Kamis, 27 Oktober 2016

Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 7)



Kamis, 27 Oktober 2016
Bacaan Alkitab: Roma 8:14-17
Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. (Rm 8:14)


Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 7)


Jika kita hanya melihat ayat 14 tanpa memperhatikan konteks ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya, maka kita akan dapat terjebak pada suatu keyakinan yang salah, bahwa semua orang Kristen adalah anak Allah. Hal ini dapat membuat suatu pemahaman yang salah dan keliru, bahwa menjadi anak Allah adalah perkara yang mudah, karena toh semua orang Kristen pasti dipimpin Roh Allah (Roh Kudus), karena Roh Kudus sudah diberikan kepada setiap orang Kristen.

Untuk membahas hal ini, kita perlu sungguh-sungguh mengerti apa maksudnya “dipimpin Roh Allah” tersebut. Kata “dipimpin” dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani) adalah agontai (ἄγονται) yang berasal dari kata dasar agó (ἄγω) yang dapat diartikan sebagai “I lead, lead away, bring (a person, or animal), guide, spend a day, go (dipimpin, dipimpin keluar, dibawa (manusia atau binatang), dituntun, selama 1 hari, pergi). Kata agontai tersebut dalam konteks ayat 14 ini dapat diartikan sebagai “to more, impel, of forces and influences affecting the mind” (memberikan dorongan/desakan yang lebih untuk menekan/memaksa dan mempengaruhi pikiran).

Jadi kata dipimpin dalam ayat 14 ini  tidak sesederhana apa yang selama ini kita pikirkan. Kita tidak akan dapat dipimpin oleh Roh Allah jika kita tidak mau dipaksa dan didorong oleh Roh Allah untuk mengubah pikiran kita, dari pikiran yang selama ini masih duniawi, menjadi memiliki pikiran seperti yang Kristus miliki (Flp 2:5). Jadi, betapa bahayanya jika kita dengan mudah berpikir bahwa semua orang Kristen pasti sudah dipimpin Roh Allah. Itu salah besar! Banyak orang Kristen yang ternyata hidupnya tidak mau dipimpin oleh Roh Allah. Kita bisa melihat dari doa-doa yang diucapkan, apakah isi doa tersebut adalah supaya kita lebih mengerti apa yang Tuhan mau, atau isi doa tersebut masih berupa permintaan-permintaan sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Oleh karena itu, jika orang Kristen membiarkan Roh Allah mengisi hidup mereka dan mau dituntun oleh Roh Allah dalam segala hal, barulah mereka dipandang layak menjadi anak-anak Allah. Oleh Roh tersebut maka kita dapat memanggil Allah sebagai Bapa kita (ay. 15). Orang yang benar-benar dipimpin oleh Roh Allah akan berjalan beriringan dengan Allah, karena Roh Allah akan mengubah pikiran kita untuk kita boleh mengerti jalan-jalan-Nya. Manusia yang dipimpin oleh Roh Allah, akan memiliki roh yang selaras dengan Roh Allah, sehingga dalam hal ini, Roh Allah akan bersaksi bahwa orang tersebut adalah anak-anak Allah (ay. 16).

Konsekuensi sebagai anak, maka kita juga adalah ahli waris dari janji-janji Allah, yang akan kita terima bersama-sama dengan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17a). Janji ini bukanlah janji di dunia ini, karena Kristus pun tidak menerima janji kesuksesan, kekayaan, berkat melimpah, dan lain sebagainya di dunia ini. Justru di dunia ini Kristus telah menderita, dan kita pun wajib menderita bersama-sama dengan Dia supaya nanti kita dimuliakan bersama-sama dengan Dia (ay. 17b). Dengan hal ini, jelaslah bahwa janji yang dimaksudkan adalah janji di kekekalan nanti, di langit baru dan bumi baru, ketika kita akan menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga, untuk memerintah bersama-sama dengan Kristus selama-lamanya.

Oleh karena itu, sangat berbahaya jika pengertian anak Allah hanya dipahami secara dangkal dengan mencuplik ayat tertentu tanpa melihat konteksnya dan juga makna dalam bahasa aslinya. Sebagai contoh ayat 17a, kita sering mendengar bahwa karena orang Kristen adalah anak Allah (lihat penjelasan di atas mengenai kesalahan penafsiran ayat 14), maka orang Kristen pun adalah ahli waris yang berhak menerima janji. Masalahnya, ayat yang disampaikan pun biasanya hanya dipotong sampai ayat 17a (sampai kata-kata “janji-janji Allah”), yang mengisyaratkan bahwa orang Kristen adalah anak Allah, dan berhak menerima janji kesuksesan, perlindungan, kesembuhan, berkat melimpah, dan lain sebagainya, tanpa perlu berusaha keras dan berjuang dalam hidupnya.

Ini adalah penyesatan yang luar biasa. Jika kita melihat ayat 17, maka kita dapat melihat bahwa setelah kata-kata “janji-janji Allah”, tidak diakhiri dengan tanda titik, melainkan dengan tanda koma yang menunjukkan bahwa penjelasan mengenai janji Allah tersebut ada di kata-kata selanjutnya. Oleh karena itu, saya rindu para pembaca menjadi cerdas dalam membaca dan menggali Alkitab. Bukan berarti kita harus memberontak kepada setiap pengkhotbah atau pembicara yang menyampaikan Firman Tuhan, tetapi kita harus menguji setiap Firman apakah benar-benar dari Tuhan atau justru ada kesalahan (yang bisa disebabkan karena ketidaktahuan atau kesengajaan). Menjadi anak Allah berarti harus mau dipaksa dan didorong oleh Roh Allah untuk mengubah pola pikir kita sehingga semakin serupa dengan Tuhan Yesus Kristus. Menjadi anak Allah juga berarti kita memiliki janji yang kekal di dunia yang akan datang, dan bukannya justru janji kesuksesan dan kenikmatan di bumi ini.


Bacaan Alkitab: Roma 8:14-17
8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.
8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
8:17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.

Rabu, 26 Oktober 2016

Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 6)



Rabu, 26 Oktober 2016
Bacaan Alkitab: Yohanes 11:49-53
Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. (Yoh 11:51-52)


Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 6)


Dalam Alkitab kita tidak hanya melihat tokoh-tokoh yang baik (protagonis), tetapi juga tokoh-tokoh yang jahat bahkan sangat jahat (antagonis). Dalam bagian bacaan Alkitab kita pada hari ini, kita melihat bahwa ada salah seorang tokoh antagonis yang disebutkan, yaitu Imam Besar Kayafas (ay. 49). Seorang Imam Besar adalah pemimpin rohani bangsa Yahudi. Walaupun pada waktu itu bangsa Yahudi sedang “dijajah” oleh bangsa Romawi, yang artinya pemimpin secara politik dan ekonomi adalah raja-raja yang ditunjuk oleh Kaisar Romawi, namun dalam hal ibadah rohani, Kekaisaran Romawi memberikan kebebasan penuh kepada bangsa Yahudi untuk mengatur tata cara ibadah. Sehingga kekuasaan Imam Besar pada waktu itu sangatlah besar, bahkan dapat dikatakan hampir menyamai kekuasaan Raja Herodes.

Sebagai Imam Besar, seharusnya apa yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang penuh hikmat sesuai dengan Hukum Taurat. Namun, sangatlah mengerikan melihat perkataan Imam Besar Kayafas yang bisa berkata bahwa “lebih baik satu orang mati daripada seluruh bangsa binasa” (ay. 50). Itulah sebabnya para imam, ahli Taurat dan orang Farisi memilih untuk menyalibkan Yesus daripada orang-orang menjadi percaya kepada-Nya dan meninggalkan adat istiadat bangsa Yahudi. Mereka lebih memilih kehilangan Yesus daripada kehilangan jabatan dan posisi mereka di bidang keagamaan Yahudi. Dengan kalimat tersebut, maka mulai saat itu seluruh faksi dalam kepemimpinan agama Yahudi (para imam, ahli Taurat dan orang Farisi) bersepakat untuk membunuh Yesus (ay. 53).

Kalimat Imam Besar Kayafas tersebut sebenarnya adalah kalimat yang biasa, tetapi dalam konteks keselamatan, hal itu menjadi nubuatan bahwa Yesus akan mati bagi bangsa Yahudi (ay. 51). Tuhan Yesus yang sebenarnya adalah Raja Orang Yahudi (sebagaimana yang ditulis di atas salib-Nya), justru mati karena diserahkan oleh orang-orang Yahudi. Tetapi menarik melihat ayat 51 yang ternyata diakhiri dengan tanda koma dan bukannya tanda titik. Lanjutan ayat tersebut (yaitu ayat 52) mengatakan bahwa Tuhan Yesus mati bukan hanya untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai berai (ay. 52).

Kata anak-anak dalam ayat 52 tersebut bukanlah kata huios atau nothos (seperti yang nanti kita akan bahas dalam renungan-renungan selanjutnya tentang anak-anak Allah), tetapi menggunakan kata teknon (τέκνον), yang lebih cocok diartikan sebagai “keturunan”. Bangsa Yahudi adalah keturunan secara legal dari Abraham, Ishak, dan Yakub (lihat silsilah Tuhan Yesus Kristus di Lukas 3). Namun ternyata, Allah tidak hanya memandang bahwa keturunan Yakub sajalah yang merupakan anak-anak Allah, tetapi seluruh manusia, yang berasal dari Adam, adalah anak-anak Allah, sama seperti Adam juga adalah anak Allah. Semua manusia adalah keturunan dari Allah, karena ada roh yang ditempatkan-Nya dalam diri manusia.

Oleh karena itu kita harus sadar bahwa kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib bukan hanya untuk menebus dosa bangsa Yahudi saja, atau menebus dosa orang Kristen saja. Semua manusia adalah anak-anak Allah (teknon), dalam artian keturunan Allah, yang artinya semua memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anak-anak Allah yang sah (huios). Tuhan datang ke dunia ini sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, bukan dosa orang Yahudi atau orang Kristen saja. Melalui kematian Yesus, maka Ia dapat menghakimi seisi dunia, karena Ia telah memiliki hak penuh untuk menghapus dosa dunia. Oleh sebab itu, bagian kita adalah berjuang untuk menjadikan seluruh keturunan Allah menjadi anak-anak Allah yang sah di hadapan Tuhan.


Bacaan Alkitab: Yohanes 11:49-53
11:49 Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa-apa,
11:50 dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa."
11:51 Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu,
11:52 dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai.
11:53 Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.

Selasa, 25 Oktober 2016

Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 5)



Selasa, 25 Oktober 2016
Bacaan Alkitab: Yohanes 1:10-13
Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; (Yoh 1:12)


Status Manusia sebagai Anak Allah dalam Perjanjian Baru (Bagian 5)


Dalam pasal pertama dari Injil Yohanes, Rasul Yohanes menulis mengenai doktrin Kristologi yang sangat penting. Rasul Yohanes menulis bahwa Kristus telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya (ay. 10a). Ini menunjuk bagaimana manusia yang hidup sebelum Kristus datang sebagai manusia di dunia ini tidak akan pernah mengenalNya, walau sebenarnya Kristuslah yang menjadikan dunia ini (Yoh 1:1-3).

Selanjutnya, Kristus pun datang ke dunia ini sebagai manusia, untuk mengabarkan jalan keselamatan satu-satunya supaya manusia dapat datang kepada Bapa. Namun, ketika Ia datang ke dunia ini kepada milik kepunyaan-Nya (dalam konteks luas adalah manusia secara umum, namun dalam konteks sempit adalah bangsa Yahudi, yang merupakan bangsa pilihan Allah), mereka tidak menerima kedatangan-Nya (ay. 11). Bangsa Yahudi justru menolak Kristus dan menyalibkan serta membunuh-Nya.

Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang sebenarnya adalah kepunyaan-Nya atau ciptaan-Nya justru tidak mengenal Kristus. Namun syukur pada Tuhan bahwa di masa Perjanjian Baru, keselamatan itu tidak hanya dianugerahkan kepada bangsa Yahudi saja, tetapi kepada semua orang yang mau menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat (ay. 12a). Mereka yang mau menerima-Nya maka akan diberi kuasa oleh-Nya supaya menjadi anak-anak Allah (ay. 12b).

Jadi menjadi anak-anak Allah itu tidak otomatis, tetapi ada pilihan yaitu apakah mau menerima Tuhan Yesus Kristus atau tidak. Kata menerima dalam teks bahasa aslinya (bahasa Yunani) adalah lambanó (λαμβάνω) yang dapat diartikan menerima secara aktif, tidak menolak, serta taat dan mematuhi. Oleh karena itu, frasa “menerima Tuhan” tidak hanya boleh dipahami sebagai berstatus sebagai orang Kristen dan datang ke gereja, tetapi juga harus aktif menerima Tuhan dalam hidup kita, serta mengenakan gaya hidup Tuhan Yesus dalam kehidupan kita, yaitu taat dan patuh terhadap segala perintah Bapa di Surga.

Dengan taat dan patuh sepenuhnya kepada Bapa, barulah kita memiliki kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Ada proses untuk menggunakan kuasa (exousia/ἐξουσία, yang dapat diartikan otoritas dari atas), untuk dapat mengubah status kita dari anak-anak dunia menjadi anak-anak Allah. Kuasa sudah diberikan, artinya kita yang sudah percaya kepada-Nya dimampukan untuk berkeadaan sebagai anak-anak Allah. Persoalannya adalah tinggal bagaimana kita menggunakan dan memaksimalkan kuasa tersebut untuk dapat mengerti kehendak Bapa sehingga kita bisa melakukan kehendak-Nya dengan sempurna bagi kemuliaan Allah Bapa?

Secara daging memang kita adalah anak bapak dan ibu kita, sehingga di dunia ini kita sah menjadi anak-anak dari orang tua kita. Namun untuk menjadi anak-anak Allah, kita perlu memastikan bahwa kita sudah dilahirkan dari Allah (ay.13). Lahir dari Allah sama dengan lahir baru atau dilahirkan kembali. Ini berarti bahwa kita harus mewarisi “DNA” Allah dalam hidup kita. Sama seperti kita mewarisi DNA (sifat/karakter/penampilan) dari kedua orang tua kita, maka kita yang mau menjadi anak-anak Allah harus pula memiliki DNA Allah dalam hidup kita. Ini berarti kita harus mengerti sifat dan natur Allah, dan mengenakannya dalam kehidupan kita. Kita harus bisa hidup dengan standar yang benar, sampai orang lain yang melihat hidup kita akan berkata “Oh, memang orang ini adalah anak Allah, karena hidupnya sungguh luar biasa tak bercacat tak bercela, sehingga saya bisa melihat bahwa Allahnya orang Kristen itu benar-benar hidup dalam dirinya”. Siapkah kita menjadi anak-anak Allah?


Bacaan Alkitab: Yohanes 1:10-13
1:10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.
1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.
1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
1:13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.