemaatnya
bahwa ia adalah anak iblis. Saya sendiri tidak tahu apakah memang perkataan itu
yang keluar terucap dari mulut pendeta itu, atau lewat sms/BBM/whatsapp, atau
bagaimana. Tetapi jika memang yang dikatakan itu adalah benar, maka hanya ada 2
kemungkinan: 1) Kemungkinan pertama, jemaat tersebut memang sudah sangat kurang
ajar sehingga akhirnya terlontar kata-kata itu dari mulut si pendeta; atau 2)
Kemungkinan kedua, pendeta tersebut yang salah karena ia terhasut oleh omongan
orang lain sehingga keluar kata-kata tersebut kepada jemaat yang mungkin tidak
pantas untuk menerimanya.
Namun bagaimanapun juga, kita harus
belajar mengenai ciri-ciri dari anak iblis itu. Jadi kita juga tidak
sembarangan men-judge seseorang
sebagai anak iblis. Jangan hanya karena kita tidak suka dengan orang itu lalu
dengan cepat kita mengatakan dirinya sebagai anak iblis. Itu sama saja dengan
menghakimi dan memfitnah. Oleh karena itu berikut ini adalah ciri-ciri
seseorang adalah anak iblis dan bukan anak Tuhan:
Pertama, penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat (ay. 10a). Seorang
anak iblis adalah seseorang yang hidupnya penuh dengan tipu daya dan muslihat.
Ia tidak memikirkan apakah orang lain dirugikan dengan segala tipu muslihatnya,
karena yang terpenting adalah bahwa orang lain bisa mengikuti kemauannya. Hal
ini akan sangat berbahaya karena orang yang tidak waspada bisa terkena jebakan
tipu muslihatnya. Oleh karena itu, tepatlah ayat yang mengatakan agar kita
tetap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Mat 10:16). Jika kita
hanya mengandalkan ketulusan saja, itu tidak akan pernah cukup. Hal itu hanya
akan membuat kita sebagai orang-orang yang
lugu, yang dengan mudah terperdaya oleh tipu muslihat orang yang disebut
sebagai anak iblis.
Kedua, penuh dengan kejahatan (ay. 10b). Kata
kejahatan di ayat ini dalam bahasa aslinya menggunakan kata yang cukup unik,
yaitu rhadiourgia (ῥᾳδιουργία), yang hanya muncul 1 kali
dalam Alkitab Perjanjian Baru. Kata ini dapat diartikan sebagai “ease in doing, laziness,
recklessness, hence wickedness” (menganggap enteng, kemalasan, kecerobohan,
sehingga menjadi kejahatan/keburukan/kebusukan). Artinya kejahatan di sini
tidaklah langsung kejahatan yang besar, tetapi dimulai dari hal-hal kecil
dimana orang tersebut sudah terbiasa jahat, sehingga merembet ke hal-hal yang
besar sehingga tidak dapat lagi diperbaiki karena sudah menjadi karakter.
Kata rhadiourgia tersebut juga dapat diartikan sebagai “unscrupulousness, cunning, mischief”
(tidak bermoral, licik, nakal/rusak). Tentu hal tersebut tidak hanya berbicara
mengenai kekurangan secara umum seperti berbohong atau tidak menghargai waktu,
tetapi memiliki makna yang lebih dalam dari itu. Orang seperti ini sudah sama
sekali tidak bermoral, licik dan sudah begitu rusaknya. Kalau boleh saya
katakan, orang seperti ini sudah nyaris tidak bisa diselamatkan, kecuali jika
orang ini sungguh-sungguh bertobat dan berbalik dari kejahatan. Bagi orang
seperti ini, kejahatan sudah menjadi menu sehari-hari dan sudah menjadi
kenikmatannya. Orang seperti ini akan tetap senang berbuat jahat walaupun sudah
diingatkan berkali-kali oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak jarang, orang
seperti ini justru dapat menyeret orang-orang yang belum dewasa untuk dapat
berkubang dalam kejahatannya.
Ketiga, musuh segala kebenaran (ay. 10c). Seorang
anak iblis tidak akan pernah mau mengenal kebenaran yang sejati. Ia hanya
menginginkan “pembenaran-pembenaran” yang dibuatnya dengan memutarbalikkan ayat
Alkitab sesuka hatinya. Sehebat apapun pendeta yang menyampaikan kebenaran di
depan mimbar, tidak akan ada yang masuk ke dalam telinga apalagi hatinya,
karena telinganya saja sudah tertutup bagi kebenaran. Akibatnya, hanya mujizat
yang bisa membuat orang seperti ini untuk bertobat, karena ia sudah menutup
pintu bagi Roh Kudus yang mengingatkan tentang jalan kebenaran. Orang ini
mungkin saja datang ke gereja, tetapi di gereja ia tidak pernah punya hati yang
harus untuk mengenal kebenaran. Baginya ibadah di gereja sama saja dengan
datang ke bioskop untuk menonton film atau datang ke konser musik semata, dan
yang terpenting adalah kehadirannya untuk memenuhi kewajiban presensi di
gereja, bukan bagaimana ia belajar untuk mengenal Tuhan yang benar.
Keempat, membelokkan Jalan Tuhan yang lurus (ay. 10d).
Kita tahu bahwa Jalan Tuhan yang benar itu lurus dan tidak berbelok-belok.
Firman Tuhan sudah sangat tegas bahwa hanya ada satu Jalan kepada Bapa yaitu melalui
Tuhan Yesus Kristus (Yoh 14:6). Jika kita membaca ajaran Tuhan Yesus dalam
Perjanjian Baru, jelas bahwa apa yang diajarkan itu tidak berbelit-belit,
tetapi tegas dan jelas. Namun ternyata ada orang-orang yang berusaha untuk
membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu. Kebenaran yang lurus mencoba dibelokkan
dan dimodifikasi sedemikian rupa untuk kepentingannya. Kebenaran yang mutlak
dijadikan relatif supaya tidak merugikan orang tersebut.
Jika melihat ciri yang keempat, hal ini
juga sangat menakutkan karena bisa saja yang disebut sebagai anak-anak iblis
justru adalah para pembicara dan pengkhotbah. Harus kita akui, sebagian besar
atau hampir semua para pembicara dan pengkhotbah (apalagi jika sudah menjadi
pendeta) adalah mereka yang sudah pernah belajar ilmu theologi. Sangat mungkin
mereka lebih tahu isi Alkitab dibandingkan jemaat awam. Oleh karena itu, pada
dasarnya mereka sudah mengerti mengenai apa yang benar dan apa yang salah
menurut Alkitab. Namun, jika dalam khotbah yang disampaikan ada “diskon/potongan”
dari apa yang seharusnya disampaikan, sebenarnya itu sudah termasuk membelokkan
Jalan Tuhan yang lurus.
Namun kita juga harus menyadari bahwa
ada orang-orang yang membelokkan kebenaran: 1) karena ia tidak sengaja (karena
tidak tahu); 2) karena merasa terpaksa (karena jika khotbahnya terlalu keras
maka jemaat akan pergi); dan 3) karena dilakukan dengan sadar dan sengaja.
Kelompok yang ketiga inilah yang berbahaya karena memang ia menyadari bahwa ia
sudah salah, namun ia tetap melakukan apa yang menyimpang di hadapan Tuhan. Ini
adalah penyesatan yang sangat berbahaya, karena bisa membawa orang-orang yang
tidak dewasa untuk mengikuti jalan yang salah. Sebagai contoh, semua orang tahu
bahwa korupsi itu salah. Akan tetapi jika ada pendeta yang bilang bahwa uang
hasil korupsi juga wajib dimasukkan ke dalam persepuluhan karena masuk sebagai
penghasilan, maka itu sudah suatu “pembelokan” Jalan Tuhan yang luar biasa
sesat.
Biarlah melalui renungan ini kita
menjadi peka mengenai ciri-ciri anak iblis. Jikalau pun kita mengenal orang
yang memiliki karakter seperti itu, kita tidak perlu mengatakan dengan mulut
kita kepada orang itu bahwa ia adalah anak iblis. Jagalah ucapan dan perkataan
kita. Bagian kita jika menghadapi ini adalah dengan senantiasa berjaga-jaga dan
berdoa, serta dengan tekun belajar kebenaran dalam persekutuan yang intim
dengan Tuhan. Dengan demikian, kita akan menjadi cerdik dan tulus, serta peka
untuk membedakan roh, peka untuk membedakan ajaran, dan peka untuk membedakan
manakah yang anak iblis dan manakah yang benar-benar adalah anak Tuhan.
Bacaan
Alkitab: Kisah Para Rasul 13:9-10
13:9 Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus,
menatap dia,
13:10 dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu
muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan
berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.